Contoh Makalah Penerapan Pendidikan Lingkungan Hidup Melalui Pemanfaatan Senyawa Hayati Ekstrak Daun Beleng

Penerapan Pendidikan Lingkungan Hidup Melalui Pemanfaatan Senyawa Hayati Ekstrak Daun Beleng 
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Kelestarian lingkungan merupakan permasalahan yang dihadapi seluruh dunia, sehingga dijadikan muatan kurikulum perguruan tinggi pada jurusan/program studi tertentu, misalnya Jurusan Pendidikan Biologi IKIP PGRI Bali. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup lebih menekankan pada penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Sastrawijaya, 2000). Pemanfaatan senyawa hayati merupakan salah satu materi praktikum sebagai dasar aplikasi penanggulangan penyakit tanaman, misalnya penyakit jamur Fusarium yang menyerang tanaman vanili. 

Fusarium sangat merugikan petani di kawasan tropika, karena dapat menimbulkan berbagai penyakit di antaranya penyakit busuk batang panili, penyakit busuk kering pada umbi kentang dan penyakit layu pada pisang. Penyakit busuk batang panili disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. vanillae, yang juga disebut F. batatatis (Semangun, 1991), penyakit busuk kering pada umbi kentang disebabkan oleh jamur F. solani var. coeruleum (Semangun, 2000) dan penyakit layu pada pisang disebabkan oleh jamur F. oxysporum f.sp. cubense (Borges et al., 2004).

Penyakit panili yang terpenting adalah penyakit busuk batang (Semangun, 1991). Masalah kerugian dan kerusakan oleh penyakit busuk batang panili dapat berakibat langsung terhadap kematian tanaman serta akibat tidak langsung terhadap penurunan produksi. Produksi panili di Bali mencapai puncaknya tahun 1988 sebesar 324,314 ton polong kering dan menurun pada tahun berikutnya. Tahun 1995 hanya mencapai 64,967 ton polong kering. Secara nasional ekspor panili di Indonesia pada tahun 2001 hanya 339 ton polong kering, sedangkan pada tahun 1998 sekitar 729 ton polong kering, ketika pertumbuhan tanaman panili relatif masih baik (Ruhnayat, 2004).

Usaha pengendalian penyakit yang dilakukan oleh petani selama ini masih bertumpu pada penggunaan pestisida sintetis. Penggunaan pestisida sintetis yang kurang bijaksana sering menimbulkan dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap jamur itu sendiri karena dapat terjadi resistensi dan resurgensi (Suprapta et al., 2002).

Langkah yang perlu ditempuh untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida sintetis, dengan pengadaan pestisida alternatif yang dapat dihasilkan secara lokal terjangkau oleh sebagian besar petani dan aman bagi lingkungan, baik pestisida yang berasal dari mikroba antagonis (biopestisida) maupun pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pestisida yang mendapat perhatian adalah pestisida dari tumbuh-tumbuhan, sering disebut dengan pestisida nabati. Secara evolusi, tumbuhan telah mengeluarkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya yaitu sebagai respon invasi patogen ke tanaman inang (Kardinan, 2005). VanEtten at al. (1994) dalam Suprapta (2001) mengusulkan istilah fitoantisipin untuk membedakan senyawa yang sudah ada pada tumbuhan sehat dengan fitoaleksin yang terbentuk sebagai respon terhadap serangan patogen.

Penggunaan ekstrak tanaman sebagai pestisida nabati dapat mengurangi efek negatif pestisida sintetik terhadap lingkungan biologis (Suprapta et al., 2003). Indonesia sebagai daerah tropis, mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan tertentu dapat menghasilkan metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk bahan obat-obatan atau bahan pestisida nabati. Moeljanto dan Mulyono (2003), menyebutkan bahwa tanaman sirih (Piper betle L.) bisa dimanfaatkan sebagai fungisida, yakni untuk membasmi jamur Phythophthora palmivora yang menyerang tanaman lada. Fungisida botani dari daun sirih ini mampu menghambat perkecambahan spora dan menekan pertumbuhan jamur. 

Tanaman Beleng (Bahasa Bali) merupakan salah satu varietas dari tanaman sirih. Habitat maupun habitus tanaman Beleng sama dengan sirih, perbedaannya warna Beleng lebih hijau, tangkai daun, tulang daun dan batang berwarna hijau kemerahan. Aroma daun Beleng lebih sengak daripada sirih.

Tanaman dalam satu spesies, selain memiliki persamaan dalam morfologi dan anatomi, juga memiliki beberapa persamaan secara fisiologi. Penelitian ini mencoba untuk menguji aktivitas fungisida ekstrak daun sirih kultivar Beleng terhadap jamur F. oxysporum f.sp. vanillae

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun Beleng terhadap pertumbuhan jamur F. oxysporum f.sp. vanillae dan mekanisme aktivitas anti jamur ekstrak daun Beleng terhadap jamur F. oxysporum f.sp. vanillae.

II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biologi Jamur Fusarium
Fusarium adalah genus jamur yang terdapat di seluruh dunia dan sering dikaitkan dengan berbagai jenis penyakit tumbuhan. Jamur ini dapat diisolasi dari berbagai sampel, misalnya dari tanah dan tanaman pertanian yang terinfeksi, berkembang biak di kawasan lembab dan panas sehingga diberi sebutan “penyakit beriklim panas” (Salleh, 1989).

Genus Fusarium menghasilkan konidium berbentuk bulan sabit. Spesies Fusarium cukup banyak, belum ada keseragaman di antara para peneliti mengenai jumlah spesiesnya. Salah satu spesies Fusarium adalah Fusarium oxysporum, yang menyebabkan penyakit pada jaringan pembuluh beberapa jenis tanaman pertanian (Takehara and Kuniyosu, 1995). Perbedaan karakter dalam satu spesies serta patogenitasnya terhadap tanaman tertentu disebut formae spesiales (f.sp.) atau cultivar (var).

Fusarium sangat merugikan petani di kawasan tropika karena dapat menimbulkan berbagai penyakit, diantaranya penyakit busuk batang panili, penyakit busuk kering pada umbi kentang dan penyakit layu pada pisang. Penyakit busuk batang panili disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. vanillae yang juga disebut batatatis, F. bulbigenum var. batatas atau F. batatas (Salleh, 1989). 

2.2 Penyebaran Jamur Fusarium oxysporum f.sp. vanillae
Infeksi pada tanaman sehat dapat disebabkan oleh jamur F. oxysporum f.sp. vanillae yang berasal dari tanaman yang sakit. Infeksi mulai terjadi pada pangkal batang dan selanjutnya meluas pada batang dan akar hawa. Di dalam satu kebun diduga konidium fusarium dipencarkan oleh angin.

Fusarium dapat bertahan lama sebagai saprofit dalam tanah. Semangun (1991) menyatakan bahwa di dalam tanah jamur ini dapat bertahan selama tiga tahun. Tanah dianggap sebagai sumber infeksi yang utama. 

Penyakit busuk batang dapat juga ditularkan atau disebarkan dengan perantaraan kontak langsung, perantaraan air hujan dan serangga. Penanaman stek panili pada tanah bekas tanaman panili sakit, pangkal stek akan busuk beberapa waktu kemudian. Hal ini dapat terjadi walaupun tanah tersebut diistirahatkan ataupun dikeringkan terlebih dahulu, karena klamidospora patogen dapat bertahan lama di dalam tanah yaitu empat tahun tanpa tanaman inang (Suharyon dan Rozak, 1996).

2.3 Gejala Penyakit Busuk Batang Panili
Umumnya penyakit busuk batang panili timbul pada tanaman panili yang berumur tiga tahun atau lebih. Bila keadaan tidak menguntungkan bagi perkembangan penyakit, pada batang terjadi bercak-bercak yang panjangnya beberapa centimeter, berbatas tegas, berwarna cokelat dan mengendap. Kalau keadaan menguntungkan, terjadilah bercak yang berbatas kurang tegas, berwarna hitam, yang dengan cepat meluas melingkar pada ruas batang. Setelah itu bagian yang terserang keriput (mengisut), berwarna cokelat dan akhirnya mengering. Pada bagian yang busuk dan keriput itu terdapat bintik-bintik putih kekuningan yang terdiri dari kumpulan konidiofor dan konidium jamur. Kalau batang pada bagian yang sakit dibelah membujur, tampak bahwa di sebelah dalam perubahan warna meluas mendahului perubahan warna yang terlihat dari luar (Semangun, 1991). Jamur ini menginfeksi jaringan pengangkut pada tanaman panili (CMI, 1978).

2.4 Pestisida Nabati
Setelah ditemukan pestisida sintetis pada awal abad ke-20, manfaat pestisida dari bahan alami dilupakan (Novizan, 2002). Pestisida sintetis memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh pestisida alami. Pestisida sintetis dapat dengan cepat menurunkan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan periode pengendalian (residu) yang lebih panjang.

Untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida sintetis, maka perlu adanya pengadaan pestisida alternatif yang dapat dihasilkan secara lokal, terjangkau oleh sebagian besar petani dan aman bagi lingkungan. Salah satu sumber pestisida yang mendapat perhatian ilmuwan adalah dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi melalui metabolisme sekunder mampu menghasilkan berbagai senyawa kimia untuk melindungi dirinya dari gangguan hama, penyakit, maupun gulma.

Fungisida nabati adalah salah satu bagian dari pestisida nabati, yaitu senyawa kimia anti jamur yang diekstrak dari tumbuhan tingkat tinggi. Fungisida tersebut dalam bentuk alkaloid atau prohibitin dapat membantu melawan patogen (Suprapta, 2005).

Banyak senyawa “constitutive” dari tumbuhan dilaporkan mempunyai aktivitas anti jamur. Contoh yang sangat populer adalah fenol dan glikosida fenol, lakton tidak jenuh, senyawa-senyawa sulfur, saponins, glikosida syanogenik dan glikosinolat (Suprapta, 2001). Senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan melalui metabolisme sekundernya.

2.5 Tanaman Sirih (Piper betle L.) kultivar Beleng
Tanaman Beleng (Bahasa Bali) sering juga disebut degan nama base-base, base alas atau kakap. Semua nama tersebut mengindikasikan bahwa tanaman tersebut bukan sirih yang telah dikenal oleh masyarakat luas. menyebutkan varietasnya dengan nama Beleng sesuai dengan nama yang diberikan oleh masyarakat Bali secara kebanyakan.

Menurut Moeljanto dan Mulyono (2003), daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol dan karvakrol. Selain itu, juga mengandung enzim diastase, gula dan tanin. Biasanya daun sirih muda mengandung diastase, gula dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan daun sirih tua. Heyne (1987) mengatakan bahwa sepertiga dari minyak atsiri dalam daun sirih terdiri dari fenol dan sebagian besar dari fenol tersebut adalah kavikol. Kavikol ini memberikan aroma khas sirih dan memiliki daya pembunuh bakteri lima kali daripada fenol biasa. 

Kandungan fenol pada tanaman dapat menahan serangan jamur, tetapi ketahanan ini bersifat khas pada jamur tertentu (Robinson, 1995). Sifat anti mikroba pada sirih dihasilkan oleh senyawa-senyawa yang terdapat pada sirih tersebut. Adanya fenol dalam suatu bahan dapat menyebabkan lisis pada sel mikroba (Yanti et al., 2000).

III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Biologi IKIP PGRI Bali. Bahan yang digunakan adalah daun sirih kulitvar Beleng, jamur F. oxysporum f. sp. vanillae, media Komada, media PDA dan beberapa zat kimia yaitu methanol pro analisis, aceton, n-heksana, etil asetat, alkohol 70% dan aquadest. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Laminar flow, pisau, sprayer, jarum ose, lampu spritus, aluminum foil, gelas ukur, tabung reaksi, timbangan, piring Petri, vacuum rotary evaporator dan alat fraksinasi.

Jamur F. oxysporum f. sp. vanillae diisolasi dari batang vanili yang terinfeksi penyakit busuk batang. Bagian batang diambil, kemudian dicuci dan disterilkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya dalam laminar flow dilakukan pemotongan kurang lebih 1 cm pada bagian perbatasan, dibelah dua secara membujur. Belahan kemudian dicelupkan dalam alkohol 70% lalu dicuci dalam air steril. Potongan batang diinokulasikan pada piring Petri yang telah berisi media biak selektif untuk jamur Fusarium yaitu media komada. Kultur diinkubasi dalam suhu kamar selama lima hari. 

Ekstraksi dilakukan pada daun tanaman Beleng yang telah bersih, dicincang dan dikeringanginkan selama dua sampai tiga hari. Sebanyak 100 g dari bahan kering tersebut dimaserasi di dalam 1 liter methanol pada suhu kamar selama 48 jam dengan tujuan untuk menarik zat aktif pada bahan yang akan diujikan pada jamur patogen. Filtrat diperoleh dengan penyaringan rendaman daun Beleng melalui dua lapis kain kasa dan kertas saring Whatman No.2, kemudian diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 400C, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar ini siap diujikan pada jamur F. oxysporum f.sp. vanillae

3.1 Pengujian Pengaruh Ekstrak Sirih Kultivar Beleng terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur F . oxysporum f. sp. vanillae
Pengujian pertumbuhan koloni jamur pada konsentrasi ekstrak yang berbeda, dilakukan pada media PDA dengan cara sebagai berikut : Ekstrak sirih kultivar Beleng diencerkan dengan solven etil asetat dan tween 80 (2,5%) dengan perbandingan 1 : 3 menjadi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6% 7% dan kontrol 0%. Ekstrak sirih kultivar Beleng diambil dengan mikropipet sebanyak 0,5 ml dan dituangkan ke dalam piring Petri steril, selanjutnya ditambahkan 10 ml PDA yang masih encer (suhu 45-500C) sehingga konsentrasi ekstrak menjadi 0,05%, 0,1%, 0,15%, 0,2%, 0,25%, 0,3%, 0,35%. Piring Petri digoyang simultan sampai merata dan dibiarkan sampai padat. Jamur F.oxysporum f.sp. vanillae yang telah dibiakkan dalam piring Petri dan telah berumur dua hari, diambil dengan cork borer dengan diameter 5 mm selanjutnya diletakkan pada bagian tengah media, diinkubasi pada suhu kamar. Sebagai kontrol digunakan media PDA yang ditambah solven etil asetat : tween 80 (2,5%) = 1 : 3. Pengujian dilakukan tiga kali ulangan pada setiap konsentrasi ekstrak.

3.2 Pengujian Kemampuan Ekstrak Sirih Kultivar Beleng untuk Menekan Infeksi Patogen
Batang vanili yang sehat dicuci, disterilkan dengan alkohol 70% dan air steril, selanjutnya dipotong dengan ukuran kurang lebih 1,5 cm. Potongan batang tersebut dimasukkan dalam piring Petri yang berisi 30 ml media PD Broth, suspensi jamur 200 ml dengan kepadatan 2.580 cfu/ml dan ekstrak 500 ml dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% sehingga konsentrasi akhir menjadi 0,017%; 0,033%; 0,050%; 0,067% dan 0,083%. Kontrol sakit tidak ditambahkan ekstrak tetapi diinokulasikan patogen . Pada eksperimen juga dibuat kontrol sehat yaitu batang vanili, tanpa diinokulasikan jamur dan tanpa ekstrak.

3.3 Pengujian Mekanisme Penghambatan Pertumbuhan Jamur oleh Ekstrak Sirih Kultivar Beleng
Pengujian mekanisme penghambatan pertumbuhan jamur oleh ekstrak kasar, diuji dengan menumbuhkan spora pada media PD Broth selama lima hari. Suspensi jamur disaring dengan kertas saring Whatman No.2. Dengan penyaringan tersebut, spora akan lolos saringan dan ditampung dalam bekker glass. Selanjutnya mekanisme penghambatan oleh ekstrak kasar diuji terhadap perkecambahan spora dan pembentukan spora.

Pengujian pada perkecambahan spora dilakukan dengan menginokulasikan 200 ml suspensi spora dengan kepadatan 1.290 x 103 cfu/ml pada 1 ml media PD Broth dalam tabung reaksi, ditambahkan 100 ml ekstrak dengan variasi konsentrasi ekstrak menjadi 0%, 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4% dan 0,5%. Setiap konsentrasi dibuat tiga kali ulangan. Kerapatan spora pada saat inokulasi dihitung dengan haemositometer. Setelah inkubasi 24 jam pada suhu kamar, jumlah spora yang berkecambah dihitung dengan haemositometer. Spora yang berkecambah ditandai dengan terbentuknya tabung kecambah, yaitu bagian pertama dari miselium yang dapat mempenetrasi tubuh inang (Agrios, 1988).

Pengujian pada pembentukan spora dilakukan dengan menginokulasi 200 ml suspensi spora dengan kepadatan 1.290 x 103 cfu/ml pada 10 ml media PD Broth dalam piring Petri, ditambahkan 500 ml ekstrak dengan variasi konsentrasi ekstrak menjadi 0%, 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, dan 0,5%. Setiap konsentrasi dibuat tiga kali ulangan. Setelah inokulasi 48 jam pada suhu kamar dilakukan penghitungan jumlah spora yang terbentuk. Penghitungan spora diteruskan sampai lima hari pengamatan.

Fraksinasi Komponen Aktif dengan Kromatografi
Ekstrak kasar yang telah menunjukkan aktivitas fungisida selanjutnya difraksinasi dengan kromatografi kolom dengan panjang 60 cm dan diameter 3 cm Sebanyak 20 g ekstrak kasar dilarutkan dalam aceton, ditambahkan silika gel (wako gel C-300, partikel size 40-75 mm) lalu dievaporasi sampai remah. Ekstrak kasar yang telah berbentuk kristal dimasukkan ke dalam kolom yang panjangnya 60 cm dengan diameter 3 cm, kemudian dilanjutkan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan plat KLT berukuran 10 x 10 cm (Keisal Gel 60 F 254). Eluen yang digunakan sebagai pengembang adalah heksan : aceton = 2 : 3

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Aktivitas Anti Jamur Ekstrak Daun Beleng terhadap Pertumbuhan Koloni Fusarium oxysporum f.sp. vanillae
Daya hambat 100% terhadap pertumbuhan jamur F. oxysporum f.sp. vanillae terjadi pada konsentrasi ekstrak 0,25%, 0,30% dan 0,35%.

Koloni jamur yang tidak tumbuh pada media PDA telah dicoba dipindahkan ke media PDA yang baru tanpa ekstrak setelah pengamatan berakhir. Koloni jamur Fusarium tersebut akhirnya tumbuh. Data ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Beleng bersifat fungistatik, yaitu hanya menekan pertumbuhan jamur, tidak bersifat membunuh jamur (fungitoksik).

Spora yang berkecambah akan membentuk miselia, kemudian miselia membentuk spora kembali. Data pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pembentukan spora juga dihambat oleh ekstrak daun Beleng. Makin tinggi konsentrasi ekstrak, spora yang terbentuk semakin sedikit. Pada konsentrasi 0,4 % kerapatan spora yang terbentuk 0, karena tidak terjadi pembentukan miselia baru. Perkecambahan spora dan pembentukan spora dari miselia merupakan bagian penting pada perkembangbiakan jamur, terutama jamur Fusarium yang tergolong fungi imperfecti yaitu jamur yang belum diketahui perkembangbiakan secara generatifnya. Suprapta et al. (2006) mengatakan bahwa penghambatan pembentukan spora adalah salah satu mekanisme penghambatan pertumbuhan dan perkembangan jamur. 

Tanaman Beleng merupakan salah satu varietas dari tanaman sirih, oleh karena itu kandungan senyawa kimia daun Beleng secara kualitatif sama dengan daun sirih. Menurut Eykman (1885) dalam Heyne (1987), bahwa sepertiga dari minyak atsiri daun sirih terdiri dari fenol dan sebagian besar berupa kavicol. Kavicol ini memberikan aroma khas pada sirih dan memiliki daya bunuh bakteri lima kali daripada fenol biasa. Menurut Burkill (1953) dalam Yanti et al. (2000), dinyatakan bahwa dalam minyak atsiri daun sirih terdapat campuran fenol dan terpen. Di antara fenol yang ada, eugenol merupakan jumlah terbesar pada daun sirih yang terdapat di India, sedangkan senyawa yang banyak terdapat pada daun sirih di Siam dan Jawa adalah fenol betel dan kavicol. Kandungan fenol pada suatu tumbuhan dapat menahan serangan jamur, tetapi ketahanan ini bersifat khas pada jamur tertentu (Robinson, 1995).

Senyawa fenol yang dapat meracuni patogen selalu terdapat dalam tumbuhan baik yang sehat maupun yang sakit. Sintesis dan akumulasi senyawa tersebut dipercepat setelah terjadinya infeksi. Senyawa fenol teroksidasi menjadi Quinon oleh enzim Polifenoloksidase yang dihasilkan oleh patogen. Quinon yang terjadi mengalamai polimerisasi menjadi pigmen cokelat mengarah pada reaksi hipersensitif yang mengakibatkan hilangnya permeabilitas membran sel, meningkatnya respirasi, akumulasi dan oksidasi senyawa fenol serta pembentukan fitoaleksin (Semangun, 2001). Dengan demikian senyawa Quinon sering lebih beracun bagi mikroorganisme dibandingkan dengan fenolnya sendiri (Agrios, 1988). 

Fraksinasi Komponen Aktif dengan Kromatografi
Fraksinasi dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis dihasilkan 15 fraksi. Fraksi VI membentuk tiga spot dengan nilai Rf berturut-turut sebesar 0,35; 0,55; dan 0,78, menunjukkan aktivitas yang positif terhadap jamur F. oxysporum f.sp. vanillae

V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dibuat simpulan sebagai berikut :
  1. Ekstrak daun Beleng mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae.
  2. Fraksi VI yang terdiri atas tiga kelompok senyawa dengan nilai Rf 0,35; 0,55 dan 0,78 mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae.
  3. Mekanisme aktivitas anti jamur ekstrak daun Beleng terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae terjadi melalui penghambatan perkecambahan spora, pembentukan spora dan pertumbuhan koloni.
5.2 Saran
  1. Tanaman Beleng memiliki fungsi yang sama seperti tanaman sirih sebagai bahan fungisida nabati, maka perlu dibudidayakan sebagai tanaman sela pada perkebunan.
  2. Perlu dilakukan pengujian ekstrak kasar daun Beleng terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae di lab kaca atau di lapangan, sehingga peranannya secara nyata dapat bermanfaat untuk penanggulangan penyakit tanaman yang bersifat ramah lingkungan 
  3. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui jenis senyawa aktif yang terkandung dalam daun Beleng.
DAFTAR RUJUKAN
Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. San Diego, California : Academic Press. Inc.803p.

Borges, A. A, A. Borges-Perrez, M. Fernandez-Falcon. 2004. Induced Resistance to Fusarial Wilt of Banana by Menadione Sodium Bisulphite Treatments. Crop Protection 23 : 1245-1247.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya. 631 h.

Kardinan, A. 2005. Pestisida Nabati Ramuan & Aplikasi. Jakarta : Penebar Swadaya. 88 h.

Moeljanto, R. D. dan Mulyono. 2003. Khasiat & Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab dari Masa ke Masa. Jakarta : Agromedia Pustaka. 77 h.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB. 367 h.

Rustini, N. L. 2004. Aktivitas Fungisida Ekstrak Rimpang Dringo (Acorus calamus L.) Terhadap Jamur Botryodiplodia theobromae Penyebab Penyakit Busuk Buah Pisang (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. 50 h.

Salleh, B. 1989. Perkembangan Mutakhir Penelitian Fusarium di Kawasan Tropika, Naskah Lengkap Kongres Nasional X dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia Denpasar. Denpasar 14 – 16 Nopember 1989 :11 – 18.

Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : PT Rineka Cipta. 274 h.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 850 h.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 754 h.

Sudana, I M. 2004. Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Layu Pisang dan Tingkat Patogenesitasnya Pada Beberapa Jenis Pisang Lokal Bali. Agritrop 23 :82-87.

Suprapta, D. N. 2001. Senyawa Antimikroba dan Pertahanan Tumbuhan Terhadap Infeksi Jamur. Agritrop. 20 : 52-55.

Suprapta, D. N., I G. A. N. A. Suwari, N. Arya and K. Ohsawa. 2002. Pometia pinnata Leaves Extract to Control Late Blight Disease of Tomato. Journal of ISSAAS 8 : 31-36.

Suprapta, D. N., I B.G. Darmayasa, N. Arya, I G. R. M. Temaja and K. Ohsawa. 2003. Bacterial Activity of Spaeranthus indicus Extract against Ralstonia solanacearum in Tomato. Journal of ISSAAS. 9 : 69-74.

Suprapta, D.N., M. Subrata, K. Siadi, I.G.A. Rai, F. Tunnisa and K. Ohsawa. 2006. Fungicidal Activity of Extract of Several Piperaceae Plants against Fusarium oxysporum f.sp. vanillae. Academic Frontier Research Centre, Tokyo University of Agriculture. 44-52.

Yanti, R., Suyitno dan E. Harmayani. 2000. Identifikasi Komponen Ekstrak Sirih (Piper betle Linn.) Dari Beberapa Pelarut dan Pemanfaatannya Untuk Pengawetan Ikan. Agrosains. 13 : 239-250.

Contoh Makalah Penerapan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)

Penerapan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) 
I. LATAR BELAKANG
Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen yaitu pembelajar, pendidik, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari pembelajar setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar seperti : perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (behaviour) yang dapat diamati oleh orang lain melalui alat indra baik tutur kata motorik dan gaya hidupnya.

Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik. Salah satu diantaranya adalah pendekatan yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Zainal Aqib yaitu ada sepuluh pendekatan; pendekatan lingkungan, penemuan, konsep, ketrampilan proses, pemecahan masalah, induktif-deduktif, sejarah, nilai, komunikatif, tematik. Sedangkan Udin S Winataputra berpendapat bahwa pendekatan terdiri dari; pendekatan lingkungan, ketrampilan proses, penemuan dan terpadu.

Pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah pendekatan yang berorientasi pada kepentingan siswa atau siswa sentries. Hal ini sesuai dengan pendekatan penemuan (discovery and inquiry) yang menunjukkan dominasi pembelajar selama proses pembelajaran dan fungsi pendidikan hanya sebagai fasilitator. Di samping berfungsi sebagai fasilitator pendidik juga berfungsi sebagai planner yaitu dengan memiliki program kerja yang jelas mulai dari merencanakan setiap pembelajaran yang dilakukan sehingga berhasil maksimal. Hal ini dilakukan dengan merubah pola lama yang tidak memberikan hasil maksimal menuju pola baru dalam pembelajaran yang memungkinkan untuk mencapai pendidikan yang lebih berkualitas efektif dan cepat. Pendidikan bukan sekedar mencetak tenaga kerja yang siap pakai, pendidikan adalah proses pembentukan generasi yang siap memerankan kehidupan.

Dalam kurikulum pendidikan ekonomi yang telah diperbaharui salah satu mata kuliah yang relevan dengan mengaplikasikan pendekatan di atas adalah mata kuliah; Pembangunan Masyarakat Desa, yang materinya kebanyakan bersentuhan dengan dunia nyata di pedesaan antara lain; Masalah-masalah yang dihadapi desa, faktor penyebabnya, teknik pendekatan terhadap masyarakat desa, potensi-potensi desa yang bisa dikembangkan, industri kecil dipedesaan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang cocok untuk diterapkan berkaitan dengan materi ajar di atas adalah pendekatan konnstektual. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang mampu mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan kehidupan sehari-hari. Kondisi ini sekaligus menyiapkan mahasiswa sedini mungkin tertarik berwiraswasta, mengingat desa memiliki potensi-potensi yang siap digarap dan dikembangkan sehingga masyarakat desa tingkat kesejahteraannya dapat ditingkatkan. Peran mahasiswa pada jurusan pendidikan ekonomi sangat strategis dalam turut serta membuka kesempatan kerja, bukan sebagai pencari kerja.

II. PEMBAHASAN
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam jangka panjang. Kebanyakan pembelajar tidak mampu membuat kaitan antara apa yang diajarkan dengan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan. Dalam pendekatan konstektual (CTL) pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk mahasiswa bekerja dan mengalami dan bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Proses dan strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil (learning by process) dalam konteks ini mahasiswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana mencapainya. Jika mahasiswa sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti maka siswa akan memposisikan diri sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya. Mahasiswa akan lebih tertarik mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya inilah diperlukan kehadiran dosen sebagai pembimbing dan pengarah.

Agar pembelajaran dengan pendekatan CTL berhasil dengan baik ada 7 prinsip yang harus diikuti : 
  1. Belajar berbasis masalah (problem based learning) belajar bukanlah sekedar drill informasi tetapi bagaimana menggunakan informasi dan berpikir kritis yang ada untuk memecahkan masalah yang ada di dunia nyata.
  2. Pengajaran autentik (autentik instruction) pendekatan pembelajaran yang mempelajari konteks bermakna sesuai dengan kehidupan nyata.
  3. Belajar berbasis inquiri (inqury based learning) belajar adalah kegiatan memproduksi bukan mengkonsumsi belajar untuk mengetahui kebutuhan apa yang ingin diketahui dan mencari sendiri jawabannya.
  4. Belajar berbasis proyek/tugas terstruktur (proyek based learning) belajar bukan sekedar menyerap hal kecil sedikit demi sedikit dalam waktu yang panjang tetapi secara komprehensif/terpadu untuk mendapatkan banyak hal. Proyek membantu orang untuk melibatkan keseluruhan mental dan fisik, syaraf, indera termasuk kecakapan sosial dengan melakukan banyak hal sekaligus.
  5. Belajar berbasis kerja (work based learning) untuk membuat belajar lebih efektif belajar harus berdasarkan pengalaman dan bukan kata-kata semata. Jika mencari informasi perlu membaca kata-kata. Jika memerlukan pengalaman milikilah pengalaman dengan melakukannya. Belajar adalah bekerja dan ketika ia bekerja ia belajar banyak hal.
  6. Belajar jasa layanan (servise learning) emosi sangat menentukan proses dan hasil belajar. Perasaan positif yang timbul saat belajar dapat mempercepat belajar. Belajar dengan percaya diri, merasa dibutuhkan, bekerja sama menolong orang lain dan akrab pada kegiatan diluar maupun didalam kelas lebih mejanjikan hasil.
  7. Belajar kooperatif (cooperative learning) biasanya orang akan lebih banyak belajar melalui interaksi dengan teman-teman. Satu kelas yang belajar bersama akan menghasilkan prestasi lebih baik daripada setiap individu belajar sendiri-sendiri. Dengan belajar bersama akan timbul persaingan individu yang satu dengan yang lainya ini akan memotivasi setiap orang untuk lebih berprestasi. 
Pembelajaran dengan pendekatan konstektual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke permasalahan lain dari suatu konteks ke konteks lain. Dengan layanan dosen yang memadai melalui berbagai bentuk penugasan mahasiswa belajar bekerja sama untuk menyelesaikan masalah (problem based learning) dan saling menghargai sehingga hubungan antar mahasiswa akan lebih harmonis. Mahasiswa yang merasa kurang dapat belajar bersama-sama mahasiswa yang pandai mengerjakan dan mempertanggung jawabkan hasil penelitiannya dengan presentasi dihadapan kelas dan mendiskusikannya. Melalui diskusi mahasiswa dibiasakan mengemukakan ide dan buah pikiran serta menerima berbagai kritik dan saran, sehingga apa yang disimpulkan menjadi kesimpulan bersama.

Pentingnya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran masa kini lebih didasarkan pada berbagai kelebihan yang dimiliki, dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Berikut ini merupakan perbandingan yang membedakan antara kedua pendekatan.
No
               Pendekatan CTL
Pendekatan Konvensional
1.

Siswa terlibat aktif dlm proses pembelajaran (student center )
Siswa hanya menerima informasi secara pasif (teacher center )
2
Siswa belajar bersama dalam kerja dan diskusi kelompok
Siswa belajar secara individual
3
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau didasarkan pada masalah
Pembelajaran telalu abstrak dan teoritis
4
Perubahan perilaku siswa dibangun atas kesadaran sendiri
Perubahan perilaku siswa dibangun atas kebiasaan
5
Memperoleh keterampilan yang dikembangkan dari pemahaman
Memperoleh keterampilan yang dikembangkan atas dasar latihan
6
Penghargaan yang diberikan berupa kepuasan diri
Penghargaan diberikan dalam bentuk angka/nilai rapor
7
Siswa tidak berprilaku jelek karena dia sadar dan merugikan
Siswa tidak berprilaku jelek karena dia takut hukuman
8
Bahasa yang disampaikan  komunikatif
Bahasa yg disampaikan terkesan satu arah (struktural)
9
Belajar dari apa yang sudah dikenal siswa
Belajar dari sesuatu yang asing atau tidak dikenal siswa
10
Adanya kemampuan proses dalam pembelajaran
Hanya berlaku pasif menerima imformasi
11
Pengetahuan yang ada dibangun dan dikembangkan sendiri
Pengetahuan didasarkan pada penangkapan serangkaian fakta, konsep atau hukum diluar dirinya
12
Didasarkan pada pengalaman siswa
Tidak didasarkan pada pengalaman siswa
13
Hasil belajar diukur berdasarkan proses
Hasil belajar hanya diukur dari hasil tes
14
Pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas
Pembelajaran hanya terjadi di ruang kelas
15
Adanya upaya pemecahan masalah
Tidak ada upaya pemecahan masalah
Salah satu perbedaan antara pendekatan CTL dengan konvensional adalah Mahasiswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran (Student Center) Konsep pembelajaran aktif sudah dikembangkan oleh Confusius dengan mengungkapkan teori sebagai berikut :
  • Apa yang saya dengar saya lupa
  • Apa yang saya lihat saya ingat
  • Apa yang saya kerjakan saya paham
Selanjutnya dalam buku Active Learning dari Mel Silberman mengembangkan pernyataan Confusius menjadi paham belajar aktif sebagai berikut:
  • Apa yang saya dengar saya lupa
  • Apa yang saya lihat saya ingat sedikit
  • Apa yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya mulai mengerti
  • Apa yang saya lihat, dengar, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan ketrampilan 
  • Apa yang saya ajarkan saya kuasai.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pembelajaran adalah dengan menugaskan mahasiswa mencari permasalahan yang ada di masyarakat (lingkungan) yang ada kaitannya dengan materi pembelajaran. Dalam mata kuliah Pembangunan Masyarakat Desa materinya hampir semuanya menyangkut kehidupan nyata dalam masyarakat desa. Dengan pendekatan CTL Mahasiswa diberikan tugas untuk mencari potensi-potensi apa yang bisa dikembangkan dan industri apa yang ada di suatu desa berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki. Untuk lebih meyakinkan mahasiswa diharapkan membuat kalkulasi (perhitungan) antara pendapatan yang diterima (Revenue) dengan pembiayaan (Cost) yang dikeluarkan untuk suatu usaha.

Adapun langkah pembelajaran dengan pendekatan CTL pada mata kuliah: Pembangunan Masyarakat Desa adalah sebagai berikut; 
  • Penyampaian materi sesuai dengan tuntutan silabus 
  • Pembagian kelompok yang beranggotakan 3 – 4 orang 
  • Melakukan penelitian lapangan, sesuai dengan tema/materi 
  • Menyususun laporan hasil penelitian 
  • Mempresentasikan hasil penelitian yang dilengkapi dengan Tanya jawab 
  • Simpulan dan solusi yang ditawarkan. 
Judul penelitian yang dipresentasikan oleh mahasiswa dengan alokasi waktu penyampaian 15 menit dilanjutkan dengan tanya jawab 25 menit dan merumuskan simpulan 10 menit.

Penelitian yang diangkat oleh mahasiswa meliputi judul; 
  • Manfaat Usaha Water Rafting Bagi Masyarakat Desa Bongkasa Badung 
  • Budidaya Asparagus dan Pare Putih di Desa Pelaga Kabupaten Badung 
  • Pengelolaan Air Panas di Desa Penatahan Merupakan Salah Satu Potensi Pengembangan Pariwisata di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan 
  • Peternakan Babi Sebagai Salah Satu Alternatif Meningkatkan Perekonomian Desa Pedungan 
  • Pengembangan Objek Pariwisata Melalui Agrowisata Perkebunan Salak di Desa Sebetan Kabupaten Karangasem 
  • Pembudidayaan Rumput Laut di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Mampu Membuka Kesempatan Kerja 
  • Potensi Desa Mas Sebagai Daerah Pengerajin Patung 
  • Usaha Produksi Coklat Di Desa Batubulan Kabupaten Gianyar 
  • Usaha Pengerajin Gamelan (Gong) Mampu Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Tihingan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung 
  • Pengembangan Garam Rakyat Di Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang 
  • Potensi Air Pembejian Mampu Meningkatkan Pendapatan Desa Adat di Desa Baha Badung 
  • Produksi Dodol Nangka di Desa Jasri Kabupaten Karangasem 
  • Hutan Bakau (Mangrove) Merupakan Salah Satu Taman Wisata Alam di Desa Pemogan 
  • Produksi Genteng dan Keramik Mampu Meningkatkan Perekonomian Di Desa Pejaten dan Nyitdah Kabupaten Tabanan 
  • Industri Kerajinan Bambu di Desa Sulahan Kecamatan Susut Kabupaten Bangli 
Dengan pengajaran yang menitik beratkan pada pengalaman ini dapat mengarahkan mahasiswa ke dalam eksplorasi yang alami dan investigasi langsung ke dalam suatu situasi nyata. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat kegitan belajar secara aktif dengan personalisasi pengajaran berdasarkan pengalaman memberikan kepada mahasiswa seperangkat atau serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya.

Berdasarkan pengalaman untuk mengadakan pembahasan berbagai permasalahan di masyarakat diharapkan jiwa entrepreneur tumbuh dan berkembang, hal ini sejalan dengan pendapat Thomas W Zimerte mengatakan kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari, sebagai langkah strategis mengembangkan jiwa kewirausahaan adalah melalui pendidikan dan pelatihan.

III. PENUTUP
Melalui pendekatan CTL dalam mata kuliah pembangunan masyarakat desa, mahasiswa diajak belajar melalui pengalaman langsung bukan hanya menghafal, karena CTL adalah konsepsi pembelajaran yang menghubungkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata. CTL telah mampu menggugah motivasi dan meningkatkan aktivitas melalui berbagai diskusi dan yang bermuara pada berbagai permasalahan di lapangan. Hal ini diharapkan akan mendorong jiwa kewiraswastaan bagi mahasiswa, sehingga pada gilirannya setelah tamat bukan saja menambah antrean pencari kerja tetapi mampu ikut menciptakan berbagai peluang untuk menciptakan kesempatan kerja di masyarakat. Sehingga secara otomatis ikut berperan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. 

DAFTAR RUJUKAN
Amirullah Imam Harjanto, 2005. Pengantar Bisnis, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Aqib, Zainal, 2002. Profesional Guru Dalam Pembelajaran, Jakarta, Insan Cendekia.

Beratha, I Nyoman, Desa Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Boeree, C, George, 2008. Metode Pembelajaran dan Pengajaran, Yogyakarta, A M.

Depdiknas, 2003. Pendekatan Konstektual (Contextual Theaching and Learning), Jakarta.

________, 2005. Ilmu Pengetahuan Sosial: Materi Pelatihan Terintegrasi, Jakarta.

Hamalik, Oemar, 2009. Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara.

Lia Amalia, 2007. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Meredithg, Geoffrey, 1996. Kewirausahaan Teori dan Praktek, Jakarta, Pustaka Binaman Presindo

Muchith, Soekhan, M, 2008. Pembelajaran Kontekstual, Semarang, Rasail.

Nurhadi Dan Senduk, A.G, 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL). Dan Penerapan dalam KBK, Malang, Universitas Negeri Malang.

Sagala, H. Syaiful, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung, CV Alfabeta.

Sanusi, Bachrawi, 2004. Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta, Rineka Cipta.

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta, PT Renika Cipta.

Sobry Sutikno, M. 2006. Pendidikan Sekarang Dan Masa Depan, Mataram, NTP Press.

Udin S Winataputra, 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD, Jakarta, Universitas Terbuka.

Contoh Makalah Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Prestasi Akademik Rendah Pada Mahasiswa

Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Prestasi Akademik Rendah Pada Mahasiswa 
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan inti dan utama. Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh perubahan tingkah laku untuk mendapatkan pola respon baru yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses perbuatan belajar menyangkut berbagai aspek diantaranya mengenai latar belakang timbulnya belajar, jenis dan bentuk-bentuk belajar, faktor yang mempengaruhi perbuatan belajar, transfer dalam belajar sehingga sangat menentukan keberhasilan dalam proses perbuatan belajar. Selain itu ada aspek lain yang sangat penting dalam keberhasilan proses perbuatan belajar yaitu, seperti kematangan idividu pembelajar, lingkungan keluarga yang mendukung, lingkungan sekolah yang kondusif, lingkungan masyarakat mendukung, metode belajar yang up to date dan tersedianya alat-alat belajar/media belajar dan materi pembelajaran yang mudah dipelajari dan dimengerti.

Dengan demikian pelaksanaan proses perbuatan belajar terdapat beberapa masalah baik bagi mahasiswa seperti dalam pengaturan waktu belajar, memilih metode belajar, pengunaan sumber/buku belajar, cara belajar dengan kelompok, dan persiapan menghadapi ujian. Begitu pula dengan permasalahan bagi tutor/dosen sebagai pelaksana proses pembelajaran harus mempersiapan materi pembelajaran, teknik pembelajaran yang tepat digunakan agar dapat menunjang proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan, dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang pembelajar, tentunya apabila permasalahan telah diantisipasi lebih awal oleh tutor/dosen diharapkan proses pembelajaran akan tercapai secara optimal. 

Universitas Terbuka (UT) sebagai lembaga pendidikan tinggi, tentu saja mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu para mahasiswa agar mereka berhasil dalam belajarnya. Untuk itu hendaknya UT memberikan bantuan kepada para mahasiswa dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dari kegiatan belajar. Universitas Terbuka (UT) sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pelayanan dengan Sistem Belajar Jarak Jauh (SBJJ), mempunyai implikasi terhadap penataan proses belajar mengajar yang berbeda dari sistem pengajaran perguruan tinggi “tatap muka” biasa. Proses belajar mengajar jarak jauh yang diterapkan oleh UT, pada dasarnya ditujukan kepada kegiatan mahasiswa untuk belajar mandiri dan belajar berkelompok.

Bahan pelajaran disampaikan melalui paket pelajaran yang disebut modul yang terdiri dari bahan ajar cetak dan non cetak. Bahan ini dipelajari secara mandiri oleh mahasiswa. Belajar mandiri lebih menuntut ketekunan, disiplin dan kejujuran. Sebab selain belajar, mahasiswa juga diwajibkan melakukan penilaian sendiri terhadap kemajuan belajarnya.

Untuk membantu para mahasiswa belajar secara mandiri agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal diperlukan bimbingan yang terarah. Bimbingan tersebut menjadi tanggung jawab tutor. Proses bimbingan ini disebut dengan tutorial.

Dalam setiap kegiatan Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) Mahasiswa Program Non Pendas yang dilakukan setiap semester, mahasiswa dibekali strategi belajar mandiri dan pembentukan kelompok belajar untuk membantu mahasiswa dalam menyelesaikan studinya dengan tepat waktu dan prestasi yang bagus, namun dari pengamatan terhadap nilai indeks prestasi mahasiswa pada setiap semester, masih sangat banyak mahasiswa yang mendapatkan indeks prestasinya di bawah dua koma. Berdasarkan data pada masa registrasi 2009.2 jumlah mahasiswa dengan IP antara 2,00 sampai 4,00 sebanyak 127 mahasiswa dan IP di bawah 2,00 sebanyak 349 mahasiswa. Sedangkan pada masa registrasi 2010.1 jumlah mahasiswa dengan IP antara 2,00 sampai 4,00 sebanyak 86 mahasiswa dan IP di bawah 2,00 sebanyak 341 mahasiswa. Data SRS hasil Ujian Akhir Semester yang diolah UT Pusat.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1). Faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah pada mahasiswa program Non-Pendas? (2). Sejauhmana faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap prestasi akademik rendah pada mahasiswa Program Non-Pendas di UPBJJ-UT Denpasar?

II. LANDASAN TEORI
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang untuk belajar ialah ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Kemampuan belajar itu memberikan manfaat bagi induvidu dan juga bagi masyarakat. Bagi masyarakat, belajar memainkan peranan penting dalam penerusan kebudayaan berupa kumpulan pengetahuan ke generasi baru. Hal itu memungkinkan temuan-temuan dan penemuan-penemuan baru berdasarkan perkembangan di waktu sebelumnya.

Orang sebagai induvidu dan masyarakat mempunyai kepentingan agar berhasil dalam mengelola balajar. Orang-orang yang sudah terampil belajar mandiri mampu mengusai berbagai keterampilan untuk mengisi waktu senggang dan melakukan pekerjaan baru. Mereka juga mengembangkan kemampuan berkehidupan yang kreatif sepanjang hayatnya. Bila ditelusuri secara mendalam, proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal.

Menurut pendapat Muhammad Ali (1987) Pengertian belajar maupun mengajar yang dirumuskan para ahli, antara satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang pandangan maupun teori yang dipegang. Terdapat beberapa alasan mengapa muncul aneka ragam pengertian itu. Di antara alasan itu adalah: 
  1. Karena adanya perbedaan dalam mengidentifikasi fakta. Dasar perumusan suatu teori adalah fakta yang diindentifikasikan melalui penelitian terhadap sejumlah subjek sebagai sampel. Antara seorang ahli dengan ahli lain penelitian dilakukan terhadap obyek yang berbeda. Perbedaan ini mengakibatkan diperoleh hasil berbeda pula, 
  2. Perbedaan penafsiran terhadap fakta. Perbedaan ini pada umumnya disebabkan oleh latar belakang peninjauan yang berbeda-beda. Perumusan suatu teori di samping terpengaruh oleh penafsiran terhadap fakta, juga oleh banyaknya fakta yang dapat diindentifikasi. Dengan demikian teori yang dirumuskan pun berbeda pula, 
  3. Perbedaan terminologi (peristilahan) yang digunakan serta konotasi masing-masing istilah itu. Peristilahan yang digunakan sebagai dasar analisis dan pembahasan ilmiah seringkali berbeda-beda. Setiap istilah mempunyai konotasi tertentu. Oleh karena itu teori sebagai hasil studi ilmiah berbeda-beda sejalan dengan perbedaan istilah yang digunakan dan konotasinya masing-masing, 
  4. Perbedaan penekanan terhadap aspek tertentu. Dalam melakukan studi tentang mengajar ataupun belajar setiap ahli memberi penekanan terhadap aspek tertentu. Studi tentang mengajar ada menekankan pentingnya proses belajar. Demikian pula tentang belajar, ada menekankan pada aspek asosiasi (hubungan) antara stimulus-respon, ada pula menekankan pentingnya hasil kognitif. Hal ini membawa pengaruh terhadap kesimpulan yang diperoleh
Kesulitan Belajar
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasi kesulitan itu. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tetap untuk mencapai hasil belajar. Hambatan ini mungkin disadari mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Orang yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang dicapainya berada di bawah yang semestinya.

Kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan kedalamannya termasuk pengertian seperti learning disorder (kekacauan belajar), learning disfunction (proses belajar yang tidak berfungsi), under echiever (prestasi belajar rendah), slow learner (lambat belajar) dan sebagainya. Menurut Ngalim Purwanto (1998), ada empat hal atau kategori dalam belajar, yaitu:
  1. Ada perubahan tingkah laku yang lebih baik, atau mungkin lebih buruk, 
  2. Perubahan yang terjadi dapat melalui latihan atau pengalaman, 
  3. Perubahan itu relatif mantap, dan 
  4. Perubahannya menyangkut aspek kepribadian.
Sementara itu Skinner (1997) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat. Hal ini merupakan dasar dari teori belajar conditioning dari Skinner, yaitu bahwa timbulnya tingkah laku lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respons.

Berkaitan dengan proses belajar mengajar dalam kelas, maka proses stimulus dan respons pada dasarnya merupakan situasi dan proses yang melibatkan dua faktor perbuatan, yaitu faktor perbuatan belajar oleh mahasiswa, dan faktor perbuatan mengajar dari guru. Interaksi antara mahasiswa dengan guru dan antara mahasiswa dengan mahasiswa menjadi proses interaksi sosial yang terjadi di dalam kelas. Tanpa interaksi di antara mereka maka proses belajar dan mengajar tidak akan terjadi.

Pada dasarnya, ada dua faktor utama yang berpengaruh dalam proses belajar yaitu faktor yang ada dalam diri organisme, yang disebut dengan faktor individual, seperti kematangan, kecerdasan, latihan dan motivasi. Sedangkan faktor kedua berasal dari luar individu, yang dapat disebut sebagai faktor sosial. Termasuk faktor sosial adalah keadaan rumah tangga, keadaan guru, cara mengajar, alat pelajaran, lingkungan dan kesempatan yang tersedia.

Munawar dalam pustaka psikologi pendidikan (1999), paling tidak terdapat tiga golongan teori belajar yang cukup populer, yaitu teori belajar menurut ilmu jiwa daya, teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi, dan teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt. Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Daya memandang bahwa jiwa manusia terdiri dari beberapa daya dan masing-masing daya memiliki fungsi tertentu seperti daya pikir, mengingat, mengkhayal dan sebagainya. Daya tersebut dapat dilatih melalui proses belajar sehingga fungsinya akan bertambah baik.

Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi berpendapat bahwa keseluruhan itu terdiri atas penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsur. Dalam golongan teori ini terdapat dua aliran yang terkenal yaitu teori connectionisme dan teori conditioning. Teori connectionisme memandang bahwa belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan antara stimulus dan respons, sedangkan teori conditioning memandang bahwa belajar merupakan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons yang perlu dibantu dengan situasi tertentu.

Teori belajar Ilmu Jiwa Gestalt memandang keseluruhan merupakan prinsip yang penting. Anak tidak dipandang sebagai sejumlah daya melainkan sebagai suatu keseluruhan, yakni individu yang dinamis dan senantiasa dalam keadaan berinteraksi dengan dunia sekitarnya dalam mencapai tujuan-tujuannya. Menurut teori ini, seseorang akan belajar jika ia mendapat suatu insight. Dalam hal ini, timbulnya insight tergantung pada kesanggupan, pengalaman, sifat atau taraf kompleksitas, latihan dan trial and error. Selain itu, masih menurut teori ini, belajar harus dirangsang dengan adanya permasalahan. 

Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai bentuk tingkah laku. Tingkah laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Kesulitan belajar ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, afektif baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya. Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain : 
  1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah nilai yang dicapai kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya, 
  2. Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang telah dilakukan, 
  3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, 
  4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti : acuh tak acuh, menentang, berpura-pura dan sebagainya, 
  5. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah dan sebagainya.
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai individu yang mengalaminya, diperlukan adanya patokan atau kriteria sebagai batas untuk menetapkannya. Dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana seseorang dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Kemajuan belajar seseorang dapat dilihat dari segi tujuan yang harus dicapai, kedudukannya dalam kelompok yang memiliki potensi yang sama, tingkat pencapaian hasil belajar dibandingkan dengan potensi (kemampuannya) dan dari segi kepribadiannya.

Terjadinya kesulitan belajar pada seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 
(1). Faktor-faktor yang terdapat dalam diri seseorang :
  • Kelemahan secara fisik antara lain: susunan syaraf yang tidak berkembang secara sempurna/cacat/sakit sehingga sering membawa gangguan emosional, panca indera kurang berkembang secara sempurna sehingga menyulitkan proses interaksi secara efektif, 
  • Kelemahan secara mental, 
  • Kelemahan emosional, seperti terdapat rasa tidak aman, ketidakmatangan, 
  • Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah seperti banyak melakukan aktifitas yang bertentangan dan tidak menunjang proses pembelajaran yang sedang diikuti seseorang, gagal untuk memusatkan perhatian, tidak disiplin dalam mengikuti proses pembelajaran, 
  • Tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan seperti kurang menguasai pengetahuan dasar untuk bidang studi yang diikuti, memiliki kebiasaan dan cara bekerja yang salah. 
(2). Faktor yang terdapat di luar diri seseorang antara lain : 
  • Kurikulum yang seragam,
  • Ketidaksesuaian standar administrasi atau sistem pengajaran, 
  • Materi pelajaran kurang diminati, 
  • Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga seperti tingkat pendidikan, status sosial ekonomi (Sudjana, 1988).
Dalam sistem belajar jarak jauh (SBJJ) yang diselenggarakan oleh UT, tutorial atau pembimbingan merupakan salah satu komponen yang penting bagi keberhasilan sistem belajar jarak jauh secara keseluruhan. Untuk itu maka pengelolaan program tutorial perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, terencana, baik penyiapan materi yang akan digunakan sampai dengan metode pengajaran yang dipakai dengan peran serta para tutor secara aktif. Agar pelayanan bimbingan belajar atau tutorial dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya, maka sistem belajar jarak jauh dan tutorial perlu dipahami dengan baik oleh para tutor. Di samping itu tutor hendaknya memahami pula tentang masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa dalam mempelajari modul.

Selain itu sistem belajar jarak jauh (SBJJ) menuntut belajar mandiri para mahasiswa. Permasalahan belajar yang berbeda sehingga menjadi hambatan dalam proses pembelajaran. Hambatan tersebut dapat berupa hambatan dalam masalah akademis, misalnya kesulitan dalam mempelajari modul, kesulitan dalam menentukan jadwal dan strategi belajar, kesulitan dalam menentukan sumber dan nara sumber untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan mungkin juga dihadapi mahasiswa. Hambatan-hambatan yang sifatnya psikologis misalnya perasaan terisolir, menurunnya motivasi belajar, kesulitan dalam keluarga dan sebagainya.

Untuk membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa Program Non-Pendas terutama dalam masalah akademis, maka perlu dilaksanakan program pembimbingan mahasiswa atau tutorial. Dalam pembimbingan (tutorial) tersebut para mahasiswa dapat berdialog dalam mengemukakan kesulitannya secara langsung kepada tutor ataupun kepada sesama rekan mahasiswa (tutorial tatap muka). Sedangkan kontak itu sendiri dapat dilakukan melalui beberapa macam media seperti : tatap muka, radio, TV, Online dan sebagainya.Seorang tutor mempunyai peran sebagai fasilitator dalam proses belajar mahasiswa pada sistem belajar jarak jauh (SBJJ), berperan juga membantu lancarnya proses belajar mahasiswa dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi mahasiswa.

III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Cooper dan Schindler (2006) dalam bukunya mengatakan bahwa desain penelitian adalah sebuah aktivitas dan rencana berdasarkan pada waktu, didasarkan pada pertanyaan penelitian, mengarahkan pilihan dari sumber dan tipe-tipe informasi, sebuah kerangka kerja untuk menentukan hubungan di antara variabel penelitian dan garis besar prosedur untuk setiap aktivitas penelitian. Sedangkan Sekaran (2003) menyatakan bahwa desain penelitian merupakan upaya yang melibatkan sebuah urutan dari pilihan pengambilan keputusan rasional.

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah. Desain penelitian ini merupakan exploratory study yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor dengan waktu penelitian yang bersifat cross-sectional, ruang lingkup topik berupa penelitian statistik dan lingkungan penelitiannya merupakan penelitian lapangan. Data untuk mengukur masing-masing variabel dikumpulkan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner penelitian berisi item-item pernyataan yang menggambarkan variabel-variabel yang diteliti. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan pra survei pada beberapa responden dimaksudkan untuk menggali informasi guna mendesain instrumen penelitian.

3.2. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data berdasarkan model ini, peneliti melakukan analisis dengan menggunaka statistik deskriptif yaitu nilai mean dari setiap variabel dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 
Analisis hasil penelitian mengenai variabel-variabel yang diuji. Analisis dimulai dengan tahap pengumpulan data, karakteristik responden, pengujian validitas dan reliabilitas serta analisis pembahasan.

4.1. Hasil Pengujian Faktor-Faktor
Hasil analisis faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah tersaji pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengujian Faktor-Faktor
No.
Faktor
Pengaruhnya
1
Kurangnya motivasi belajar à prestasi akademik rendah
rendah
2
Kurangnya waktu belajar à prestasi akademik rendah
rendah
3
Tidak memiliki bahan ajar à prestasi akademik rendah
rendah
4
Tidak mengikuti tutorial online à prestasi akademik rendah
cukup tinggi
5
Tidak membentuk kelompok belajar à prestasi akademik rendah
cukup tinggi
6
Kurangnya persiapan ujian à prestasi akademik rendah
cukup tinggi
7
Kurangnya pengayaan materi à rendahnya prestasi akademik
cukup tinggi
8
Tidak mendukungnya situasi belajar à prestasi akademik rendah
cukup rendah
9
Kurangnya perencanaan studi à prestasi akademik rendah
cukup rendah

4.2. Hasil Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang respon mahasiswa pada faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik mahasiswa rendah. Sebelum peneliti menyusun kuesioner penelitian sebagai instrumen penelitian untuk mengumpulkan data penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan pra-survei dengan teknik wawancara terhadap beberapa mahasiswa Program Non-Pendas yang mempunyai prestasi akademik secara berturut-turut dua semester rendah yaitu indeks prestasinya kurang dari 2,00. Tujuan dari wawancara tersebut adalah untuk mendapatkan data yang menyebabkan prestasi akademik mahasiswa rendah. Kesimpulan dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa diperoleh sembilan faktor yang menyebabkan prestasi akademik mahasiswa rendah yaitu kurangnya motivasi belajar, kurangnya waktu belajar, tidak memiliki bahan ajar, tidak mengikuti tutorial online, tidak membentuk kelompok belajar, kurangnya persiapan ujian, kurangnya pengayaan materi, tidak mendukungnya situasi belajar serta kurangnya perencanaan studi. 

Faktor-faktor atau variabel-variabel tersebut memiliki beberapa item-item atau indikator-indikator yang membentuknya. Agar variabel tersebut valid maka perlu diuji validitasnya dengan uji Confirmatory Factor Analysis (CFA) menggunakan software SPSS 16.0 for windows. Item-item yang tidak memenuhi persyaratan statistik dalam membentuk konstruk atau variabel maka direduksi dan tidak diikutsertakan pada analisis. Uji reliabilitas juga dilakukan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu konstruk atau variabel. Variabel yang diuji reliabilitasnya adalah yang memiliki item atau indikator lebih dari dua. Sedangkan untuk menentukan tinggi-rendahnya pengaruh varibel tersebut diukur dengan nilai rata-ratanya (mean) pada statistik deskriptif.

Dari hasil analisis faktor, variabel kurangnya motivasi belajar dibentuk oleh satu indikator yaitu “mahasiswa mengikuti kuliah bertujuan untuk mencari status”. Pada umumnya kalau mahasiswa mengikuti kuliah bertujuan mencari status seperti agar diakui oleh masyarakat seseorang yang berpendidikan maka motivasi untuk belajar guna mendapatkan ilmu pengetahuan kurang. Kurangnya motivasi untuk belajar menyebabkan pemahamanan atau penguasaan terhadap materi kuliah akan berkurang sehingga prestasi akademik yang diperoleh rendah. 

Faktor atau variabel kurangnya waktu belajar dibentuk oleh satu indikator yaitu “saya sangat sibuk dengan hobby sehingga tidak sempat belajar”. Kesibukan mahasiswa dengan hobby yang mereka gemari akan menyebabkan waktu untuk belajar sangat kurang sehingga mahasiswa yang sangat sibuk dengan hobby tidak sempat untuk belajar, ini berakibat rendahnya prestasi akademiknya. 

Bahan ajar yang berupa buku materi pokok atau modul bagi mahasiswa Universitas Terbuka merupakan pengganti dosen seperti halnya pada kuliah tatap muka (konvensional). Dosen memberikan materi perkuliahannya melalui modul yang dipelajari secara mandiri oleh mahasiswa. Apabila mahasiswa tidak mempunyai modul maka tidak dapat mengikuti perkuliahan, ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak ada. Modul bagi mahasiswa Universitas Terbuka wajib dimiliki karena sistem belajarnya secara mandiri melalui modul dan media lain. Mahasiswa yang tidak memiliki modul maka tidak bisa menguasi materi perkuliahan sehingga dapat menyebabkan prestasi akademik mahasiswa rendah. Beberapa hal mengapa mahasiswa tidak mempunyai bahan ajar diantaranya tidak mengerti cara membeli modul lewat internet dan mahasiswa tidak tahu ke mana. Bagi UPBJJ-UT Denpasar kiranya perlu disosialisasikan pada mahasiswa menganai ke mana dan bagaimana caranya membeli bahan ajar atau modul.

Dalam sistem belajar mandiri, insiatif belajar datang dari mahasiswa. Selain mahasiswa belajar mandiri dengan bahan ajar berupa modul atau media lainnya, Universitas Terbuka memberikan layanan bantuan belajar berupa tutorial tatap muka dan tutorial online. Tutorial online selain dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah yang ditempuh juga dapat berkontribusi terhadap nilai akhir sebesar 30%. Tutorial online dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja asal ada jaringan internetnya. Mahasiswa yang tidak mengikuti tutorial online bisa saja menyebabkan prestasi akademik rendah karena pemahaman terhadap materi kurang dan tidak mempunyai kontribusi nilai akhir.

Belajar mandiri bukan berarti belajar sendirian tetapi belajar atas insiatif sendiri. Belajar mandiri dapat belajar sendiri maupun belajar berkelompok dengan cara membentuk kelompok belajar. Keuntungan belajar berkelompok salah satunya dapat berdiskusi terhadap suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri. Mahasiswa yang membentuk kelompok belajar akan mempunyai teman yang bisa diajak belajar bersama, mempunyai teman yang bisa dimintai penjelasan jika ada kesulitan belajar dan mempunyai teman yang bisa diajak berdiskusi. Sehingga mahasiswa yang tidak membentuk kelompok belajar akan menyebabkan prestasi akademik rendah.

Ujian akhir semester merupakan evaluasi terhadap hasil belajar mahasiswa selama mengikuti perkuliahan satu semester. Untuk mendapatkan nilai ujian yang baik atau lulus, kiranya perlu dipersiapkan mahasiswa baik secara materi maupun mental jauh hari sebelumnya. Persiapan yang matang dan baik akan dapat memberikan kepercayaan diri bagi mahasiswa dalam menghadapi ujian. Sebaliknya mahasiswa yang kurang persiapan ujian akhir maka tidak memberikan kepercayaan diri bahwa mereka mampu mendapatkan nilai baik dan dapat ujian dengan baik dan tenang. Sehingga kurangnya persiapan ujian ini dapat menyebabkan rendahnya prestasi akademik.

Selain belajar mandiri dengan menggunakan buku materi pokok atau modul, mahasiswa dapat melakukan pengayaan materi kuliah dengan mempejalari media lain seperti VCD, web supplemen, siaran radio atau buku-buku lain yang relevan. Dengan melakukan pengayaan materi maka akan dapat menambah wawasan, pemahaman dan pengetahuan terhadap suatu matakuliah yang sedang dipelajari. Sehingga mahasiswa yang kurang pengayaan materi dapat menyebabkan rendahnya prestasi akademik.

Agar sesorang dapat belajar dengan baik maka perlu pada situasi dan kondisi yang mendukung. Belajar di tempat yang terlalu ramai, pencahayaan kurang, tidak pada tempat belajar yang khusus maka berpengaruh terhadap pemahaman materi yang sedang dipelajari. Bisa saja mahasiswa yang belajar pada situasi dan kondisi seperti itu sangat sulit untuk menyerap dan memahami materi yang sedang dipelajari. Sehingga tidak mendukungnya situasi dan kondisi belajar akan menyebabkan rendahnya prestasi akademik mahasiswa tersebut.

Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, biasanya dimulai dengan melakukan perencanaan. Begitu juga dengan mengikuti suatu perkuliahan atau studi, agar dalam studi mencapai hasil yang maksimal, indeks prestasi yang baik, lulus tapat waktu dan menambah ilmu pengetahuan maka perlu adanya perencanaan studi yang baik. Dengan adanya perencanaan yang baik maka akan lebih terarah dalam proses belajarnya. Salah satu contoh mahasiswa dapat mengikuti paket arahan sehingga tidak asal saja dalam mengambil matakuliah. Sehingga kurangnya perencanaan dapat menyebabkan rendahnya prestasi akademik.

V. KESIMPULAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang respon mahasiswa Program Non-Pendas terhadap faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah. Seperti telah dibahas sebelumnya, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan: Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan prestasi akademik rendah pada mahasiswa Program Non-Pendas di UPBJJ-UT Denpasar? Bagaimana faktor-faktor tersebut pengaruhnya terhadap prestasi akademik rendah pada mahasiswa Program Non-Pendas di UPBJJ-UT Denpasar?

Untuk menjawab kedua pertanyaan penelitian tersebut, peneliti melakukan cross-sectional survey untuk mendapatkan data primer menggunakan kuesioner. Keusioner didesain dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa pada saat pra-survei. Kuesioner tersebut digunakan untuk mengukur persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah. Total 39 item pernyataan digunakan dalam penelitian ini.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individual. Individu-individu tersebut merupakan mahasiswa Program Non-Pendas di UPBJJ-UT Denpasar. Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan non-probability sampling dengan teknik purposive sampling.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting, di antaranya:
1. Kurangnya motivasi belajar, kurangnya waktu belajar dan tidak memiliki bahan ajar merupakan faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah, namun pengaruhnya rendah.
2. Tidak mengikuti tutorial online, tidak membentuk kelompok belajar, kurangnya persiapan ujian dan kurangnya pengayaan materi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah, di mana pengaruhnya cukup tinggi.
3. Tidak mendukungnya situasi belajar serta kurangnya perencanaan studi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan prestasi akademik rendah, namun pengaruhnya cukup rendah.

DAFTAR RUJUKAN
Ali, M., Sukarman, M., dan Rahmad, C. 1984. Bimbingan Belajar, Penuntun Sukses di Perguruan Tinggi Dengan Sistem SKS. Bandung: Sinar Baru.

Ali, M., 1987. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.

Cooper, D.R. and Schindler, P.S. 2006. Business Research Methods. 9th edition. New York: McGraw-Hill.

Munawar, A. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Dian Ilmu.

Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach.New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson