Faktor Yang Menentukan Omzet Penjualan Jamu
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak berabad abad lamanya, jamu dipercaya memiliki khasiat tinggi untuk menjaga kesehatan termasuk mengobati berbagai penyakit. Jenis jamu tertentu juga dipercaya dapat mempertajam aura kecantikan seorang perempuan termasuk membuatnya awet muda. Namun, rasa pahit dan bau kurang enak jamu seringkali mengalahkan keinginan mereguk khasiatnya.
Istilah “JAMU” merupakan sebutan orang Jawa terhadap obat hasil ramuan tumbuh-tumbuhan asli baik daun, batang dan akar dari alam. Jamu sebenarnya merupakan seni dalam pengobatan tradisional. Tidak ada yang dapat memastikan kapan munculnya tradisi minum jamu. Masyarakat Indonesia paling tidak sudah mempunyai tradisi meracik dan meminum jamu sejak periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Madhawapura dari jaman Majapahit yang menyebut adanya profesi ‘tukang meracik jamu’ yang disebut Pada relief candi Borobudur (th 800 – 900 masehi) juga menggambarkan adanya kegiatan peracikan jamu.
Beberapa hal yang membedakan antara jamu dengan obat kimia modern, salah satunya adalah bahan pembuatnya. Jamu menggunakan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang langsung diambil dari alam. Sedangkan obat kimia modern dihasilkan dari senyawa bahan-bahan kimia sintetis. Oleh karena itu, tingkat efek samping jamu relatif sangat minim dibanding dengan obat kimia modern. Dengan kata lain jamu merupakan obat alami yang bebas efek samping.
Seiring merebaknya gaya hidup sehat dan alamiah, jamu kembali ditengok orang. Jamu yang sesungguhnya adalah racikan berbagai dedaunan berkhasiat obat dipercaya minim efek samping, tidak seperti obat-obatan kimia. Terpuruknya perekonomian Indonesia beberapa tahun belakangan ini juga membawa dampak diliriknya kembali jamu dalam membantu mengobati berbagai penyakit yang oleh beberapa masyarakat terutama kalangan ekonomi menengah dianggap paling efektif dilihat dari segi harganya yang relatif lebih terjangkau.
Konsumsi obat-obatan tradisional di masyarakat, seperti jamu godok, dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Bermacam-macam jamu untuk berbagai penyakit seperti asam urat, diabetes mellitus, ataupun kolesterol tinggi banyak diminati masyarakat. Produksi jamu-jamuan tersebut pun terus bertambah. saat ini masyarakat banyak mencari jamu-jamuan berbahan dasar mentah. Kekhawatiran masyarakat terhadap efek samping obat-obatan kimia secara langsung memang meningkatkan konsumsi jamu-jamuan berbahan mentah. Mereka lebih tenang ketika melihat sendiri bahan- bahan jamu dan yakin tidak ada campuran lain di dalamnya. Konsumen pun tidak keberatan meski harus menyeduh sendiri ramuan bahan-bahan jamu yang dibeli.
Gencarnya promosi budaya back to nature yang mendorong masyarakat kembali pada pemanfaatan bahan-bahan alami juga banyak memengaruhi peningkatan permintaan masyarakat akan jamu. Menurut Sidik Raharjo (31), pimpinan produsen jamu godok dan instan Merapi Farma di Sariharjo, Ngaglik menyatakan dalam harian Kompas (16/07/2007) bahwasanya saat ini konsumen juga semakin pintar. Mereka dapat memilih obat-obatan yang paling sedikit mengandung risiko atau efek samping negatif.
Selain itu, turunnya daya beli masyarakat untuk mengonsumsi obat-obatan kimia yang semakin mahal juga mendorong masyarakat untuk mencari obat-obat alternatif yang mereka percayai aman untuk dikonsumsi. Pasca gempa 27 Mei, sebagian masyarakat yogyakarta, khususnya yang tinggal di Bantul kehilangan pekerjaan pokok mereka, sehingga praktis dalam hal pengobatan mereka lebih mengadalkan akan khasiat jamu dibandingkan dengan obat-obatan kimia yang harganya melambung. Bahan-bahan rempah pembuat jamu sebenarnya banyak terdapat di daerah pedesaan akan tetapi kurang diperdayakan oleh masyarakat untuk membuat bahan ramuan jamu sendiri oleh karena repot serta memakan waktu dalam pembuatannya dan tidak tahan lama dalam penyimpanannya.
General Manager Operation PT Air Mancur, James M Sinambela, Selasa (24/6) dalam harian Kompas mengatakan, selain meningkatkan standardisasi produk, pengusaha jamu juga harus melakukan inovasi produk. Saat ini masyarakat cenderung menginginkan obat-obatan yang murah, tanpa efek samping tetapi juga praktis tanpa repot membuatnya atau memperolehnya.
PEMBAHASAN
A. Jamu
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan populer dengan sebutan herba atau herbal (Depdikbud.1995). Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan dan kulit batang, buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya.
Pembuatan jamu Nusantara ini telah berlangsung sejak zaman batu. Hal ini dapat dilihat dari salah satu relief Candi Borobudur yang menggambarkan kegiatan meramu, menumbuk, dan memanfaatkan daun, akar, serta umbi tanaman untuk obat dan perawatan kecantikan. Di candi terbesar ini juga tergambar jelas pahatan pohon kalpataru yang melambangkan alam sebagai sumber kesehatan.
Dalam sejarahnya, ilmu jejamuan ini semula ini hanya dimiliki oleh bangsawan di dalam keraton untuk menjaga keindahan raga dan kesehatan mereka. Kemudian, pada awal abad XVII, ahli botani Belanda bernama Jacobus Bontius menemukan 60 jenis tanaman obat berkhasiat di Indonesia, dan menulisnya dalam buku Histiria Naturalist et Medica Indiae. Penemuan ini dilanjutkan oleh Van Rheede, lalu disempurnakan Gregorius Everhardus Rumphius yang berdiam di Maluku dan menghimpunnya dalam buku Herbarium Amboinense. Sementara pada masa pendudukan Jepang, saat obat-obatan modern sudah banyak dijumpai, terbitlah buku Formularium Medicamentorum Soloensis (Kompas, 9/10/2004)
Akhirnya, ilmu jamu-jamuan yang semula hanya dikuasai kerabat keraton pun menyebar kepada masyarakat luas, terutama di sekitar tembok keraton. Lambat laun, jamu pun mengalami komersialisasi sehingga mulai diperjualbelikan di warung, oleh tabib, atau dijajakan berkeliling oleh tukang-tukang jamu Jawa berkebaya yang cantik. Bakul jamu yang gandes luwes itu biasanya berjualan bersama, dan berangkat berbondong-bondong berkeliling kampung sambil menggendong keranjang berisi botol jamu.
Industrialisasi jamu saat ini sudah berkembang dengan munculnya pabrik-pabrik jamu besar seperti Nyonya Meneer, Sido Muncul pada, dan Air Mancur. Kini, pasar jamu telah dipenuhi oleh sekitar 600 produsen jamu dari skala rumah tangga sampai pabrik besar dengan ribuan pekerja. Jamu pun dikenal lebih banyak orang, terlihat dari makin menjamurnya outlet jamu di berbagai sudut kota, iklannya yang berjejal di berbagai media, dan omzet penjualan yang mencapai sekitar Rp 2,4 triliun per tahun
Dalam industri jamu terdapat tiga jenis produk, yaitu jamu tradisional yang masih mempertahankan resep warisan leluhur, jamu yang dikembangkan berdasarkan referensi, serta fitofarmaka. Fitofarmaka berasal dari tanaman yang sudah melalui proses uji klinis dan pre uji klinis persyaratan formal produk pengobatan (Ibid).
Namun kini, seiring dengan perkembangan zaman, jamu tradisional kalah saing dengan jamu-jamu buatan prabrik. Hal ini terlihat dari sedikitnya penjual jamu gendong atau keliling yang meramu bahan jamunya sendiri. Hanya jamu tertentu seperti kunir asem dan beras kencur yang masih diolah tangan sendiri. Sedangkan untuk jamu lain, sudah tersedia bahan serbuk buatan pabrik yang tinggal seduh saja kemudian ditambahkan dengan bahan-bahan lain seperti telur atau madu.
Meskipun prinsip pembuatan jamu pada dasarnya sama, cara pembuatan yang dipilih tukang jamu gendong atau keliling lain-lain. Ada yang menggunakan cara tumbuk, ulek, atau pipis. Bakul jamu yang bermodal menggunakan blender. Ada pula penjual yang tinggal mencampur bahan-bahan yang sudah berupa serbuk. Alam tropis ini memberikan kesempatan 30.000 spesies flora untuk tumbuh, dan 8.000 jenis di antaranya adalah tanaman yang memiliki khasiat obat. Meski baru ratusan spesies yang telah termanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional atau jamu. Dan tanaman obat yang paling populer bagi orang Jawa adalah jahe, kencur, kunyit, temulawak, temu ireng, kapulaga, lengkuas, serta lempuyang
Berdasarkan cara pembuatan, jamu dibedakan menjadi jamu pipis, seduhan, infus, serbuk, pil, kapsul, dan sirup. Selain itu ada juga jamu parem, pilis, lulur, dan mangir. Jamu pipis dan seduhan merupakan jamu yang paling tradisional, paling dikenal masyarakat luas, dan bertahan sampai kini. Jamu ini pula yang selalu dijajakan penjual jamu keliling ke kampung-kampung. Semuanya berfungsi sama, untuk menyembuhkan, merawat, dan mencegah penyakit. Sementara parem, pilis, lulur, dan mangir lebih banyak diasosiasikan sebagai jamu perawatan kecantikan.
Penjualan jamu secara nasional turun 30 persen pada Juni dan Juli 2007 (Kompas 3/8/2007).Hal itu disebabkan sebagian konsumen khawatir adanya jamu yang menggunakan bahan kimia obat sebagai campurannya. Untuk mendongkrak kembali omzet penjualan jamu maka Badan Pengawas Obat dan Makanan sebaiknya menyosialisasikan jamu yang baik kepada masyarakat. Mengontrol pengrajin-pengrajin jamu yang nakal serta perlu adanya inovasi baru yang berhubungan dengan jamu agar menyarakat mempunyai alternatif lain cara mengkonsumsi jamu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengkonsumsi jamu (yahoo.com 6/12/2007) yaitu :
1. Kulit kapsul dan bahan perekat tablet jamu
Jamu dengan bentuk kapsul perlu dikaji ulang terkait dengan aspek apakah kulit kapsul tersebut halal atau tidak. Bahan dasar pembuatan kulit kapsul adalah gelatin yang bersumber dari tulang dan kulit binatang. Selain itu, bahan perekat pada pembuatan tablet dan kaplet juga perlu diwaspadai. Biasanya digunakan magnesium stearat yang merupakan turunan dari lemak sebagai pengikat.
2. Alkohol dalam jamu cair
Jamu cair perlu dicermati sebab adanya penggunaan alkohol. Jamu cair biasanya berasal dari ekstraksi bahan aktif dari bahan jamu. Proses ekstraksi ini --selain menggunakan air--, kadang-kadang menggunakan alkohol. Pada jamu instan berbentuk bubuk, alkohol biasanya telah diuapkan hingga kering. Namun pada jamu cair biasanya residu alkoholnya masih cukup tinggi, sehingga menjadikannya tidak halal.
3. Penambahan telur mentah ketika akan meminum jamu seduh
Telur yang sering dipakai oleh para tukang jamu adalah telur ayam kampung atau telur bebek. Dengan kandungan gizinya yang lengkap, telur ini dikenal sebagai makanan yang memberikan efek kesehatan. Telur disajikan mentah atau setengah matang. Dari segi kandungan gizi, telur mentah lebih baik, karena proteinnya belum mengalami kerusakan (denaturasi). Namun pada kondisi dimana wabah virus flu burung cukup marak, penggunaan telur mentah ini perlu dipertimbangkan.
4. Penggunaan anggur obat dalam jamu
Bahan yang sering dianggap obat dan banyak dikonsumsi masyarakat adalah anggur obat atau sering dikenal dengan nama anggur kolesom. Bahan ini adalah minuman fermentasi yang terbuat dari perasan buah anggur. Dari segi bahan dan proses pembuatan sama persis dengan pembuatan wine atau minuman keras yang berasal dari anggur. Dalam minuman ini juga ditambahkan ramuan-ramuan lain yang dianggap berkhasiat bagi kesehatan.
5. Penggunaan senyawa-senyawa kimia sintetik dalam jamu
Belakangan ini, sering terdengar razia terhadap produk jamu yang ternyata dicampur dengan senyawa-senyawa sintetik obat di dalamnya. Hal ini bertentangan dengan ketentuan tentang definisi jamu. Keberadaan senyawa-senyawa kimia di dalamnya berbahaya karena interaksinya dengan bahan lain dan efeknya terhadap tubuh tidak dianalisis secara akurat.
6. Tanggal kadaluwarsa jamu
Kebanyakan produk jamu rumahan, tanggal kadaluwarsanya sering tidak dicantumkan. Padahal jamu tetap memiliki masa pakai. Simplisia dalam jamu bisa berjamur. Keberadaan air dalam jamu cair juga memungkinkan tumbuhnya bakteri.
7. Penggunaan simplisia hewan
Jamu dipersepsikan oleh masyarakat awam sebagai obat yang berasal dari tumbuhan. Padahal tidak selalu demikian. Definisi simplisia (jamu) secara farmasi ialah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apa pun. Kecuali dinyatakan lain, ia berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia terdiri dari dua jenis, yakni simplisia nabati dan hewani. Keduanya merupakan bagian utuh, bagian, atau eksudat dari masing-masing tumbuhan atau hewan dan bukan merupakan senyawa kimia murni.Jika jamu menggunakan simplisia hewan, tentu kehalalan menjadi terkait dengan penyembelihan hewan tersebut
B. Faktor – Faktor Penentu Omzet Penjualan
1. Wirausaha
Pada umumnya masyarakat menganggap wirausaha sinonim dengan pengusaha. Pengusaha yang hebat berarti wirausaha yang hebat , yang unggul. Anggapan itu banyak benarnya namun untuk keperluan pembinaan dan pengembangan yang sistematis, operasional dan berjenjang, ada baiknya digunakan pengertian yang lebih tajam.
Pekerja bebas, pengusaha dan wirausaha kesemuanya adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan usaha (bisnis). Pekerja bebas adalah orang yang melakukan suatu usaha yang mandiri atau tanpa majikan akan tetapi tidak berorientasi untuk memperoleh keuntungan. Bila pekerja bebas bekerja bersama-sama dalam suatu ruangan maka koordinasinya yang biasanya adalah pemasok modal utama bukan sekedar pekerja bebas, tetapi pengusaha, karena disitu telah berlangsung proses perusahaan.
Wirausaha dapat dipahami dari menguraikan istilah tersebut. Wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, atau pejuang. Sedangkan wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani dan pantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai sifat kewirausahaan yaitu : keberanian mengambil resiko, keutamaan, kreatifitas dan keteladanan dalam menangani nusaha atau perusahaan dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Pada dasarnya suatu bentuk usaha jasa atau barang apapun baik itu berbentuk perusahaan mapuan home industri tidak lepas dari unsur manajemen yaitu : (a) Sumber daya manusia yang baik (man); (b) Sumber dana yang mencukupi (money); (c) Peralatan dan mesin yang tepat guna (machine); (d) Cara kerja yang efektif (methods); (e) Pasar dan langganan yang setia (markets).
Man atau manusia adalah unsur utama dari suatu perusahaan, haruslah mampu mengelola usaha yang dijalankannya. Unsur permodalan, peralatan, tata cara dan pemasaran tidak dapat perlepas dari keberhasilan sebuah perusahaan kecil. Pengusaha yang handal dapat dikualifikasikan sebagai berikut : (a) Memiliki rasa percaya diri atau sikap mandiri yang tinggi untuk berusaha mencari penghasilan dan keuntungan melalui perusahaan; (b) Mau dan mampu menangkap peluang usaha yang menguntungkan; (c) Mau dan mampu bekerja keras dan tekun dalam menghasilkan barang dan jasa serta mencoba cara kerja yang lebih tepat dan efisien; (d) Mau dan mampu berkomunikasi, tawar-menawar dan musyawarah dengan berbagai pihak yang besar pengaruhnya pada kemajuan usahanya terutama para pembeli atau langganan; (e) Menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat dan disiplin; (f) Mencintai kegiatan usahanya; (g) Mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaandengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain; (h) Berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kerjasama yang menguntungkan dengan berbagai pihak.
2. Strategi Bisnis
Strategi bisnis adalah serangkaian komitmendan tindakan yang terintegrasi dan terkoordinasi, yang dirancang untuk menyediakan nilai kepada para pelanggan dan mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengeksploitasi kompetensi-kompetensi inti dari pasar produk individual dan spesifik (Thomson.2001:151). Jadi strategi bisnis merefleksikan keyakinan perusahaan tentang dimana dan bagaimana ia memiliki keunggulan dibandingkan dengan lawan-lawannya. Berkaitan dengan lingkungan persainagn perusahaan dan interaksi yang dimiliki perusahaan maka sudah selayaknya semua karyawan memahami apa yang menjadi keunggulan perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan tentang strategi perusahaan dimasa dating dan keunggulan kompetitif yang menjadi dasarnya harus dipecahkan dengan cepat untuk memungkinkan dilakukannya tindakan-tindakan strategis yang efektif.
Para pelanggan adalah dasar dari keberhasilan strategi bisnis. Perusahaan perusahaan terus menerus menekankan pentingnya hubungan antara membangun relasi dan mengirimkan jasa ke pelanggan dan kinerja keuangan perusahaan. Tiga isu penting tentang strategi bisnis yaitu
a. Siapa : Menentukan pelanggan yang akan dilayani
Pelanggan dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan perbedaan dalam kebutuhan mereka. Disebut sebagai segmentasi pasar, ini merupakan suatu proses dimana melaluinya orang-orang dengan kebutuhanyang sama dikelompokkan kedalam individu dan kelompok yang dapat diidentifikasi. Segmentasi pasar merupakan proses dua langkah dalam menamakan pasar produk yang luas dan mensegmentasikan mereka untuk memilik pasar sasaran dan mengembangkan bauran pemasaran yang cocok. Hampir setiap cirri manusia dan organisasi yang dapat diidentifikasi bias digunakan untuk membagi suatu pasar kedalam bsegmen-segmen yang berbeda satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi segmentasi pelanggan misalnya : (i) faktor demografis (usia, pendapatan, seks dll); (ii) faktor sosiodemografis (kelas social, tahap dalam siklus hisup berkeluarga); (iii) faktor geografis (perbedaan kultural, regional dan nasional); (iv) faktor psikologis (gaya hidup, cirri-ciri kepribadian); (v) faktor persepsi (segmentasi manfaat, pemetaan persepsi).
b. Apa : menentukan kebutuhan pelanggan yang ingin dipuaskan
Ketika sebuah perusahaan memutuskan siapa yang akan ia layani, ia harus secara bersamaan mengidentifikasi kebutuhan kelompok pelanggan sasaran yang dapat dipuaskan oleh barang dan jasanya. Suatu keunggulan kompetitif tambahan meningkat bagi mperusahaan-perusahaan yang mampu mengantisipasi dan kemudian memuaskan kebutuhan yang sebelumnya tidak diketahui oleh pelanggan. Kemampuan yang secara positif dan kontinu memberi kejutan pada para pelanggannya memungkinkan perusahaan itu menghasilkan laba rata-rata karena selalu menciptakan kembali dirinya dari waktu ke waktu.
c. Bagaimana : Menentukan kompetensi inti yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
Perusahaan menggunakan kompetensi-kompetensi intinya untuk menerapkan strategi penciptaan-nilai dan memuaskan kebutuhan pelanggan.
3. Tipe-tipe Strategi Bisnis
a. Strategi kepemimpinan biaya
Strategi kepemimpinan biaya adalah serangkaian tindakan integratif yang dirancang untuk memproduksi atau mengirimkan barang-barang atau jasa pada biaya paling rendah, relatif terhadap para pesaing dengan ciri-ciri yang dapat diterima para pelanggan. Implementasi yang efektif dari strategi kepemimpinan biaya ini memungkinkan perusahaan menghasilkan laba di atas rata-rata selain adanya faktor-faktor kompetitif yang kuat seperti berikut.
Pertama, persaingan dengan para pesaing yang sudah ada. Memiliki posisi biaya rendah merupakan pertahanan yang berharga dalam menghadapi para pesaing, karena posisi yang menguntungkan sebagai pemimpin biaya, para pesaing akan ragu dengan basis harga.
Kedua, kekuatan tawar-menawar pembeli (pelanggan). Pelanggan yang berkuasa dapat mendesak pemimpin biaya untuk mengurangi harga-harganya, tapi harga tersebut tidak akan didesak sampai ketingkat harga dimana pesaing industri lainnya dapat menghasilkan laba-di atas rata-rata.
Ketiga, kekuatan tawar menawar suplier. Pemimpin biaya beroperasi dengan margin yang lebih besar dari para pesaingnya. Diantara banyak keuntungan, margin lebih tinggi yang relatif dengan margin para pesaing memungkinkan pemimpin biaya untuk menerapkan kenaikan harga suplier. Dengan cara laian, pemimpin biaya yang kuat dapat mndesak para suplier untuk menahan harga mereka, mengurangi margin mereka dalam proses tersebut.
Keempat, peserta potensial. Melalui usaha yang terus menerus untuk mengurangi biaya ketingkat yang lebih rendah dari para pesaingnya, pemimpin biaya menjadi sangat efisien. Karena mereka meningkatkan margin laba, tingkat efisien yang selalu diperbaiki ini menjadi halangan masuk yang signifikan bagi peserta bisnis yang potensial. Margin laba pemimpin biaya yang rendah mengharuskan pemimpin biaya untuk menjual produknya dalam volume yang lebih besar untuk mendapatkan laba di atas rata-rata.
Kelima, Produksi pengganti. Ketika dihadapkan dengan kemungkinan substitusi, pemimpin biaya lebih memiliki fleksibilitas dari para pesaingnya. Untuk mmpertahankan para pelanggannya, pemimpin biaya dapat mengurangi harga barang atau jasanya. Tetap dengan harga yang lebih rendah dan kualitas yang dapat diterima, pemimpin biaya meningkatkan kemungkinan pelanggan akan memilih produknya daripada produk pengganti.
b. Strategi diferensiasi
Strategi diferensiasi adalah serangkaian tindakan integratif yang dirancang untuk memproduksi barang atau jasa yang dianggap para pelanggan berbeda dalam hal-hal yang penting bagi mereka. Dengan strategi diferensiasi, atribut dan karakteristik unik produk perusahaan (selain biaya) memberikan nilai bagi pelanggan. Strategi ini memusatkan diri pada investasi dan pengembangan ciri yang terus menerus dan bukan fokus pada biaya, yang membedakan barang dan jasanya dalam hal yang dihargai oleh pelanggan, yaitu sebagai berikut.
Pertama, persaingan dengan para pesaing yang sudah ada. Pelanggan cenderung menjadi pembeli yang setia terhadap produk yang didiferensiasi dengan cara-cara yang bermakna bagi mereka. Ketika kesetiaan mereka pada barang meningkat, kepekaan pelanggan terhadap kenaikan harga berkurang.
Kedua, kekuatan tawar-menawar pembeli (pelanggan). Keunikan diferensiasi barang dan jasa mengisolasi suatu perusahaan dari persaingan kompetitif dan mengurangi kepekaan pelanggan terhadap kenaikan harga.
Ketiga, kekuatan tawar-menawar suplier. Karena perusahaan yang mengimplementasikan strategi diferensiasi membebankan harga premium untuk produk produknya, suplier harus memasok bahan-bahan yan berkualias tinggi. Adapun biaya suplier yang relatif tinggi dibebankan pada biaya tambahan perlengkapan ke pelanggan dengan menaikkan harga dari produk uniknya.
Keempat, Peserta potensial. Loyalitas pelanggan dan kebutuhannya untuk mengatasi keunikan produk diferensial merupakan hambatan yang substansial bagi masuknyan peserta bisnis potensial. Memasuki suatu industri dengan kondisi seperti ini menuntut investasi sumberdaya yang signifikan dan kemauan untuk bersabar mencari loyalitas pelanggan.
Kelima, Produk pengganti. Perusaan-perusahaan yang menjual barang dan jasa bermerek pada pelnggan yang loyal memiliki posisi yang efektif dalam menghadapi produk-produk substitusi. Sebaliknya, perusahaan yang tidak meiliki loyalitas merek lebih tunduk pada pelanggan yang biasanya mereka akan beralih produk yang menawarkan bentu-bentuk diferensiasi yang melayani fnsi yang sama.
C. Faktor – Faktor Lain (Swastha dan Irawan : 1990)
Pertama, Kondisi organisasi perusahaan. Pada perusahaan besar, biasanya masalah penjualan ditangani oleh bagian tersendiri (Bagian Penjualan) yang dipegang orang-orang yang ahli dibidang penjualan.
Kedua, Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah : periklanan, peragaan, kampanye, pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan. Dalam hal ini diperlukan dana yang tidak sedikit. Dalam bentuk promosi dengan kemasan yang menarik bagi pembeli.
Ketiga, Harga yang terjangkau, pemberian pelayanan dan tempat penjualan yang strategis.
KESIMPULAN
Produk jamu banyak diminati semua kalangan masyarakat, sebagai produk pengganti pengobatan non medis yang lebih murah dan terjangkau harganya. Namun dalam pengelolaan bisnis jamu harus memperhatikan faktor-faktor seperti konsep wirausaha, konsep strategi bisnis, strategi diferensiasi produk. Disamping itu tempat yang strategis sangat dibutuhkan konsumen untuk mudah memperoleh produk jamu yang tetap higienis dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Darwin Bangun, 1989, Manajemen Perusahaaan, Dep. P & K, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta.
Geofferey G. Meredith, 1992, Kewirausahaan Teori dan Praktek, PT. Pustaka Binawan Pressindo.
Gilarso T. 1992, Ilmu Ekonomi Bagian Makro, Yogyaakrta, Kanisius
http://www.geocities.com/jamuherbacure/Jamu.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Gula#Pembuatan_gula
Indriyo Gitosudarmo, 1996, Pengantar Bisnis, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta
Kompas. 9 Oktober 2004. Jamu Gendong Bertahan Ditengah Himpitan Industri
________16 Juli 2007. Industri Kecil. Konsumsi Jamu Tardisional Terus Alami Peningkatan
________ 27 Juli 2007. Industri Jamu Indonesia hadapi Tantangan Besar
________ 3 Agustus 2007. Obat-obatan. Penjualan Jamu Turun
LPPM, 1996, Manajemen Umum, Modul 1 Proses Manajemen, Pendidikan Manajemen Multi Media, Jakarta
Marbum, B.N. 1996, Manajemen Perusahaan Kecil, PT. Pustaka Binaman Presendo, Jakarta.
Michael A. Hitt., dkk, 2001. Manajemen Strategi Daya saing dan Globalisasi. Jakarta. Salemba Jakarta
Tarsi Tarmudji, Manajemen Bisnis, Liberty, Yogyakarta
Wisnu Giyono. 2002. Jiwa Wirausaha Penduduk Desa Tertinggal di DIY. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Akpar Buana Wisata