Pengertian Perubahan Sosial : Pengertian tentang perubahan sosial mudah dijumpai. Hal ini disebabkan oleh luasnya cakupan pembahasan perubahan sosial. Perubahan sosial mencakup ilmu sosial politik, budaya, ekonomi, bahkan pada persoalan tehnik sipil, industri, dan informasi. Perubahan sosial dapat terjadi disegala bidang, dan pendorong perubahan sosial dapat disebabkan oleh segala bidang utamanya bidang ilmu yang disebutkan di atas. Meskipun perubahan sosial terjadi disegala bidang seperti yang disebutkan tadi, perubahan sosial memiliki satu arti yang sama, yaitu pergeseran sesuatu menuju yang baru. Namun menjadi arti yang berbeda ketika didefinisikan berdasarkan bidang/spesifikasi ilmu. Berikut definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan- perubahan sosial mencakup unsur- unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immaterial.
Kinglesy Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan- perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan sosial (sosial relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial tersebut.
Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan – perubahan sosial untuk suatu variasi cara hidup yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, kempetisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau perubahan- perubahan baru dalam masyarakat tersebut.
Sole Soemardjan mengatakan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam sutau masyarakat yang mempengaruhi sitem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap- sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam masyarakat.
Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi mengartikan perubahan sosial merupakan suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmateri.
Definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas memiliki kesimpulan yang sama bahwa perubahan sosial terjadi adanya pergeseran orientasi manusia dari yang lama menuju sesuatu yang baru dan disebabkan oleh pola pikir manusia yang dipengaruhi lingkungan yang ada. Perubahan tersebut berada pada dua bidang terdiri dari perubahan materiil dan immaterial. Perubahan materiil yaitu perubahan fisik yang dilakukan dan dialami oleh manusia misalnya dalam hal teknologi telah merubah pola interaksi manusia dari tatap muka menjadi perantara. Perubahan immaterial yang oleh Soetomo disebut perubahan idealistik, yaitu perubahan keyakinan dan prinsip hidup manusia, misalnya berkaitan dengan HAM.
Pendekatan Teori Perubahan Sosial
Pembahasan pendekatan teori dalam diskusi perubahan sosial menjadi hal penting. Karena pendekatan adalah kacamata awal untuk melihat, menganalisa, bahkan menjadi paradigma pemikiran dalam memahami realitas sosial termasuk perubahan sosial. Perbedaan pendekatan akan menghasilkan perbedaan pendefinisian realitas sosial (perubahan sosial).
Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi membagi tiga pendekatan teori perubahan sosial, yaitu: Pendekatan teori klasik, Pendekatan teori equilibrium, Pendekatan teori modernisasi, dan Pendekatan teori konflik. Berikut diuraikan pendekatan-pendekatan tersebut.
Pendekatan Teori Klasik.
Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik dibahas empat pandangan dari tokoh-tokoh terkenal yakni August Comte, Emile Durkheim, dan Max Weber.
August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui suatu tahapan-tahapan perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan Evolusi Intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai dari tahap Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap positif rasional. setiap perubahan tahap pemikiran manusia tersebut mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat lainnya, dan secara keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.
Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme Ortodox, kemudian berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.
Dengan jelas pandangan teori klasik tentang perubahan sosial di atas disimpulkan bahwa perubahan sosial berlangsung secara bertahap (step by step). Perubahan sosial yang demikian disebut juga perubahan sosial alami (perubahan yang terjadi dengan sendirinya melalui akal fikiran manusia sebagai mahluk sosial).
Pendekatan Teori Eqiulibrium
Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu masyarakat adalah karena terganggunya keseimbangan di antara unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan masyarakat yang bersangkutan, baik karena adanya dorongan dari faktor lingkungan (ekstern) sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh Talcott Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang dijelaskan dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William Ogburn.
Teori ekuiliberium yang dijelaskan diatas cenderung mengatakan bahwa perubahan sosial dikarenakan adanya salah satu bagian sistem yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam pendekatan ini perubahan sosial berjalan dengan lambat dan perubahan sosial diatur dan dikendalikan oleh struktur yang ada (behind design) atau rekayasa sosial.
Secara eksplisit pendekatan ini tidak menginginkan adanya perubahan sosial, dibukti dengan adanya keharus aktor atau institusi sosial untuk memiliki prinsip Adaptasi, Gold, Integrasi, (AGIL) dalam sistem sosial. Keseimbangan sistem dibutuhkan dalam mencapai tujuan bersama.
Pendekatan Teori Modernisasi
Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion Levy, dan Neil Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari pikiran-pikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat.
Pendekatan Teori Konflik
Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan kawan-kawan, pada dasarnya berpendapat bahwa sumber perubahan sosial adalah adanya konflik yang intensif di antara berbagai kelompok masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda (Interest groups). Mereka masing-masing memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah masyarakat yang sama sehingga terjadilah konflik, terutama antara kelompok yang berkepentingan untuk mempertahankan kondisi yang sedang berjalan (statusquo), dengan kelompok yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan kondisi masyarakat.
Pendekatan teori konflik terinspirasi dari teori perubahan sosial Karl Marx yang mangatakan pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari pertentangan yang terus terjadi antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja.
Pada dasarnya ke empat pendekatan yang dijelaskan di atas adalah satu kesatuan yang memiliki perbedaan pendefinisian atas perubahan sosial. Dikatan demikian, karena munculnya pendekatan- pendekatan yang dijelaskan tadi atas dasar perbaikan dan kritikan pendekatan sebelumnya (proses ini sering disebut proses dialektika). Setiap pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan (ini hal yang alami dan tidak terbantahkan dalam realitas sosial). Berikut digambarkan bagan hubungan pendekatan dalam teori perubahan sosial.
Bagan Hubungan Pendekatan dalam Teori Perubahan Sosial (Bagan tidak bisa ditampilkan).
Pendekatan equiliberium dan pendekatan modernisasi memiliki arti yang sama dan saling melengkapi dan terinsipirasi dari pendekatan teori klasik. Sedangkan Pendekatan teori konflik muncul mengritisi kekurangan dan kelemahan pendekatan equiliberium dan modernisasi. Perspektif pendekatan teori konflik, perubahan sosial pendekatan ekuiliberium dan modernisasi adalah perubahan yang diatur oleh struktur sosial yang berkuasa dan bermodal, oleh karena itu peluang terjadi eksploitasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki modal sangat memungkinkan. Tolak ukur pendekatan konflik adalah perubahan sosial harus mengangkat hak- hak masyarakat bukan penguasa maupun pengusaha. Demikian hubungan antar pendekatan dan teori perubahan sosial.
Tipe- Tipe Perubahan Sosial
Berdasarkan pendekatan – pendekatan perubahasan sosial yang dijelaskan di atas perubahan sosial dapat dibagi dua, yaitu tipe evolusi (perubahan bertahap), dan tipe revolusi (perubahan cepat). Ditinjau dari perencanaan, tipe perubahan sosial terdiri dari, perubahan terencana dan tidak terencana. Diukur dari pengaruh, maka perubahan sosial dibagi dua tipe, yaitu perubahan sosial yang pengaruhnya kecil dan perubahasan sosial yang pengaruhnya besar.
Jadi disimpulkan perubahan sosial ada enam tipe: Perubahan sosial evolusi, Perubaan sosial revolusi, perubahan sosial terencana, perubahan sosial tidak terencana, perubahan sosial berpengaruh kecil, dan perubahasan sosial berpengaruh besar. Berikut penjelasan definisi serta contoh tipe- tipe perubahan sosial tersebut.
Perubahan Sosial Evolusi
Menurut Paul Bohannan dalam Soerjono Soekanto (1982,315), perubahasan sosial evolusi adalah perubahan- perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan- perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evalusi, perubahan- perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu. Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat untuk menyusaikan diri dengan keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan.
Berdasarkan penjelasan Paul di atas maka ciri-ciri perubahan evolusi adalah:
- Perubahan terjadi dengan sendirinya (perubahan alami)
- Perubahan membutuhkan rentan waktu yang lama
- Perubahan terjadi karena usaha manusia untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan kondisi yang ada disekitar kehidupan manusia (kondisi-kondisi baru).
- Penggerak perubahan bukan tergantung institusi/struktur sosial namun kebutuhan dan kondisi riil yang ada.
Perubahan sosial evolusi biasanya terjadi pada masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang memiliki struktur sosial tertutup (tidak memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan biasanya persoalan yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan perubahan. Contoh, masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria, brahmana, waisyak, dan sudra. Masyarakat digolongkan pada kelas tertentu atas dasar keturunan bukan keterampilan seperti di masyarakat modern (open society). Oleh karena itu masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.
Teori perubahan sosial evolusi seperti yang dijelaskan di atas menenuai banyak kritikan dan pertanyaan. Misalnya Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi (buku rujukan sosiologi sekolah dasar hingga perguruan tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu masyarakat berkembang melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk memastikan bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir dan sebaliknya telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu Soerjono Soekanto mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang masyarakat.
Perubahan Sosial Revolusi
Secara sederhana arti perubahan sosial revolusi adalah perubahan yang terjadi dengan cara cepat mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok daripada kehidupan manusia (Soerjono Soekanto, 1982, 317). Di dalam revolusi, perubahan sosial dapat terjadi dengan terencana dan tidak terencana (spontan). Dan perubahan revolusi yang terencana membutuhkan waktu yang agak lama namun secara psikologis dirasakan cepat, seperti misalnya revolusi industri yang dimulai di Inggris, dimana terjadi perubahan – perubahan dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi dengan menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat, karena merubah sendi-sendi pokok daripada kehidupan masyarakat, seperti misalnya sistem kekeluargaan , hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya (contoh dikutip dari Soerjono Soekanto).
Revolusi yang tidak terencana (direncanakan dalam waktu yang singkat), yaitu perubahan sosial yang terjadi pada struktur politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh adanya gerakan sosial melawan ketidakadilan Negara dalam distribusi kekuasaan, kewenangan, dan distribusi ekonomi kepada masyarakat umum, seperti misalnya gerakan reformasi 1998 di Indonesia, gerakan sosial 2011 di Tunisia dan Mesir. Perubahan struktur politik dan pemerintahan di ketiga negara tersebut terjadi dalam waktu yang sangat cepat (hitungan bulan). Untuk menuju revolusi yang demikian dibutuhkan hal- hal berikut ini, memiliki pimpinan revolusi (gerakan sosial), memiliki kesadaran bersama, memiliki kondisi yang sama, memiliki solidaritas sosial yang tinggi, momentum yang tepat, dan memiliki kekuatan finansial dan fisik.
Secara teoritis perubahan sosial revolusi terjadi pada masyarakat terbuka (open society), yaitu masyarakat yang sadar akan informasi dan teknologi. Kekuatan revolusi di Mesir dan Tunisia digalang melalui teknologi internet program Twiter dan Facebook. Ini menjadi buktinyata pengaruh teknoligi terhadap perubahan sosial revolusi.
Perubahan Sosial Terencana
Perubahan sosial terencana merupakan perubahan yang diatur oleh aktor-aktor tertentu dalam mewujudkan tujuan yang sama. Aktor-aktor tersebut menyusun strategi, ide, dan program dengan sistimatis bahkan dijadikan sebagai acuan normatif seperti misalnya Negara melalui birokrasi untuk mewujudkan tujuan kesejahteraan masyarakat (merubah Negara miskin menjadi Negara berkembang, Negara berkembang menjadi Negara maju) direncanakan dan ditetapkan program-program bersama jadwal untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Perubahan Sosial Tidak Terencana
Perubahan sosial tidak terencana adalah perubahan sikap dan perilaku manusia disebakan oleh lingkungan dan kondisi yang ada seperti misalnya perubahan perilaku komunikasi manusia, sebelum memasuki abad teknologi manusia tidak pernah membayangkan diabad sekarang ini (abad modern) manusia tidak lagi hanya komunikasi tatap muka namun bisa dilakukan dengan cara jarak jauh melalui Handpon (HP), Internet (Email, Twiter, Feecbook, dll).
Perubahan Sosial Pengaruhnya Kecil
Perubahan sosial pengaruhnya kecil adalah perubahan yang dampaknya tidak langsung pada perubahan struktur sosial politik dan pemerintahan. Pengaruhnya hanya pada wilayah perilaku manusia secara individu misalnya seperti mode/tren pakaian.
Perubahan Sosial Pengaruhnya Besar
Perubahan sosial yang dirasakan oleh orang banyak (institusi sosial) seperti misalnya perubahan dari agraris menuju industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada perubahan struktur sosial yang ada. Dari struktur sosial yang orientasi agraris menjadi industri. Contoh lain, perubahan struktur politik pemerintahan otoriter menuju politik pemerintahan demokratis mebawa dampak besar bagi perubahan sikpa dan budaya politik masyarakat.
Perubahan Materiil dan Immateriil
Selain tipe-tipe perubahan sosial yang didiskusikan di atas masih ada beberapa tipe perubahan sosial yang ditinjau dari perspektif struktur sosial sebagaimana yang didiskusikan oleh Drs. Wawan Ruswanto, M.Si dalam buku modul/bahan ajar (reviuwer Juli Astutik, belum dipublikasikan dalam bentuk buku). Berdasarkan teori-teori perubahan sosial strukturasi Ruswanto menguraikan tipe perubahan sosial berdasarkan perspektif struktur sosial sebagai berikut.
Perubahan dalam personel (changes in personnel), yang berhubungan dengan perubahan peran dan individu-individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang berkaitan dengan keberadaan struktur.
Perubahan dalam cara bagian-bagian dari struktur berhubungan (changes in the way parts of structures relate). Perubahan pada tipe ini menyangkut hubungan-hubungan peran (role relationships).
Perubahan dalam fungsi-fungsi struktur (changes in the functions of structures). Perubahan dalam tipe ini berkaitan dengan apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat tersebut melakukannya.
Perubahan dalam hubungan antara struktur yang berbeda (changes in the relationships between different structures).
Kemunculan struktur baru (the emergence of new structures). Perubahan yang terjadi merupakan peristiwa munculnya struktur baru untuk menggantikan struktur sebelumnya.
Tipe perubahan sosial yang dijelas Ruswanto di atas menggunakan pendekatan struktural fungsional Talcott Parson yang terfokus pada analisa peran struktur. Meskipun banyak kritikan namun pendekatan tersebut memberikan kontribusi banyak dalam memahami realitas sosial tentang perubahan sosial. Sedikit banyak yang disampaikan oleh Ruswanto di atas adalah fenomena riil yang terjadi pada kehidupan masyarakat.
Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
Faktor Pendorong Perubahan Sosial
Sudah menjadi kesepakatan umum perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat akan dan pasti terjadi baik dengan lambat maupun cepat, terencana maupun tidak terencana, dan berpengaruh besar maun kecil. Pertanyaannya apa faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial? Sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan ini telah melahirkan banyak teori.
Soejono Sukanto mengatakan perubahan sosial disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah antara lain:
- Bertambah atau berkurangnya penduduk. Dengan bertambahnya penduduk menyebabkan terjadinya perubahan struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga- lembaga kemasyarakatan. Berkurangnya penduduk yang disebabkan oleh adanya aktivitas transmigrasi juga berpengaruh pada perubahan struktur masyarakat.
- Penemuan- penemuan baru. Penemuan baru ditengah kehidupan masyarakat berdampak luas pada cara hidup masyarakat seperti misalnya pada pengolahan lahan dengan menggunakan pacul/tembilang yang menguras tenaga manusia lebih besar. Karena inovasi manusia, cara tersebut mulai ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru, hasil temuan manusia yaitu pengolahan lahan dengan menggunakan mesin traktor.
- Pertentangan (conflict) didalam masyarakat. Konflik antar individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dapat berpengaruh besar pada perubahan sosial budaya seperti misalnya pertentangan individu dengan tradisi kebudayaan dilingkungan sekitar.
- Terjadinya pemberontakan atau revolusi. Gerakan revolusi berpengaruh lebih besar dalam perubahan sosial dibandingkan penyebab lain. Karena revolusi merubah bentuk dan struktur Negara dan pemerintahan.
Soetonomo (2009, 83) menjelaskan ada lima faktor yang mendorong perubahan sosial diantaranya: sebagai upaya pemecahan masalah sosial, percepatan perubahan, proses reintegrasi, memotong lingkaran kemiskinan, transformasi struktur dan antisipasi dampak. Faktor perubahan sosial tersebut oleh Soetonomo diistilahkan sebagai perubahan sosial terencana menuju kondisi sosial yang lebih baik.
Pemecahan Masalah Sosial
Soetomo menguraikan “sebagaimana diketehui, masalah sosial kondisi yang tidak diharapkan, karena mengandung unsur yang merugikan, baik fisik maupun non fisik, atau merupakan pelanggaran terhadap norma maupun standar sosial”.
Masalah sosial juga dapat dikatakan sebagai penyakit sosial yang meresahkan masyarakat bahkan negara seperti misalnya tindakan teroris yang melakukan bom bunuh diri, bom buku, bom senter, bom tarmos,dll terhadap tempat umum atau individu. Ini menjadi masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dan bernegara. Oleh karena itu masyarakat, negara, dan pihak tertentu harus mengambil langkah untuk merubah tindakan terorisme menjadi sesuatu yang lebih baik dan dapat menciptakan keamanan dan kedamaian.
Percepatan Perubahan
Definis percepatan perubahan dalam konteks ini adalah mendorong perubahan alami menjadi perubahan terencanakan dengan tujuan dapat berubah lebih cepat. Langkah ini diatur oleh struktur sosial yang memiliki otoritas untuk mengatur dan mengarahkan struktur sosial dibawahnya seperti misalnya untuk merubah pola pikir tradisional masyarakat Baduy menuju pola pikir moderen dengan cara alami cenderung lambat, oleh karena itu perlu direncanakan oleh pemerintah terkait untuk merubah lebih cepat melalui program pembangunan yang dianggap tepat.
Memotong Lingkaran Kemiskinan
Perubahasan sosial dalam model ini mengarah pada pembangunan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang berada pada lingkaran kemiskinan diusahakan untuk merubah menuju masyarakat yang sejahtera sandang pangan. Langkah ini tentu berawal dari inisiatif negara dan didorong oleh kemauan keras masyarakat itu sendiri.
Transformasi Struktur dan Antisipasi Dampak
Berdasarkan perspektif struktural fungsional, kondisi pembangunan sangat tergantung dari struktur sosial yang ada. Jika struktur sosial korup maka pembangunan akan bertumpu pada struktur sosial tertentu dan distribusi kekuasaan terpusat pada struktur tertentu pula akhirnya keadilan yang dinginkan tidak dapat terwujud dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan atau reformasi struktur sosial menuju struktur yang mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Good and Political Will seluruh lapisan sosial utamanya negara adalah hal utama yang harus dimiliki dalam melakukan transformasi struktur serta menjaga struktur baru agar berjalan dengan baik dan dapat mewujudkan cita- cita dan tujuan yang dinginkan.
Faktor Penghambat Perubahan Sosial
Ada beberapa alasan atau faktor kenapa perubahan sosial cenderung lambat dan bahkan jalan ditempat. Berikut diuraikan penghambat perubahan sosial.
Kurangnya Hubungan Dengan Masyarakat Lain
Individu atau masyarakat yang tidak memiliki atau tidak mau memiliki akses untuk berhubungan dengan masyarakat lain. Dadot (2011) “bahwa masyarakat tersebut tidak dapat mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan lain, menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan sosial dan budaya di dalam masyarakat”.
Tradisi dan Adat
Karena tradisi dan adat merupakan aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan dianggap sebagai aktivitas yang sakral oleh masyarakat tertentu maka tidak gampang untuk dirubah meskipun aktivitas itu mengorbankan harta bahkan jiwa seperti misalnya tradisi Ngayau (potong kepala) suku Dayak Iban di Kalimantan Barat.
Kepentingan Politik yang Tertanam Kuat
Negara – negara yang memiliki sistem politik tertutup (otoriter, monarki, sosialis) memiliki kepentingan politik yang tertanam kuat akhirnya perubahan pada struktur sangat sulit dilakukan termasuk pergantian pimpinan negara.
Manusia Pasrah pada Nasib (takdir Tuhan)
Manusia seperti ini sulit untuk merubah hidup karena prinsip yang dimiliki hidup tergantung tuhan sedangkan manusia hanya menunggu dan menerima nasib/takdir. Biasanya manusia yang berprinsip seperti ini tidak memiliki wawasan luas tentang ketuhanan dan mereka berada jauh dari akses pendidikan dan informasi.
Penutup, Mitos Pembangunan dan Perubahan Sosial
Pada bagian ini penulis mendiskusikan pembangunan dan perubahan sosial perspektif kritis. Maksud dari topik ini adalah melihat dan menganalisa pembangunan dan perubahan sosial yang sedang dan telah terjadi berdasarkan pandangan kritis. Pembangunan di era globalisasi dan modernisasi telah banyak yang melakukan kritikan. Karena pembangunan di era tersebut menyampingkan hak asasi manusia (HAM) dan mengagungkan teknologi dan industrialisasi.
Menurut Mansour Fakih (2006), teori pembangunan dan globalisasi yang begitu diagung-agungkan oleh negara maju telah gagal dalam mewujudkan tujuannya bagi negara di Asia. Negara NIC (Newly Industrial Countries) yang menjadi percontohan telah hancur dan tidak bisa bertahan diterpa oleh badai krisis multidimensi yang melanda dunia. Revolusipun bukan suatu langkah yang tepat dalam pembangunan politik. Karena menurut Irma Adelman (dalam Fakih, 2006: 66), 40-60 % penduduk di negara miskin menjadi semakin buruk. Yang diperlukan adalah human resource development untuk mencapai pertumbuhan dengan pemerataan.
“212 KK atau 50% dari jumlah KK warga korban penggusuran stren kali jagir memilih menolak dan tidak mau menempati rusun yang dipersiapkan. Realitas diatas, dalam pandangan teori kebutuhan bertingkat psikologi humanistik dilatar belakangi oleh asumsi bahwa tindakan penggusuran menjadi ancaman pemenuhan kebutuhan fisiologis (physiological needs) dan kebutuhan akan rasa aman (need for self-security) sehingga bila tidak diimbangi dengan mekanisme pertahanan (defence mechanism), maka akan berpengaruh pada ketidak menentuan kondisi psikologis yang tercermin dari kelainan perilaku sehari-hari. Dengan demikian, tragedi penggusuran yang berdampak pada ketidak menentuan kondisi psikologis warga korban penggusuran tentu menjadi masalah yang memerlukan langkah-langkah solutif agar normalisasi kondisi psikologis warga minimal kembali pada kondisi sebelum terjadi penggusuran. Namun untuk mempertajam langkah-langkah solutif dipandang perlu menemukan gambaran perasaan tertekan yang dialami oleh warga korban penggusuran”.
Contoh di atas adalah sebagian kecil dari banyak kasus penggusuran lainnya. Model pembangunan seperti ini yang dikedepankan adalah kepentingan penguasa dan pengusaha. Mol, Rumah Susun, Ruko, Perusahaan Tambang, kanor- kantor mewah, gedung- gedung bertingkat, semuanya adalah milik penguasa dan pemodal. Ironisnya, pembangunan tersebut dibangun diatas penderitaan rakyat.