Pengertian AMDAL dan Pengaturannya dalam Tata Hukum Indonesia

Pengertian AMDAL dan Pengaturannya dalam Tata Hukum Indonesia : Analisis mengenai dampak lingkungan atau Environmental Impact Analysis (EIA) muncul sebagai jawaban atas keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia, khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri pada tahun 1960-an. Sejak itu AMDAL telah menjadi alat utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan. 

AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP no 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jika Indonesia mempunyai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus dibuat jika seseorang ingin mendirikan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan, Belanda pun mempunyai milieu effect apportage disingkat m.e.r. Sebenarnya Indonesia dan Belanda bukanlah penemu sistem ini, tetapi ditiru dari Amerika Serikat yang diberi nama Environmental Impact Assesment (EIA). AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 tahun 1999 yang terdiri dari:
- Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
- Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha atau kegiatan. 
- Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan. 
- Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha atau kegiatan.

Sehubungan dengan prosedur/tata laksana AMDAL, Peraturan Pemeritah Nomor 27 Tahun 1999 telah menetapkan mekanisme yang harus ditempuh sebagai berikut:
1. Pemrakarsa menysun Kerangka Acuan (KA) bagi pembuatan dokumen AMDAL. Kemudian disampaikan kepada Komisi AMDAL. Kerangka Acuan tersebut diproses selama 75 hari kerja sejak diterimanya oleh komisi AMDAL. Jika lewat waktu yang ditentukan ternyata Komisi AMDAL tidak memberikan tanggapan, maka dokumen Kerangka Acuan tersebut menjadi sah untuk digunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL.
2. Pemrakarsa menyusun dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), kemudian disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab untuk diproses dengan menyerahkan dokumen tersebut kepada komisi penilai AMDAL untuk dinilai.
3. Hasil penilaian dari Komisi AMDAL disampaikan kembali kepada instansi yang ertanggung jawab untuk mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 75 hari. Apabila dalam jangka waktu yang telah disediakan, ternyata belum diputus oleh instansi yang bertanggung jawab, maka dokumen tersebut tidak layak lingkungan.
4. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ternyata instansi yang bertanggung jawab mengeluarkan keputusan penolakan karena dinilai belum memenuhi pedoman teknis AMDAL, maka kepada pemrakarsa diberi kesempatan untuk memperbaikinya. 
5. Hasil perbaikan dokumen AMDAL oleh pemrakarsa diajukan kembali kepada instansi yang bertanggung jawab untuk diproses dalam memberi keputusan sesuai dengan Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999.
6. Apabila dari dokumen AMDAL dapat disimpulakn bahwa dampak negatif tidak dapat ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi, atau biaya penanggulangan dampak negatif lebih besar dibandingkan dampak positifnya. 

Pasal 16 UULH menyatakan sebagai berikut:
Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Dari ketentuan pasal 16 UULH dapat disimpulkan dua hal yaitu:
1. Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian dari proses perencanaan, dan instrumen pengambilan keputusan.
2. Tidak semua rencana kegiatan itu wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan, yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hanyalah yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut diantaranya digunakan kriteria mengenai:
1. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
2. Luas wilayah penyebaran dampak
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak 
5. Sifat kumulatif dampak 
6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. 

Menurut PP No. 27 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam 
2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya
4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya
6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik

Tujuan AMDAL secara umum adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah komisi penilai AMDAL, pemrakarsa dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementrian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda atau instansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/Instansi pengelola lingkungan hidup kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan; kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat yang berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. 

AMDAL merupakan instrumen pengelolaan lingkungan yang diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkungan dan menjamin upaya-upaya konservasi. Hasil studi AMDAL merupakan bagian penting dari perencanaan pembangunan proyek itu sendiri.

Pihak-Pihak yang Berkepentingan dengan AMDAL
Ada tiga pihak yang berkepentingan dengan AMDAL yaitu:

1. Pemrakarsa 
Yaitu orang atau badan yang mengajukan yang bertanggung jawab atas suatu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Dipandang dari sudut pemrakarsa, pada dasarnya perlu dibedakan antara proses pengambilan keputusan intern dan ekstern. Dalam proses pengambilan keputusan intern pemrakarsa menghadapi pertanyaan apakah dia akan memprakarsai suatu rencana kegiatan dan melaksanakannya.

Proses pengambilan keputusan ekstern dihadapi oleh pemrakarsa apabila rencana kegiatannya diajukan kepada instansi yang bertanggungjawab untuk memperoleh persetujuan. Dalam proses ini pemrakarsa harus menyadari mengenai rencana yang diajukan itu. Apabila instansi yang bertangggungjawab juga bertindak sebagai pemrakarsa, maka proses pengambilan keputusan tersebut harus dipisahkan secara intern organisasi instansi yang bersangkutan.

2. Aparatur Pemerintah
Aparatur pemerintah yang berkepentingan dengan AMDAL dapat dibedakan antara instansi yang bertanggungjawab dan instansi yang terkait. Instansi yang bertanggungjawab merupakan instansi yang berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan di tingkat pusat berada pada kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan di tingkat daerah berada pada Gubernur (Pasal 1 angka 9 PP No. 27 Tahun 1999).

3. Masyarakat
Pelaksanaan suatu kegiatan menimbulkan dampak terhadap lingkungan Bio-Geofisik dan lingkungan sosial. Dampak sosial yang ditimbulkan oleh pelaksanaan suatu kegiatan mempunyai arti semakin pentingnya peran serta masyarakat dalam kaitannya dengan kegiatan tersebut. Karena itu masyarakat sebagai subyek hak dan kewajiban perlu diikutsertakan dalam proses penilaian AMDAL. Selain itu, diikutsertakannya masyarakat akan memperbesar kesediaan masyarakat memerima keputusan yang pada gilirannya akan memperkecil kemungkinan timbulnya sengketa lingkungan.

Keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan asas yang esensial dalam pengelolaan lingkungan yang baik (good environmental governance), terutama dalam prosedur administratif perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan. 

Dalam hubungan ini OECD menekankan tentang fungsi peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan serta mengemukakan pula pemikiran mengenai akses terhadap informasi dan hakekat peranserta: “....Information is a prerequisite to effective public participation, and goverments have a responsibility not only to make information on environmental matters available to the public in a tonely and open manner, but also to ensure that citizens are able to provide constructive and timely feedback to goverment.....”.

Maksud dan tujuan dilaksanakannya ketertiban masyarakat dalam keterbukaan informasi dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah untuk:
1. Melindungi kepentingan masyarakat
2. Memberdayakan masyarakt dalam pengambilan keputusan atau rencana usaha dan atau kegiatan pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan.
3. Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses AMDAL dari rencana usaha dan atau kegiatan.
4. Menciptakan suasana kemitraan yang setara antara semua pihak yang berkepentingan, yaitu dengan menghormati hak-hak semua pihak untuk mendaptkan informasi dan mewajibkan semua pihak untuk menyampaikan informasi yang harus diketahui oleh pihak lain yang terpengaruh. 

Prinsip-Prinsip dalam Penerapan AMDAL
Dalam peraturan penerapan AMDAL tercermin beberapa prinsip yang dianut, yaitu sebagai berikut:
1. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan hidup.

Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa dampak lingkungan yang harus dipertimbangkan mencakup semua aspek lingkungan, baik biofisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya yang relevan dengan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. AMDAL merupakan instrumen pengambilan keputusan dan merupakan bagian dari proses perencanaan.
Sebagai instrumen pengambilan keputusan, AMDAL dapat memperluas wawasan pengambilan keputusan sehingga dapat diambil keputusan yang paling optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Keputusan itu diambil berdasarkan pertimbangan kelayakan dari segi teknologi, ekonomi dan lingkungan. 

3. Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.
4. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak.
5. AMDAL bersifat terbuka, kecuali yang menyangkut rahasia negara.
6. Keputusan tentang AMDAL harus dilakukan secara tertulis dengan mengemukakan pertimbangan pengambilan keputusan.
7. Pelaksanaan rencana kegiatan yang AMDAL-nya telah disetujui harus dipantau.
8. Penerapan AMDAL dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan secara jelas.
9. Untuk menerapkan AMDAL diperlukan aparat yang memadai.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan diperuntukkan bagi perencanaan program dan proyek. Karena itu AMDAL itu sering pula disebut preaudit. Baik menurut undang-undang maupun berdasarkan pertimbangan teknis. AMDAL bukanlah alat untuk mengaji lingkungan setelah program atau proyek selesai dan operasional. Sebab setelah program atau proyek selesai lingkungan telah berubah, sehingga garis dasar seluruhnya atau sebagian telah terhapus dan tidak ada lagi acuan untuk mengukur dampak.

Di dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan seyogyanya arti dampak diberi batasan: perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan. Dengan batasan ini dampak yang disebabkan oleh aktivitas lain di luar pembangunan, baik alamiah maupun oleh manusia tidak ikut diperhitungkan dalam prakiraan dampak. Dampak meliputi baik dampak biofisik, maupun dampak sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan, serta seyogyanya tidak dilakukan analisis dampak sosial dan analisis dampak kesehatan lingkungan secara terpisah dari AMDAL.

Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis lebih cendrung menekankan penelitian dengan pendekatan hukum normatif, karena penelitian yang dilakukan adalah studi literatur dan dokumentasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan serta mempelajari teori-teori maupun asas-asas yang berkaitan dengan AMDAL dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Selanjutnya dilihat dari sifatnya, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif tanpa bermaksud untuk menguji hipotesa atau teori, tetapi merupakan kegiatan menganalisis dan mengklasifikasikan atau mensistematisasi bahan-bahan hukum. 

b. Sumber Bahan Hukum 
Untuk menjawab permasalahan penelitian, penulis memerlukan bahan hukum melalui studi kepustakaan untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat, ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok-pokok masalah. Dalam penulisan ini data yang penulis perlukan adalah data sekunder yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu:
1. Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 

b. Bahan hukum sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka maupun dari dokumen berupa bahan hukum. Data ini penulis peroleh dari:
1) Berbagai buku dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
2) Berbagai artikel, jurnal dan majalah yang memberikan penjelasan mengenai permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan ensiklopedi.

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen dan studi kepustakaan yang merupakan suatu metode pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian yang diambil dari dokumen atau bahan pustaka. Data yang diperlukan sudah tertulis atau diolah orang lain atau suatu lembaga. Dalam mendapatkan data ini penulis akan melakukan studi kepustakaan baik itu melalui literatur yang penulis miliki sendiri maupun dari literatur yang telah tersedia di perpustakaan. Selain itu penulis juga akan melakukan studi terhadap dokumen-dokumen yang tersedia di instansi yang akan penulis datangi sehubungan dengan permasalahan penelitian.

Metode Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum
Bahan hukum yang penulis peroleh, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan pengkajian lebih dalam untuk menjamin keakuratan dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan, teori dan konsep. Metode atau cara analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif[1] yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi. Hasil analisa bahan hukum akan diinterpretasikan untuk menjawab persoalan dalam rumusan masalah dan diharapkan dapat memperluas wawasan khususnya dalam bidang hukum lingkungan.

Peranan Amdal Dalam Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara Asia Tenggara

Peranan Amdal Dalam Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara Asia Tenggara : Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan telah menyadarkan manusia betapa pentingnya dukungan lingkungan dan peran sumber daya alam terhadap kehidupan di alam semesta. Lingkungan tidak dapat mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas. Apabila bumi ini sudah tidak mampu lagi menyangga ledakan jumlah manusia beserta aktivitasnya, maka manusia akan mengalami berbagai kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak harus dikendalikan dan aktivitas manusianya pun harus memperhatikan kelestarian lingkungan.

Pelestarian lingkungan hidup mempunyai arti bahwa lingkungan hidup harus dipertahankan sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hidup itu justru dimanfaatkan dalam kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hidup mengalami proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar lingkungan hidup itu tetap mampu menunjang kehidupan yang normal. 

Jika kondisi alam dan lingkungan sekarang dibandingkan dengan kondisi beberapa puluh tahun yang lalu, maka segera terasa perbedaan yang sangat jauh. Pembangunan telah membawa kemajuan yang besar bagi kesejahteraan rakyat, di balik itu telah terjadi pula perubahan lingkungan. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan di sini merupakan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya, di mana peningkatan manfaat itu dapat dicapai dengan menggunakan lebih banyak sumberdaya. 

Hakikat pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup: (1) kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain; serta (3) kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.

Pembangunan yang membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan perubahan pada lingkungan. Perubahan pada lingkungan telah melahirkan dampak negatif. Sebagai contoh, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya perumahan-perumahan yang berdiri di atas lahan-lahan pertanian yang masih produktif membuahkan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak untuk membuka atau menggarap lahan marginal seperti tanah di tepi sungai, di bukit dan di gunung, serta pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang dapat berakibat terjadinya erosi tanah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. 

Pembangunan fisik yang tidak didukung oleh usaha kelestarian lingkungan akan mempercepat proses kerusakan alam. Kerusakan alam tersebut, sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan dan perilaku manusia itu sendiri yang tidak berwawasan lingkungan. Untuk itu perlu diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Sedangkan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. 

Lahirnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan didorong oleh lahirnya kesadaran terhadap masalah-masalah lingkungan dan lahirnya hukum lingkungan sebagai konsep yang mandiri, terdorong oleh kehendak untuk menjaga, membina dan meningkatkan kemampuan lingkungan dan sumber daya alam agar dapat mendukung terlanjutkannya pembangunan.

Lingkungan hidup seharusnya dikelola dengan baik agar dapat memberikan kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia. Adapun tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
b) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana
c) Terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk generasi sekarang dan mendatang.
e) Terlindunginya Negara terhadap dampak kegiatan luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Unsur penting bagi tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup di mana pun berada. Manusia dengan lingkungannya senantiasa terjadi interaksi yang aktif dan kontinu. Dia mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa dikatakan membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan manusia terhadap alam tidak hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan dan mineral saja, tapi saling tergantung dan berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi. Namun demikian, manusia dimanapun juga selalu memperoleh predikat yang demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of Destruction).

Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebaliknya setiap orang juga mempunyai kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi perusakan lingkungan hidup. Hak dan kewajiban ini dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut berarti pula bahwa hak dan kewajiban itu dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban itu mempunyai hak akses terhadap data dan informasi mengenai keadaan dan kondisi lingkungan hidup. Subjek hukum yang berada di pemerintahan mempunyai peran yang sangat strategis yaitu mengeluarkan kebijakan dan mengawasinya. Subjek hukum yang bergerak di sektor dunia usaha berperan langsung untuk mencemari atau tidak mencemari lingkungan hidup. Subjek hukum yang bergerak di sektor pendidikan mempunyai peran penting untuk jangka panjang karena akan membentuk manusia yang seutuhnya agar mempunyai wawasan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan suatu bentuk pengaturan dan hukum yang tegas. 

Hukum lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan agar lingkungan dan sumberdaya alam tidak terganggu kesinambungan dan daya dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan berfungsi sebagai sarana penindakan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang merusak atau mencemari lingkungan hidup dan sumber daya alam. Selain itu, eksistensi hukum harus dipandang dari dua dimensi. Di satu pihak hukum harus dilihat sebagai suatu bidang atau lapangan yang memerlukan pembangunan dan pembinaan, di sini hukum berfungsi sebagai objek pembangunan. Di pihak lain, dimensi hukum sebagai sarana penunjang terlanjutkannya pembangunan. Hukum harus mampu berperan sebagai sarana pengaman pelaksanaan pembangunan beserta hasil-hasilnya. Tegasnya, hukum lingkungan harus mampu berperan sebagai sarana pengaman bagi terlanjutkannya pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Pembangunan berwawasan lingkungan sudah sepatutnya dipikirkan lebih lanjut oleh bangsa ini. Salah satu kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah yang sering kita dengar meski belum jauh kita pahami, yaitu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mengajak manusia untuk memperhitungkan resiko dari aktifitasnya terhadap lingkungan. Penyusunan AMDAL didasarkan pada pemahaman bagaimana alam ini tersusun, berhubungan dan berfungsi. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah interaksi antara kekuatan- kekuatan sosial, teknologi dan ekonomis dengan lingkungan dan sumber daya alam. Pemahaman ini memungkinkan adanya prediksi tentang konsekuensi tentang pembangunan. Konsep AMDAL pertama kali tercetus di Amerika Serikat pada tahun 1969 dengan istilah Environmental Impact Assesment (EIA), akibat dari bermunculannya gerakan-gerakan dari aktivis lingkungan yang anti pembangunan dan anti teknologi tinggi. AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang sedang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. AMDAL mempunyai maksud sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999. Dengan demikian AMDAL merupakan sarana teknis yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak negatif dan positif yang akan ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup. Dengan dilaksanakannya AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap rencana suatu kegiatan telah didasarkan kepada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian di atas, maka permasalahan yang kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan pembangunan yang tidak merusak lingkungan dan sumber-sumber daya alam, sehingga pembangunan dapat meningkatkan kemampuan lingkungan dalam mendukung terlanjutkannya pembangunan. Dengan dukungan kemampuan lingkungan yang terjaga dan terbina keserasian dan keseimbangannya, pelaksanaan pembangunan, dan hasil-hasil pembangunan dapat dilaksanakan dan dinikmati secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.

1. Pembangunan dan Lingkungan Hidup
Peningkatan usaha pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan sumber daya untuk menyokong pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan dalam lingkungan hidup manusia. Pembangunan ini merupakan proses dinamis yang terjadi pada salah satu bagian dalam ekosistem yang akan mempengaruhi seluruh bagian. Kita tahu bahwa pada era pembangunan dewasa ini, sumber daya bumi harus dikembangkan semaksimal mungkin secara bijaksana dengan cara-cara yang baik dan seefisien mungkin. 

Dalam pembangunan, sumber alam merupakan komponen yang penting karena sumber alam ini memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan sumber alam tadi hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa membahayakan kehidupan umat.

Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut.

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber daya alam yang diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam termasuk kekayaan dan habisnya deposito kekayaan alam tersebut. Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan, terhadap memburuknya lingkungan serta kemungkinan menghentikan pengrusakan lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya. 

Hal-hal tersebut di atas hanya merupakan sebagian dari daftar persoalan, atau pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian dengan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar menggambarkan masalah lingkungan yang masih harus dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan konkrit yang harus dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hidup.

Maka dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber alam yang dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat dan diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
  • Generasi yang akan datang harus tetap mewarisi suatu alam yang masih penuh sumber kemakmuran untuk dapat memberi kehidupan kepada mereka. 
  • Tetap adanya keseimbangan dinamis diantara unsur-unsur yang terdapat di alam. 
  • Dalam penggalian sumber-sumber alam harus tetap dijamin adanya pelestarian alam, artinya pengambilan hasil tidak sampai merusak terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tersebut. 
  • Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap dengan lingkungan dan terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, maupun kebutuhan spiritual. 
Selain itu, dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan dan penggalian sumber daya alam untuk kehidupan harus disertai dengan: 
  • Strategi pembangunan yang sadar akan permasalahan lingkungan hidup, dengan dampak ekologi yang sekecil-kecilnya. 
  • Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik untuk puluhan tahun yang akan datang (kalau mungkin untuk selamanya). 
  • Eksploitasi sumber didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen hasil tidak akan menghancurkan daya autoregenerasinya. 
  • Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan penghidupan, hendaknya dengan tujuan mencapai suatu keseimbangan dinamis dengan lingkungan hingga memberikan keuntungan secara fisik, ekonomi, dan sosial spiritual. 
  • Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan tadi, dalam rangka menjaga kelestraian lingkungan. 
  • Pemakaian sumber alam yang tidak dapat diganti, harus sehemat dan seefisien mungkin. 
2 Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing-masing sebagai subsistem yang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem yang juga berarti meningkatkan ketahanan subsistem. 

Menurut Emil Salim, secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soedjono mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam. 

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. 

Mengacu pada The World Commission on Environmental and Development menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah proses pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang tanpa mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich dalam Zul Endria(2003) menyebutkan tentang pembangunan berkelanjutan dengan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada tingkat yang sama atau kalau bisa lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sekarang.

Pembangunan berkelanjutan yang dikonsep oleh Stren, While, dan Whitney sebagai suatu interaksi antara tiga sistem: sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial, yang dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan: ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tersebut menjadi semakin sulit dilaksanakan terutama di Negara berkembang.

Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip oleh Zul Endria (2003), pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan agar sumber daya alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan mendatang, generasi demi generasi dan khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup pemikiran aspek lingkungan hidup sedini mungkin dan pada setiap tahapan pembangunan yang memperhitungkan daya dukung lingkungan dan pembangunan di bawah nilai ambang batas.

Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masalah-masalah lingkungan hidup mendapat perhatian secara luas dari berbagai bangsa. Sebelumnya, sekitar tahun 1950-an masalah-masalah lingkungan hidup hanya mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Sejak saat itu berbagai himbauan dilontarkan oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu tentang adanya bahaya yang mengancam kehidupan, yang disebabkan oleh pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Masalah lingkungan pada dasarnya timbul karena: 
  • Dinamika penduduk 
  • Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana. 
  • Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. 
  • Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif. 
  • Benturan tata ruang. 
Dengan adanya Stockholm Declaration, perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang kuat. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara para ahli hukum dengan menggunakan Stockholm Declaration sebagai referensi bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup didorong oleh hasil kerja World Commission on the Environment and Development (WCED).

WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dari enam sudut pandang, yaitu:

1. Keterkaitan (interdependency)
Sifat perusakan yang kait mengkait (interdependent) diperlukan pendekatan lintas sektoral antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai pengembangan sektoral memerlukan sumber daya alam yang harus dilestarikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan. 

3. Pemerataan (equity)
Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, untuk perlu diusahakan kesempatan merata untuk memperoleh sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok.

4. Sekuriti dan risiko lingkungan (security and environmental risk)
Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada lingkungan turut memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan dan komunikasi (education and communication)
Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk ditingkatkan di berbagai tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat.

6. Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Karena itu perlu dikembangkan pula kerjasama yang lebih mampu menanggapi pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Untuk menganalisis berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut di atas, masalah-masalah tersebut misalnya adalah sebagai berikut; (1) perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi dan lingkungan; (2) pengembangan energi berwawasan lingkungan, termasuk masalah CO2, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, dan konversi sumber energi yang bisa diperbaharui dan lain-lain; (3) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya masalah pencemaran kimia, pengelolaan limbah dan daur ulang; (4) pengembangan pertanian berwawasan lingkungan, termasuk erosi lahan, diversifikasi, hilangnya lahan pertanian, terdesaknya “habitat wildlife”, (5) kehutanan, pertanian dan lingkungan, termasuk hutan tropis dan diversitas biologi; (6) hubungan ekonomi internasional dan lingkungan, termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan, dan internasional externalities; dan (7) kerjasama internasional.

Selanjutnya dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan tanggal 26 Agustus-4 September 2002 ditegaskan kembali kesepakatan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dengan menetapkan “The Johannesburg Declaration on Sustainable Development” yang terdiri atas:
a) From our Origins to the Future
b) From Stockholm to Rio de Janeiro to Johannesburg 
c) The Challenge we Face
d) Our Commitment to Sustainable Development 
e) Making it Happen! 

Sebagai tindak lanjut ditetapkan pula World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi tiga komponen pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan sebagai tiga pilar kekuatan. Pada Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Yogjakarta tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan diterima oleh Presiden RI dan menjadi dasar semua pihak untuk melaksanakannya.

Dalam kaitannya dengan hal di atas, menurut Emil Salim terdapat lima pokok ikhtiar yang perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu:
1. Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan kesadaran saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup adalah memuat hubungan saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan antara satu sektor dengan sektor lainnya, antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara generasi sekarang dengan generasi mendatang. Oleh karena itu diperlukan sikap kerjasama dengan semangat solidaritas.

2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan sumber alam dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia yang terus menerus meningkat perlu dikendalikan untuk disesuaikan dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana. 

3. Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.

4. Mengembangkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat.

5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup. 

3 Pengembangan Sistem Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu standar yang tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga penting bagi kebijakan lingkungan sebaik mungkin. Adapun ciri-ciri pembanguan yang berkelanjutan meliputi:
1. Menjaga kelangsungan hidup manusia dengan cara melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, secara langsung maupun tidak langsung.

2. Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dalam arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi pengelolaan mampu menghasilkannya secara lestari. 

3. Memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya di daerah untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkelanjutan.

4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok sumber daya alam, melindungi serta mendukung kehidupan secara terus menerus. 

5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fngsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan baik sekarang maupun masa yang akan datang. 

Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan yang menjadi satu paket dengan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hidup dan mempertahankan dan/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan bagian dari setiap kegiatan yang berkaitan, baik secara sektoral maupun regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui pembentukan suatu sistem tata laksana dan tata cara yang dapat memantapkan kerjasama antar berbagai lembaga. Salah satu lembaga yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keterpaduan antar sektor dalam pembangunan yang berkelanjutan ini adalah prosedur AMDAL yang merupakan sistem terpadu antar sektor yang membimbing dan menilai serta menyerasikan tindak lanjut dari hasil AMDAL suatu kegiatan di lokasi tertentu.

Penyelamatan dan pengelolaan lingkungan hidup serta proses pembangunan berkelanjutan pada umumnya merupakan suatu proses pembaruan yang memerlukan wawasan, sikap dan prilaku yang baru yang didukung oleh nilai-nilai dan kaidah-kaidah. Wawasan ini dapat diperkaya lagi dengan kearifan tradisional mengenai lingkungan hidup dan keserasian lingkungan hidup dengan kependudukan. 

Peran serta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Sumber daya alam menjadi milik bersama akan lebih terpelihara kelestariannya apabila seluruh masyarakat memahami dan memeliharanya. 

4 Prinsip -prinsip Pembangunan Berkelanjutan 
Pembangunan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang dengan maksud untuk menyejahterakan warganya. Tetapi yang menjadi keprihatinan sekarang adalah adanya desakan semakin keras untuk melanjutkan pola pembangunan konvensional., terutama di negara berkembang disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin banyak dan keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup parah. 

Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, maka ada beberapa prinsip kehidupan yang berkelanjutan yang seharusnya diadopsi ke dalam pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tersebut sebagai berikut:
1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan
prinsip ini mencerminkan kewajiban untuk peduli kepada orang lain dan kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, sekarang dan di masa datang.

2. Memperbaiki kualitas hidup manusia
tujuan pembangunan yang sesungguhnya adalah memperbanyak mutu hidup manusia. Ini sebuah proses yang memungkinkan manusia menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri mereka dan masuk kekehidupan yang bermanfaat dan berkecukupan.

3. Melestarikan daya hidup dan keanekaragaman bumi.
Prinsip ini menuntut kita untuk:
- melestarikan sistem-sistem penunjang kehidupan
- melestarikan keanekaragaman 
- menjamin agar penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui berkelanjutan.

4. Menghindari sumber daya yang tak terbarukan.
Sumber daya yang tak terbarukan adalah bahan-bahan yang tidak dapat digunakan secara berkelanjutan. Tetapi umur mereka dapat diperpanjang dengan cara daur ulang, penghematan, atau dengan gaya pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut. 

5. Berusaha untuk tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi.
Kapasitas daya dukung ekosistem bumi mempunyai batas-batas tertentu. Sampai tingkat tertentu ekosistem bumi dan biosfer masih tahan bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan yang membahayakan.

6. Mengubah sikap dan gaya hidup orang perorang
guna menerapkan etika baru untuk hidup berkelanjutan, kita harus mengkaji ulang tata nilai masyarakat dan mengubah sikap mereka. Masyarakat harus memperkenalkan nilai-nilai yang mendukung etika baru ini dan meninggalkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan falsafah hidup berkelanjutan. 

7. Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memlihara lingkungan sendiri.
8. Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan pelestarian.
Dalam hal ini diperlukan suatu program nasional yang dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. 
9. Menciptakan kerjasama global. 
Untuk mencapai keberlanjutan yang global, maka harus ada kerja sama yang kuat dari semua negara. Tingkat pembangunan di setiap negara tidak sama. Negara-negara yang penghasilannya rendah harus dibantu agar bisa membangun secara berkelanjutan. 

Kesembilan prinsip diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang baru. Prinsip-prinsip tersebut mencerminkan pernyataan-pernyataan yang telah sering muncul dalam berbagai pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian alam.

Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi.
Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan dan penurunan kualitas hidup, karena masyarakat tidak lagi memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan aset untuk menopang kehidupan. 

Kebutuhan non-materi yang dicerminkan dalam suasana keterbukaan, bebas dari rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas keputusan, karena sesungguhnya masyarakat adalah para pakar lokal dalam arti lebih memahami kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka.adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan perasaan sebagai part of process.

2. Pemeliharaan lingkungan.
Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, ada dua prinsip penting yaitu prinsip konservasi dan mengurangi konsumsi. Pemeliharaan lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait dengan prinsip pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan jika kerusakan sudah sedemikian parah akan mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu konservasi dimaksudkan untuk perlindungan lingkungan. Sedangkan prinsip mengurangi konsumsi bermakna ganda. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan dengan pola konsumsi energi yang besar yang menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua, perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun di negara berkembang agar mengurangi beban bumi.

3. Keadilan sosial.
Berkaitan dengan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya pemerataan dalam prinsip pembangunan. Kadilan masa kini berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian sumber dayaalam antara daerah dan pusat. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini menunjukkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) sumber daya alam yang harus diatur penggunaannya agar tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. 

4. Penentuan nasib sendiri.
Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat mandiri dan partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self relient community) adalah masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yang berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumber-sumber daya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi adalah adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengambil bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka maka masyarakat akan merasa menjadi bagian dari proses sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, akan bisa terwujud jika didukung oleh pemerintahan yang baik (good governance). Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan dan kelembagaan. 

Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi konsumsi dari negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi perubahan perilaku dan gaya hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material dan jasa daripada energi dan barang-barang konsumtif.

Pengertian Perubahan Sosial

Pengertian Perubahan Sosial : Pengertian tentang perubahan sosial mudah dijumpai. Hal ini disebabkan oleh luasnya cakupan pembahasan perubahan sosial. Perubahan sosial mencakup ilmu sosial politik, budaya, ekonomi, bahkan pada persoalan tehnik sipil, industri, dan informasi. Perubahan sosial dapat terjadi disegala bidang, dan pendorong perubahan sosial dapat disebabkan oleh segala bidang utamanya bidang ilmu yang disebutkan di atas. Meskipun perubahan sosial terjadi disegala bidang seperti yang disebutkan tadi, perubahan sosial memiliki satu arti yang sama, yaitu pergeseran sesuatu menuju yang baru. Namun menjadi arti yang berbeda ketika didefinisikan berdasarkan bidang/spesifikasi ilmu. Berikut definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli.

William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan- perubahan sosial mencakup unsur- unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immaterial.

Kinglesy Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan- perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan sosial (sosial relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial tersebut.

Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan – perubahan sosial untuk suatu variasi cara hidup yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, kempetisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau perubahan- perubahan baru dalam masyarakat tersebut.

Sole Soemardjan mengatakan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam sutau masyarakat yang mempengaruhi sitem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap- sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam masyarakat.

Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi mengartikan perubahan sosial merupakan suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmateri.

Definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas memiliki kesimpulan yang sama bahwa perubahan sosial terjadi adanya pergeseran orientasi manusia dari yang lama menuju sesuatu yang baru dan disebabkan oleh pola pikir manusia yang dipengaruhi lingkungan yang ada. Perubahan tersebut berada pada dua bidang terdiri dari perubahan materiil dan immaterial. Perubahan materiil yaitu perubahan fisik yang dilakukan dan dialami oleh manusia misalnya dalam hal teknologi telah merubah pola interaksi manusia dari tatap muka menjadi perantara. Perubahan immaterial yang oleh Soetomo disebut perubahan idealistik, yaitu perubahan keyakinan dan prinsip hidup manusia, misalnya berkaitan dengan HAM.

Pendekatan Teori Perubahan Sosial
Pembahasan pendekatan teori dalam diskusi perubahan sosial menjadi hal penting. Karena pendekatan adalah kacamata awal untuk melihat, menganalisa, bahkan menjadi paradigma pemikiran dalam memahami realitas sosial termasuk perubahan sosial. Perbedaan pendekatan akan menghasilkan perbedaan pendefinisian realitas sosial (perubahan sosial).

Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi membagi tiga pendekatan teori perubahan sosial, yaitu: Pendekatan teori klasik, Pendekatan teori equilibrium, Pendekatan teori modernisasi, dan Pendekatan teori konflik. Berikut diuraikan pendekatan-pendekatan tersebut.

Pendekatan Teori Klasik.
Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik dibahas empat pandangan dari tokoh-tokoh terkenal yakni August Comte, Emile Durkheim, dan Max Weber.

August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui suatu tahapan-tahapan perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan Evolusi Intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai dari tahap Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap positif rasional. setiap perubahan tahap pemikiran manusia tersebut mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat lainnya, dan secara keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.

Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.

Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme Ortodox, kemudian berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.

Dengan jelas pandangan teori klasik tentang perubahan sosial di atas disimpulkan bahwa perubahan sosial berlangsung secara bertahap (step by step). Perubahan sosial yang demikian disebut juga perubahan sosial alami (perubahan yang terjadi dengan sendirinya melalui akal fikiran manusia sebagai mahluk sosial).

Pendekatan Teori Eqiulibrium
Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu masyarakat adalah karena terganggunya keseimbangan di antara unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan masyarakat yang bersangkutan, baik karena adanya dorongan dari faktor lingkungan (ekstern) sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh Talcott Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang dijelaskan dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William Ogburn.

Teori ekuiliberium yang dijelaskan diatas cenderung mengatakan bahwa perubahan sosial dikarenakan adanya salah satu bagian sistem yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam pendekatan ini perubahan sosial berjalan dengan lambat dan perubahan sosial diatur dan dikendalikan oleh struktur yang ada (behind design) atau rekayasa sosial.

Secara eksplisit pendekatan ini tidak menginginkan adanya perubahan sosial, dibukti dengan adanya keharus aktor atau institusi sosial untuk memiliki prinsip Adaptasi, Gold, Integrasi, (AGIL) dalam sistem sosial. Keseimbangan sistem dibutuhkan dalam mencapai tujuan bersama.

Pendekatan Teori Modernisasi
Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion Levy, dan Neil Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari pikiran-pikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat.

Pendekatan Teori Konflik
Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan kawan-kawan, pada dasarnya berpendapat bahwa sumber perubahan sosial adalah adanya konflik yang intensif di antara berbagai kelompok masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda (Interest groups). Mereka masing-masing memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah masyarakat yang sama sehingga terjadilah konflik, terutama antara kelompok yang berkepentingan untuk mempertahankan kondisi yang sedang berjalan (statusquo), dengan kelompok yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan kondisi masyarakat.

Pendekatan teori konflik terinspirasi dari teori perubahan sosial Karl Marx yang mangatakan pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari pertentangan yang terus terjadi antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja.

Pada dasarnya ke empat pendekatan yang dijelaskan di atas adalah satu kesatuan yang memiliki perbedaan pendefinisian atas perubahan sosial. Dikatan demikian, karena munculnya pendekatan- pendekatan yang dijelaskan tadi atas dasar perbaikan dan kritikan pendekatan sebelumnya (proses ini sering disebut proses dialektika). Setiap pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan (ini hal yang alami dan tidak terbantahkan dalam realitas sosial). Berikut digambarkan bagan hubungan pendekatan dalam teori perubahan sosial.

Bagan Hubungan Pendekatan dalam Teori Perubahan Sosial (Bagan tidak bisa ditampilkan).
Pendekatan equiliberium dan pendekatan modernisasi memiliki arti yang sama dan saling melengkapi dan terinsipirasi dari pendekatan teori klasik. Sedangkan Pendekatan teori konflik muncul mengritisi kekurangan dan kelemahan pendekatan equiliberium dan modernisasi. Perspektif pendekatan teori konflik, perubahan sosial pendekatan ekuiliberium dan modernisasi adalah perubahan yang diatur oleh struktur sosial yang berkuasa dan bermodal, oleh karena itu peluang terjadi eksploitasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki modal sangat memungkinkan. Tolak ukur pendekatan konflik adalah perubahan sosial harus mengangkat hak- hak masyarakat bukan penguasa maupun pengusaha. Demikian hubungan antar pendekatan dan teori perubahan sosial.

Tipe- Tipe Perubahan Sosial
Berdasarkan pendekatan – pendekatan perubahasan sosial yang dijelaskan di atas perubahan sosial dapat dibagi dua, yaitu tipe evolusi (perubahan bertahap), dan tipe revolusi (perubahan cepat). Ditinjau dari perencanaan, tipe perubahan sosial terdiri dari, perubahan terencana dan tidak terencana. Diukur dari pengaruh, maka perubahan sosial dibagi dua tipe, yaitu perubahan sosial yang pengaruhnya kecil dan perubahasan sosial yang pengaruhnya besar.

Jadi disimpulkan perubahan sosial ada enam tipe: Perubahan sosial evolusi, Perubaan sosial revolusi, perubahan sosial terencana, perubahan sosial tidak terencana, perubahan sosial berpengaruh kecil, dan perubahasan sosial berpengaruh besar. Berikut penjelasan definisi serta contoh tipe- tipe perubahan sosial tersebut.

Perubahan Sosial Evolusi
Menurut Paul Bohannan dalam Soerjono Soekanto (1982,315), perubahasan sosial evolusi adalah perubahan- perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan- perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evalusi, perubahan- perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu. Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat untuk menyusaikan diri dengan keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan.

Berdasarkan penjelasan Paul di atas maka ciri-ciri perubahan evolusi adalah: 
  • Perubahan terjadi dengan sendirinya (perubahan alami) 
  • Perubahan membutuhkan rentan waktu yang lama 
  • Perubahan terjadi karena usaha manusia untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan kondisi yang ada disekitar kehidupan manusia (kondisi-kondisi baru). 
  • Penggerak perubahan bukan tergantung institusi/struktur sosial namun kebutuhan dan kondisi riil yang ada. 
Perubahan sosial evolusi biasanya terjadi pada masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang memiliki struktur sosial tertutup (tidak memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan biasanya persoalan yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan perubahan. Contoh, masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria, brahmana, waisyak, dan sudra. Masyarakat digolongkan pada kelas tertentu atas dasar keturunan bukan keterampilan seperti di masyarakat modern (open society). Oleh karena itu masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.

Teori perubahan sosial evolusi seperti yang dijelaskan di atas menenuai banyak kritikan dan pertanyaan. Misalnya Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi (buku rujukan sosiologi sekolah dasar hingga perguruan tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu masyarakat berkembang melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk memastikan bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir dan sebaliknya telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu Soerjono Soekanto mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang masyarakat.

Perubahan Sosial Revolusi
Secara sederhana arti perubahan sosial revolusi adalah perubahan yang terjadi dengan cara cepat mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok daripada kehidupan manusia (Soerjono Soekanto, 1982, 317). Di dalam revolusi, perubahan sosial dapat terjadi dengan terencana dan tidak terencana (spontan). Dan perubahan revolusi yang terencana membutuhkan waktu yang agak lama namun secara psikologis dirasakan cepat, seperti misalnya revolusi industri yang dimulai di Inggris, dimana terjadi perubahan – perubahan dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi dengan menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat, karena merubah sendi-sendi pokok daripada kehidupan masyarakat, seperti misalnya sistem kekeluargaan , hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya (contoh dikutip dari Soerjono Soekanto).

Revolusi yang tidak terencana (direncanakan dalam waktu yang singkat), yaitu perubahan sosial yang terjadi pada struktur politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh adanya gerakan sosial melawan ketidakadilan Negara dalam distribusi kekuasaan, kewenangan, dan distribusi ekonomi kepada masyarakat umum, seperti misalnya gerakan reformasi 1998 di Indonesia, gerakan sosial 2011 di Tunisia dan Mesir. Perubahan struktur politik dan pemerintahan di ketiga negara tersebut terjadi dalam waktu yang sangat cepat (hitungan bulan). Untuk menuju revolusi yang demikian dibutuhkan hal- hal berikut ini, memiliki pimpinan revolusi (gerakan sosial), memiliki kesadaran bersama, memiliki kondisi yang sama, memiliki solidaritas sosial yang tinggi, momentum yang tepat, dan memiliki kekuatan finansial dan fisik.

Secara teoritis perubahan sosial revolusi terjadi pada masyarakat terbuka (open society), yaitu masyarakat yang sadar akan informasi dan teknologi. Kekuatan revolusi di Mesir dan Tunisia digalang melalui teknologi internet program Twiter dan Facebook. Ini menjadi buktinyata pengaruh teknoligi terhadap perubahan sosial revolusi.

Perubahan Sosial Terencana
Perubahan sosial terencana merupakan perubahan yang diatur oleh aktor-aktor tertentu dalam mewujudkan tujuan yang sama. Aktor-aktor tersebut menyusun strategi, ide, dan program dengan sistimatis bahkan dijadikan sebagai acuan normatif seperti misalnya Negara melalui birokrasi untuk mewujudkan tujuan kesejahteraan masyarakat (merubah Negara miskin menjadi Negara berkembang, Negara berkembang menjadi Negara maju) direncanakan dan ditetapkan program-program bersama jadwal untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Perubahan Sosial Tidak Terencana
Perubahan sosial tidak terencana adalah perubahan sikap dan perilaku manusia disebakan oleh lingkungan dan kondisi yang ada seperti misalnya perubahan perilaku komunikasi manusia, sebelum memasuki abad teknologi manusia tidak pernah membayangkan diabad sekarang ini (abad modern) manusia tidak lagi hanya komunikasi tatap muka namun bisa dilakukan dengan cara jarak jauh melalui Handpon (HP), Internet (Email, Twiter, Feecbook, dll).

Perubahan Sosial Pengaruhnya Kecil
Perubahan sosial pengaruhnya kecil adalah perubahan yang dampaknya tidak langsung pada perubahan struktur sosial politik dan pemerintahan. Pengaruhnya hanya pada wilayah perilaku manusia secara individu misalnya seperti mode/tren pakaian.

Perubahan Sosial Pengaruhnya Besar
Perubahan sosial yang dirasakan oleh orang banyak (institusi sosial) seperti misalnya perubahan dari agraris menuju industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada perubahan struktur sosial yang ada. Dari struktur sosial yang orientasi agraris menjadi industri. Contoh lain, perubahan struktur politik pemerintahan otoriter menuju politik pemerintahan demokratis mebawa dampak besar bagi perubahan sikpa dan budaya politik masyarakat.

Perubahan Materiil dan Immateriil
Selain tipe-tipe perubahan sosial yang didiskusikan di atas masih ada beberapa tipe perubahan sosial yang ditinjau dari perspektif struktur sosial sebagaimana yang didiskusikan oleh Drs. Wawan Ruswanto, M.Si dalam buku modul/bahan ajar (reviuwer Juli Astutik, belum dipublikasikan dalam bentuk buku). Berdasarkan teori-teori perubahan sosial strukturasi Ruswanto menguraikan tipe perubahan sosial berdasarkan perspektif struktur sosial sebagai berikut. 

Perubahan dalam personel (changes in personnel), yang berhubungan dengan perubahan peran dan individu-individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang berkaitan dengan keberadaan struktur. 

Perubahan dalam cara bagian-bagian dari struktur berhubungan (changes in the way parts of structures relate). Perubahan pada tipe ini menyangkut hubungan-hubungan peran (role relationships). 

Perubahan dalam fungsi-fungsi struktur (changes in the functions of structures). Perubahan dalam tipe ini berkaitan dengan apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat tersebut melakukannya. 

Perubahan dalam hubungan antara struktur yang berbeda (changes in the relationships between different structures). 

Kemunculan struktur baru (the emergence of new structures). Perubahan yang terjadi merupakan peristiwa munculnya struktur baru untuk menggantikan struktur sebelumnya. 

Tipe perubahan sosial yang dijelas Ruswanto di atas menggunakan pendekatan struktural fungsional Talcott Parson yang terfokus pada analisa peran struktur. Meskipun banyak kritikan namun pendekatan tersebut memberikan kontribusi banyak dalam memahami realitas sosial tentang perubahan sosial. Sedikit banyak yang disampaikan oleh Ruswanto di atas adalah fenomena riil yang terjadi pada kehidupan masyarakat.

Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
Faktor Pendorong Perubahan Sosial
Sudah menjadi kesepakatan umum perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat akan dan pasti terjadi baik dengan lambat maupun cepat, terencana maupun tidak terencana, dan berpengaruh besar maun kecil. Pertanyaannya apa faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial? Sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan ini telah melahirkan banyak teori.

Soejono Sukanto mengatakan perubahan sosial disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah antara lain: 
  • Bertambah atau berkurangnya penduduk. Dengan bertambahnya penduduk menyebabkan terjadinya perubahan struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga- lembaga kemasyarakatan. Berkurangnya penduduk yang disebabkan oleh adanya aktivitas transmigrasi juga berpengaruh pada perubahan struktur masyarakat. 
  • Penemuan- penemuan baru. Penemuan baru ditengah kehidupan masyarakat berdampak luas pada cara hidup masyarakat seperti misalnya pada pengolahan lahan dengan menggunakan pacul/tembilang yang menguras tenaga manusia lebih besar. Karena inovasi manusia, cara tersebut mulai ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru, hasil temuan manusia yaitu pengolahan lahan dengan menggunakan mesin traktor. 
  • Pertentangan (conflict) didalam masyarakat. Konflik antar individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dapat berpengaruh besar pada perubahan sosial budaya seperti misalnya pertentangan individu dengan tradisi kebudayaan dilingkungan sekitar. 
  • Terjadinya pemberontakan atau revolusi. Gerakan revolusi berpengaruh lebih besar dalam perubahan sosial dibandingkan penyebab lain. Karena revolusi merubah bentuk dan struktur Negara dan pemerintahan. 
Soetonomo (2009, 83) menjelaskan ada lima faktor yang mendorong perubahan sosial diantaranya: sebagai upaya pemecahan masalah sosial, percepatan perubahan, proses reintegrasi, memotong lingkaran kemiskinan, transformasi struktur dan antisipasi dampak. Faktor perubahan sosial tersebut oleh Soetonomo diistilahkan sebagai perubahan sosial terencana menuju kondisi sosial yang lebih baik.

Pemecahan Masalah Sosial
Soetomo menguraikan “sebagaimana diketehui, masalah sosial kondisi yang tidak diharapkan, karena mengandung unsur yang merugikan, baik fisik maupun non fisik, atau merupakan pelanggaran terhadap norma maupun standar sosial”.

Masalah sosial juga dapat dikatakan sebagai penyakit sosial yang meresahkan masyarakat bahkan negara seperti misalnya tindakan teroris yang melakukan bom bunuh diri, bom buku, bom senter, bom tarmos,dll terhadap tempat umum atau individu. Ini menjadi masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dan bernegara. Oleh karena itu masyarakat, negara, dan pihak tertentu harus mengambil langkah untuk merubah tindakan terorisme menjadi sesuatu yang lebih baik dan dapat menciptakan keamanan dan kedamaian.

Percepatan Perubahan
Definis percepatan perubahan dalam konteks ini adalah mendorong perubahan alami menjadi perubahan terencanakan dengan tujuan dapat berubah lebih cepat. Langkah ini diatur oleh struktur sosial yang memiliki otoritas untuk mengatur dan mengarahkan struktur sosial dibawahnya seperti misalnya untuk merubah pola pikir tradisional masyarakat Baduy menuju pola pikir moderen dengan cara alami cenderung lambat, oleh karena itu perlu direncanakan oleh pemerintah terkait untuk merubah lebih cepat melalui program pembangunan yang dianggap tepat.

Memotong Lingkaran Kemiskinan
Perubahasan sosial dalam model ini mengarah pada pembangunan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang berada pada lingkaran kemiskinan diusahakan untuk merubah menuju masyarakat yang sejahtera sandang pangan. Langkah ini tentu berawal dari inisiatif negara dan didorong oleh kemauan keras masyarakat itu sendiri.

Transformasi Struktur dan Antisipasi Dampak
Berdasarkan perspektif struktural fungsional, kondisi pembangunan sangat tergantung dari struktur sosial yang ada. Jika struktur sosial korup maka pembangunan akan bertumpu pada struktur sosial tertentu dan distribusi kekuasaan terpusat pada struktur tertentu pula akhirnya keadilan yang dinginkan tidak dapat terwujud dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan atau reformasi struktur sosial menuju struktur yang mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Good and Political Will seluruh lapisan sosial utamanya negara adalah hal utama yang harus dimiliki dalam melakukan transformasi struktur serta menjaga struktur baru agar berjalan dengan baik dan dapat mewujudkan cita- cita dan tujuan yang dinginkan.

Faktor Penghambat Perubahan Sosial
Ada beberapa alasan atau faktor kenapa perubahan sosial cenderung lambat dan bahkan jalan ditempat. Berikut diuraikan penghambat perubahan sosial.

Kurangnya Hubungan Dengan Masyarakat Lain
Individu atau masyarakat yang tidak memiliki atau tidak mau memiliki akses untuk berhubungan dengan masyarakat lain. Dadot (2011) “bahwa masyarakat tersebut tidak dapat mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan lain, menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan sosial dan budaya di dalam masyarakat”.

Tradisi dan Adat
Karena tradisi dan adat merupakan aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan dianggap sebagai aktivitas yang sakral oleh masyarakat tertentu maka tidak gampang untuk dirubah meskipun aktivitas itu mengorbankan harta bahkan jiwa seperti misalnya tradisi Ngayau (potong kepala) suku Dayak Iban di Kalimantan Barat.

Kepentingan Politik yang Tertanam Kuat
Negara – negara yang memiliki sistem politik tertutup (otoriter, monarki, sosialis) memiliki kepentingan politik yang tertanam kuat akhirnya perubahan pada struktur sangat sulit dilakukan termasuk pergantian pimpinan negara.

Manusia Pasrah pada Nasib (takdir Tuhan)
Manusia seperti ini sulit untuk merubah hidup karena prinsip yang dimiliki hidup tergantung tuhan sedangkan manusia hanya menunggu dan menerima nasib/takdir. Biasanya manusia yang berprinsip seperti ini tidak memiliki wawasan luas tentang ketuhanan dan mereka berada jauh dari akses pendidikan dan informasi.

Penutup, Mitos Pembangunan dan Perubahan Sosial
Pada bagian ini penulis mendiskusikan pembangunan dan perubahan sosial perspektif kritis. Maksud dari topik ini adalah melihat dan menganalisa pembangunan dan perubahan sosial yang sedang dan telah terjadi berdasarkan pandangan kritis. Pembangunan di era globalisasi dan modernisasi telah banyak yang melakukan kritikan. Karena pembangunan di era tersebut menyampingkan hak asasi manusia (HAM) dan mengagungkan teknologi dan industrialisasi.

Menurut Mansour Fakih (2006), teori pembangunan dan globalisasi yang begitu diagung-agungkan oleh negara maju telah gagal dalam mewujudkan tujuannya bagi negara di Asia. Negara NIC (Newly Industrial Countries) yang menjadi percontohan telah hancur dan tidak bisa bertahan diterpa oleh badai krisis multidimensi yang melanda dunia. Revolusipun bukan suatu langkah yang tepat dalam pembangunan politik. Karena menurut Irma Adelman (dalam Fakih, 2006: 66), 40-60 % penduduk di negara miskin menjadi semakin buruk. Yang diperlukan adalah human resource development untuk mencapai pertumbuhan dengan pemerataan. 

“212 KK atau 50% dari jumlah KK warga korban penggusuran stren kali jagir memilih menolak dan tidak mau menempati rusun yang dipersiapkan. Realitas diatas, dalam pandangan teori kebutuhan bertingkat psikologi humanistik dilatar belakangi oleh asumsi bahwa tindakan penggusuran menjadi ancaman pemenuhan kebutuhan fisiologis (physiological needs) dan kebutuhan akan rasa aman (need for self-security) sehingga bila tidak diimbangi dengan mekanisme pertahanan (defence mechanism), maka akan berpengaruh pada ketidak menentuan kondisi psikologis yang tercermin dari kelainan perilaku sehari-hari. Dengan demikian, tragedi penggusuran yang berdampak pada ketidak menentuan kondisi psikologis warga korban penggusuran tentu menjadi masalah yang memerlukan langkah-langkah solutif agar normalisasi kondisi psikologis warga minimal kembali pada kondisi sebelum terjadi penggusuran. Namun untuk mempertajam langkah-langkah solutif dipandang perlu menemukan gambaran perasaan tertekan yang dialami oleh warga korban penggusuran”.

Contoh di atas adalah sebagian kecil dari banyak kasus penggusuran lainnya. Model pembangunan seperti ini yang dikedepankan adalah kepentingan penguasa dan pengusaha. Mol, Rumah Susun, Ruko, Perusahaan Tambang, kanor- kantor mewah, gedung- gedung bertingkat, semuanya adalah milik penguasa dan pemodal. Ironisnya, pembangunan tersebut dibangun diatas penderitaan rakyat.

Hakikat Belajar dan Pembelajaran

Hakikat Belajar dan Pembelajaran : Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. 

Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002). Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.

Apakah hal-hal di luar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar ditentukan? Oleh karena itu, beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang belajar.

a. Belajar Menurut pandangan Skinner
Skinner berpadangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut :
(i) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulakan respons pembelajar,
(ii) respons si pembelajar, dan
(iii) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.

Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan Skinner. Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner. Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal yang penting, yaitu (i) pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan (ii) penggunaan penguatan. Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta respons ranah kognitif atau afektif. Jika yang akan dicapai adalah sekedar “menyebut ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta,” tentu saja siswa hanya dilatih menghafal.

Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan sebagai berikut :
(1) Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.
(2) Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat.
(3) Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya.
(4) Keempat, membuat program pembelajaran program pembelajaran ini berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat perilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidakberhasilan tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi perilaku selanjutnya. (Sumadi Suryabrata, 1991).

b. Belajar Menurut Gagne
Menurut Gagne, “belajar merupakan kegiatan yang kompleks”. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas dua SMP mempelajari nilai luhur Pancasila. Mereka membaca berita di surat kabar tentang bencana alam gempa bumi di Flores dan banjir di beberapa provinsi di jawa. Mereka bersama-sama mengumpulkan bantuan bencana alam dari orang tua siswa SMP. Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 100 potong pakaian, dan uang sebesar Rp 5.000.000,00. Hasil bantuan tersebut kemudian mereka serahkan ke Palang Merah Indonesia yang mengkoordinasi bantuan di kota setempat. Perilaku siswa mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan hasil belajar nilai luhur Pancasila. Hal ini merupakan dampak pengiring.

Menurut Gagne, belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi inernal, dan hasil belajar. 

Komponen tersebut dilukiskan dalam bagan sebagai berikut.

Kondisi internal belajar




Kondisi eksternal belajar 
Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran

(Adaptasi dari Bell Gredler, 1991:188).

Bagan melukiskan hal-hal berikut :
(1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan inernal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan”.
(2) Proses kognitif tersebut menghasilakn suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.

Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa :
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
(2) Keterampilan intelekutal adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahakn aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Gagne berpendapat bahwa, dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut : (i) persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapat kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan perfomansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali dan respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakukan secara umum. Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran. 

Dalam rangka pembelajaran, maka guru dapat menyusun acara pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar. Pola hubungan antara fase belajar dengan acara-acara pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pedoman pelaksanaan kegiatan belajar di kelas. Sudah barang tentu guru masih harus menyesuaikan dengan bidang studi dan kondisi kelas yang sebenarnya. Guru dapat memodifikasi seperlunya.

c. Belajar Menurut Pandangan Piaget
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Selanjutnya menurut Piaget (Dahar, 1996) “perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0: 0-2; 0 tahun), (ii) pra-opterasional (2: 0-7; 0 tahun), (iii) operasional konkret (7: 0-11: 0 tahun), dan (iv) operasi format (11: 0-ke atas)”.

Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sonsorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pengengaran, perabaan dan menggerak-gerakannya. Pada tahap pra-operasional. Anak mengembalikan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakn simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis. Walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.

Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial.

Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gelaja lain lebih lanjut.

Menurut Piaget, pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut :
(1) Langkah satu : Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut :
(a) Pokok bahasana manakah yang cocok untuk eksperimentasi?
(b) Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok?
(c) Topik manakah yan dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal?

(2) Langkah dua : Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut. Hal ii dibimbing dengan pertanyaan seperti :
(a) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan nictode eksperimen?
(b) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa?
(c) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?
(d) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas dasar pengisyaratan perseptual?
(e) Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?
(f) Dapatkah aktivitas itu dapat memperkaya konstruk yang sudah dipelajari?

(3) Langkah tiga : Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan, yang menunjang proses pemecahan masalah. Bimbingan pertanyaan berupa:
(a) Pertanyaan lanjut yang memancing berpikir seperti “bagaimana jika”?
(b) Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?
(4) Langkah empat : Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan berupa:
(a) Segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siswa yang besar?
(b) Segi kegiatan manakah yang tidak menarik, dan apakah alternatifnya?
(c) Apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
(d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut?

Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berciri kegiatan prediksi, ekperimental, dan eksplanasi (Bell Bredler, 1991 : 3001-357).

d. Belajar Menurut Rogers
Rogers menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran. 

Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut :
(1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
(2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
(3) Pengorganisasisan bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
(4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus.
(5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar.
(6) Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.
(7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.

Rogers mengemukakan saran tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru. Saran pembelajaran itu meliputi hal berikut :
(1) Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur,
(2) Guru menggunakan metode simulasi,
(3) Guru menggunakan metode inquiri, atau belajar menemukan (discovery learning). 
(4) Guru menggunakan metode simulasi,
(5) Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain.
(6) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
(7) Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas (Snelbecker, 1974: 483-494; Skager, 1984: 33”; Bergan dan Dunn, 1976: 122-128).

Keempat pandangan tentang belajar tersebut merupakan bagian kecil dari pandangan yang ada. Untuk kepentingan pembelajaran, para guru dan calon guru masih harus mempelajari sendiri dari psikologi belajar. Di samping itu, para guru masih perlu memilih teori yang relevan bagi bidang studi asuhannya. Guru juga perlu memodifikasi secara praktis sesuai dengan kondisi perilaku siswa belajar.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung terhadap kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara atau metode guru itu mengajar.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh pakar-pakar, secara umum dapat diartikan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara lengkap, Surya, (2003 : 7) menjelaskan pengertian pembelajaran dapat dirumuskan sebagai berikut: “pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

1. Masalah-masalah dalam Belajar
Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :

a. Faktor-faktor non-sosial
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang jumlahnya, seperti misalnya : keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku, alat peraga, dan sebagainya yang dapat kita sebut sebagai alat pelajaran). 

b. Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia (semua manusia), baik manusia itu hadir maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali mengganggu belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang melaksanakan ujian, lalu banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu dan sebagainya.

Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas, mungkin juga orang lain itu hadir tidak secara langsung atau dapat disimpulkan kehadirannya; misalnya saja potret dapat merupakan representasi dari seseorang, suara nyanyian yang dihidangkan lewat radio maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran seseorang.

1. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini pun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan yaitu : 
a. Faktor-faktor fisiologi
Faktor-faktor fisiologi ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 

1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah. Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan yaitu : 
(a) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan lain sebagainya. 
(b) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu. 
2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi alat indra.
b. Faktor-faktor psikologi
Arden N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun kompetensi 
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson