Overreaksi Pasar Terhadap Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Di Indonesia
Motivasi investor melakukan investasi di pasar modal adalah untuk memperoleh return, untuk mendapat Return yang optimal, yaitu: yang sesuai dengan kompensasi resiko yang diterima maka seorang investor dituntut untuk senantiasa mengikuti perkembangan pasar dan memiliki sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan dinamika harga saham. Oleh karena itu, kebutuhan atas informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan di pasar modal saat ini menjadi semakin meningkat seiring dengan perkembangan pasar modal itu sendiri. Investor harus mengikuti perkembangan pasar dan informasi karena pada dasarnya keberhasilan dari investasi ialah melakukan keputusan berdasarkan informasi (making well-informed decision), baik informasi yang tersedia dipublik maupun informasi pribadi, karena setiap informasi akan mempengaruhi reaksi di lantai bursa (information effect) dan berguna untuk mendapatkan portofolio yang mencerminkan preferensi individual investor tersebut dalam memperoleh tingkat pengembalian maksimum dangan kompensasi resiko tertentu. Informasi yang digunakan dalam pasar modal ialah informasi yang bermakna bagi investor, dalam konteks informasi yang mampu mengubah keyakinan (belief) atau pengharapan (expectation) dari investor dan dapat membantu dalam memprediksi hasil-hasil di masa datang dari berbagai alternatif tindakan yang kesemuanya menyebabkan seseorang melakukan transaksi di pasar modal. Menurut Weston dan Copelland (1991: 141), suatu informasi didefinisikan sebagai: ”Seperangkat pesan atau berita yang dapat digunakan untuk mengubah si penerima dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya”. Artinya informasi diperlukan untuk menetapkan harga surat berharga yang mencerminkan hubungan resiko dan hasil pengembalian. Sedangkan bagi investor informasi tersebut berguna untuk mendapatkan portofolio yang mencerminkan preferensinya sendiri dalam memperoleh tingkat pengembalian maksimum dengan tingkat resiko tertentu. Disisi lain fakta dalam berbagai penelitian di bidang pasar modal dan mengenai perilaku keuangan (behavioral finance) menyatakan bahwa terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi yang dapat mempengaruhi harga saham. Penyimpangan tersebut diantaranya adalah implikasi dari fenomena reaksi berlebihan yaitu bahwa para pelaku pasar tidak semuanya terdiri dari orang-orang yang rasional dan juga tidak emosional. Sebagian para pelaku pasar bisa bereaksi berlebihan terhadap informasi, terlebih lagi jika informasi tersebut adalah informasi buruk, para pelaku pasar akan secara emosional segera menilai saham terlalu rendah. Untuk menghindari kerugian para investor akan berperilaku irrasional dan menginginkan menjual saham-saham yang berkinerja buruk dengan cepat. Peristiwa yang dianggap dramatis oleh para investor, dapat menyebabkan para investor bereaksi secara berlebihan (overreaction). Para investor akan melakukan hal-hal yang mungkin tidak rasional terhadap saham-saham yang ada. Reaksi berlebihan ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham dengan menggunakan return dari sekuritas yang bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan abnormal return dari sekuritas yang ada. Return saham ini akan menjadi terbalik dalam fenomena reaksi berlebihan. Saham-saham yang biasanya diminati pasar dan mempunyai return tinggi, akan menjadi kurang diminati. Sedangkan saham-saham yang bernilai rendah dan kurang diminati akan mulai dicari oleh pasar. Kondisi ini akan mengakibatkan return saham yang sebelumnya tinggi menjadi rendah, dan return yang sebelumnya rendah akan menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya abnormal return positif dan negatif. Hasil penelitian mengenai pola perubahan return saham di pasar modal memberikan kesimpulan yang berbeda-beda dan beragam. Dalam artikelnya De Bondt dan Thaler (1985) menyatakan bahwa penelitian mereka membuktikan bahwa saham-saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) selanjutnya membaik dan sebaliknya saham-saham yang sebelumnya berkinerja baik (winner) selanjutnya memburuk pada sekitar 36 bulan kemudian. Mereka menjelaskan fenomena harga saham yang tidak normal ini sebagai bukti bahwa pasar bereaksi secara berlebihan (overreaction) dalam merespon suatu informasi. Fenomena reaksi berlebihan ini menyimpulkan bahwa bahwa pasar adalah tidak efisien, karena dalam pasar yang efisien, harga saham yang ada pada saat itu bisa mencerminkan pengetahuan dan harapan dari semua investor, sehingga investor tidak mungkin tidak mengetahui antara investasi yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan dimasa yang akan datang berdasarkan pada harga pasar pada saat ini. Para pelaku pasar sering berperilaku irrasional terhadap pergerakan harga saham. Jenis informasi yang muncul dalam pasar modal yaitu informasi bagus (good news) dan informasi yang tidak bagus (bad news). Penelitian Sudarsono dan Suryanto (2005) menunjukkan bahwa informasi bagus (good news) seperti berita dramatis pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat-saat menjelang Oktober 2005 mengenai rencana bergabungnya Boediono ke dalam Kabinet Indonesia Bersatu disambut berbagai kalangan dengan perasaan lega di hati. Perasaan lega dihati mencuat ke permukaan sebagai “good news” dalam bentuk penguatan dua buah indeks utama di pasar finansial yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan kurs mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah di pasar spot [S(IDR/USD)] yang memang sangat peka terhadap “news” di bidang politik nasional. Dari sisi berita kurang bagus (bad news) misalnya selama tahun 1995 terjadi tiga peristiwa besar dalam bulan April, September dan Oktober yang terasa diluar dari ekspektasi masyarakat umum, yaitu isu HAM, pelepasan dua tapol kakap, pemberhentian seorang menteri muda. Ketiga hal yang berkategori “unanticipated” tersebut membawa pengaruh pada penurunan IHSG yang cukup nyata sebagai pernyataan rasa kecewa masyarakat Para pelaku pasar biasanya akan memasang tarif yang terlalu tinggi terhadap suatu berita yang dianggap bagus (good news) dan akan memasang tarif yang rendah untuk berita-berita yang dianggap kurang bagus (bad news). Penelitian mengenai keberadaan reaksi berlebihan seringkali menggunakan data saham yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok saham (portofolio) loser dan kelompok saham (portofolio) winner. Kelompok saham yang disebut loser yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami penurunan besar harga, sedangkan kelompok saham yang disebut kelompok winner yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami kenaikan besar harga . Penyebab perubahan besar harga pada saham golongan loser dan saham golongan winner, antara lain disebabkan karena adanya informasi buruk (bad news) dan informasi bagus (good news) yang diterima oleh para pelaku pasar, sehingga para pelaku pasar melakukan reaksi. Penelitian mengenai hipotesis pasar efisien (efficient market hypotesis atau EMH) juga banyak dilakukan dalam perkembangan pasar modal Indonesia. Penelitian efisiensi pasar ini juga berkenaan dengan reaksi pasar yang tercermin dalam penyesuaian harga saham dari suatu informasi baru. Diketahui pula fenomena reaksi berlebihan dapat digunakan untuk menilai tentang keefisienan pasar, khususnya pelaku pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis berdasarkan data harian selama tiga tahun (2004-2007) apakah terjadi overreaksi para pelaku pasar modal sehingga terdapat perbedaan average abnormal return yang signifikan antara portofolio loser dan portofolio winner.
Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Efisiensi Pasar Modal
Secara umum efisiensi pasar didefinisikan oleh (Beaver 1968, dalam Jogiyanto 1998) sebagai hubungan antara harga-harga sekuritas dengan informasi. Fama (1970) menyajikan 3 macam bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi, yaitu informasi masa lalu, informasi sekarang yang sedang dipublikasikan dan informasi privat, yaitu: (1) Bentuk Efisien Pasar Modal; (2) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form); (3) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi strong form).
Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form) merupakan pasar yang harga-harga dari sekuritasnya secara penuh mencerminkan (fully reflect) informasi masa lalu Sebagai contoh, harga saham tampak mengalami kenaikan setiap awal bulan dan turun setiap akhir bulan. Jadi pada pasar modal efisiensi bentuk lemah, harga saham mengikuti kecenderungan tersebut. Investor dan perusahaan efek akan merealisasi kecenderungan tersebut dan cenderung menggunakannya untuk menentukan harga saham.
Sedangkan, Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi strong form) merupakan pasar yang harga-harga dari sekuritasnya mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan. Pada bentuk ini, investor tidak dapat memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan public information. Para peneliti telah menguji keadaan ini dengan melihat peristiwa-peristiwa tertentu seperti penerbitan saham baru, pengumuman laba dan dividen perkiraan tentang laba perusahaan, perubahan praktek-praktek akuntasi, merger, dan pemecahan saham. Kebanyakan informasi-informasi ini dengan cepat dan tepat dicerminkan dalam harga saham.
Selanjutnya, Efisiensi pasar bentuk kuat (strong) merupakan Pasar yang harga-harga dari sekuritasnya secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi termasuk informasi privat.( tingkat efisiensi pasar yang tinggi) Konsep ini mengandung arti bahwa semua informasi baik informasi yang sifatnya umum maupun khusus, direfleksikan dalam mendapatkan informasi yang sama kualitas dan jumlahnya dan yang diterima pada saat yang sama, sehingga tidak ada investor yang dapat menikmati keuntungan tidak normal diatas kerugian investor yang lainnya. Informasi yang tidak dipublikasikan adalah informasi yang bersifat khusus, dalam artian diketahui oleh orang dalam dan bersifat rahasia karena alasan strategi. Pada pasar bentuk kuat berarti sudah mencapai efisiensi bentuk yang sempurna (Sunariyah, 1997).
Overreaction (Reaksi berlebihan)
Menurut De Bond and Thaler, Overreaction pada dasarnya menyatakan bahwa pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap suatu informasi. Para pelaku pasar cenderung menetapkan harga saham terlalu tinggi terhadap informasi yang dianggap bagus oleh para pelaku pasar dan sebaliknya, para pelaku pasar cenderung menetapkan harga terlalu rendah terhadap informasi buruk. Koreksi terhadap informasi pada periode berikutnya yang terjadi secara berlebihan, signifikan dan berulang. Inilah yang dikatakan overreaction. Secara psikologis, pelaku pasar cenderung memberikan reaksi dramatik terhadap berita yang jelek. Beberapa teori secara umum menyebutkan bahwa perilaku para investor bereaksi berlebihan (overreact) terhadap adanya berita mengenai informasi peristiwa, baik itu peristiwa keuangan maupun bukan peristiwa keuangan yang tak terduga dan dramatis yang tidak diantisipasi sebelumnya. Beberapa event yang tidak diantisipasi mempengaruhi seluruh ekonomi yang ada dan mempengaruhi harga saham secara signifikan, baik itu apresiasi saham maupun depresiasi saham. reaksi berlebihan memberikan perilaku prinsipal terhadap para pelaku pasar yang akan mempengaruhi banyak konteks. Ketika para pelaku pasar berekasi berlebihan terhadap informasi tak terduga sebelumnya, maka saham-saham yang golongan loser akan mengungguli winner. Maka gejala – gejala dari tindakan overreaction dalam menyikapi informasi yang kemudian mengimbas terhadap harga saham adalah sebagai berikut :
1. Saham yang mempunyai return tinggi kurang diminati dan saham yang bernilai rendah akan dicari pasar.
2. Return saham yang sebelumnya tinggi menjadi rendah dan sebaliknya, return saham yang sebelumnya rendah menjadi tinggi.
3. Saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) selanjutnya membaik dan sebaliknya, saham yang sebelumnya berkinerja baik (winner) akan memburuk.
Penelitian terdahulu
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan overreaction (reaksi berlebihan) antara lain Rahmawati dan Tri Suryani (2005) melakukan penelitian dengan judul “Over Reaksi Pasar Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta” menyimpulkan bahwa terdapat indikasi reaksi berlebihan (over reaction) yang ditandai dengan portofolio loser mengungguli portofolio winner. Efek reaksi berlebihan ini terjadi tidak dalam kurun waktu yang konstan lama, tetapi terjadi secara terpisah-pisah atau separatis. Penelitian ini dapat juga memberikan penjelasan bahwa pasar modal di Indonesia, khususnya sektor manufaktur dalam kondisi efisiensi pasar dalam bentuk lemah (weak form). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh De Bondt dan Thaler (1985) dan penelitian Sukmawati dan Hermawan (2003).
Wibowo dan Sukarno (2004) meneliti tentang reaksi berlebihan dengan melihat ukuran perusahaan. Wibowo dan Sukarno mengadakan pengujian terhadap saham harian selama tahun 2000 di Bursa Efek Jakarta. Hasil dari penelitian tersebut tidak ditemukan bahwa reaksi berlebihan berhubungan dengan ukuran perusahan, baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Dalam penelitiannya juga ditemukan bahwa saham loser mempunyai kecenderungan untuk menjadi winner, tetapi winner tidak mempunyai kecenderungan untuk menjadi loser. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Iswandari.
Sukmawati dan Hermawan (2003) melakukan penelitian mengenai Overreaction Hypotesis dengan cara pembentukan portofolio yang dijadikan enam portofolio, dimana portofolio tersebut terdiri dari tiga portofolio golongan loser dan tiga portofolio golongan winner. Dalam penelitian Sukmawati dan Hermawan tersebut menguji keberadaan reaksi berlebihan yang digunakan untuk memprediksikan pola portofolio loser mengungguli pola portofolio winner. Mereka menemukan bahwa portofolio loser terbukti mengungguli portofolio winner, dan terjadi secara separatis dan terpisah-pisah selama beberapa waktu.
Fenomena pembalikan harga jangka pendek oleh Iswandari (2001) dengan menggunakan data harga saham harian selama tahun 1998 dan ditemukan bahwa reaksi berlebihan hanya terjadi pada saham-saham loser dan bukan pada saham winner dengan menggunakan model market dan model disesuaikan rata-rata. Reaksi berlebihan yang terjadi pada saham loser diduga karena periode data yang digunakan dalam penelitian adalah tahun 1998 dimana pada tahun tersebut Indonesia sedang mengalami krisis berat, sehingga para pelaku pasar ragu bahwa informasi yang diterimanya adalah informasi bagus. Sebagian peneliti mencurigai bahwa pembalikan harga bukan karena reaksi berlebihan tapi karena pengaruh bid-ask spread. Iswandari melakukan pengujian juga pada pengaruh bid-ask spread terhadap pembalikan harga saham loser tidak pada saham winner karena saham yang bereaksi berlebihan adalah saham loser bukan pada saham winner.
Daniel dan Subramanyan (1998) mengatakan bahwa terdapat informasi yang disediakan untuk para investor atau disebut dengan informasi publik, dan juga ada informasi yang tidak disediakan untuk para investor atau informasi privat. Disini dinyatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh informasi yang disediakan untuk investor. Berdasarkan kedua informasi ini menjadikan dua bias psycology yang menyebabkan pasar overreaction dan underreaction. Bias tersebut yaitu investor terlalu percaya diri terhadap kebenaran dari informasi prifat (over confidence) dan bias self attribution yaitu sifat dasar dari pribadi para investor.
Fama (1997) meneliti mengenai efisiensi pasar, return jangka panjang dan perilaku keuangan. Fama menyatakan bahwa pasar lebih sering overreaction daripada underreaction terhadap informasi. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa terjadi overreaction dalam jangka panjang dan terjadi underreaction dalam jangka pendek. Fama berpendapat bahwa terdapat dua bias informasi yang mempengaruhi harga saham. Pertama yaitu bias overconfidence yaitu pasar terlalu percaya diri, dan hal ini menyebabkan para investor tersebut terlalu melebih-lebihkan pribadinya dalam menilai saham. Kedua yaitu sifat dasar dari seseorang atau disebut self attribution, yang menyebabkan investor menjatuhkan penilaian publik atas nilai saham, yang terjadi pada saat penilaian publik terhadap nilai saham berbeda dengan penialian investor secara pribadi.
Dissanaike (1997) menyatakan jika investor secara rutin reaksi berlebihan terhadap informasi baru, harga saham yang biasanya cenderung loser akan berubah dan bergerak menjadi winner. Penelitiannya membuktikan bahwa terjadi anomali pada harga saham. Overreaction hypotesis adalah sebagai kontradiksi terhadap hipotesis pasar yang efisien, yang mana merupakan sebuah bagian dari integral dari ekonomi keuangan modern. Overreaction hypotesis pada kenyataannya mengindikasikan bahwa bentuk efisiensi pasar dalam bentuk lemah secara informasi dan juga mengimplikasikan bentuk efisiensi pasar setengah kuat. Overreaction hypotesis juga mengimplikasikan ketidakefisienan pasar karena harga terlalu bereaksi dan tidak adanya rasio (irrasional) terhadap perkiraan hasil dimasa depan.
Susiyanto (1997) menguji keberadaan reaksi berlebihan di Bursa Efek Jakarta. Susiyanto menggunakan data mingguan selama periode 1994-1996 dan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa portofolio saham yang tiga bulan sebelumnya memperlihatkan abnormal return positif (winner) mengalami reaksi yang berlebihan yaitu memperoleh abnormal return negatif dalam periode tiga bulan sesudahnya. Namun Susiyanto tidak menemukan adanya reaksi berlebihan pada portofolio saham yang sebelumnya memperlihatkan abnormal return negatif (loser). Susiyanto menginterpretasikan penelitiannya bahwa para investor di Bursa Efek Jakarta lebih sering merespon secara berlebihan pada informasi positif dibandingkan dengan informasi negatif.
Sartono dan Yarmanto (1996) mendokumentasi reaksi berlebihan (overreaction) pada pasar saham Indonesia dengan menggunakan model Damodoran. Tujuan utama dari studi mereka adalah untuk mengukur penyesuaian pasar dan bagaimana informasi baru diserap secara efektif. Dan penemuan itu membuktikan bahwa Bursa Efek Jakarta cenderung bereaksi berlebihan terhadap informasi terbaru.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jegadeesh dan Titman (1995) menemukan bahwa harga reaksi berlebihan terhadap informasi spesifik perusahaan dan menunda reaksi tehadap informasi yang biasa dan normal terjadi. Penundaan reaksi karena faktor-faktor umum ini menimbulkan hubungan ukuran yang mempunyai efek yang tidak lancar dalam return saham. Keuntungan yang berbalik arah dikarenakan harga saham yang reaksi berlebihan dan hanya sedikit dari keuntungan yang dapat diberikan pada efek lead-lag. Keuntungan yang berlawanan pada dasarnya disebabkan oleh beberapa saham yang bereaksi lebih cepat dari saham lainnya. Dalam penelitian ini, diuji sifat dari reaksi harga saham terhadap faktor-faktor normal atau biasa, dan terhadap informasi spesifik perusahaan. Pembalikan pada komponen spesifik perusahaan terhadap return diintepretasikan sebagai koreksi atas reaksi berlebihan yang terjadi sebelumnya, walaupun ada juga kemungkinan intepretasi lain.
Lo dan Mackinlay (1990) menyatakan bahwa adanya overreaction dalam penelitian mereka dengan ditandainya return pada beberapa saham secara sistematis mengalami kemajuan (lead) atau mengalami kemunduran (lag) dari pada return saham yang lain, penggunaan strategi menjual saham golongan winner dan membeli saham golongan loser, akan dapat menghasilkan expected return yang positif. Pengujian hypotesis terhadap harga saham dipasar modal secara umum berfokus pada sekuritas secara individu maupun secara pengelompokan menjadi portofolio. Dalam penelitian Lo dan Mackinlay ini, ditunjukkan bahwa interaksi cross-sectional dari return sekuritas adalah aspek yang penting dalam dinamika perubahan harga saham.
Pengembangan Hipotesis
Overreaction Hypotesis pada dasarnya menyatakan bahwa pasar telah reaksi berlebihan terhadap suatu informasi. Secara psikologis, pelaku pasar cenderung memberikan reaksi dramatik terhadap berita yang jelek. De Bondt dan Thaler membagi portofolio dalam kelompok portofolio yang konsisten mendapatkan earning (winner) dan portofolio yang konsisten tidak mendapat earning (loser). Koreksi terhadap informasi tersebut pada periode berikutnya jika dalam jangka pendek, koreksi dilakukan secara berlebihan, signifikan dan berulang. Inilah yang dikatakan overreaction. DeBond dan Thaler merilis penelitian tentang Overreaction terhadap harga saham pada tahun 1985 diikuti dengan penelitian selanjutnya yang dilakukan baik didalam negeri maupun di luar negeri misalnya Rahmawati dan Tri Suryani (2005) melakukan penelitian dengan judul “Over Reaksi Pasar Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta” menyimpulkan bahwa terdapat indikasi reaksi berlebihan (over reaction) yang ditandai dengan portofolio loser mengungguli portofolio winner. Efek reaksi berlebihan ini terjadi tidak dalam kurun waktu yang konstan lama, tetapi terjadi secara terpisah-pisah atau separatis. Sukmawati dan Hermawan (2003) melakukan penelitian mengenai Overreaction Hypotesis dengan cara pembentukan portofolio yang dijadikan enam portofolio, dimana portofolio tersebut terdiri dari tiga portofolio golongan loser dan tiga portofolio golongan winner. Mereka menemukan bahwa portofolio loser terbukti mengungguli portofolio winner, dan terjadi secara separatis dan terpisah-pisah selama beberapa waktu. Dissanaike (1997) menyatakan jika investor secara rutin reaksi berlebihan terhadap informasi baru, harga saham yang biasanya cenderung loser akan berubah dan bergerak menjadi winner. Berdasarkan penjelasan literatur dan penelitian terkait diatas maka, hipotesis penelitian ini adalah :
“Terdapat perbedaan average abnormal return yang signifikan antara portofolio loser dan portofolio winner”
Metode Penelitian
Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan yang terdaftar di BEJ (Bursa Efek Jakarta) tahun 2004 – 2007. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Kriteria-kriteria pengambilan sampel penelitian ini antara lain:
1. Saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada periode Januari 2004 sampai Desember 2007 .
2. Perusahaan yang konsisten sahamnya diperdagangkan pada periode pengamatan yaitu dari tahun 2004-2007.
3. Pada Portofolio Winner, sampel harga saham perusahaan diambil berdasarkan harga yang mengalami trend naik. Jangka waktu pengambilan sampel untuk menentukan portofolio winner adalah dari Januari 2004 sampai Desember 2004.
4. Pada Portofolio Loser, sampel harga saham perusahaan diambil berdasarkan harga yang mengalami trend menurun. Jangka waktu pengambilan sampel untuk menentukan portofolio loser adalah dari Januari 2004 sampai Desember 2004.
Berdasarkan kriteria – kriteria tersebut diatas , maka diperoleh sampel sebanyak 20 perusahaan yang digolongkan kedalam portofolio winner dan 20 perusahaan yang digolongkan dalam portofolio loser. Kemudian dari 20 perusahaan yang masuk portofolio winner akan dipecah lagi menjadi 4 portofolio winner yang masing-masing satuan portofolionya dialokasikan 5 perusahaan, demikian juga sekumpulan perusahaan loser.
Hasil Penelitian
Hasil penghitungan dengan menggunakan Mean Adjusted Model
Inti dari Mean Adjusted Model adalah menghitung angka Expected Return atau tingkat kembalian yang dihitung berdasarkan rata-rata return saham pada periode sebelumnya (periode estimasi) yang dirata-rata dan kemudian angka tersebut dikonstankan untuk diperbandingkan dengan angka return saham pada periode pengamatan. Hasilnya sebagai berikut :
1. Grafik Average Abnormal return Portofolio Winner dan Portofolio Loser (versi Model Disesuaikan Rata-rata).
Pada gambar secara keseluruhan baik portofolio loser maupun portofolio winner memiliki average abnormal return yang bergerak disekitar angka nol, walaupun ada beberapa periode yang terlihat nampak lebih ekstrim kearah negatif dan kearah positif.
Nilai average abnormal return kelompok portofolio loser mengungguli kelompok portofolio winner terjadi pada beberapa periode. Portofolio loser mengungguli portofolio winner tampak jelas terjadi pada bulan Januari, Mei, oktober 2005, tepatnya sekitar tanggal 19 Januari 2005, 30 Mei 2005 dan 6 Oktober 2005 selanjutnya pada tahun 2006 dan 2007 pergerakan harga saham relatif stabil. Kemudian jika kita sorot pada titik puncak portofolio loser maka angka average abnormal return pada tanggal 19 Januari 2005 sebesar 0,281 dan pada tanggal yang sama average abnormal return winner sebesar 0,012, tanggal 30 Mei 2005 portofolio loser 0,320 dan winner -0,003, tanggal 6 Oktober 2005 loser 0,095 dan winner -0,008. Pada tahun 2006 dan 2007 tidak nampak bahwa portofolio loser mengungguli portofolio winner, tetapi kedua portofolio tersebut cenderung memilki reaksi yang hampir sama yaitu berkisar disekitar angka nol.
2. Grafik Cumulative Abnormal Return Portofolio Winner dan Portofolio Loser (versi Model Disesuaikan Rata-rata).
Pada gambar diatas terlihat bahwa Cumulative Abnormal Return (CAR) terendah terjadi pada portofolio dua sedangkan Cumulative Abnormal Return (CAR) tertinggi terjadi pada portofolio tujuh. Walaupun tiga portofolio baik loser maupun winner juga berfluktuasi secara tajam tetapi dalam pengamatan kali ini akan membandingkan 1 portofolio yang paling ekstrem baik negatif maupun positif antara portofolio loser maupun portofolio winner.
3. Grafik Average Abnormal Return Portofolio 2 representasi winner dan Portofolio 7 representasi loser (versi Model Disesuaikan Rata-rata).
Pada gambar secara khusus hanya ditujukan untuk portofolio dua dan portofolio tujuh, dengan alasan portofolio dua dan portofolio tujuh adalah portofolio yang paling ekstim memiliki abnormal return negatif dan positif, dengan tujuan agar menggambarkan lebih jelas antara portofolio winner dan portofolio loser.
Grafik tersebut memperlihatkan bahwa portofolio dua relatif stabil hanya bergerak disekitar angka nol, sebaliknya pada portofolio tujuh terjadi fluktuasi positif yang tajam disekitar tanggal 30 Mei 2005 tampak pada tanggal tersebut portofolio tujuh mengungguli portofolio dua pada angka 1.301 dan -0.008, pada tahun 2006 sampai 2007 kedua portofolio relatif stabil.
4. Uji Beda yang dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi masing-masing Average Abnormal Return portofolio winner maupun loser (versi Model Disesuaikan Rata-rata).
Dari tabel hasil pengujian hipotesis untuk perbedaan signifikansi average abnormal return antara saham loser dan saham dengan winner menunjukkan bahwa seluruh saham golongan loser memiliki mean sebesar 0.00359 dan saham golongan winner memiliki mean sebesar -0.00337. Dalam tabel 4.2 Untuk nilai t hitung sebesar -7.991 dan t tabel sebesar 1.960, dan tingkat signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.050. Berarti bahwa Ha yang diajukan diterima yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara average abnormal return seluruh saham loser dan average abnormal return seluruh saham winner.
Hasil penghitungan dengan menggunakan Market Adjusted Model
Inti dari Model Disesuaikan Pasar atau Market Adjusted Model adalah bahwa angka expected return adalah sama dengan return pasar. Angka return pasar direpresentasikan dari composite index atau Indeks Harga Saham Gabungan.
Hasilnya sebagai berikut :
1. Grafik Average Abnormal Return Portofolio Winner dan Portofolio Loser (versi Model Disesuaikan Pasar).
Pada gambar secara keseluruhan baik portofolio loser maupun portofolio winner memiliki average abnormal return yang bergerak disekitar angka nol, walaupun ada beberapa periode yang terlihat nampak lebih ekstrim kearah negatif dan kearah positif. Nilai average abnormal return kelompok portofolio loser mengungguli kelompok portofolio winner terjadi pada beberapa periode. Portofolio loser mengungguli portofolio winner tampak jelas terjadi pada bulan Januari, Mei, Oktober 2005, tepatnya sekitar tanggal 19 Januari 2005, 30 Mei 2005 dan 6 Oktober 2005. Selanjutnya pada tahun 2006 dan 2007 pergerakan harga saham relatif stabil. Kemudian jika kita sorot pada titik puncak portofolio loser maka angka average abnormal return pada tanggal 19 Januari 2005 sebesar 0,270 dan pada tanggal yang sama average abnormal return winner sebesar 0,007, tanggal 30 Mei 2005 portofolio loser 0,318 dan winner 0,00 tanggal 6 Oktober 2005 loser 0,101 dan winner 0,004. Pada tahun 2006 dan 2007 tidak nampak bahwa portofolio loser mengungguli portofolio winner, tetapi kedua portofolio tersebut cenderung memilki reaksi yang hampir sama yaitu berkisar disekitar angka nol. Hasilnya relatif sama dengan Model Disesuaikan Rata-rata.
2. Grafik Cumulative Abnormal Return Portofolio Winner dan Portofolio Loser (versi Model Disesuaikan Pasar).
Pada gambar terlihat bahwa Cumulative Abnormal Return (CAR) terendah terjadi pada portofolio dua sedangkan Cumulative Abnormal Return (CAR) tertinggi terjadi pada portofolio tujuh. Walaupun tiga portofolio baik loser maupun winner juga berfluktuasi secara tajam tetapi dalam pengamatan kali ini akan membandingkan 1 portofolio yang paling ekstrem baik negatif maupun positif antara portofolio loser maupun portofolio winner. Hasilnya juga relatif sama apabila penghitungan menggunakan Model Disesuaikan Rata-rata.
3. Grafik Average Abnormal Return Portofolio 2 representasi winner dan Portofolio 7 representasi loser (versi Model Disesuaikan Pasar).
Pada gambar 4.6 secara khusus hanya ditujukan untuk portofolio 2 dan portofolio 7, dengan alasan portofolio 2 dan portofolio 7 adalah portofolio yang paling ekstim memiliki abnormal return negatif dan positif, dengan tujuan agar menggambarkan lebih jelas antara portofolio winner dan portofolio loser.
Grafik tersebut hasilnya sama apabila penghitungan menggunakan Model Disesuaikan Rata-rata yaitu memperlihatkan bahwa portofolio 2 relatif stabil hanya bergerak disekitar angka nol, sebaliknya pada portofolio 7 terjadi fluktuasi positif yang tajam sekitar tanggal 30 Mei 2005. Tampak pada tanggal tersebut portofolio 7 mengungguli portofolio 2 pada angka 1.300 dan -0.004, pada tahun 2006 dan 2007 kedua portofolio relatif stabil.
4. Uji Beda yang dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi masing-masing Average Abnormal Return portofolio winner maupun loser (versi Model Disesuaikan Pasar).
Dari tabel hasil pengujian hipotesis untuk perbedaan signifikansi average abnormal return antara saham loser dan saham dengan winner menunjukkan bahwa seluruh saham golongan loser memiliki mean sebesar 0.00130 dan saham golongan winner memiliki mean sebesar -0.00049. Dalam tabel 4.4 Untuk nilai t hitung sebesar -1.711 dan t tabel sebesar 1.960, dan tingkat signifikansi sebesar 0.087 lebih besar dari 0.050. Berarti bahwa H0 yang diajukan diterima yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara average abnormal return seluruh saham loser dan average abnormal return seluruh saham winner. Penghitungan menggunakan Mean Adjusted Model menghasilkan terdapat perbedaan yang signifikan antara portofolio winner dengan portofolio loser kemudian penghitungan menggunakan Market Adjusted Model tidak ada perbedaan signifikan antara portofolio winner dengan portofolio loser.