Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Pengertian Sistem Pengendalian Internal 
Menurut Romney dan Steinbart (2009:229): “Pengendalian Internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga asset, memberikan informasi yang akurat dan andal mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.”


Menurut penelitian Committee of Sponsoring Organization ( COSO ), pengendalian internal merupakan sistem, struktur atau proses yang diimplementasikan oleh dewan komisaris, manajemen dan karyawan dalam perusahaan yang bertujuan untuk menyediakan jaminan yang memadai bahwa tujuan pengendalian tersebut dicapai, meliputi efektifitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dapat tercapai.


Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2008:79), pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan, seperti keandalan laporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.”


Berdasarkan ketiga definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal adalah sistem, struktur atau prosedur yang saling berhubungan memiliki beberapa tujuan pokok yaitu menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi yang dikoordinasikan sedemikian rupa, dan mendorong dipatuhinya kebijakan hukum dan peraturan yang berlaku untuk melaksanakan fungsi utama perusahaan.


Komponen Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur-unsur. Menurut Sukrisno Agoes (2008:80), pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan. Lima komponen pengendalian internal tersebut adalah :


1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Merupakan suatu suasana organisasi, yang mempengaruhi kesadaran akan suatu pengendalian dari sikap orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan suattu fondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya yang bersifat disiplin dan berstruktur.


Mengidentifikasikan 7 faktor penting untuk sebuah lingkungan pengendalian, antara lain :
a) Komitmen kepada intergritas dan nilai etika
b) Filosofi dan gaya operasi manajemen
c) Struktur organisasi
d) Komite audit
e) Metode penerapan wewenang dan tanggung jawab 
f) Praktik dan kebijakan tentang sumber daya manusia
g) Pengaruh eksternal


2. Penilaian Resiko (Risk Assessment)
Merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang dapat membantu suatu perusahaan dalam meyakinkan bahwa tugas dan perintah yang diberikan oleh manajemen telah dijalankan.


3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang dapat membantu suatu perusahaan dalam meyakinkan bahwa tugas dan perintah yang diberikan oleh manajemen telah dijalankan.


4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Merupakan pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan tanggung jawabnya.


5. Pemantauan (Monitoring)
Merupakan suatu proses yang menilai kualitas kerja pengendalian internal pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.


Unsur Sistem Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2008:164), unsur pokok pengendalian internal dalam perusahaan adalah:


1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.
Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan, seperti pemisahan setiap fungsi untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.


2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
Dalam setiap organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam tercatat ke dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan (reliability) yang tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan menjamin masukan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi.


3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah:
a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.
b. Pemeriksaan mendadak (suprised auditi)

Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.

c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari yang lain, agar tercipta internal check yang baik dalam pelaksanaan tugasnya.

d. Perputaran jabatan (job rotating).
Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat, memperluas wawasan pengetahuan yang mendalam, sehingga persekongkolan di antara karyawan dapat dihindari.


a. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya.
Untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau rekonsiliasi antara kekayaan fisik dengan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan kekayaan tersebut. 

f. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain.

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara berikut ini dapat ditempuh:
a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya.
b. Pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaaannya.


Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Menurut Arens & Loebbecke (2009:258) Manajemen dalam merancang struktur pengendalian intern mempunyai kepentingan-kepentingan sebagai berikut:


1. Keandalan Laporan Keuangan 
Manajemen perusahaan bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi investor, kreditor dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai standar laporan, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum.


2. Mendorong efektifitas dan efisiensi operasional
Pengendalian dalam suatu organisasi adalah alat untuk mencegah kegiatan dan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha, dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.


3. Ketaatan pada hukum dan peraturan
Pengendalian internal yang baik tidak hanya menyediakan seperangkat peraturan lengkap dan sanksinya saja. Tetapi pengendalian internal yang baik, akan mampu mendorong setiap peronal untuk dapat mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan dan berkaitan erat dengan akuntansi contohnya adalah UU Perpajakan dan UU Perseroan Terbatas.

Pengertian Penjualan Menurut Ahli

Pengertian Penjualan 
IAI dalam SAK No 23 paragraf 2 (2009) menyatakan, “Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau lainnya.”


Definisi penjualan menurut Mulyadi (2008:202), “Penjualan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penjual dalam menjual barang atau jasa dengan harapan akan memperoleh laba dari adanya transaksi-transaksi tersebut dan penjualan dapat diartikan sebagai pengalihan atau pemindahan hak kepemilikan atas barang atau jasa dari pihak penjual ke pembeli.”


Berdasarkan kedua pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan, khususnya penjualan barang merupakan kegiatan menjual barang yang diproduksi sendiri atau dibeli dari pihak lain untuk dijual kembali kepada konsumen secara kredit maupun tunai.


Jadi secara umum penjualan pada dasarnya terdiri dari dua jenis yaitu penjualan tunai dan kredit. Penjualan tunai terjadi apabila penyerahan barang atau jasa segera diikuti dengan pembayaran dari pembelian, sedangkan penjualan kredit ada tenggang waktu antara saat penyerahan barang atau jasa dalam penerimaan pembelian. 


Keuntungan dari penjualan tunai adalah hasil dari penjualan tersebut langsung terealisir dalam bentuk kas yang dibutuhkan perusahaan untuk mempertahankan likuiditasnya. Sedangkan dalam rangka memperbesar volume penjualan, umumnya perusahaan menjual produknya secara kredit. Penjualan kredit tidak segera menghasilkan pendapatan kas, tapi kemudian menimbulkan piutang. Kerugian dari penjualan kredit adalah timbulnya biaya administrasi piutang dan kerugian akibat piutang tak tertagih.


Pengertian Penjualan Tunai
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis penjualan, yaitu penjualan tunai dan penjualan kredit. Menurut Narko (2008:71), “Penjualan tunai adalah apabila pembeli sudah memilih barang yang akan dibeli, pembeli diharuskan membayar ke bagian kassa.”


Sedangkan menurut Yadiati dan Wahyu (2006:129), “Penjualan tunai adalah pembeli langsung menyerahkan sejumlah uang tunai yang dicatat oleh penjual melalui register kas.”


Jadi dapat disimpulkan bahwa penjualan tunai adalah penjualan yang transaksi pembayaran dan pemindahan hak atas barangnya langsung melalui register kas atau bagian kassa. Sehingga, tidak perlu ada prosedur pencatatan piutang pada perusahaan penjual.


Pengertian Penjualan Kredit
Selain penjualan tunai, jenis penjualan lainnya adalah penjualan kredit. Menurut Mulyadi (2008:206) adalah “Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu, perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut.”


Sedangkan menurut Soemarso (2009:160) yaitu “Penjualan kredit adalah transaksi antara perusahaan dengan pembeli untuk menyerahkan barang atau jasa yang berakibat timbulnya piutang, kas aktiva.”


Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penjualan kredit adalah suatu transaksi antara perusahaan dengan pembeli, mengirimkan barang sesuai dengan order serta perusahaan mempunyai tagihan sesuai jangka waktu tertentu yang mengakibatkan timbulnya suatu piutang dan kas aktiva.


Pengertian Retur Penjualan
Menurut Soemarso (2009:41), “Retur penjualan adalah barang dagang yang dijual mungkin dikembalikan oleh pelanggan atau oleh karena kerusakan atau alasan-alasan lain, pelanggan diberikan potongan harga (pengurangan harga atau sales allowance).”


Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa retur penjualan adalah pembatalan atau pengembalian barang yang dilakukan oleh pelanggan karena barang tersebut mengalami kerusakan, cacat atau alasan lainnya sehingga mengakibatkan pembeli menerima suatu penggantian barang atau pengurangan harga.


Pengertian Penjualan Konsinyasi
Menurut Drebin yang diterjemahkan oleh Sinaga (2008:158) menyatakan, “Penjualan Konsinyasi adalah penyerahan fisik barang-barang oleh pihak pemilik kepada pihak lain yang bertindak sebagai agen penjual, secara hukum dapat dinyatakan bahwa hak atas barang tersebut tetap berada di tangan pemilik sampai dapat terjual oleh pihak agen penjual.”


Pihak yang memiliki barang disebut konsinyor (consignor), sedangkan pihak yang mengusahakan penjualan barang disebut konsinyi (consignee), faktor (factor), atau pedagang komisi (commision merchant).


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penjualan konsinyasi adalah proses perpindahan atau penyerahan barang dari pengamanat kepada pihak lain dengan ketika telah melakukan penjualan barang tersebut.


Karakteristik Penjualan Konsinyasi
Menurut Yunus dan Harnanto (2008) terdapat 4 hal yang pada umumnya merupakan karakteristik dari transaksi konsinyasi itu, dan merupakan perbedaan perlakuan akuntansinya dengan transaksi penjualan, yaitu : 
1. Karena hak milik atas barang masihh berada pada pengamanat, maka barang-barang konsinyasi harus dilaporkan sebagai persediaan oleh pengamanat. Barang-barang konsinyasi tidak boleh diperhitungkan sebagai persediaan oleh pihak komisioner.
2. Pihak pengamanat tetap bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua biaya yang berhubungan dengan barang-barang konsinyasi sejak saat pengiriman sampai dengan saat komisioner menjualnya kepada pihak ketiga. Kecuali ditentukan bagi pihak yang bersangkutan.
3. Pengiriman barang-barang konsinyasi tidak mengakibatkan timbulnya pendapatan dan tidak boleh dibakai sebagai kriteria untuk mengakui timbulnya pendapatan, baik bagi pengamanat maupun bagi komisioner sampai saat barang dijual kepada pihak ketiga.
4. Komisioner dalam batas kemampuannya mempunyai kekwajiban untuk menjaga keamanan dan keselamatan barang-barang komisi yang diterimanya. Oleh sebab itu administrasi yang tertib harus diselenggarakan sampai dengan saat ia menjual barang tersebut kepada pihak ketiga.


 Dokumen dan Catatan Akuntansi yang Digunakan
Dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan tunai adalah:

a. Faktur Penjualan Tunai (FPT)
Faktur ini diisi oleh bagian order penjualan dalam rangka 3 antara lain :
1) Lembar 1 : Diberikan ke pembeli sebagai pengantar untuk kepentingan pembayaran ke kassa.
2) Lembar 2 : Diberikan ke bagian pembungkus beserta barang sebagai perintah penyerahan barang ke pembeli yang telah membayar di kassa.
3) Lembar 3 : Diarsip sementara berdasarkan nomor urutnya oleh bagian order penjualan/pelayan sebagai pengendali apabila terjadi kejanggalan transaksi


b. Pita Register Kas
Dokumen ini dihasilkan oleh mesin yang dioperasikan oleh bagian kassa setelah terjadi transaksi penerimaan uang dari pembeli sebagai pembayaran atas barang. Dokumen ini berfungsi sebagai dokumen pendukung untuk meyakinkan bahwa faktur tersebut benar-benar telah dibayar dan dicatat dalam register kas.


Catatan Akuntansi yang digunakan adalah :

1 Jurnal Penjualan
Catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat transaksi penjualan, baik secara tunai maupun kredit.

Kas
Penjualan 

2 Kartu Persediaan 
Catatan akuntansi ini berfungsi sebagai buku besar pembantu yang berisi 

Rincian mutasi barang.


3 Kartu Gudang
Catatan ini diselenggarakan oleh fungsi gudang untuk mencatat mutasi dan persediaan fisik barang yang disimpan di gudang.


4 Laporan (berdasarkan Jenis/Tipe barang)
Laporan ini digunakan oleh manajemen untuk menganalisis jenis atau tipe barang mana yang disukai pelanggan.


Unsur Sistem Pengendalian Internal Penjualan
Unsur pokok pengendalian internal yang digunakan dalam prosedur penjualan adalah:


1. Organisasi
Dilakukan pemisahan fungsi dan tugas dari fungsi – fungsi yang berhubungan dengan prosedur penjualan serta transaksi harus dilakukan oleh lebih dari satu fungsi.
a. Fungsi penjualan terpisah dari fungsi tunai
b. Fungsi akuntansi terpisah dari fungsi penjualan
c. Fungsi akuntansi terpisah dari fungsi kas
d. Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi penagihan, fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi


2. Otorisasi dan prosedur pencatatan
a. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulis surat order pengiriman.
b. Persetujuan pembelian kredit yang diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy.
c. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.
d. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.


3. Praktek kerja yang sehat
a. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
b. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.



Sistem Akuntansi Penerimaan Kas
Pengertian Kas dan Sistem Akuntansi Penerimaan Kas
Menurut IAI, seperti pada Standar Akuntansi Keuangan (2011, pasal 2), “Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro. Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.”

Kas merupakan alat pembayaran yang sah. Memiliki 2 kriteria, yaitu :
1. Tersedia, berarti kas harus ada dan dimiliki serta dapat digunakan sehari-hari sebagai alat pembayaran untuk kepentingan perusahaan.
2. Bebas, setiap item dapat diklasifikasikan sebagai kas, jika diterima umum sebagai alat pembayaran sebesar nilai nominalnya.


Menurut Mulyadi (2008:439), sistem akuntansi penerimaan kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan penerimaan uang dari penjualan tunai atau dari piutang yang siap dan bebas digunakan untuk kegiatan umum perusahaan. Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua sumber utama, yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang.


Sistem Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai
Definisi menurut Mulyadi (2008:455), sumber penerimaan kas terbesar suatu perusahaan dagang adalah berasal dari transaksi penjualan tunai. Berdasarkan sistem pengendalian intern yang baik, sistem penerimaan kas dari penjualan tunai mengharuskan :
1. Penerimaan kas dalam bentuk tunai harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh dengan cara melibatkan pihak lain selain kasir untuk melakukan internal check.
2. Penerimaan kas dari penjualan tunai dilakukan melalui transaksi kartu kredit, yang melibatkan bank penerbit kartu kredit dalam pencatatan penerimaan kas.



Sistem Penerimaan Kas dari Piutang
Definisi menurut Mulyadi (2008:493), menjelaskan bahwa untuk menjamin diterimanya kas oleh perusahaan, sistem penerimaan kas dari piutang mengharuskan:
“1. Debitur melakukan pembayaran dengan cek atau dengan cara pemindahbukuan melalui rekening bank (giro bilyet). Jika perusahaan hanya menerima kas dalam bentuk cek atas nama perusahaan , akan menjamin kas yang diterima oleh perusahaan masuk ke rekening giro bank perusahaan. Pemindahbukuan juga akan memberikan jaminan penerimaan kas masuk ke rekening giro bank perusahaan.
2. Kas yang diterima dalam bentuk cek dari debitur harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh.”


Penerimaan kas dari piutang dapat dilakukan melalui berbagai cara, adalah sebagai berikut:
1. Melalui penagihan perusahaan
2. Melalui pos
3. Melalui Lock-box collection plan


Prosedur Sistem Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai dan Piutang
Menurut Mulyadi (2008:456), sistem penerimaan kas dari penjualan tunai dibagi dalam tiga prosedur sebagai berikut: 


1. Penerimaan Kas dari Over-the Counter Sale.
Dalam penjualan tunai ini, pembeli datang ke perusahaan, melakukan pemilihan barang atau produk yang akan dibeli, melakukan pembayaran ke kasir, dan kemudian menerima barang yang dibeli. Prosedur-prosedur yang dijalankan dalam penerimaan kas dari Over-the Counter Sale dengan langkah pembeli memesan barang langsung kepada Wiraniaga (sales-person) di Bagian Penjualan; Bagian Kas menerima pembayaran dari pembeli dapat berupa uang tunai, atau kartu kredit; Bagian Penjualan memerintahkan Bagian pengiriman untuk menyerahkan barang kepada Pembeli; Bagian Kasa menyetorkan kas yang diterima ke Bank; Bagian Akuntansi mencatat pendapatan penjualan dalam jurnal penjualan; Bagian Akuntansi mencatat penerimaan kas dari Penjualan tunai dalam jurnal penerimaan kas.


2. Penerimaan Kas dari COS Sales
Cash-On-Delevery Sales (COD Sales) adalah transaksi penjualan yang melibatkan kantor pos, perusahaan angkutan umum, atau angkutan sendiri dalam penyerahan dan penerimaan kas dari hasil penjualan. COD Sales merupakan sarana untuk memperluas daerah pemasaran dan untuk memberikan jaminan penyerahan barang bagi pembeli serta jaminan penerimaan kas dari perusahaan penjual.


3. Penerimaan Kas dari Credit Card Sales
Merupakan salah satu cara pembayaran bagi pembeli dan sarana pembayaran bagi pembeli, baik dalam Over-the Counter Sales maupun dalam penjualan yang pengiriman barangnya dilaksanakan melalui COS Sales. Dalam Over-the Counter Sales, pembeli datang ke perusahaan melakukan pemilihan barang atau produk yang akan dibeli, melakukan pembayaran ke kasir dengan menggunakan kartu kredit. Dalam penjualan tunai yang melibatkan COS Sales, pembeli tidak perlu datang ke perusahaan penjual. Pembeli memberikan persetujuan tertulis untuk penggunaan kartu kredit dalam pembayaran barang.

Sedangkan Menurut Mulyadi (2008:494), sistem penerimaan kas dari piutang terbagi atas penjelasan sebagai berikut:
1. Penerimaan kas dari piutang melalui penagihan perusahaan dilaksanakan dengan prosedur berikut ini: 
a. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih kepada bagian penagihan.
b. Bagian Penagihan mengirimkan penagih untuk melakukan penagihan kepada debitur.
c. Bagian Penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan dari debitur.
d. Bagian Penagihan menyerahkan cek kepada Bagian Kasa.
e. Bagian Penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada Bagian Piutang untuk kepentingan posting ke dalam kartu piutang.
f. Bagian Kasa mengirim kuitansi tanda penerimaan kas kepada debitur.
g. Bagian Kasa menyetorkan cek ke bank untuk melakukan clearing atas cek tersebut.


2. Penerimaan kas dari piutang melalui pos dilaksanakan dengan prosedur berikut ini:
a. Bagian Penagihan mengirim Faktur Penjualan kepada debitur pada saat transaksi terjadi.
b. Debitur mengirim cek atas nama dan surat pemberitahuan melalui pos.
c. Bagian Sekretariat menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan dari debitur. Cek atas nama diserahkan ke Bagian Kasa dan surat pemberitahuan kepada Bagian Piutang untuk diposting ke dalam Kartu Piutang
d. Bagian Kasa mengirim kuitansi kepada debitur sebagai tanda terima pembayaran dari debitur.


3. Penerimaan kas dari piutang melalui Lock-box collection plan dilaksanakan dengan prosedur berikut ini:
a. Bagian Penagihan mengirim Faktur Penjualan kepada debitur pada saat transaksi terjadi.
b. Debitur melakukan pembayarannya pada saat faktur jatuh tempo dengan mengirimkan cek dan surat pemberitahuan ke PO Box di kota terdekat.
c. Bank membuka PO Box, mengumpulkan cek dan surat pemberitahuan yang diterima perusahaan. Serta membuat daftar surat pemberitahuan dan mengurus check clearing.
d. Bagian Kasa menyerahkan daftar surat pemberitahuan ke Bagian Akuntansi untuk dicatat ke dalam jurnal penerimaan kas.

Informasi yang Diperlukan oleh Manajemen
Menurut Narko (2008), informasi yang umumnya diperlukan manajemen dalam penerimaan kas dari penjualan tunai adalah :
1. Jumlah pendapatan penjualan menurut jenis produk atau kelompok produk selama jangka waktu tertentu.
2. Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai.
3. Jumlah harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu.
4. Nama dan alamat pembeli.
5. Kuantitas produk yang dijual.
6. Nama wiraniaga yang melakukan penjualan.
7. Otorisasi pejabat yang berwenang.

Dokumen dan Catatan Akuntansi yang Digunakan
Pencatatan transaksi penjualan barang dagangan tidak lepas dari dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen yang biasa digunakan dalam mencatat sistem akuntansi penerimaan kas dari penjualan tunai adalah:


1. Faktur penjualan tunai
Faktur penjualan tunai disini berfungsi memerintah kepala bagian kasa untuk menerima uang dari pembeli sejumlah yang tercantum dalam dokumen tersebut.


2. Pita register kas (Cash Register Tape)
Pita register kas (cash register tape) digunakan untuk mendukung faktur penjualan tunai yang dicatat dalam jurnal penjualan sebagai bukti penerimaan kas dari bagian kas.


3. Credit Card Sales Slip
Dokumen Credit Card Sales Slip, diisi oleh bagian kas dan berfungsi sebagai alat menagih uang tunai dari bank yang mengeluarkan kartu kredit. Sebagai transaksi penjualan yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit.


4. Bill of lading
Dokumen Bill of Lading digunakan sebagai bukti penyerahan barang dari perusahaan penjualan barang dalam penjualan COD (Cash-On-delivery).


5. Faktur penjualan COD
Selain itu faktur penjualan (Cash-On-delivery) digunakan pula sebagai perekam berbagai informasi yang diperlukan untuk manajemen mengenai transaksi penjualan tunai.


6. Bukti setor bank
Bukti setor bank digunakan sebagai bukti penyetoran kas dari penjualan tunai ke bank. Adapun bukti setoran bank ini dipakai oleh bagian akuntansi sebagai dokumen sumber untuk pencatatan transaksi penerimaan kas atas penjualan tunai ke dalam jurnal penerimaan kas.


7. Rekapitulasi harga pokok penjualan
Dokumen ini digunakan bagian akuntansi untuk meringkas harga pokok produk yang dijual selama satu periode dan sebagai dokumen pendukung bagi pembuatan bukti memorial untuk mencatat harga pokok produk yang dijual.


8. Jurnal Penerimaan Kas
Kas 
Penjualan Tunai 

Contoh Makalah Pengaruh Metode Dongeng Interaktif Untuk Meningkatkan Moral Judgement Pada Anak Usia 5-6 Tahun


Pengaruh Metode Dongeng Interaktif Untuk Meningkatkan Moral Judgement Pada Anak Usia 5-6 Tahun 
Pranoto (2011) menjelaskan pada tahun-tahun terakhir masih banyak kasus pada anak dengan berbagai perilaku yang menunjukkan kualitas moral yang rendah seperti kebohongan, licik, egois, dan melakukan kekerasan kepada teman yang lemah atau yang sekarang familiar dengan istilah bullying. Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai oleh pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Anak-anak sangat memerlukan pengalaman terhadap pengetahuan tentang apa yang disebut perbuatan benar dan salah. Keputusan untuk membuat penilaian tentang benar dan salah merupakan salah satu bagian dari moral judgement (pertimbangan moral). Menurut Sarbaini (2012) moral judgement merupakan manifestasi untuk membuat kesimpulan atau keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai dilema/konflik moral antara hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan pula dengan pihak lain, antara lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri.

Metode dongeng adalah suatu alat yang kuat untuk meningkatkan moral judgement antara diri dan orang lain. Moral judgement bisa ditingkatkan melalui contoh-contoh perbuatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Fitro (dalam Ahyani, 2012) bahwa salah satu cara yang efektif untuk membantu anak-anak kita mengubah moral mereka menjadi positif adalah mengajar perilaku moral dengan contoh. 

Salah satu contoh sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan dongeng. Ironisnya dimasa sekarang kegiatan mendongeng jarang dapat dilakukan oleh kebanyakan orang tua. Peran dan fungsinya sudah banyak tergantikan oleh tayangan televisi dan permainan modern lainnya. Padahal banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari kegiatan mendongeng. Setiadi (2010) mengatakan “Character Building melalui kegiatan mendongeng atau bercerita saat ini sudah jarang dilakukan, padahal dengan mendongeng atau bercerita merupakan salah satu cara efektif untuk membentuk kepribadian anak menjadi generasi yang handal dimasa depan”. 

Berdasarkan hal-hal diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian eksperimental dengan judul : Pengaruh Metode Dongeng Interaktif Untuk Meningkatkan Moral Judgement Pada Anak Usia 5-6 Tahun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement pada anak usia 5-6 tahun.

Terkait dengan tugas perkembangan moral awal masa kanak-kanak Hurlock (1991) menjelaskan:
Pengetahuan tentang benar dan salah masih terbatas pada situasi rumah dan harus diperluas dengan pengertian benar dan salah dalam hubungannya dengan orang-orang di luar rumah terutama di lingkungan tetangga, sekolah dan teman bermain. Lebih penting lagi anak-anak harus meletakkan dasar-dasar untuk hati nurani sebagai bimbingan untuk perilaku benar dan salah. Hati nurani berfungsi sebagai sumber motivasi bagi anak-anak untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai hal yang salah bilamana mereka sudah terlalu besar untuk selalu diawasi orang tua atau pengganti orang tua.

Menurut Soetjiningsih (2012) anak-anak berada pada perkembangan pemikiran praoperasional, sehingga perkembangan moralnya masih terbatas. Hurlock (1991) juga mengatakan hal yang sama bahwa perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik di mana ia mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah.

Moral bagi Kohlberg dibatasi oleh satu konstruk lain yang disebut pertimbangan (judgment). Moral judgement (pertimbangan moral) merupakan manifestasi untuk membuat kesimpulan atau keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai dilema/konflik moral antara hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan pula dengan pihak lain, antara lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri (Sarbaini, 2012).

Kohlberg dalam Santrock (2002) mengatakan sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anak-anak berpikir tentang dilema moral dengan cara yang prakonvensional. Kohlberg (dalam Omrod, 2008) menjelaskan tahap perkembangan moral pada tingkat pre-kovensional:

1. Hukuman-pengindaran dan kepatuhan (Punishment-avoidance and obedience) 
Tahap hukuman-pengindaran dan kepatuhan merupakan tahap penalaran moral dimana orang akan membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Perilaku yang salah adalah perilaku yang akan mendapatkan hukuman. 

2. Saling memberi dan menerima (Exchange of favors).
Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan mereka sendiri pun akan terpenuhi melalui perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat punggungku; aku pun akan memijat punggungmu”). Mereka masih mendefenisikan yang benar dan yang salah berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.

Moral merupakan wilayah yang luas dan beragam. Ada banyak sekali macam-macam moral pada anak-anak. Dalam penelitian ini akan fokus pada aspek nilai moral tolong-menolong, meminta dan memberikan maaf, jujur dan mengucapkan terimakasih. Adapun definisi kelima nilai moral diatas menurut kamus besar bahasa indonesia (2012) adalah sebagai berikut:
  1. Tolong-menolong adalah saling membantu untuk meringankan beban (penderitaan, kesukaran, dsb) atau saling membantu supaya dapat melakukan sesuatu.
  2. Meminta maaf adalah ungkapan permintaan ampun atau penyesalan.
  3. memberikan maaf adalah memberi ampun atas kesalahan 
  4. Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya)
  5. Mengucapkan terimakasih adalah mengeluarkan ucapan/perkataan rasa syukur.
Bagi anak prasekolah, perilaku prososial muncul untuk memperoleh timbal balik dari rekan-rekannya (Hastings, dkk 2007). Perilaku prososial seperti tolong-menolong, meminta dan memberikan maaf, jujur dan mengucapkan terimakasih dapat memudahkan anak untuk bekerjasama dalam bermain dengan lingkungan sosialnya. Anak-anak harus belajar untuk bertindak dengan cara tertentu agar dapat diterima secara sosial untuk bergaul dengan baik dalam masyarakat. Hurlock (1991) mengungkapkan bentuk perilaku sosial yang paling penting untuk penyesuaian sosial yang berhasil tampak dan mulai berkembang dalam periode ini. Periode ini merupakan tahap perkembangan yang kritis karena pada masa inilah dasar sikap sosial dan pola perilaku sosial dibentuk. 

Danandjaja (1986: 83) menjelaskan:
Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesustraan lisan. Selanjunya dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Dalam pikiran kebanyakan orang, dongeng sering dianggap sebagai cerita mengenai peri. Dalam kenyataannya banyak dongeng yang tidak mengenai peri melainkan cerita atau plotnya mengenai sesuatu yang wajar.

Kusmiadi dkk, (2008) menyebutkan “pembelajaran dengan menggunakan metode dongeng di PAUD harus menyenangkan dan menarik, tidak kaku, tidak membosankan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif”. Larkin (Marina & Sarwono, 2007) mengungkapkan bahwa mendongeng adalah pertunjukkan seni yang interaktif, yaitu kegiatan dua arah antara pendongeng dan audiens, didasarkan pada interaksi dan kerjasama untuk membangun sebuah cerita yang utuh.

Untuk itu dalam penelitian ini metode yang dipilih ialah dongeng interaktif. metode dongeng interaktif adalah menyampaikan karya seni berupa cerita yang tidak benar-benar terjadi atau cerita prosa rakyat dengan melibatkan keterampilan olah cerita yang baik dan melibatkan komunikasi yang interaktif, dimana didasarkan pada interaksi timbal balik dan kerjasama untuk membangun sebuah cerita yang utuh antara anak dan pendongeng.

Pemilihan dongeng harus memperhatikan beberapa aspek penting agar kegiatan mendongeng menarik bagi anak. Kusmiadi dkk (2008) menjelaskan:

Pemilihan dongeng harus berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yaitu: 1) harus menarik dan memikat perhatian pendongeng sendiri, apabila dongeng menarik dan memikat perhatian maka pendongeng akan bersungguh-sungguh dan mengemas dongeng dengan mengasikkan. 2) dongeng harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya anak, dan bakat anak supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif dalam kegiatan mendongeng. 3) dongeng sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi dongeng anak usia dini. 4) dongeng cukup pendek dalam rentang jangkaun waktu perhatian anak. Anak tidak dituntut untuk mendengarkan cerita dongeng diluar batas ketahanan untuk mendengarkan.

Pada penelitian jenis dongeng yang dipilih adalah dongeng binatang/fabel. Dananjaja (dalam Nugraha 2012) menjelaskan dongeng binatang adalah dongeng yang tokoh-tokohnya adalah binatang peliharaan dan binatang liar yang dapat berbicara dan dapat berperilaku seperti manusia. Dongeng binatang sering di sebut juga dongeng fabel. Secara spesifik, fabel adalah dongeng binatang yang mengandung pelajaran moral yakni ajaran baik atau buruknya suatu perbuatan.

Menurut Widyasari (2012) dalam mendongeng cerita disampaikan dengan berbagai aspek seperti ekpersi, suara, penokohan, gerak tubuh. Dongeng yang dibawakan dengan teknik komunikasi tersebut akan lebih menarik perhatian anak. Fakhrudin (2003) menjelaskan teknik-teknik mendongeng sebagai berikut:

1) Akting
Akting merupakan gerak-gerik pendongeng, baik mimik ataupun pantomimik, dipangung atau kelas untuk mengekspresikan atmosfer dongeng dan watak bermain. 

2) Gesture dan Business
Gesture hakikatnya gerak (anggota) tangan yang bekecil-kecil yang dimaksudkan untuk memperkuat akting dalam rangka mengekspresikan watak atau keadaan emosi tertentu. Business merupakan gerak pendongeng yang dilakukan untuk memperkuat adegan dan akting. Misalnya, untuk menggambarkan kegelisihan pendongeng berjalan mondar-mandir.

3) Ekspresi Wajah
Yang sangat penting perananannya untuk ekspresi wajah adalah mata. Untuk menunjukkan berbagai ekspresi emosi matalah yang sangat dominan. Orang marah, gembira atau binggung dan sebagainya dapat ditunjukkan melalui pandangan pendongeng. 

4) Posisi dan gerak kaki
Kaki mempunyai posisi memperkuat watak dan emosi pendongeng. Dengan posisi tegak lurus misalnya, mungkin sedang mengekspresikan ketegasan sikap ketika menghadapi masalah. Gerak kaki bermacam-macam. Namun, yang perlu diingat ialah kesesuaian dengan watak dan kondisi emosi yang diperankannya. Gerak kaki dalam keadaan normal yang lazim ialah melangkah maju. Namun dalam keadaan terdesak, takut, atau terkejut kaki dapat digerakkan mundur.

Dengan memakai teknik di atas, dongeng interaktif ini akan dibawakan secara monoplay. Kusuma (2009) menjelaskan:
Dalam monoplay, aktor harus bermain drama seorang diri. Kadang ia jadi tokoh tertentu tapi pada satu saat ia menjadi tokoh yang lain. Dengan bermain seorang diri, aktor dituntut untuk bermain secara prima. Eksplorasi yang dilakukan tidak hanya tertuju pada satu karakter atau satu ekspresi tetapi semua karakter dan ekspresi yang ada dalam cerita harus ditampilkan secara proporsional.

Awal masa kanak merupakan waktu yang tepat untuk anak-anak belajar dan bersosialisasi dengan dunia luar, selain lingkungan rumah. Pada saat menciptakan hubungan dengan orang lain, anak-anak bertahap demi tahap belajar mengembangkan perilaku yang sesuai agar diterima oleh lingkungannya. Ahyani (2012) menjelaskan seorang anak perlu dibimbing dan diberi stimulasi agar mampu memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia dan segala isinya.

Salah satu stimulasi yang diperlukan dan penting untuk anak adalah memiliki pertimbangan akan nilai-nilai moral. Kak seto (dalam Sukmaya, 2013) berpendapat bahwa dongeng memiliki banyak manfaat diantaranya adalah mampu melatih daya pikir anak, bersosialisasi, mengasah kreativitas, memupuk rasa keindahan dan kehalusan budi, kepekaan sosial, memicu daya kritis, jendela pengalaman bagi anak, melatih kemampuan bahasa anak, memicu multiple intelegence anak-anak dan mengandung hiburan.

Musfiroh ( dalam suwangsih, 2011) mengemukakan sebagai berikut:
Cerita merupakan salah satu metode pembelajaran moral yang sesuai untuk anak disamping modeling atau contoh bertindak. Nilai moral dalam cerita dapat dimengerti anak karena simbolisasi nilai-nilai melibatkan dua hal sekaligus, yakni gambaran peristiwa dan kesimpulan yang ditarik pada akhir cerita. Melalui konflik cerita anak belajar menyelaraskan hak dan kewajiban, belajar mengidentifikasi apa yang dialami tokoh dengan peristiwa di lingkungannya. Moral bagi anak identik dengan penyelesaian konflik antara kepentingan diri dan lingkungannya (Kohlberg, 1979). Moral cerita melibatkan pertarungan baik dan buruk dalam kehidupan tokoh, dan menjadi “pelajaran” yang cukup penting bagi anak. Cerita merangsang anak mengkonstruksi nilai-nilai apa yang dianut dalam agama dan masyarakatnya, perilaku yang dipuji, dan perilaku yang dilarang.

Mendongeng mempunyai banyak kegunaan di dalam pendidikan anak. Dia menyimpulkan bahwa dongeng menyediakan suatu kerangka konseptual untuk berpikir, yang menyebabkan anak dapat membentuk pengalaman menjadi keseluruhan yang dapat mereka pahami. Dongeng menyebabkan mereka dapat memetakan secara mental pengalaman dan melihat gambaran di dalam kepala mereka (Collin, dalam Ahyani 2012). Hal ini sesuai dengan perkembangan kognitif anak dimana pada masa ini menurut teori Piaget perkembangan kognitif anak awal masa kanak-kanak masuk dalam tahap praoperasional. Pemikiran praoperasional merupakan awal kemampuan untuk merekonstruksi pada tingkat pemikiran dasar mengenai apa yang telah dilakukan di dalam perilaku. 

Sanchez dkk. (2009) mengungkapkan kekuatan utama strategi dongeng adalah menghubungkan rangsangan melalui penggambaran karakter. Dongeng memiliki potensi untuk memperkuat imajinasi, memanusiakan individu, meningkatkan empati dan pemahaman, memperkuat nilai dan etika, dan merangsang proses pemikiran kritis/kreatif. Hidayat (2009) juga menjelaskan bahwa dongeng yang mengandung sisi imajinatif yang tinggi dapat membantu anak menelaah peristiwa sesuai dengan batasan imajinasinya.

Perkembangan rasa ingin tahu anak sesuai dengan metode dongeng interaktif dimana metode ini dapat menstimulasi anak untuk aktif mengungkapkan pendapatnya tentang dongeng yang diberikan. Menurut Soetjinigsih (2012) “pada usia 4-7 tahun anak masuk dalam subtahap pemikiran intuitif, yaitu anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua pertanyaan”. Menurut Elkind (dalam Soetjiningdih, 2012) “karakteristk lain anak-anak pada tahap praoperasional ialah mereka suka menanyakan serentetan pertanyaan yang dimulai sejak kira-kira usia tiga tahun dan pada usia lima tahun mereka mulai membuat orang-orang dewasa disekitarnya menjadi lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan ‘mengapa’ mereka”. 

Soetjinigsih (2012) menjelaskan menurut teori pemrosesan emosi, anak prasekolah sudah mampu memusatkan perhatian dan pikirannya dalam rentang waktu yang agak panjang pada suatu kegiatan. Namun perhatian mereka masih terpusat pada hal-hal yang menarik perhatian Dalam hal ini dongeng yang dikemas dengan baik tentu dapat menarik perhatian anak-anak sehingga akan memudahkan anak untuk berkonsentrasi.

METODE
Partisipan
Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 20 anak, dengan catatan sebelumnya terdapat 40 anak yang berusia 5-6 tahun, kemudian dilakukan pretest untuk dilihat moral judgement tiap anak. Bagi anak yang memiliki moral judgement sangat tinggi tidak diikutkan lagi dalam penelitian selanjutnya. Setelah dilakukan pretest terdapat 20 anak yang masih memiliki moral judgement dalam kategori sangat rendah, rendah dan tinggi yang diikutkan dalam penelitian selanjutnya.

Desain Penelitian
Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonrandomized pretest-posttest control group design. Pretest dan posttest merupakan tes yang sama agar hasilnya dapat diperbandingkan. Pretest menginformasikan kemampuan awal (initial position) para subjek sebelum dilakukan penelitian, atau dengan kata lain adalah proactive history mereka. Sedangkan posttest adalah tes yang dilakukan setelah diberi perlakuan. Sehinga nantinya skor yang diperoleh adalah peningkatan/penurunan variabel terikat yakni peningkatan atau penurunan moral judgement anak akibat dilakukannya penelitian.

Alat Ukur
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan pedoman eksperimen mendongeng interaktif. Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan seputar cerita-cerita dilema moral seputar tahap perkembangan moral prakonvensional awal masa kanak-kanak. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. 

Karena penelitian menggunakan metode statistik maka data harus berupa angka seperti yang dikemukakan Arikunto (dalam Sari 2010) bahwa “Bagi peneliti yang menginginkan mengolah data dengan metode statistik, maka datanya harus berupa data kuantitatif, yaitu berupa angka-angka”. Oleh karena itu data dalam penelitian ini harus diubah menjadi data kuantitatif dengan cara pemberian skor (Sari, 2010).

Seperti yang dijelaskan Santrock (2002) bahwa Kohlberg percaya terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh dua tahap. Dari penjelasan Santrock tersebut, maka dalam penelitian ini skor tertinggi yaitu 2 adalah yang memiliki pertimbangan moral pre-konvensional saling memberi dan menerima dan skor 1 adalah yang memiliki pertimbangan moral pre-konvensional hukuman-pengindaran dan kepatuhan sedangkan skor 0 adalah jawaban yang tidak memiliki pertimbangan moral pre-konvensional. Sama halnya seperti rating scale pemberian skor ini akan menghasilkan hasil akhir berupa skor yang selanjutnya akan dapat dilakukan analisis statistik.

Adapun pedoman eksperimen mendongeng disusun untuk memudahkan kegiatan mendongeng agar sesuai dengan karakteristik dan perkembangan anak. Pedoman eksperimen mendongeng interaktif dalam penelitian ini meliputi nilai moral dongeng ditinjau dari aspek perkembangan moral Kohlberg, pemilihan bahasa, media yang digunakan dalam mendongeng, langkah-langkah mendongeng interaktif, isi cerita dongeng dan instrumen wawancara.

Prosedur Penelitian
Pemilihan subjek dilakukan berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah tersedia. Kelompok kelas dipilih berdasarkan perkiraan peneliti bahwa kedua kelompok adalah homogen Sehingga pemilihan subjek ditetapkan kelas B2 dan kelas A1 sebagai kelompok ekperimen sedangkan kelas B1 dan A2 sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini melibatkan 4 kelas, dikarenakan penelitian dilaksanakan pada ajaran semester genap sehingga rentang usia 5-6 tahun tidak lagi berada pada satu kelas. 

Setelah membagi kelompok kontrol dan kelompok ekperimen dengan jumlah subjek pada tiap kelompok adalah 20 anak. Hal selanjutnya adalalah melakukan pretest berupa wawancara semi terstruktur kepada subjek tiap kelompok. Pelaksanaan pretest dilakukan pada tanggal 25 Maret 2013.Hasil wawancara digunakan untuk melakukan metode cutoff, dimana subjek yang memiliki skor moral judgement yang sangat tinggi tidak dimasukkan lagi sebagai subjek dalam penelitian ini. 

Pada kelompok kontrol subjek yang memenuhi kriteria untuk diikutkan dalam penelitian selanjutnya adalah 12 subjek dan pada kelompok ekperimen menjadi 13 subjek. Namun pada saat perlakuan kegiatan mendongeng, 2 subjek dalam kelompok eksperimen menolak untuk berpartisipasi dan 1 subjek tidak masuk sekolah sehingga subjek pada kelompok ekperimen menjadi 10 subjek dan kelompok kontrol menjadi 10 subjek yang diikutkan dalam penelitian.

Tahap perlakuan berlangsung selama dua hari pada tanggal 26-27 Maret 2013. Pada tanggal 26 Maret materi dongeng yang diberikan adalah dongeng Belalang, Jangkrik dan Semut. Pada pelaksanaan perlakuan selanjutnya yaitu pada tanggal 27 Maret materi dongeng yang diberikan adalah dongeng Singa dan Tikus. Masing-masing dongeng dibawakan selama kurang lebih 15 menit.

Setelah diberikan perlakuan, maka pada tanggal 28 Maret 2013 subjek dari kelompok kontrol dan kelompok ekperimen diberikan postets berupa wawancara semi terstrusktur dengan instrumen pertanyaan yang sama. Tahap akhir dilakukan dengan membandingkan hasil pretest-posttest antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

HASIL
Pelaksanaan mendongeng interaktif pada kelompok eksperimen pada tanggal 26 Maret 2013 berjalan lancar, sedangkan pada pelaksanaan kedua yaitu tanggal 27 Maret 2013 kegiatan mendongeng mundur dari jadwal yang ditetapkan. Pada pelaksanaan hari kedua, pada pertengahan kegiatan mendongeng beberapa anak terlihat memperhatikan namun ada beberapa anak terkandang menjadi tidak fokus memperhatikan pendongeng.

Pada kelompok kontrol didapatkan hasil mean skor pretest sebesar 6,4 dengan standar deviasi sebesar 1,43 dan mean skor posttest sebesar 7,5 dengan standar deviasi sebesar 1,18. Pada kelompok eksperimen didapat mean skor pretest sebesar 5,50 dengan standar deviasi sebesar 1,27 dan mean pada skor posttest sebesar 8,10 dengan standar deviasi sebesar 2,02.

Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok kontrol didapatkan nilai dengan signifikansi .088. Oleh karena itu signifikansi thitung lebih dari 0,05 (sig >0,05), maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan posttest. Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok eksperimen didapatkan nilai dengan signifikansi 0,028. Oleh karena itu signifikansi thitung kurang dari 0,05 (sig <0,05), maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan posttest. 

Setelah melakukan perhitungan uji wilcoxon signed rank test, maka untuk melihat apakah perbedaan yang ditimbulkan benar-benar dipengaruhi oleh variabel bebas maka dilakukan uji eta. Hasil uji Eta menunjukkan signifikansi sebesar 0,202. Signifikansi thitung lebih dari 0,01 sehingga tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement.

DISKUSI
Hasil analisis statistik pada penelitian ini menunjukkan data kasar dari kelompok eksperimen dengan peningkatan nilai pretest-posttest. Pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari mean skor pretest-posttest. Hal itu diperkuat dengan analisis uji wilcoxon signed rank test yang menunjukkan pada kelompok eksperimen terdapat perbedaan signifikan dari mean skor pada pretest dan posttest sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan posttest.

Hasil diatas sesuai dengan pendapat Horn (Ahyani 2010) yang menyatakan bahwa dongeng mempunyai kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang benar untuk siswa anak usia dini. Selain itu, metode dongeng dapat dijadikan sebagai media membentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini. Hamilton dan Weiss (2005) juga menjelaskan bahwa bercerita merupakan proses membangun cerita dalam pikiran, ialah pada cara yang paling mendasar untuk membuat makna dan meliputi aspek pembelajaran.

Sebelumnya peneliti telah mengontrol variabel sekunder yang kemungkinan dapat mempengaruhi penelitian. Beberapa hal yang telah dikontrol peneliti yang pertama adalah menetapkan skoring 0,1,2 pada jawaban anak untuk memudahkan interviewer mengkategorikan jawaban responden, menyamaratakan pedoman dalam menskoring pada tiap interviewer, menetapkan lokasi mendongeng adalah tempat yang tidak membuat kelompok kontrol mengetahui kegiatan mendongeng, waktu mendongeng adalah waktu yang kondusif yaitu pada jam-jam pagi maksimal pada jam 9, dongeng juga telah dilakukan oleh pendongeng yang telah menguasai dan sudah sering melakukan kegiatan mendongeng, serta menentukan tempak duduk anak kelompok eksperimen. Karena keterbatasan tempat, maka pada kelas mendongeng anak-anak yang berada pada kelas B2 ikut serta dalam kegiatan mendongeng, sehingga anak-anak yang masuk dalam subjek eksperimen berada di barisan depan untuk memudahkan pendongeng melakukan komunikasi dan perhatian terhadap kelompok eksperimen.

Setelah dianalisa menggunakan wilcoxon, maka untuk memastikan apakah terdapat hubungan metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement anak usia 5-6 tahun dilakukan perhitungan melalui uji eta. Uji eta menunjukan bahwa metode dongeng interaktif pada penelitian ini ternyata tidak berpengaruh secara signifikan untuk meningkatkan moral judgement pada anak usia 5-6 tahun. 

Terdapat beberapa hal yang tidak dapat dikontol oleh peneliti dan kemungkinan berpengaruh dalam penelitian yaitu perbedaan derajat pemberian skor yang dilakukan oleh masing-masing interviewer, perbedaan respon atau penerimaan subjek terhadap kehadiran interviewer sebagai orang baru, pretest-postest dilakukan pada waktu yang berbeda, perbedaan kognitif juga kemungkinan berpengaruh. Dimana perkembangan kognitif anak dalam merespon sesuatu hal tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain, sehingga akan mempengaruhi pesan yang ada dalam dongeng dan ketelambatan kegiatan mendongeng

Selain metode dongeng, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan moral judgement anak atau utuk memperkenalkan nilai moral pada anak. Menurut Murdiono (2007) metode penanaman nilai moral sangat bervariasi dan memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Beberapa metode yang dapat dipakai adalah metode bersajak atau syair, metode bermain, bermain peran, dan teladan. 

Beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan moral judgement anak yang dapat disesuaikan dengan karakteristik subjek, keadaan lingkungan perkembangan anak sehingga tujuan untuk meningkatkan moral judgement anak dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, Latifah Nur. 2012. Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia

Prasekolah dengan Metode Dongeng. Jurnal disajikan dalam seminar Nasional Psikologi Islami, Surakarta. (Online), (publikasiilmiah.ums.ac.id/.../D1.%20Latifah UMK%20(fixed).pdf?...1), diakses 19 Oktober 2012. 

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineke Cipta

Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta:Pustaka Grafitipers.

Fakhrudin, Mohammad. 2003. Cara Mendongeng. Disajikan Pada Pelatihan Teknik Mendongeng bagi Guru Taman Kanak-Kanak se-Kabupaten Purworejo 16 Desember 2003. (Online), (www.umpwr.ac.id/download/artikel/Cara%20Mendongeng.pdf ), diakses 10 April 2013.

Hastings, Dkk. 2007. The Socialization Of Prosocial Development. (Online) (www.cmb.ucdavis.edu/people/pdhphd/pdfs/HoS%20Hastings%20Utendale%20-%20Sullivan.pdf), diakses 27 September 2012.

Hamilton, Martha & Weiss, Mitch. 2005. The Power Of Storytelling In The Classroom. (Online), (www.rcowen.com/.../CTS%20Ch%201%20for%2... ), diakses 23 November 2012.

Hidayat, Arif. 2009. Pengaruh Dongeng Dalam Masa Kanak-Kanak Terhadap Perkembangan Seseorang. Jurnal Studi Gender & Anak, (Online), Vol.4 No.2 : 335:344, (http://ejournal.stainpurwokerto.ac.id/index.php/yinyang/article/download/109/108 ), diakses 23 November 2012.

Hurlock, Elizabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Kusuma, Afandi.2009. Monolog:(Online), (http://sekolahdi.blogspot.com/2009/08/monolog.html), diakses 25 Januari 2013.

Kusmiadi, Ade dkk. 2008. Stategi Pembelajaran Paud Melalui Metode Dongeng Bagi Pendidik PAUD. Jurnal Imiah VISI PTK-PNF-. (Online), Vol.3. No.2: 198-200. (http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=38765..), diakses 27 September 2012.

Marina, Lia & Sarwono, Sarlito W. 2007. Kecerdasan Emosional Pada Orang Tua Yang Mendongeng Dan Tidak Mendongeng. Jurnal Psikologi Sosial. (Online), VoL. 13 No. 02 (himcyoo.files.wordpress.com/.../kecerdasan-emosional-pd-org-tua-yg-td...‎, diakses 19 Januari 2013).

Murdiono, Mukhamad. 2007. Metode Penanaman Nilai Moral Untuk Anak Usia Dini, (Online), (staff.uny.ac.id/.../B1-JURNAL%20KEPENDIDIKAN-LEMLIT%20UNY....‎), diakses 27 September 2012.

Nugraha, Chynthia Ratna. 2012. Keefektifan Penerapan Teknik Bercerita Berpasangan dalam Pembelajaran Apresiasi Dongeng yang diperdengarkan. (Online), (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ind_0807241_chapter2.pdf )diakses 10 April 2012.

Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga

Pranoto, Yuli Kurniawati Sugiyo.2011. Kecerdasan moral anak usia prasekolah, (Online), (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/edukasi/article/view/962 ), diakses 27 September 2012.

Sanchez , Tony . 2009. Story-Telling As An Effective Strategy In Teaching Character Education In Middle Grade Social Studies. Journal for the Liberal Arts and Sciences, (Online), 13(2) :14. (www.oak.edu/.../Sanchez_Zam_Lambert_JLAS_S...‎ ), diakses 23 November 2012. 

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Sarbaini. 2012. Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral Dari Teori Ke Aplikasi. Yogyakarta:Aswaja Presindo

Sari, Anna Juwita Puspita. 2010. Hubungan Antara Patoh (Kepatuhan) dan Todus (Malu) Dengan Pengambilan Keputusan Menikahkan Anak Pada Usia Dini. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Ppsi UM

Setiawan, Epta. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan) (Online), (http://kbbi.web.id/), diakses 26 Maret 2013

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Sukmaya, Yeye. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran dengan Metode Dongeng Menggunakan Media Wayang Golek untuk Mengembangkan Karakter Persahabatan Anak Usia Dini.(Online),( http://repository.upi.edu/operator/upload/t_pd_1004639_chapter1.pdf ) diakses 10 April 2013.

Suwangsih , Dede. 2009. Membentuk Moralitas Anak Usia Dini Melalui Penerapan Metode Storytelling Dengan Media Wayang (Kelompok B TK hati Mekar Kabupaten Sumedang). (Online). (repository.upi.edu/.../pro_2011_iecs_dede_metode_storytelling_dengan...‎), diakses 6 Oktober 2012.

Tp. Pkk Kota Tasikmalaya. 2010. Seminar Nasional "Manfaat Dongeng Untuk Membentuk Kepribadian Anak". (Online), (http://tppkkkotatasikmalaya.blogspot.com/2010/04/seminar-nasional-manfaat-dongeng-untuk.html), diakses 16 September 2012.

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan penelitian. Malang: UM Press.

Widyasari, Kartika Nita. 2012. Pelatihan Dongeng Dan Bercerita di Kantor Perpustakaan Umum Dan Arsip Daerah Kota Malang : Dongeng Ala Kak Nitnit Ekpresif-Imaginatif-Efektif. Handout Tidak diterbitkan. Malang: Perpustakaan Umum Dan Arsip Daerah Kota Malang

Contoh Makalah Transformasi Teknologi Pada Pendidikan Kejuruan

Transformasi Teknologi Pada Pendidikan Kejuruan 
A. Pendahuluan
Visi pendidikan nasional adalah pada tahun 2025, Sistem Pendidikan Nasional berhasrat menghasilkan: INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF. Cerdas meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional & sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinetik. Kompetitif dimaknai berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu, berorientasi global, dan pembelajar sepanjang hayat. Dalam visi ini tersirat bahwa proses menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif digantungkan pada pendidikan. Kemajuan suatu bangsa dan negara tidak bisa dilepaskan dari kemajuan bidang pendidikan. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, tangguh dan terampil. Hakekat pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dari generasi ke generasi (Sumitro, dkk. 1998). 

Fungsi pendidikan adalah melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat dan sebagai agen pembaharuan sosial sehingga dapat mengantisipasi masa depan. Menurut Tilaar (2006), pendidikan memiliki fungsi preparatoris dan antisipasipatoris adalah bahwa di samping mempersiapkan peserta didik sebagai generasi masa depan (tenaga kerja), pendidikan juga menyiapkan peserta didik utk antisipasi kemungkinan masa depan dengan membekali kemampuan dan tingkah laku yg diperlukan. 

Visi sistem pendidikan nasional di atas pada dasarnya dimaksudkan menyiapkan manusia Indonesia seutuhnya, utuh dalam potensi dan utuh dalam wawasan (Sumitro, dkk. ,1998). Utuh dalam potensi meliputi potensi badan dengan pancainderanya, potensi berpikir, potensi rasa, potensi cipta yang meliputi daya cipta, kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi, potensi karya, potensi budi nurani yaitu kesadaran budi, hati nurani, dan kata hati. Utuh dalam wawasan adalah manusia yang sadar nilai, yaitu wawasan dunia akhirat, wawasan jasmani rohani, wawasan individu dan sosial, dan wawasan akan waktu, yaitu masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 

Pendidikan kejuruan yang merupakan salah satu jenis pendidikan nasional juga memiliki peran penting dalam menyiapkan manusia utuh, baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai warga masyarakat dan bangsa. Adanya dampak globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi menyebabkan pendidikan kejuruan dinilai masih belum optimal dalam menyediakan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja. Pendidikan kejuruan belum dapat maksimal mengimbangi dampak kemajuan teknologi di pasar kerja. Menurut Tilaar (2006), saat ini terdapat empat krisis pokok pendidikan nasional, yaitu masalah kualitas pendidikan, relevansi atau efisiensi external, elitisme dan manajemen. Kualitas pendidikan menyangkut standar isi, proses, sarana prasarana, pendidik, dan standar-standar lainnya. Relevansi pendidikan atau efisiensi eksternal diukur dari keberhasilan sistem pendidikan memasok tenaga-tenaga terampil dalam jumlah yang memadai bagi kebutuhan sektor-sektor pembangunan. 

Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu manajemen penyelenggaraan pendidikan kejuruan dan pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajarannya. Berkaitan dengan hal ini, dalam makalah ini akan diseksripsikan secara singkat tentang tarnsformasi budaya dalam pendidikan kejuruan, peran pendidikan kejuruan, dampak perkembangan teknologi, dan penerapan teknologi dalam pembelajaran kejuruan. 

B. Tranformasi Budaya dalam Pendidikan Kejuruan
Saat ini kita sedang menuju masyarakat industri. Masyarakat industri modern adalah masyarakat terbuka, rasional dan kritis (Tilaar, 2006). Derap kehidupan masyarakat merupakan proses budaya. Transformasi budaya menimbulkan nilai-nilai instrinsik dan nilai instrumental.. Nilai-nilai instrinsik menyangkut pembentukan nilai-nilai moral dan budaya menuju identitas manusia seutuhnya. Nilai-nilai instrumental: disiplin, penghargaan terhadap waktu, spesialisasi, orientasi pada kerja dan prestasi. Transformasiadalah suatu kompleks jalinan kekuatan yg saling terkait dari 7 poros transformasi yaitu: globalisasi, struktur ekonomi, politik-ideologi, budaya nasional, manusia dan masyarakat, iptek, dan informasi (Alfian, 1986).

Globalisasi merupakan rekayasa ekonomi yang menjadikan kehidupan manusia menjadi begitu terbuka dan dalam keterbukaan itu manusia adalah kuncinya. Pendidikan yg bermutu adalah moto globalisasi. Perubahan struktur ekonomi berdasarkan pertanian menuju ekonomi berdasarkan industri akan mengubah cara hidup dan berfikir bangsa. Meningkatnya industri modern meminta tenaga teknik yg semakin banyak baik pada tingkat menengah maupun tenaga teknik profesional. Pendidikan dan pelatihan perlu dipersiapkan dalam menyesuaikan programnya dengan kemajuan teknologi yang cepat perkembangannya. Sejalan dengan itu pendidikan kejuruan perlu ditransformasikan dengan dasar pendidikan sains yang kuat. 

Peranan iptek dalam masyarakat industri menuntut manusia yang sadar iptek. Masyarakat industri bukan hanya melek huruf tetapi juga melek numerik. Penyusunan dan pemanfaatan iptek untuk negara-negara berkembang akan berhasil bila: 1) negara itu menumbuhkan kemampuannya memiliki teknologi yang sesuai karena benar-benar diperlukan, 2) dapat memilih teknologi yang diperlukan serta dapat memanfaatkannya tanpa mempunyai mayarakat ilmiah terlebih dahulu. Memasuki dunia industri modern dengan ipteknya berarti memasuki tatanan nilai yang baru yang berorientasi kepada efisiensi, logika dan pragmatisme. 

Informasi dapat mengubah wajah duania dan siapa yang menguasai informasi dapat menguasai dunia: opini dunia, politik, sosial, dan ekonomi. Untuk menguasai informasi diperlukan kemampuan: (1) mengetahui di mana dan bagaimana informasi diperoleh, b) menyeleksi informasi sesuai dengan kegunaan untuk pengembangan pribadi, c) menganalisis data yang diperoleh dengan teknologi komputer, d) mengadakan sintesis atas hasil analisis sehingga dapat merumuskan alternatif-alternatif keputusan yang baik dan benar, e) mengambil keputusan, dan f) mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh. 

Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan kejuruan dipengaruhi adanya transformasi budaya. Empat dari 7 poros transformasi yang sangat erat kaitannya pendidikan kejuruan adalah globalisasi, struktur ekonomi, iptek, dan informasi.

C. Peran Pendidikan Kejuruan 
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu. Wardiman D. (1998) mendeskripsikan pendapat Evans bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang bertujuan untuk (1) memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, (2) meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu, dan (3) menumbuhkan motivasi untuk belajar sepanjang hayat. Menurut Sukamto (2001), pendidikan kejuruan mencakup semua jenis dan bentuk pengalaman belajar yang membantu anak didik meniti tahap-tahap perkembangan vokasionalnya, mulai dari identifikasi, eksplorasi, orientasi, persiapan, pemilihan dan pemantapan karir di dunia kerja. Berdasarkan batasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah jenis pendidikan untuk memasuki lapangan kerja dan diperuntukkan bagi siapa saja yang membutuhkannya dan yang mendapatkan untung darinya (Wardiman D., 1998)

Batasan-batasan pendidikan kejuruan di atas menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan identik dengan pendidikan keduniakerjaan. Oleh karenanya, pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum. Beberapa karakteristik pokok tersebut di antaranya bahwa pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja, keberhasilan peserta didik dilihat dari tampilannya di dunia kerja, responsip dan antisipatif terhadap kemajuan teknolologi, lebih fokus pada “learning by doing” dan “hands-on experience”, dan perlu dukungan fasilitas untuk pembelajaran praktik. 

Dalam rangka untuk mendapatkan sumberdaya manusia sebagai pengisi dan penggerak pembangunan, pendidikan kejuruan memiliki banyak fungsi, diantaranya fungsi sosialisasi, kontrol sosial, seleksi dan alokasi, asimilasi dan konservasi budaya dan promosi perubahan (Wardiman D., 1998). Fungsi sosialisasi artinya dalam pendidikan kejuruan terjadi proses transmisi nilai-nilai dan norma-norma sebagai konkritisasi nilai-nilai tersebut. Fungsi kontrol sosial artinya pendidikan kejuruan berfungsi sebagai kontrol perilaku agar sesuai dengan nilai-nilai beserta norma-normanya, misalnya kerjasama, keteraturan, kedisiplinan, dan kejujuran. Fungsi seleksi dan lokasi artinya pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan, memilih, dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan perubahan dan perkembangan pasar kerja. Fungsi promosi perubahan artinya pendidikan kejuruan tidak semata-mata befungsi untuk mentransformasikan apa yang ada, tetapi juga berfungsi sebagai agen pembaharuan dan perubahan. 

Di samping itu, selain memiliki banyak fungsi, pendidikan kejuruan juga dapat memberikan manfaat yang sangat besar, baik bagi peserta didik, bagi dunia kerja maupun bagi masyarakat. Bagi peserta didik, manfaat pendidikan kejuruan antara lain untuk peningkatan kualitas diri, penyiapan diri agar berguna bagi masyarakat dan bangsa, dan penyesuaian diri terhadap lingungan. Bagi dunia kerja, pendidikan kejuruan bermanfaat untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas dan dapat membantu memajukan dan mengembangkan usaha. Bagi masyarakat, manfaat pendidikan kejuruan antara lain: dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas nasional yang pada akhirnya dapat meningkatkan penghasilan negara.

Hingga saat ini lulusan dari lembaga-lembaga pendidikan kejuruan lebih mudah memasuki pasar kerja dibandingkan dengan lulusan pendidikan umum. Mengingat hal ini pemerintah terus melakukan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan kejuruan. Salah satu kebijakan tersebut adalah bahwa pada akhir tahun 2009 perbandingan jumlah antara sekolah kejuruan dan sekolah umum diharapkan menjadi 70:30. Hal ini membawa konsekuensi pada peningkatan kualitas untuk semua aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan.

Agar fungsi dapat berjalan optimal dan sekaligus dapat memberikan manfaat yang semaksimal mungkin maka pendidikan kejuruan harus dikelola sebaik mungkin. Terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar penyelenggaraan pendidikan kejuruan menjadi efektif dan efisien, di antaranya:
  1. Tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja. 
  2. Peserta didik dilatih dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
  3. Guru telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
  4. Sejak awal latihan sudah ada pembiasaan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaannya.
  5. Pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata. 
Tantangan utama yang dihadapi pendidikan kejuruan adalah bagaimana cara untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang semakin tinggi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi menyebabkan manusia tidak bisa lepas dari ketergantungan pada teknologi (Lie dan Sorensen, 1998). Hal ini menuntut pendidikan kejuruan untuk melaksanakan program-program yang tepat sehingga tidak terlalu berat bebannya dalam mengimbangi kemajuan teknologi. Untuk itu, program-program pembelajaran di sekolah-sekolah kejuruan dituntut untuk selalu responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi. 

D. Dampak Perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah membawa dampak pada berbagai aspek kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif maupun yang negatif. Dampak positif dapat dilihat dari segi kemudahan dan keuntungan yang diperoleh manusia, sedang dampak negatif dilihat dari adanya kerugian dan kesusahan yang diterima oleh manusia. Terlepas dari dampak positif dan negatif ini, ternyata manusia tidak bisa menghindari dari ketergantungannya pada teknologi. Jadi, tidaklah berlebihan apa yang dikemukakan oleh Thurow yang dikutip oleh Ninok L. (2007) bahwa technology is making skills and knowledge the only sources of sustainable strategic advantage. (teknologi membuat keterampilan dan pengetahuan sebagai satu-satunya sumber keunggulan strategis berkelanjutan). 

Kebanyakan manusia memandang teknologi sebagai suatu hasil cipta karya manusia yang ditujukan untuk mempermudah dan mengatasi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Teknologi sering dipandang sebagai cara pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk mencapai tujuan tertentu. Teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia (Iskandar Alisyahbana, 1980). Teknologi adalah penerapan berbagai prosedur hasil penelitian ilmiah dan pengalaman praktis untuk mengatasi berbagai problem dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Stolovitch & Keeps, 1992). Dalam Dictionary of Scientific and Technical Terms, Fifth Edition disebutkan bahwa technology is systematic knowledge of and its application to industrial processes, closely related to engineering and science. Dengan teknologi, dapat membuat sesuatu menjadi lebih mudah, membuat sesuatu menjadi lebih unggul (advanced), dan menemukan sesuatu yang baru ( &Heath, 1996). Dengan teknologi, suatu kegiatan atau aktivitas dapat terlaksana lebih efektif dan efisien (Noe, dkk., 1997). 

Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat dikatakan bahwa teknologi adalah keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada sesuatu yang bercirikan efektif dan efisien dalam setiap kegiatan manusia. Dengan demikian, teknologi dapat dilihat dari tigas aspek yaitu teknologi sebagai disiplin ilmu, teknologi sebagai sistem, dan teknologi sebagai produk yang dibuat oleh manusia (Dyrenfurth, 1984). Pada bagian lain, Slamet PH (2001) mengemukakan bahwa teknologi memiliki empat komponen yaitu manusia, alat sumber daya, dan proses. Manusia adalah subjek yang membuat, mengembangkan dan menggunakan teknologi. Alat adalah komponen penunjang pokok yang digunakan manusia demi kemajuan teknologi. Sumber daya adalah material yang digunakan untuk teknologi yang mencakup bahan, energi, uang, waktu, dan informasi. Proses merupakan keadaan yang menyebabkan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.

Manusia adalah komponen utama dalam teknologi. Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia dapat terjadi juga karena pengaruh teknologi. Teknologi tertentu menyebabkan adanya ciri-ciri tertentu sehingga menimbulkan adanya tipe khusus dari suatu komunitas masyarakat itu yang membedakannya dengan masyarakat lain (Merelman, 2000). Manusia yang selalu responsif dan antisipatif terhadap perkembangan teknologi dapat diartikan manusia yang melek teknologi. Melek teknologi adalah respons psikologis seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan teknologi. Terdapat beberapa ciri dari manusia melek teknologi, seperti yang dikemukakan oleh Feirer & Lindbeck (1986) dan Dyrenfuth (1984) yaitu: 
  • Awarness of key processes and their governing principles. 
  • Understanding of essential relationship among key principles and are of technology. 
  • Comfort with basic technological hardware. 
  • Ability to copceptualize how an unfamiliar technological process or machines operates. 
  • Imagination to apply existing technology to new problems or situations. 
  • Sense of personal limits. 
  • Familialirity with technology’s effects on indiviuals and society. 
  • Ability to evaluate a technological process or product in terms of personal benefit as a computer. 
  • Ability to choose among technological alternatives in daily life. 
  • Insight as to the relationship between careers and technological future, 
  • Ability to protect alternatives futures based on technological capacities and applications. 
  • Knowledge of technological information accessing methods and sources. 
Satu hal yang perlu digarisbawahi dari respons psikologis tersebut yaitu bahwa manusia yang melek teknologi menyadari akan keterbatasan dirinya (sense of personal limits) meskipun teknologi yang dihasilkan dan dibuat sangat canggih dan mutakhir. 

Berbagai macam pekerjaan dan keterampilan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi (Werther & Davis, 1996). Menyikapi hal ini,. pendidikan kejuruan dituntut untuk merencnakan dan melaksanakan berbagai program pembelajaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Dalam kaitan ini, teknologi dilihat dari tiga aspek, yaitu teknologi sebagai ilmu, teknologi sebagai sebuah sistem, dan teknologi sebagai produk.

E. Upaya-Upaya Transformasi Teknologi dalam Pembelajaran Kejuruan
Dinamika penyelenggaraan pendidikan kejuruan sangat ditentukan bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan yang pada akhirnya dilihat bagaimana siswa belajar. Adanya krisis ekonomi, desentralisasi pendidikan dan globalisasi menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma pendidikan. 

Berikut beberapa pergeseran paradigma dalam pendidikan:
Traditional Learning
New Learning
Teacher Centered
Student Centered
Single Media
Multi Media
Isolated Work
Collaborative
Information Delivery
Information Exchange
Factual, Knowledge Based Learning
Critical Thinking and Informed Decision Making
Push
Pull
Sumber: Suyanto (2007) 

Berdasarkan pergeseran paradigma tersebut menjadikan batasan belajar menjadi lebih luas yaitu mencakup learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. 

Dalam proses pembelajaran terdapat tiga komponen pokok yang saling berinteraksi yaitu pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan. Pergeseran paradigma pendidikan menjadikan peserta didik sebagai subjek yang harus mengembangkan potensi dirinya berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai. Tercapai tidaknya tujuan pendidikan sangat ditentukan bagaimana pendidik/guru mengelola semua komponen yang terkait dalam pembelajaran. Ada dua hal yang sangat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran kejuruan yaitu pemanfaatan iptek dan pemanfaatan informasi. 

Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran kejuruan dapat dijabarkan dalam tiga keperluan yaitu teknologi sebagai ilmu, teknologi sebagai produk, dan teknologi sebagai cara atau sistem. Sebagai ilmu terapan, teknologi mengkaji berbagai persoalan yang berkait dengan perancangan/rekayasa untuk menemukan produk baru yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam segala aspek kehidupan, baik yang berkait dengan aspek ideologi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Dalam perkembangannya produk teknologi bukan hanya berupa produk kebendaan, tetapi juga pengembangan suatu sistem yang mendukung layanan/jasa. 

Tujuan pembelajaran teknologi lebih banyak pada kegiatan yang bersifat praktik dengan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai proses pembentukan kompetensi. Dengan demikian, kompetensi dalam pembelajaran ini adalah integrasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh seseorang untuk melaksanakan suatu tugas di dunia kerja. Pada level pendidikan dasar dan menengah kajian teknologi lebih berfokus pada aspek keterampilan untuk melakukan tindakan yang berbasis teknologi, yang meliputi keterampilan gerak/psikomotor dalam ragam teknologi, bisnis, dan seni. 

Peserta didik dinyatakan berkompeten dalam pekerjaan tertentu manakala ia memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimum yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam bentuk unjuk kerja/kinerja. Unjuk kerja adalah tingkah laku yang membuahkan suatu hasil, khususnya tingkah laku yang dapat mengubah lingkungan dengan cara-cara tertentu. Dalam pembelajaran, unjuk kerja merupakan penampilan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu tugas yang terkait dengan pembelajaran yang dilakukan. 

Pendidikan kejuruan dapat diartikan sebagai pendidikan keduniakerjaan. Dunia kerja dan pekerjaan berubah dan berkembang akibat kemajuan teknologi.Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang efektif perlu diperhatikan adanya beberapa prinsip pendidikan kejuruan di antaranya:
  1. Tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
  2. Peserta didik dilatih dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
  3. Guru telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
  4. Sejak awal latihan sudah ada pembiasaan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaannya.
  5. Pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata. 
Dengan menerapkan beberapa prinsip di atas diharapkan pendidikan kejuruan dapat berjalan dengan efektif dan efisien seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Dalam proses pembelajaran, guru adalah komponen paling utama yang dapat mengatur efektif tidaknya kegiatan belajar mengajar. Secara normatif, salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru sekolah kejuruan adalah kompetensi profesional.. (Undang-Undang Sisdiknas nomor 14 tahun 2005). Beberapa ciri-ciri kompetensi profesional tersebut adalah 
  1. Menganalisis dan menguasai serta mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk teori dan praktik, 
  2. Memilih dan mengembangkan materi dengan memperluas dan memperdalam dasar-dasar kejuruan yang lebih kuat dan mendasar, 
  3. Melaksanakan praktik dengan menghubungkan dan menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja/industri, 
  4. Mengembangkan prototipe teknologi mutakhir untuk kebutuhan pembelajaran, 
  5. Mengembangkan alat dan desain riset
Sesuai dengan karakteristik pendidikan kejuruan guru dituntut memiliki kemampuan dalam menerapkan multi metode dan multi media. Kemampuan multi metode dimaksudkan bagaimana guru mampu memilih dan menggunakan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik. Kemampuan multi media dimaksudkan bagiaman guru mampu memilih dan menggunakan berbagai macam media pembelajaran yang sesuai karakteristik bahan pelajaran. 

Agar pembelajaran berjalan baik maka perlu diciptakan iklim belajar yang menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan, dan menguatkan. Untuk dapat menciptakan iklim belajar seperti ini perlu diterapkan model Pembelajaran yang Aktif Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM) yang memiliki ciri-ciri multi metode, multi media, praktik dan bekerja dalam tim, memanfaatkan lingkungan sekitar, di dalam dan di luar kelas, dan multi aspek (logika, praktika, etika).

Beberapa program yang dapat diterapkan dalam trasformasi teknologi pada pembelajaran kejuruan yang diharapkan dapat menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan peserta didik telah banyak diusulkan oleh beberapa penulis. Sukamto (2001) dan Pardjono (2007) mengemukakan bahwa model pembelajaran konstruktivisme sangat relevan dan memberikan kontribusi positif dalam menumbuhkan keaktifan peserta didik dalam belajar. Selanjuntya, ditambahkan oleh Pardjono bahwa penerapkan model pembelajaran berbasis kerja (work based learning) juga relevan dalam menguatkan pencapai kompetensi peserta didik sekolah kejuruan. Pada bagian lain, penerapan berbagai macam model pembelajaran berbasis kompetensi juga dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran kejuruan (Herminarto, S., 2008). Di samping penerapan berbagai model pembelajaran tersebut, agar proses transformasi teknologi dapat dicapai maka perlu dilaksanakan program pengembangan guru sekolah kejuruan berkarakter teknologi (Siti Mariah, 2006).

F. Kesimpulan
Salah satu fungsi pendidikan kejuruan adalah untuk menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif, baik bagi pendidik/guru maupun bagi peserta. Pembentukan sikap ini sangat tepat sekali dalam rangka memanfaatkan kemajuan teknologi. Sikap seperti ini akan menumbuhkan suatu sikap positif terhadap perkembangan teknologi sehingga akan dihasilkan insan-insan pendidikan kejuruan yang melek teknologi. Transformasi teknologi dalam penyelenggaran pendidikan kejuruan dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa model pembelajaran seperti pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, pembelajaran berbasis kerja, pembelajaran berbasis kompetensi, dan pelaksanaan program pengembangan guru berkarakter teknologi.

Abstrak
Pendidikan kejuruan memiliki peran dan trategi penting untuk merealisasikan visi Sistem Pendidikan Nasional yaitu menghasilkan INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF. Salah satu fungsi pendidikan kejuruan adalah menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan tidak bisa dilepaskan dari kemajuan teknologi dan informasi. Pemanfaatan teknologi dan informasi dalam pembelajaran kejuruan memberikan kontribusi positif pada pencapaian tujuan belajar bagi peserta didik. Oleh karena itu, upaya-upaya transformasi teknologi kedalam proses pembelajaran kejuruan perlu dilakukan. Penerapan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, model pembelajaran berbasis kerja, model pembelajaran berbasis kompetensi relevan untuk digunakan. Di samping itu, pelaksanaan pengembangan guru berkarakter teknologi juga sangat mendukung untuk dilaksanakan.

Kata kunci: pendidikan kejuruan, transformasi, teknologi. 

Daftar Pustaka
Dyrenfurth, Michael, J. (1984). Literacy for a technological world. The Ohio State University. Columbus. Ohio. National Center for Research in Vocational Education.

Feirer, John L. & Lindbeck John R (1986). Production technology. Industry today and tomorrow. California, Glencoe Publshing Company. 

Griffith, Alan K & Heath, Nancy Parsons (1996). High school student’s views about technology. Research in Science and Technological Education. Volume 14, number 2, 153-162. 

Hendley, Dave & Lyle, Sue (1996). Pupil’s perception of design and technology: a case study of pupils in South Wales. Research in Science and Technological Education. Volume 14, number 2, 141-151.

Herminarto Sofyan (2008). Optimalisasi pembelajaran berbasis kompetensi pada pendidikan kejuruan otomotif. Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 16 Februari 2008. 

Pardjono (2008). Urgensi Penerapan Konstruktivisme dalam Pendidikan Kejuruan. Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 10 Mei 2008.

Parker, Sybill P. (1994). Dictionary of scientific and technological terms. New York, McGraw-Hill Inc.

Siti Mariah (2006). Pengembangan guru teknologi dan kejuruan berkarakter teknologi. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Profesi Guru Berbasis Moral dan Kultur, pada tanggal 11 Mei 2006 di Universitas Negeri Yogyakarta.

Sukamto (2001). Perubahan karakteristik dunia kerja dan revitalisasi pembelajaran dalam kurikulum pendidikan kejuruan. Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 5 Mei 2008.

Suyanto (2006). Tantangan profesionalisme guru di era global. Makalah disampaikan pada Dies Natalis Universitas Negeri Yogyakarta, pada tanggal 21 Mei 2006.

Sumitro, dkk. (1998). Pengantar ilmu pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Tilaar, D.A.R (2006). Manajemen pendidikan nasional. PT.Remaja Rosdakarya, Jakarta 2006

Wardiman Djojonegoro (1998). Pengembangan sumber daya manusia melalui SMK.

PT. Jayakarta Agung Offset. Jakarta
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson