Pertunjukan Tayub Dalam Analisis Dramaturgi

Pertunjukan Tayub Dalam Analisis Dramaturgi 
Berkaitan dengan sosiologi kebudayaan, studi tentang kebudayaan masyarakat adalah suatu kajian penting karena perlu adanya pemahaman pengertian antara budaya dan masyarakat itu sendiri. Di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Timur, terkenal akan keberagaman budaya yang lahir dari masyarakatnya. Seperti halnya kesenian Tayub yang ada di kabupaten Nganjuk. Kesenian ini awalnya merupakan pertunjukan seni yang diadakan untuk ungkapan rasa syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa melalui media sedekah bumi (bersih desa), ataupun pada saat masyarakat mempunyai hajat yang biasanya diselenggarakan pada saat musim panen. Dalam kesenian ini, yang paling berperan terhadap pertunjukan tayub adalah waranggana. Waranggana adalah wanita yang berprofesi sebagai penyanyi sekaligus penari dalam pertunjukan tayub. Hal ini disebabkan karena waranggana menjadi subjek dalam pagelaran/pertunjukan tayub. Mereka (wanta seni tradisi; sinden, teledek, ronggeng, waranggana) memiliki citra tersendiri di mata pendukungnya. Mereka adalah sosok yang hidup dalam dua dunia yang berkebalikan, yakni dunia panggung dan dunia keseharian. Pada malam hari, dalam gemerlap panggung, mereka disanjung, di puja, di elu-elukan bak primadona. Sementara di siang hari, dalam kesehariannya seperti kebanyakan wanta lain, adalah individu yang memiliki peran domestik di lingkungan sosialnya.

Dalam kajian etimologi, Tayub bermakna “ditata ben guyub”, diatur agar tercipta kerukunan. Makna ini merupakan esensi kesenian tayub yang harus ditampilkan. Namun, stereotipe negatif yang telah dilekatkan pada tayub seakan mendarah daging dalam sendi kehidupan masyarakat Indonesia bahkan di kabupaten Nganjuk. Adanya pemberian saweran yang biasanya diselipkan pada belahan dada waranggana dan disediakannya minuman keras sebagai suguhan para tamu, adalah alasan mengapa kesenian ini masih mendapat anggapan negatif dari sebagian masyarakat. Padahal, pemberian saweran kepada waranggana adalah bentuk ucapan terimakasih atas kesempatan untuk menari dengannya. Dengan adanya arus perkembangan jaman, tradisi pemberian saweran yang diselipkan tersebut berangsur-angsur mengalami perubahan. Saweran kini telah diatur cara pemberiannya dengan meletakkan uang saweran di dalam sebuah piringan atau kotak kardus. Sedangkan minuman keras yang disuguhkan dalam setiap pertunjukan tayub adalah merupakan bentuk penghormatan kepada tuan rumah, pemuka desa, dan para tamu undangan. Fungsi lainnya, dengan minuman ini diharapkan bisa membantu memunculkan sugesti dan kepercayaan diri seseorang untuk ngibing.

Apa yang terjadi pada kehidupan waranggana sebagai pelaku sekaligus profesinya di bidang kesenian, menjadi sebuah kajian yang menarik. Terlebih untuk melihat kehidupan waranggana tayub yang dianalogikan sebagai “panggung sandiwara”. Melalui konsep dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman cocok sekali jika dikatikan dengan kehidupan seorang waranggana tayub yang memiliki 2 (dua) kehidupan yang berbeda, yakni kehidupan ketika diatas panggung, dan kehidupan dalam keseharian. Dengan menggunakan teori tersebut, nantinya dapat diambil beberapa temuan-temuan yang akan dianalisa secara teoritis guna menjawab permasalahan penelitian ini.

Fokus Penelitian
Teori Dramaturgi milik Erving Goffman dipergunakan dalam menganalisis permasalahan penelitian. Guna menganalisa berlakunya dramaturgi pada waranggana maka peneliti dalam fokus penelitiannya dapat di rumuskan menjadi 2 (dua) pertanyaan, yaitu sebagai berikut.:
1. Bagaimana menjelaskan dramaturgi (dilihat dari peran dan setting sosial) waranggana ketika berada pada pertunjukan tayub?
2. Apakah alasan waranggana (dilihat dari segi sosial dan ekonomi) masih melestarikan kesenian tayub?

Dramaturgi
Erving Goffman mengemukakan konsep dramaturgi yang menggambarkan bahwa kehidupan ini tidak ubahnya panggung sandiwara, dimana terdapat individu-individu yang memainkan sebuah peran atau bertindak sebagai aktor, serta ada individu yang bertindak sebagai penonton yang menyaksikan sandiwara atau pertunjukan tersebut. Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis berupa buku Presentation of Self in Everyday Life. Konsepsi Goffman tentang diri banyak meminjam gagasan Mead, khususnya diskusinya tentang ketegangan antara I, diri yang spontan, dengan me, hambatan sosial di dalam diri. Ketegangan ini tercermin dalam karya Goffman tentang apa yang dia sebut “kesenjangan antara diri kita yang manusiawi dengan diri kita yang terisolasi” (1959;56). Ketegangan ini berasal dari perbedaan antara harapan orang terhadap apa yang mesti kita lakukan dengan harapan kita sendiri. Kita dituntut untuk melakukan apa yang diharapkan dari kita selain itu, kita tidak boleh plin-plan. Untuk menjaga citra diri yang stabil, orang tampil untuk audien sosial mereka. Akibat dari minatnya pada pertunjukan (perfomance) ini, Goffman memusatkan pada perhatiannya, atau pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan dramatis yang serupa dengan yang ditampilkan di atas panggung. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson