Contoh Jurnal Kualitas Data dalam Riset Akuntansi Manajemen dan Keperilakuan: Bukti Empiris dari Metode Survei di Indonesia

Kualitas Data dalam Riset Akuntansi Manajemen dan Keperilakuan: Bukti Empiris dari Metode Survei di Indonesia
PENDAHULUAN
Dalam ilmu sosial, metode survei merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk meneliti secara empiris berbagai karakteristik dan hubungan berbagai variabel-variabel sosiologi dan psikologi (Roberts 1999; Nazari et al. 2006). Per-kembangan dan penggunaan metode survei dalam abad 20an telah sangat mempengaruhi perkem-bangan ilmu sosial (Kerlinger 1986). Metode survei mempunyai banyak manfaat misalnya merupakan metode pengumpulan data dalam jumlah besar untuk keperluan generalisasi data dengan biaya yang relatif rendah (cost-effective) dan dapat menghindari bias interview (Roberts 1999).

Riset akuntansi manajemen dan keperilaku-an sebagai bagian dari ilmu sosial juga banyak menggunakan metode survei. Metode survei tepat untuk riset tersebut karena biasanya data dalam riset akuntansi manajemen dan keperilakuan berupa self-report. Nazari et al. (2006) menyatakan bahwa ada beberapa asumsi dalam riset dengan metode survei yang menggunakan self-report dari perilaku, nilai, kepercayaan, opini dan/atau mak-sud seseorang dalam hal ini para responden atau partisipan dalam penelitian. Asumsi-asumsi ter-sebut adalah: pertama, responden merupakan sumber yang paling terpercaya untuk informasi tertentu. Kedua, persepsi subyektif sesungguhnya merupakan hal yang penting. Ketiga, persepsi dapat digambarkan mempunyai hubungan dengan outcomes yang merupakan perhatian dari suatu organisasi (Nazari et al., 2006).

Namun demikian, metode ini tidak bebas dari berbagai kritikan (Marsh 1982; de Vaus 1992). Lebih lanjut, Young (1996) mempertanyakan kontribusinya terhadap riset akuntansi manajemen. Perhatian utama yang mendasari berbagai kritik tersebut adalah masalah validitas dan reliabilitas dari metode survei (Van der Stede, Young dan Chen 2005; Young 1996). Oleh karena itu, untuk meminimalkan masalah yang mungkin timbul, setiap usaha seharusnya dilakukan untuk memperolah data yang berkualitas. Pentingnya kualitas data dengan metode survei ini memunculkan pertanyaan bagaimanakah kualitas data dengan metode survei dalam bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan yang sudah dilakukan di Indonesia selama ini?

Sebagai sebuah metode pengumpulan data penelitian yang cukup populer terutama pada penelitian bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan, metode survei merupakan metode penelitian yang penting. Sebagai sebuah metode pengumpulan data, maka data yang diperoleh haruslah berkualitas sehingga hasil kesimpulan yang diambil dari penelitian tersebut juga berkualitas.

Permasalahan muncul ketika metode survei tersebut tidak dilakukan dengan baik dan benar, dalam arti tidak dilakukan dengan mengikuti prosedur yang semestinya sesuai pedoman penelitian ilmiah yang ada. Akibatnya tidak mengherankan bahwa banyak kritikan yang terlontar mengenai kualitas data penelitian yang dilakukan dengan metode survei. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penelitian dengan metode survei dilakukan di Indonesia.

Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengetahui dan menjawab berbagai kritikan mengenai kualitas data yang dilakukan dengan metode survei. Sepengetahuan kami, penelitian semacam ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Dengan menggunakan data dari semua survei dalam riset akuntansi manajemen dan keperilakuan yang terdapat dalam proceeding simposium nasional akuntansi (SNA) 1 – SNA 15 (2012), kami menemukan bahwa sebagian besar peneliti sudah
melakukan prosedur penelitian survei sesuai prinsip-prinsip mendasar yang disarankan sehingga kualitas data yang digunakan dalam penelitian cukup dapat dipertanggung jawabkan, meskipun masih ada beberapa hal yang mungkin masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas data dari metode survei.

Metode Survei
Seperti yang sudah disinggung dalam pendahuluan, survei merupakan metode penelitian yang banyak memperoleh kritikan. Kritikan tersebut pada dasarnya ditujukan pada reliabilitas data yang diperoleh dari metode survei (Young 1996). Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi bahwa sumber dari berbagai kritikan tersebut bukanlah pada metodenya sendiri, melainkan labih pada kegagalan peneliti dalam mengikuti dan mengimplementasikan berbagai prinsip dasar metode survei tertutama dalam hal perancangan survei dan administrasinya (Mangione 1995; Van der Stede et al. 2005). Jika survei dirancang dan dilakukan dengan benar maka metode ini akan dapat menjadi metode untuk memperoleh sumber data dengan skala besar dan berkualitas tinggi.

Oleh karena itu kualitas data sangat penting dalam riset menggunakan metode survei. Di dalam riset akuntansi manajemen, survei seringkali digunakan untuk menguji teori, meskipun seringkali juga digunakan untuk tujuan diskriptif. Nazari et al. (2006) menyatakan bahwa tujuan riset survei dalam akuntansi manajemen adalah untuk mengukur perilaku tertentu dari suatu populasi atau suatu sampel, dan dapat digunakan baik untuk tujuan riset eksploratori maupun konfirmatori. Riset eksploratori adalah suatu riset untuk menemukan fakta-fakta dasar dan membiasakan dengan subjek dalam penelitian.

Pada umumnya penelitian eksploratori berfokus pada penemuan tentang konstruk apa yang harus diukur dan bagaimana mengukurnya (Pinsonneault dan Kraemer 1993). Di lain pihak, riset konfirmatori merupakan uji teori yang menguji hubungan antara berbagai konstruk yang telah didefinisikan dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Nazari et al. 2006).

Seperti telah dibahas di atas bahwa meskipun metode survei seringkali digunakan tetapi ada keraguan mengenai kualitas data yang dikumpulkan dengan metode tersebut. Zimmerman (2001) menyatakan bahwa data yang diperoleh dengan metode survei seringkali berkualitas buruk karena adanya masalah bias yang berasal baik dari responden maupun dari peneliti itu sendiri. Meskipun demikian, Van der Stede et al. (2005) mengatakan bahwa masalah itu bisa diatasi oleh peneliti dengan cara mengimplementasikan beberapa teknik. Sebagai contoh: peneliti dapat mengatasi masalah tersebut dengan cara merancang survei dengan mengembangkan kuesioner yang ‘benar’ sesuai dengan tujuan penelitian. Cara yang lain misalnya peneliti berusaha meningkatkan response rate dengan cara melakukan prosedur follow-up, dan sebagainya. Sehingga dengan berbagai cara tersebut masalah bisa diatasi dan kualitas data dapat ditingkatkan.

Metode Survei dengan Mail Questionnaire Ada beberapa tipe riset yang menggunakan metode survei, misalnya: 
  1. Survei dengan menggunakan pihak-ketiga (sebagai contoh: Ittner dan Larcker 1995, 1997), 
  2. Survei sebagai bagian atau kombinasi dengan case-method (sebagai contoh: Berry, Loughton, dan Otley 1991), lab experiments (sebagai contoh: Brownell 1982a), atau interview-protocols (sebagai contoh: Chenhall 1997), 
  3. Survei yang dilakukan pada saat on-site interview (sebagai contoh: Brownell 1982b) atau di dalam setting kelas (dengan mahasiswa) (sebagai contoh: Hirst 1983), 
  4. Survei yang dilakukan secara langsung (face-to-face) (sebagai contoh: McGowan dan Klammer 1997) atau melalui telepon (sebagai contoh: Swenson 1995), dan 
  5. Survei yang dilaku-kan dengan menggunakan kuesioner yang dikirim melalui pos (mail questionnaire) (sebagai contoh: Moores dan Yuen 2001, Kalagnanam dan Lindsay 1999, dan Aryani 2009). Namun demikian fokus penelitian ini adalah metode survei dengan meng-gunakan mail-questionnaire dengan penjelasan sebagai berikut.
Kuesioner yang dikirimkan kepada respon-den dengan melalui pos (mail questionnaire) me-rupakan salah satu teknik pengumpulan data yang banyak dikritik karena kemungkinan rendah-nya response dan ketidakmampuannya memverifi-kasi response yang diberikan (Kerlinger dan Lee 2000). Meskipun demikian, jumlah survei yang dilakukan dengan cara ini (mail questionnaires) semakin meningkat dan melebihi jumlah survei dengan interviu yang dilakukan setiap tahun, meskipun sukar untuk menyebut jumlah pastinya (Dillman 2007). Dalam riset akuntansi mana-jemen, survei dengan kuesioner melalui pos (mail questionnaire) adalah metode survei yang paling banyak digunakan (Van der Stede et al. 2005). Sehingga dalam penelitian ini hanya akan di-fokuskan pada analisa kualitas data survei dengan menggunakan kuesioner yang dikirim lewat pos (mail-questionnaire).

Framework yang Digunakan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas data dalam riset akuntansi manajemen dan keperilakuan yang menggunakan mail ques-tionnaire. Dalam melakukan analisa mengenai kualitas data tersebut digunakan suatu framework yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu. Terdapat beberapa framework yang dapat digunakan untuk menilai kualitas data riset dengan metode mail questionnaire, misalnya framework-nya Dillman (1978, 1999, 2007), Cook dan Campbell (1979), atau Diamond, 2000 yang telah digunakan oleh Van der Stede et al. (2005).

Mengikuti penelitian Van der Stede et al. (2005), framework yang digunakan untuk menguji kualitas data dalam penelitian ini adalah frame-work Diamond 2000 dengan modifikasi meng-gunakan guideline dari Dillman (2007) untuk menganalisis karakteristik dari tiap penelitian yang digunakan dalam sampel. Framework yang digunakan tersebut meliputi lima kategori umum yaitu: (1) tujuan dan rancangan survei dengan mail questionnaire, dalam sub-bab ini kami meng-analisis perancangan riset dan level unit analisis; (2) definisi populasi dan sampling, dalam sub-bab ini kami menganalisis mengenai populasi survei dan ukuran sampel; (3) pertanyaan survei dan masalah-masalah metode riset yang lain, dalam kategori ini kami melakukan analisis mengenai prosedur pre-test, response-rate, prosedur follow-up, non-response bias, dan tipe ukuran dependen variabel; (4) keakuratan entry data, dan (5) pe-nyajian dan pelaporan.

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua artikel (paper) yang dipublikasikan dalam proceeding Simposium Nasional Akuntansi (SNA) dari tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 (2012). Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah semua artikel dalam bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan yang menggunakan metode survei dengan kuesioner yang dikirim melalui pos (mail questionnaire). Alasan diguna-kannya proceeding SNA adalah karena SNA me-rupakan ajang bergengsi seminar nasional akun-tansi pertama yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pen-didik (IAI KAPd) bekerja sama dengan universitas di seluruh Indonesia dengan reviewer para akuntan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan penelitian dari seluruh Indonesia. Dengan demikian diharapkan bahwa semua paper yang lolos untuk dipresentasikan dalam SNA merupa-kan paper yang mempunyai kualitas tinggi yang kemudian dipublikasikan dalam proceeding SNA. Selain hal tersebut, proceeding SNA juga telah menjadi salah satu acuan yang sering dikutip oleh peneliti-peneliti dalam bidang akuntansi di Indo-nesia. Sehingga menjadi sangat penting untuk mengetahui kualitas data riset akuntansi mana-jemen dan keperilakuan dengan menggunakan mail questionnaire pada proceeding SNA tersebut. Artikel-artikel dalam bidang akuntansi mana-jemen dan keperilakuan tersebut akan dianalisis menggunakan framework yang telah digunakan oleh Van der Stede et al. (2005).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menggunakan framework dan karakteristik yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini meng-analisis riset survei dalam bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan selama jangka waktu 15 tahun sejak SNA pertama hingga SNA 15 (tahun 2012) dengan fokus analisis pada survei dengan mail questionnaire. Tabel 1 memperlihat-kan jumlah penelitian empiris di bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan dengan mengguna-kan metode survei secara umum maupun secara khusus dengan mail questionnaire selama jangka waktu 15 tahun sejak SNA pertama tahun 1997 hingga SNA 15 tahun 2012.

Tabel 1. Persentasi penelitian survei bidang akun-tansi manajemen dan keperilakuan di SNA 1–15 (tahun 1997–2012)

Dari Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa perkem-bangan penelitian empiris di bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan dengan mengguna-kan survei mail questionnaire relatif stabil dari tahun ke tahun. Pada SNA 1 tahun 1997 hanya ada satu bidang penelitian yaitu bidang akuntansi keuangan sehingga tidak ada penelitian empiris yang menggunakan metode survei. Metode mail questionnaire paling banyak digunakan pada SNA 6 tahun 2003 yaitu 16 penelitian (15%) dilanjutkan dengan SNA 9 tahun 2006 (12%) dan SNA 8 tahun 2005 (10%), selebihnya relatif stabil dengan jumlah penelitian berkisar dari 2–9 penelitian (2%-9%). 

Tabel 2 memperlihatkan daftar penelitian empiris dengan mail questionnaire beserta karakteristik untuk tiap-tiap penelitian yang meliputi: 
  1. Popu-lasi survei, 
  2. Response rate dan ukuran sampel, 
  3. Prosedur pre-test, 
  4. Prosedur follow-up, 
  5. Analisa non-response bias, dan 
  6. Tipe ukuran dependen variabel. Karakteristik tersebut akan dianalisis dalam pembahasan beserta dengan data yang tidak ditabulasikan dalam tabel tersebut.
Tabel 2. Penelitian survei di bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan dengan mail questionnaire

Tujuan dan Rancangan Survei
Diamond (2000) menyatakan bahwa pernya-taan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian survei. Mail question-naire dapat digunakan untuk dua tujuan utama penelitian yaitu deskriptif atau explanation (Pin-sonneault dan Kraemer 1993; Sudman dan Blair 1999; Cooper dan Schindler 2006; Sekaran dan Boogie 2010). Penelitian dengan tujuan deskritif adalah penelitian yang dilakukan untuk menemu-kan karakteristik suatu populasi, sedangkan pene-litian dengan tujuan explanation adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan (korelasi maupun causal) antara dua atau beberapa varia-bel atau untuk menguji suatu teori (Pinsonneault dan Kraemer 1993, Cooper dan Schindler 2006).

Dari data yang tidak ditabulasikan, terlihat bahwa hampir semua penelitian empiris yang menggunakan mail questionnaire bertujuan untuk menjelaskan suatu hubungan antar dua atau beberapa variabel, hanya satu penelitian yang juga bertujuan untuk menjelaskan karakteristik suatu populasi. Tujuan penelitian tersebut mempenga-ruhi perancangan metode penelitian yang diguna-kan, misalnya pada pilihan perancangan peneliti-an cross-sectional atau longitudinal, ataupun pe-nentuan unit analisis. Penelitian longitudinal ada-lah penelitian yang mengharuskan peneliti untuk memperoleh data dari dua atau lebih periode waktu (Sekaran dan Bougie 2010), sehingga kalau penelitian tersebut menggunakan mail question-naire maka peneliti harus mengirimkan survei kuesionernya beberapa kali dalam rentang waktu penelitian. Pinsonneault dan Kraemer (1993) me-nyatakan bahwa penelitian longitudinal meng-hasilkan keyakinan yang lebih besar untuk menemukan hubungan causal antara dua atau beberapa variabel dibandingkan dengan penelitian cross-sectional. Rancangan penelitian longitudinal tidak banyak digunakan untuk penelitian survei dengan mail questionnaire karena tingkat kesulit-an yang relatif tinggi dan biaya yang mahal. Semua penelitian akuntansi manajemen dan keperilakuan dengan mail questionnaire yang di-lakukan dalam periode pengamatan semuanya menggunakan rancangan penelitian cross-sectional.

Penentuan unit analisis juga merupakan hal yang penting terutama bagi penelitian akuntansi manajemen dan keperilakuan yang seringkali berhubungan dengan fenomena pada level indus-tri, organisasi, unit organisasi (misal: divisi, depar-temen), maupun level individu (Kwok dan Sharp 1998; Lutf dan Shields 2003). Ketika sebuah survei menggunakan level analisis selain level individu, maka peneliti seharusnya mempertimbangkan untuk melakukan survei dengan multiple responden pada dalam tiap level (misal: dalam suatu organisasi). Hal ini perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa pendapat responden tersebut mewakili keseluruhan organisasi (Young 1996), meskipun seringkali atau tidak mungkin untuk mengkonfirmasi pendapat satu responden dengan responden yang lain dalam satu organisasi karena jaminan peneliti mengenai kerahasiaan identitas responden. Pada data yang tidak ditabulasikan, tampak bahwa terdapat 35 artikel (33%) dalam sampel yang menggunakan unit analisis level organisasi, namun hanya ada 11 artikel (10%) yang memperoleh datanya dari multiple respon-den. Sebagian besar artikel dalam sampel (81%) menggunakan unit analisis individual.

Definisi Populasi dan Sampling
Populasi adalah keseluruhan kelompok manu-sia, kejadian, atau sesuatu yang menjadi ketertari-kan peneliti untuk diteliti (Sekaran dan Bougie 2010). Dalam penelitian dengan mail question-naire, populasi biasanya terdiri dari manusia (yang biasanya disebut dengan responden), meskipun ada juga yang terdiri dari organisasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianalisis oleh peneliti untuk mengambil kesimpulan tentang populasi. Oleh karena itu sampel harus merupa-kan representasi populasi. Jika sampel penelitian merupakan sampel yang representatif atas popu-lasi maka apa yang benar atas sampel akan benar juga bagi populasi dengan tingkat kesalahan tertentu (Sapsford 1999). Pendefinisian populasi dan pemilihan sampel merupakan hal yang pen-ting karena menentukan validitas kesimpulan yang diambil dari sampel tersebut. Dalam mail questionnaire, validitas kesimpulan juga tergan-tung dari besarnya ukuran sampel dan tingkat pengembalian (response-rate) dari responden.

Populasi Survei
Seorang peneliti biasanya mengidentifikasi populasi survei berdasarkan tujuan penelitian untuk memastikan bahwa populasi tersebut secara cukup mengliput target populasi. Target populasi adalah kumpulan dari semua responden yang peneliti ingin teliti (misal: manajer produksi). Sedangkan populasi survei adalah kumpulan responden yang tersedia bagi peneliti dan yang sesungguhnya dijadikan sampel (misal: manajer produksi perusahaan manufaktur). Diamond (2000) menyatakan bahwa sangat penting untuk mene-kankan adanya konsistensi antara target populasi dengan populasi survei. Ketidak konsistenan an-tara target populasi dan populasi survei dapat mengakibatkan timbulnya bias dalam mengambil kesimpulan (Henry 1990). Sebagian besar dari artikel dalam sampel penelitian ini tidak melapor-kan target populasinya sehingga kami meng-anggap bahwa target populasi adalah populasi survei.

Dalam Tabel 2 dilaporkan populasi survei dalam sampel kami dari keseluruhan artikel dalam bidang akuntansi manajemen dan keperi-lakuan yang menggunakan mail questionnaire. Menggunakan keseluruhan sampel, jumlah rata-rata subyek dalam populasi survei adalah 419 dengan standar deviasi sebesar 276. Kisaran antara jumlah minimum dan maksimum cukup besar yaitu minimum 30 dan maksimum 1700, dengan median 333. Namun, data dari lima artikel dapat dianggap sebagai outlier, sehingga untuk hasil penghitungan statistik yang lebih represen-tatif, kami menghilangkan lima artikel tersebut dan melakukan penghitungan kembali. Setelah dilakukan penghitungan kembali, rata-rata sub-yek dalam populasi survei adalah 378 dengan standar deviasi sebesar 200. Kisaran antara jumlah minimum dan maksimum menjadi lebih kecil yaitu minimum 30 dan maksimum 900, dengan median 322.

Sampling (Pemilihan Sampel)
Sampling atau pemilihan sampel secara lang-sung berhubungan dengan kemampuan generali-zability dari penemuan survei. Salah satu hal yang merupakan kelebihan mail questionnaire adalah kemampuannya untuk mengumpulkan data dari sebagian populasi yang representatif (Birnberg et al. 1990). Sedangkan manfaat utama dari mail questionnaire adalah cakupan geografi luas yang dapat diliput dalam survei (Sekaran dan Bougie 2010). Namun demikian, seberapa besar manfaat tersebut dapat dicapai tergantung pada kualitas prosedur pemilihan sampelnya (sampling).

Fokus utama dalam proses pemilihan sampel (sampling procedure) adalah menentukan apakah akan menggunakan probability atau non-probabi-lity sampling. Probability sampling adalah proses pemilihan sampel dengan menganggap bahwa semua elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi subyek dalam sampel. Sedangkan dalam non-probability sam-pling, beberapa elemen populasi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk terpilih men-jadi subyek sampel daripada elemen populasi yang lain (Sekaran dan Bougie 2010). Dalam legal framework, data dari survei yang menggunakan non-probability sampling dapat diakui sebagai bukti jika metode untuk memilih sampel tersebut dapat dibenarkan (justifiable) dan perhatian khusus telah dilakukan untuk mengurangi bias sampel (Diamond 2000; Morgan 1990).

Dalam akuntansi manajemen dan keperi-lakuan, seringkali peneliti dengan menggunakan survei tidak mempunyai sampling frame (yaitu daftar lengkap dari elemen survei populasi yang sesuai dengan target populasi yang diinginkan) sehingga dapat merencanakan pemilihan sampel dengan prosedur probability sampling. Sebagian besar artikel dalam sampel kami tidak membahas dan melaporkan rencana sampling dengan detail dan semuanya mengirimkan questionnaire ke semua elemen survei populasi. Hampir semua artikel dalam sampel menggunakan purposive sampling dan convenience sampling method yang merupakan non-probability sampling, dengan me-ngemukakan kriteria sampel beserta alasannya. Namun demikian, ada beberapa artikel yang melaporkan detail prosedur pemilihan sampelnya. Misalnya, Lesmana (2003) menggunakan Stan-dard Trade and Industry Directory tahun 2000 yang diterbitkan oleh PT. Kompass Indonesia untuk menyusun sampling frame berupa perusa-haan farmasi di Indonesia dan merancang pro-bability-sampling untuk memilih sampel secara acak.

Ukuran Sampel
Suatu sampel yang reliable dan valid akan memampukan kita untuk menggeneralisir hasil dari sampel tersebut ke populasi yang kita teliti. Kemampuan untuk menggeneralisir hasil peneliti-an tersebut berhubungan dengan prosedur pemi-lihan sampel (sampling) dan ukuran sampel. Ada dua hal yang selalu dibicarakan ketika menentu-kan berapa ukuran sampel yang tepat, yaitu masalah ketepatan (precision) dan keyakinan (confidence) kita dalam membuat generalisasi hasil dari sampel ke populasi yang kita teliti (Sekaran dan Bougie 2010). Dalam menentukan ukuran sampel, peneliti perlu menentukan seberapa besar tingkat ketepatan (precision) yang diperlukan dengan tingkat keyakinan tertentu (confidence interval), yang mengharuskan peneliti mengesti-masikan sample variance (s) maupun mengestima-sikan response-rate yang diharapkan. Tetapi, Fowler (1984) menyatakan bahwa pendekatan tersebut meskipun benar namun tidak realistis dengan beberapa alasan sebagai berikut.

Pertama, sebagian besar penelitian survei bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan mempunyai tujuan explanation (teori testing). Dalam data yang tidak ditabulasikan, terlihat bahwa hampir seluruh artikel (99%) dalam sampel penelitian bertujuan untuk teori testing, bukan untuk mengukur mean suatu variabel dalam sampel dan menggeneralisir hasilnya ke populasi. Kedua, survei dalam bidang akuntansi mana-jemen dan keperilakuan mencoba untuk memper-oleh informasi sebanyak-banyaknya dari respon-den mengenai beberapa variabel untuk keperluan menguji hubungan antar variabel tersebut. Sehingga survei dalam akuntansi manajemen dan keperilakuan biasanya dirancang untuk membuat estimasi mengenai hubungan antar beberapa variabel yang seringkali tidak memungkinkan untuk memperoleh tingkat precision yang diingin-kan. Lebih lanjut, penelitian terdahulu menunjuk-kan bahwa non-sampling error (yaitu error yang disebabkan karena non-response dan masalah pengukuran yang tidak berhubungan dengan proses sampling) merupakan kontributor utama dari total error dalam survei (Assael dan Keon 1982), jadi bukan merupakan masalah ukuran sampel. Dari pembahasan tersebut, dapat disim-pulkan bahwa ukuran sampel bukanlah merupa-kan hal yang utama yang menentukan kualitas data survei. Fokus utama perhatian peneliti seharusnya lebih dititikberatkan pada keberadaan non-response bias. Meskipun demikian, untuk mencapai tingkat face validity tertentu diperlukan minimum sampel sekitar 200–300 responden (Morgan 1990). Namun, dalam hal ukuran sampel minimum ini belum ada kesepakatan diantara para peneliti.

Tabel 2 menyajikan ukuran sampel dari 106 artikel dalam bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan dalam sampel penelitian kami. Tabel 2 memperlihatkan bahwa hanya ada tujuh artikel (7%) mempunyai ukuran sampel lebih besar dari 200 yang merupakan batas bawah minimum dari suatu ukuran sampel. Mean ukuran sampel dari Tabel 2 tersebut adalah 116 dengan standar deviasi 124. Tetapi, kisaran ukuran sampel ter-sebut memperlihatkan jarak yang sangat lebar dengan ukuran sampel terkecil 22 dan ukuran sampel terbesar 1178. Median ukuran sampel tersebut adalah 93. Namun demikian, dari 17 artikel dalam Tabel 2 dengan ukuran sampel yang lebih besar dari 150, 12 artikel mempunyai res-ponse-rate kurang dari 50%. Hal ini menyebabkan response bias merupakan ancaman yang lebih besar daripada ukuran sampel itu sendiri.

Pertanyaan Survei dan Masalah-Masalah Metode Riset yang lain
Pembahasan yang sudah dilakukan di atas berhubungan dengan populasi (external) validity, yaitu seberapa besar penelitian survei mampu menyediakan representasi yang akurat dari popu-lasi yang seharusnya direpresentasikan (Sapsford 1999) dan kemungkinan error yang dihadapi ketika sampel bukan merupakan representasi yang baik dari suatu populasi karena adanya kesalahan dalam melakukan pemilihan sampel (sampling error). External validity merupakan hal yang paling penting bagi penelitian survei dengan tujuan deskriptif karena penelitian tersebut ber-tujuan untuk menyediakan estimasi yang akurat bagi parameter populasi. Tetapi untuk penelitian survei dengan tujuan teori testing (explanation), internal validity (yaitu penentuan bahwa variasi dalam dependen variabel berhubungan dengan variasi dalam independen variabel) juga merupa-kan hal yang penting (Sekaran dan Bougie 2010; Cooper dan Schindler 2008). Karena hampir semua penelitian survei dalam akuntansi mana-jemen dan keperilakuan bertujuan teori testing (explanation) yaitu 105 (99%) dari total artikel dalam sampel kami, maka di bagian ini akan dibahas mengenai internal validity dan hubungan-nya dengan error (non-sampling error). Seperti yang sudah dinyatakan oleh Assael dan Keon (1982) bahwa non-sampling error tidak kalah pen-tingnya dengan sampling error karena ternyata non-sampling error merupakan kontributor ter-besar dalam total error suatu survei.

Non-sampling error terdiri dari dua kom-ponen (Van der Stede et al. 2005). Komponen pertama adalah non-response error yang terjadi karena beberapa target responden tidak memberi-kan response. Hal ini dapat menyebabkan ke-mungkinan response menjadi unreliable represen-tative dari sampel yang dipilih. Komponen kedua adalah response error, terjadi ketika beberapa responden sesungguhnya memberikan response yang tidak akurat. Response error termasuk, tetapi tidak terbatas pada, validitas pengukuran (con-struct validity). Apabila pertanyaan dalam survei dirancang dengan tidak baik, maka hal ini dapat mengakibatkan responden salah dalam memberi-kan response karena tidak memahami pertanyaan survei dengan baik yang pada akhirnya mengan-cam internal validity (Diamond 2000). Oleh karena itu, maka sangat penting bagi peneliti untuk me-rancang pertanyaan dengan baik, bagaimana pe-nyusunan kalimatnya, bagaimana format response dirancang, bagaimana urutan pertanyaannya, dan bagaimana pertanyaan tersebut disajikan (Van der Stede et al. 2005, Dillman 2007, Sekaran dan Bougie 2010). Validitas pengukuran secara detail tidak akan dibahas dalam paper ini. Pembahasan akan lebih difokuskan pada pre-testing survei kuestioner (untuk membatasi response error), prosedur follow-up (untuk meningkatkan response rate sehingga mengurangi non-response error) dan analisis non-response bias. Selain hal tersebut, kami juga akan membahas mengenai masalah pilihan tipe ukuran dependen variabel dalam penelitian akuntansi manajemen dan keperi-lakuan.

Pre-testing
Salah satu kelebihan dari mail questionnaire adalah kemampuannya untuk menjangkau res-ponden dalam area geografis yang luas. Namun demikian, metode ini juga mengandung kelemah-an yaitu salah satunya adalah ketidakmampuan responden untuk mengklarifikasi pertanyaan dalam survei kepada peneliti. Hal ini dapat menyebabkan jawaban responden menjadi salah karena tidak memahami dengan baik pertanyaan dalam survei yang berakibat meningkatkan res-ponse error, atau responden menjadi malas atau enggan untuk menjawab pertanyaan survei yang berakibat naiknya non-response error. Oleh karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk selalu meyakinkan bahwa pertanyaan survei sudah dirancang dengan baik sehingga dapat dipahami dengan baik oleh responden. Salah satu cara yang paling penting bagi peneliti untuk memperoleh keyakinan tersebut adalah dengan melakukan pre-test pertanyaan-pertanyaan survei (instrument survey) (Diamond 2000, Sekaran dan Bougie 2010, Dillman 2007). Pre-test terutama sangat penting bagi penelitian survei dengan mail questionnaire karena responden tidak dapat melaporkan atau mengklarifikasi adanya masalah dalam pertanya-an (instrument) survei kepada peneliti. Karena pentingnya pre-test tersebut, legal standarpun juga menyarankan bahwa pre-test pertanyaan survei harus selalu dilakukan untuk menguji apakah pertanyaan (instrument) survei tersebut dapat dipahami dengan benar oleh responden dan dapat dijawab dengan mudah (Morgan 1990). Tujuan utama dari pre-test adalah untuk menguji baik pertanyaan survei (question) maupun survei (questionnaire) itu sendiri (Dillman 2007). Dillman (2007) menyarankan untuk melakukan pre-test questionnaire kepada tiga kelompok orang, yaitu: kolega, calon responden, dan para pengguna data dengan penjelasan sebagai berikut.

Pertama, kolega adalah sekelompok orang yang mempunyai pemahaman terhadap rancang-an dan topik penelitian yang ingin diteliti oleh peneliti. Kolega perlu dilibatkan dalam pre-test terutama untuk menguji construct validity dari tiap item pertanyaan dan kesesuaiannya dengan tujuan penelitian. Kedua, sejumlah calon respon-den juga harus dilibatkan dalam pre-test untuk mencoba mengisi survei questionnaire baik di depan peneliti ataupun tanpa kehadiran peneliti untuk mengidentifikasi adanya masalah baik dalam pertanyaan maupun dalam survei question-naire. Ketiga, pengguna data juga seharusnya dilibatkan dalam pre-test untuk memperoleh feed-back dari orang-orang yang mempunyai substansi pengetahuan tentang topik penelitian survei. Young (1996) juga menyatakan bahwa melakukan pre-test kepada calon responden dan pengguna data memberikan manfaat meningkatkan ke-mungkinan survei menggunakan terminologi yang sesuai dengan pengetahuan responden sehingga menurunkan keengganan calon responden untuk berpartisipasi dalam survei karena ketidak-sesuaian bahasa. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hanya ada 22 artikel (21%) dalam sampel pene-litian kami yang melaporkan melakukan pre-test, empat artikel (4%) menyatakan tidak melakukan pre-test, dan sebagian besar (80 artikel (75%)) tidak melaporkan adanya pre-test.

Response-rate
Tidak ada kesepakatan mengenai berapa banyak response-rate yang dipertimbangkan untuk dapat diterima (acceptable) sehingga dapat mere-presentasikan sebuah sampel. Sekaran dan Bougie (2010) mengatakan bahwa response-rate 30% sudah dapat dipertimbangkan untuk diterima. Sedangkan Diamond (2000) menyatakan bahwa legal framework memberikan beberapa rule of thumbs mengenai tingkat response-rate yang dapat diterima, yaitu: response rate antara 75%-90% biasanya menghasilkan hasil yang reliable, meski-pun peneliti seharusnya masih melakukan uji representasi sampel. Potensial bias mungkin ter-jadi apabila response-rate turun menjadi di bawah 75%. Sedangkan apabila response-rate turun di bawah 50% maka survei harus dipertimbangkan dengan hati-hati sebagai dasar pengambilan kesimpulan populasi.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa ada empat artikel dalam sampel penelitian kami yang tidak melaporkan response-rate. Dengan mengabaikan keempat artikel tersebut, rata-rata response-rate adalah 30%. Response-rate tertinggi adalah 100% dan terendah adalah 9%. Angka statistik tersebut tidak memenuhi standar legal seperti yang sudah dinyatakan di atas. Untuk menganalisis perkem-bangan response-rate penelitian akuntansi mana-jemen dan keperilakuan sejak tahun 1999–2012 yang dilakukan di Indonesia, kami membagi peri-ode tersebut menjadi dua periode yaitu tahun 1999 – 2004 dan tahun 2005–2012. Pada periode tahun 1999–2004, rata-rata response-rate adalah 24%, dengan response-rate tertinggi 79% dan response-rate terendah adalah 9%. Sedangkan pada periode 2005–2012, rata-rata response-rate adalah 36%, dengan response-rate tertinggi 100% dan response-rate terendah 9%. Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa response-rate dari periode 1999–2004 dan periode 2005–2012 menunjukkan per-kembangan meskipun response-rate terendah masih sama.

Prosedur Follow-up
Jika tingkat response-rate yang tinggi tidak dapat dicapai di kesempatan pertama peneliti me-ngirimkan survei questionnaire-nya maka prose-dur follow-up seharusnya dilakukan (Diamond 2000; Dillman 2007; Van der Stede et al. 2005; Cooper dan Schindler, 2008; Sekaran dan Bougie, 2010). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa follow-up secara efektif meningkatkan response-rate (Sebagai contoh: Moore dan Tarnai 2002; Dillman 1978, 1999; Aryani 2009).

Rata-rata response-rate penelitian bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan dalam sampel pengamatan kami adalah 30%, dengan response-rate terendah adalah 9%. Hasil ini cukup rendah apabila dibandingkan dengan standar minimal yang disyaratkan dalam rule-of thumb yang dinyatakan oleh Diamond (2000), sehingga sudah seharusnya peneliti melakukan prosedur follow-up untuk meningkatkan response-rate ter-sebut. Namun demikian, pada Tabel 2 terlihat bahwa hanya ada 17 artikel (16%) dari total 106 artikel dalam sampel kami yang melaporkan melakukan follow-up. Sebagian besar dari artikel tersebut (87 artikel (82%)) tidak melaporkan pro-sedur follow-up, sementara ada 2 artikel (2%) yang melaporkan tidak melakukan follow-up. Kedua artikel tersebut mempunyai response-rate yang sudah cukup tinggi yaitu 42% dan 54%.

Non-response Bias
Meskipun tingginya response-rate tidak dapat disangkal merupakan refleksi ketepatan (rigor) suatu penelitian, response-rate itu sendiri bukan-lah satu-satunya ukuran yang mewakili non-response error (Van der Stede et al. 2005). Res-ponse-rate menyajikan secara relatif jumlah res-ponden, tetapi mengabaikan perbedaan antara responden dan jumlah sampel, yaitu non-response bias (Assael dan Keon 1982). Non-response survei berpengaruh pada kemampuan menggeneralisir hasil penelitian, namun hal ini tidak hanya ter-gantung pada response-rate, tetapi juga tergantung pada seberapa banyak responden berbeda secara sistematis dengan non-responden (non-response bias) (Groves 1989; Moore dan Tarnai 2002). Oleh karena itu, legal standar mensyaratkan adanya pembuktian pengaruh non-response pada hasil survei (Diamond 2000). Hal ini dikarenakan bahkan ketika response-rate rendah, hasilnya masih bisa digeneralisir jika tidak ada non-response bias atau non-response bias rendah (Van der Stede et al. 2005).

Dalam Tabel 2 dapat dilihat bahwa 57 artikel (54%) dari total sampel kami mempunyai response-rate antara 20%-80%, sehingga melakukan uji response bias merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena ada kemungkinan target res-ponden telah terpilih sendiri (self-selected) untuk merespon berdasarkan beberapa variabel yang diabaikan (omitted) yang terkorelasi, sehingga me-nimbulkan ancaman terhadap generalisasi hasil-nya (Fowler 1984; Mangione 1995). Angka kisaran antara 20%-80% merupakan kisaran arbitrary karena belum adanya kesepakatan standar mini-mum response-rate yang dapat diterima (Fowler 1984). Lebih lanjut, Tabel 2 memperlihatkan bahwa hanya 31 artikel dari total 106 artikel (29%) pada sampel kami yang melakukan uji non-response bias. Sebagian besar artikel (69 (65%)) dari total sampel tidak melaporkan uji non-response bias, dan ada enam artikel yang melapor-kan tidak melakukan uji non-response bias. Uji non-response bias yang dilakukan oleh 31 artikel tersebut adalah dengan membandingkan antara responden yang memberikan response awal dan akhir (early vs late respondents).

Pendekatan dengan membandingkan antara response awal (early respondent) dengan response akhir (late respondent) berdasarkan pada argumen bahwa late respondent kemungkinan besar sama dengan non-responden (Moore dan Tarnai 2002). Tetapi, semua artikel dalam sampel kami yang melakukan uji non-response-bias menyimpulkan bahwa sampel mereka tidak bias. Ketidakmam-puan untuk mendeteksi adanya non-response bias dengan pendekatan early vs late respondents mungkin dikarenakan perbedaan sifat antara survei individual dan organisasional bukan karena masalah perbedaan waktu (early vs late) (Van der Stede et al. 2005). Lebih lanjut, Van der Stede et al. (2005) menyatakan bahwa syarat untuk melaku-kan uji non-response bias dengan pendekatan early vs late respondent adalah bahwa peneliti sudah melakukan prosedur follow-up paling tidak sekali, sehingga response langsung dari responden se-belum dilakukan prosedur follow-up dapat diban-dingkan dengan response yang diterima setelah dilakukan prosedur follow-up. Dari 31 artikel dalam sampel pengamatan kami yang melakukan uji non-response bias, hanya ada tujuh artikel yang juga melakukan prosedur follow-up.

Tipe ukuran dependen variabel
Salah satu pengamatan mengenai penelitian survei di bidang akuntansi manajemen dan keperi-lakuan adalah ketergantungan yang besar pada penggunaan self-report atau self-rating sebagai peng-ukuran dependen variabel. Meskipun pengukuran yang bersifat subyektif dapat menangkap persepsi responden tentang hal yang diteliti peneliti, ke-tergantungan yang besar pada pengukuran self-report atau self-rating kemungkinan mengakibat-kan kesalahan pengukuran (measurement error) karena bias subyektifitas (Birnberg et al. 1990). Ukuran self-report atau self-rating ini juga telah banyak dikritik karena kecenderungannya bagi responden untuk terlalu toleran pada dirinya sendiri yang mengakibatkan suatu kisaran kecil dari skor yang diamati (Prien dan Liske 1962; Thornton 1968; Mia 1989). Namun demikian, Brownell (1982a) menyatakan bahwa self-rating dapat mengatasi masalah ‘halo error’. ‘Halo error’ adalah kecenderungan untuk mengevaluasi secara global atau dengan kata lain, untuk mengevaluasi hanya satu dimensi kognitif saja (Brownell 1982a).

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 106 artikel yang mengumpulkan data dependen varia-bel, 101 artikel (95%) menggunakan self-rating/ self-report untuk konstruk kinerja (29 artikel) atau untuk konstruk variabel keperilakuan lain (misal: kepuasan pengguna, kepuasan kerja, dan lain-lain) (72 artikel). Hanya ada dua artikel yang menggunakan ukuran obyektif kinerja keuangan (Fredianto, Ronie dan Zulaikha 2001, Ja'far, Muhammad S. dan Lisa Kartikasari 2008).

Penyajian dan pelaporan
Penyajian dan pelaporan dari suatu peneliti-an survei sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan akan hasil dari penelitian tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Diamond (2000) bahwa kelengkapan dari pelaporan penelitian survei merupakan salah satu indikator layak dipercayanya suatu survei. Lebih lanjut, Van der Stede et al. (2005) menyatakan bahwa peneliti seharusnya paling tidak menyajikan dan melapor-kan secara detail tentang tujuan survei, unit analisis, populasi dan sampel, rancangan pemilih-an sampel dan responden, response-rate, penyu-sunan pertanyaan atau instrumen survei, dan ukuran validitas dan reliabilitas. Namun meski-pun norma ini merupakan hal yang prakteknya dapat diterima untuk penelitian survei, tetapi detail proses pengumpulan data sesungguhnya dalam survei biasanya jarang diungkapkan dalam publikasi akademis, hal ini kemungkinan disebab-kan karena batasan panjang artikel dalam suatu jurnal (Van der Stede et al. 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk menghasilkan suatu hasil penelitian yang dapat dipercaya, seorang peneliti harus melakukan segala upaya untuk meningkatkan kualitas data yang digunakan dalam penelitian tersebut apapun metode penelitian yang diguna-kannya. Melakukan penelitian survei yang ber-kualitas tinggi memerlukan seperangkat kondisi yang seringkali tidak semuanya dapat dikendali-kan oleh peneliti. Groves (1989) menyatakan bahwa penelitian survei memerlukan populasi yang dapat diakses oleh peneliti, yang meng-gunakan bahasa umum, yang mau mendiskusikan banyak hal dengan orang asing (stranger), yang percaya pada janji tentang kerahasiaan. Kondisi semacam itu tampaknya semakin sulit untuk dipenuhi, tidak hanya pada penelitian di bidang akuntansi menejemen dan keperilakuan tetapi juga pada bidang lain dalam penelitian organi-sasional (Van der Stede et al. 2005).

Penelitian di bidang akuntansi manajemen dan keperilakuan yang dilakukan di Indonesia pada kurun waktu periode 1999–2012 tampaknya juga sudah menggunakan prosedur penelitian survei yang disarankan dalam banyak artikel atau buku-buku metode penelitian sehingga kualitas datanya dapat cukup dipertanggung jawabkan. Meskipun masih banyak artikel yang tidak secara lengkap melakukan semua prosedur yang disaran-kan dalam melakukan penelitian survei. Kami percaya bahwa penelitian bidang akuntansi mana-jemen dan keperilakuan akan memperoleh man-faat apabila kita sebagai peneliti bersedia untuk lebih berusaha mempelajari prinsip-prinsip men-dasar dari metode penelitian tersebut dan me-nerapkannya dalam penelitian kita. Dengan se-mangat ini, kami berharap bahwa paper kami ini tidak dipandang sebagai hal yang menghakimi hasil penelitian yang sudah dilakukan maupun tidak dipandang sebagai hal yang memberikan pemecahan atas masalah yang mungkin ada, namun lebih pada sebagai wacana mengenai kualitas data dan bagaimana kita dapat memper-olehnya dengan penelitian survei khususnya dengan survei mail questionnaire. Kami berharap bahwa paper ini akan meyakinkan kita bahwa masalah utama dalam penelitian survei terletak lebih pada bagaimana metode tersebut digunakan bukan pada metodenya sendiri. Seperti legal framework yang menyatakan bahwa data dari suatu survei yang dirancang dengan baik dan dilakukan dengan baik dapat diakui dan diguna-kan sebagi bukti dalam pengadilan (Diamond 2000).

DAFTAR PUSTAKA
  • Adli. (2001, Agustus). Asosiasi Sistem Kompensasi Insentif dan Motivasi Kerja Manajer dengan Misi Strategik Build sebagai Variabel Pemo-derasi. Naskah dipresentasikan dalam Sim-posium Nasional Akuntansi IV, Bandung.
  • Aisyah, M. N., dan Sholihin, M. (2004, Desember). The Role of Organizational Commitment and Job-Relevant Information on the Relationship Between Budgetary Participation and Job Satisfaction. Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VII, Den-pasar.
  • Alim, M. N. (2002, September). Pengaruh Ketidak-pastian Stratejik dan Revisi Anggaran ter-hadap Efektivitas Partisipasi Penyusunan Anggaran: Pendekatan Kontinjensi. Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang.
  • Alim, M. N., Hapsari, T., dan Purwanti, L. (2007, Juli). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.
  • Amrul, S., dan Syar'ie, A. (2005, September). Ana-lisis Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Proses Pengembangan Kualitas Sistem. Naskah dipresentasikan dalam Sim-posium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
  • Amrul, Sadat. (2004, Desember). Hubungan antara Partipasi dalam Pengembangan Sistem Infor-masi dengan Perkembangan Penggunaan Teknologi Informasi (Suatu Tinjauan dengan Dua Faktor Kontinjensi). Naskah dipresen-tasikan dalam Simposium Nasional Akun-tansi VII, Denpasar.
  • Arifuddin, Anik, S., dan Wahyudin, Y. (2002, September). Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja terhadap Hubngan Etika Kerja Islam dengan Sikap Perubahan Organisasi (Studi Empiris ter-hadap Dosen Akuntansi pada Perguruan Tinggi Islam Swasta di Malang dan Makas-sar). Naskah dipresentasikan dalam Simpo-sium Nasional Akuntansi V, Semarang.
  • Aryani, Y.A. (2009). The Effect of Fairness Percep-tion of Performance Measurement in The Balanced Scorecard Environment, Thesis. Victoria University, Melbourne, Australia.
  • Assael, H. dan Keon, J. (1982). Nonsampling vs. sampling error in survey research. Journal of Marketing, 46(Spring), 114-123.
  • Astuti, P. D., dan Sabeni, A. (2005, September). Hubungan Intelectual Capital dan Business Performance dengan Diamond Specification: Sebuah Perspektif Akuntansi. Naskah dipre-sentasikan dalam Simposium Nasional Akun-tansi VIII, Solo.
  • Aziza, N., Nasir, H. M., dan Daljono. (2006, Agus-tus). Hubungan Antara Risiko Manipulasi Earnings dan Risiko Corporate Governance Dengan Perencanaan Audit (Studi Empiris pada Auditor SE-Jawa). Naskah dipresen-tasikan dalam Simposium Nasional Akun-tansi IX, Padang.
  • Berry, A., Loughton, E., and Otley, D. (1991). Control in a financial services company (RIF): A case study. Management Accounting Rese-arch, 2(2), 109-139.
  • Birnberg, J. G., Shields, M. D. dan Young, S. M. (1990). The case for multiple methods in empirical management accounting research (with an illustration from budget setting). Journal of Management Accounting Research, 2, 33-66.
  • Brownell, P. (1982a). A field study examination of budgetary participation and locus of control. The Accounting Review, 57(4): 766-793.
  • Brownell, P. (1982b). The role of accounting data in performance evaluation, budgetary participa-tion, and organisational effectiveness. Journal of Accounting Research, 20(1) Spring, 12-27.
  • Budiwibowo, T., dan Ikhsan, A. (2003, Oktober). Pengaruh Strategik Kompetitif, Motivasi dan Budaya Kerja terhadap Hubungan antara Komitmen Organisasi kepada Karyawan dengan Kinerja Perusahaan. Naskah dipre-sentasikan dalam Simposium Nasional Akun-tansi VI, Surabaya.
  • Budiyanto, E. T., Moh. Nasir, dan Indira, J. (2005, September). Pengujian Variabel-variabel yang Berpengaruh terhadap Ekspetasi Klien dalam Audit Judgment. Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
  • Cahyono, D. (2005, September). Pengaruh Mentoring terhadap Kepuasan Kerja, Konflik Peran, dan Prestasi Kerja serta Niatan untuk Pindah (Studi Empiris di Lingkungan Kantor Akuntan Publik). Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
  • Chenhall, R. H. (1997). Reliance on manufacturing performance measures, total quality manage-ment, and organizational performance. Mana-gement Accounting Research, 8(2), 187-206.
  • Cook, T. D.. and Campbell, D. T. (1979). Quasi-experimentation: design and analysis issues for field setting. Boston, MA: Houghton Mifflin.
  • Cooper, D.R. and Schindler, P.S. (2006). Business research method. The McGraw-Hill Compa-nies, Inc.
  • de Vaus, D. A. (1992). Surveis in Social Research, London: Allen and Unwin.
  • Diamond, S. S. (2000). Reference guide on survei research. In reference manual on scientific evidence (2nd ed., pp. 229-276). Washington, DC: The Federal Judicial Center.
  • Diana, N. (2003, Oktober). Analisis Hubungan Kompleksitas Organisasi, Keterlibatan Tim, Diversitas Ukuran Kinerja, Besar Kompen-sasi, Partisipasi terhadap Kinerja Tim. Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
  • Dillman, D. A. (1978). Mail and Telephone Surveis: The Total Design Method. New York: Wiley.
  • Dillman, D.A. (1999). Mail and Internet Surveis: The Tailored Design Method. New York: Wiley.
  • Dillman, D. A. (2007). Mail and Internet Surveis: The Tailored Design Method, 2nd Edition, United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
  • Faisal. (2001, Agustus). Pengaruh Karakteristik Tugas terhadap Keefektian Bentuk Pengenda-lian Akuntansi, Perilaku dan Personal dalam Peningkatan Kinerja Manajer Riset dan Pengembangan. Naskah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung.
  • Faisal. (2006, Agustus). Analisis Pengaruh Inten-sitas Persaingan dan Variabel Kontekstual terhadap Penggunaan Informasi Sistem Akuntansi Manajemen dan Kinerja Unit
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson