Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove

Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove 
Pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan perlibatan masyarakat merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan yang menyatukan berbagai kepentingan (pemerintah dan masyarakat), ilmu pengetahuan dan pengelolaan, dan kepentingan sektoral dan masyarakat umum. Pengelolaan berbasis masyarakat disini adalah bahwa penggunaan dari sumberdaya yang utama yaitu masyarakat dan harus menjadi aktor pengelola sumberdaya tersebut.

Perlibatan masyarakat diperlukan untuk kepentingan pengelolaan secara berkelanjutan pada sumberdaya, dan pada umumnya kelompok masyarakat yang berbeda akan berbeda pula dalam kepentingannya terhadap sumberdaya tersebut. Pengelolaan sumberdaya tidak akan berhasil tanpa mengikut sertakan semua pihak-pihak yang memiliki kepentingan.

Suatu pembangunan berbasis masya-rakat dapat terbentuk, jika ada suatu kelompok berkolaborasi, karena mereka sadar tidak dapat mengerjakan suatu tugas sendiri-sendiri dan tidak dapat mencapai tujuan secara individual baik karena sifat dari tugas atau tujuan itu sendiri, maupun karena keterbatasan sumber-sumber. Kebersamaan dan kesamaan dalam perhatian, kepedulian, biasanya membuat masyarakat bersatu. Jika kebersamaan itu melembaga, dan menimbulkan kesetia-kawanan, rasa saling percaya, terciptanya aturan-aturan main, maka inilah dasar dari terbentuknya basis masyarakat. Sehingga strategi yang tepat perlu dilakukan untuk menangani isu-isu yang mempengaruhi lingkungan pesisir melalui partisipasi aktif dan bentuk nyata dari masyarakat pesisir itu sendiri. Adanya partisipasi dari masyarakat merupakan hal yang penting dalam upaya pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat. Banyak program dan kegiatan pengelolaan yang kurang berhasil dikarenakan pelaksanaan program yang gagal melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal program.
Hutan Mangrove

Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove pada dasar-nya adalah upaya melibatkan masyarakat agar secara sadar dan aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan mangrove. Keterlibatan dapat terwujud apabila seseorang merasa bahwa keikutsertanya dapat memberikan manfaat bagi dirinya, dimana manfaat tersebut tidak hanya dalam bentuk fungsi hutan mangrove yang sifatnya dirasakan dalam jangka pendek. Berdasarkan hasil analisis faktor partisipasi dan pengelolaan hutan mangrove yang terdapat di Kecamatan Gending, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove.

Faktor Manajemen
Seperti yang kita ketahui bersama pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove yang telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatu kebiasaan dalam suatu program apapun yang namanya rencana itu senantiasa datangnya dari atas; sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai ujung tombak pelaksana program hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan istilah populer dengan pendekatan top-down. Pelaksanaan program semacam ini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnya posisi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam melaksanakan program. Masyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan mangrove tersebut. Masyarakat sebagai perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keberhasilan dan pe-manfaatannya secara berkelanjutan semua-nya dipercayakan kepada masya-rakat, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyedia dana, pengontrol, dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Menurut Raharjo (1996) pengelolaan berbasiskan masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola hutan mangrove di suatu kawasan. Mengelola berarti masyarakat ikut memikirkan, memformulasikan, merenca-nakan, mengimplementasikan, meng-evaluasi maupun memonitor sesuatu yang menjadi kebutuhannya.

Dalam rangka menjalankan program pengelolaan hutan mangrove dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat perlu dibentuk suatu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Di Kecamatan Gending sendiri telah memiliki suatu kelompok swadaya masyarakat (KSM) yaitu kelompok rehabilitasi hutan mangrove “Bentar Indah”. Perlibatan masyarakat secara institusional dan administratif di dalam Kelompok menjadi sangat penting karena melalui KSM dapat dilaksanakan program rehabilitasi hutan mangrove, penyebarluasan informasi per-aturan perundang-undangan, penyebar-luasan informasi teknik budidaya per-ikanan, serta memudahkan dalam meng-gerakkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove.

Informasi perencanaan rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove (lokasi, luas, tujuan, sasaran, komponen yang terlibat, pelaksanaan, dan sebagainya) perlu disampaikan kepada masyarakat baik melalui aparat desa atau melalui KSM agar terdapat pegangan informasi yang jelas bagi masyarakat. Hal ini penting agar tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat, bahkan diharapkan semakin mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam penge-lolaan hutan mangrove. Sebagai contoh masyarakat atau KSM melakukan kegiatan penanaman mangrove, sebelum pe-laksanaan penanaman kelompok harus memiliki pengetahuan tentang teknik rehabilitasi mangrove seperti syarat-syarat tumbuh, kondisi ideal untuk tumbuh, seleksi buah dan cara-cara penanaman mangrove. Berbekal informasi ini ke-mudian kelompok merencanakan kegiatan penanaman, seperti lokasi dan waktu penanaman serta yang terlibat dalam penanaman. Pelaksanaan kegiatan pena-naman mangrove dikoordinir oleh kelompok dengan melibatkan banyak orang, termasuk wanita dan anak-anak sekolah. Sebelum penanaman, kelompok memberikan penjelasan pada para peserta mengenai cara-cara penanaman. Pada penanaman ini kelompok menyediakan buah mangrove, ajir, makan siang dan baju kaos. Dari penanaman tahap pertama, kemudian berlanjut ke penanaman tahap kedua, ketiga dan seterusnya. Pada beberapa kegiatan pananaman diperlukan suatu kerjasama antar pemerintah daerah, LSM, dan kelompok masyarakat. Kerja-sama diperlukan untuk memperoleh bantuan dana dan penguatan kapasitas kelompok.

Selama pelaksanaan kegiatan, ke-lompok masyarakat melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berkala terhadap kegiatan-kegiatan yang berjalan. Monitoring dilakukan untuk memantau permasalahan-permasalahan yang muncul selama kegiatan berjalan di tiap tahapan dan mencari alternatif pemecahannya. Tidak jarang dari hasil monitoring memaksa kelompok untuk menyesuaikan atau merubah rencana kegiatan pada tahap-tahap tertentu sesuai dengan kondisi lapangan. Segenap masukan dan hasil pengamatan dari monitoring kemudian di evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui segala kelemahan dan kelebihan dari kegiatan yang dijalankan guna perbaikan di masa mendatang. Selain evaluasi juga dilakukan untuk menilai dan mencocokkan tujuan yang telah ditetapkan dan bahkan menyesuaikan tujuan di tengah-tengah pelaksanaan kegiatan.

Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove memerlukan suatu pendekatan yang fleksibel, sabar dan butuh waktu. Membangun pemahaman dan keyakinan masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan hutan mangrove sangat memakan waktu dan dapat memperlambat pengukuran kemajuan pekerjaan dalam rehabilitasi hutan mangrove. Bengen (2001) menyebutkan masalah pengelolaan hutan mangrove secara lestari adalah bagaimana menggabungkan antara kepentingan ekologis (konservasi hutan mangrove) dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove. Namun hal diatas sebanding dengan perolehan hasil dalam jangka panjang karena dapat membangun rasa kepemilikan dan komitmen msyarakat yang kuat yang merupakan jaminan keterbelanjutan rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove. Upaya perlibatan masyarakat yang berarti dan berkelanjutan dalam pengelolaan dan rehabilitasi sumberdaya pesisir tidak dapat dicapai hanya melalui satu program yang dibatasi oleh ruang lingkup dan area serta kerangka dan tenggat waktu yang terbatas. Dengan demikian, strategi yang ditetapkan harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat selain tujuan konservasi hutan mangrove tercapai.

Faktor Pengetahuan
Dalam upaya pengembangan par-tisipasi masyarakat yang perlu juga diperhatikan adalah faktor pengetahuan. Pengembangan faktor pengetahuan dapat dilakukan memalui kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan merupakan upaya penyadaran masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove, pelestarian dan re-habilitasinya, serta pentingnya masyarakat berkelompok untuk menghadapi per-masalahan-permasalah mereka. Pendi-dikan yang dilakukan lebih bersifat non formal melalui pertemuan-pertemuan / diskusi-diskusi. Dalam kegiatan ini diharapkan dukungan/fasilitas masyarakat dengan mengundang berbagai wakil masyarakat seperti tokoh-tokoh masyarakat formal dan informal, guru, ketua RT/RW, pedagang, petani tambak dan nelayan. Sebagai contoh pada pertemuan tersebut diidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, terutama me-nyangkut pertumbuhan dan kemajuan desa, serta kegiatan pertambakan dan perikanan pada umumnya. Topik-topik yang di-bicarakan dianalisis dengan membuat perbandingan antara kondisi dahulu dengan sekarang, dan mendiskusikan mengapa perubahan-perubahan tersebut terjadi. Dari pertemuan ini digambarkan oleh peserta berbagai permasalah yang dihadapi, seperti adanya abrasi, gagal budidaya udang, menurunnya produktifitas tambak dan sebagainya. Paparan permasalahan ini dibahas untuk mencari berbagai penyebabnya yang diantaranya dalah karena rusaknya hutan mangrove disepadan pantai desa. selanjutnya dicoba mencari dan menganalisis beberapa alternatif jalan keluar. Proses ini terus berlanjut sampai pada penerimaan ide bahwa pengelolaan mangrove akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat seperti, pertambakan dan perikanan serta dapat mencegah abrasi yang telah merusak tambak masyarakat.

Setelah masyarakat termotivasi untuk melakukan pengelolaan kawasan hutan mangrove, tahap berikutnya adalah mem-berikan pelatihan teknis dan manajemen. Tujuan dari pelatihan dimasudkan adalah memberikan pengetahuan dan ke-trampilan terkait dengan pengelolaan kawasan hutan mangrove. Materi pelatihan yang harus disampaikan adalah:

 Manajemen pengelolaan kawasan hutan mangrove yang berkelanjutan.
 Teknik rehabilitasi, perawatan dan perlindungan tanaman mangrove.
 Teknik budidaya ikan dan non ikan di kawasan mangrove.
 Teknik penangkapan ikan/non ikan di kawasan mangrove.

Metode pelatihan dikemas dalam bentuk praktek dilokasi kawasan mangrove. Untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat, setelah pelatihan ketrampilan tersebut, pemerintah perlu memberikan paket percontohan usaha pemanfaatan kawasan hutan mangrove. Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dapat juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama perangkat desa, pemimpin umat, dan lain-lain.

Faktor Sikap
Hingga saat ini, upaya memper-tahankan kelestarian fungsi dan manfaat hutan mangrove atau kawasan hutan payau oleh pemerintah daerah tampaknya masih belum berjalan dengan semestinya. Masih banyak benturan-benturan kepentingan yang tidak sesuai dengan peruntukan kawasan mangrove. Sikap pandang masyarakat terhadap kawasan hutan mangrove masih lebih dominan pada hal yang berbau ekonomi atau yang menghasilkan uang saja. Oleh karena itu, masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untuk masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir. Dengan demikian semua proses rehabilitasi atau reboisasi hutan mangrove yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh masyarakat. Melalui mekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai “kuli”, melainkan ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman dan lain-lain.

Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai “kuli” lagi melainkan ikut memilikinya. Dari sini akan tergambar andaikata ada sekelompok orang yang bukan anggota masyarakat yang ikut menaman hutan mangrove tersebut ingin memotong sebatang tumbuhan mangrove saja, maka mereka tentu akan ramai-ramai mencegah atau mengingatkan bahwa mereka menebang pohon tanpa ijin. Untuk mencegah hal itu diperlukan suatu aturan tertulis, dimana aturan tersebut memuat sanksi-sanksi yang dibuat masyarakat disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Gending.

Dengan kebijaksanaan dan peraturan yang tepat, masih dimungkinkan untuk menjaga kelestarian mangrove, tidak hanya sekedar memperhatikan namun juga perlu tindakan nyata dalam melestarikan. Pemanfaatan mangrove haruslah sebijaksana mungkin tanpa harus merusak, namun kita bias terus- menerus mendapatkan keuntungan darinya.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson