Manajemen Arsip Perguruan Tinggi Di Era New Public Service
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan tinggi setelah pendidikan menengah.
Berbagai program pendidikan yang ditawarkan di perguruan tinggi, meliputi program
pendidikan Diploma (D I, D II, D III, D IV), Sarjana Strata I (Sarjana), Sarjana Strata II
(Magister), Sarjana Strata III (Doktor), dan Spesialis. Pada Pasal 20 Undang-Undang
tersebut memuat ketentuan tentang bentuk dari perguruan tinggi. Bentuk perguruan tinggi
dapat berupa akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi
merupakan bentuk dari lembaga pendidikan tinggi. Penyelenggara pendidikan tinggi bisa
pemerintah atau swasta. Lembaga-lembaga tersebut berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat atau yang lazim disebut sebagai
tridharma perguruan tinggi. Samuels, menyebut tridharma perguruan tinggi sebagai
traditionally assigned three missions: teach, conduct research, and provide public service.
Kegiatan tridharma perguruan tinggi ini dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Dosen selaku
pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan mempunyai tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hasil dari
dilakukannya kegiatan tridharma perguruan tinggi antara lain adalah diciptakannya arsip
perguruan tinggi. Arsip yang diciptakan sebagai akibat dari dilakukannya kegiatan
pendidikan antara lain Penjaminan Mutu Pendidikan, Peraturan Akademik, SK Mengajar,
Daftar Hadir Dosen, Daftar Hadir Mahasiswa, Daftar Nilai, Surat Persetujuan Ijin Cuti Mahasiswa, Kartu Rencana Studi, Kartu Hasil Studi, SK Dosen Wali, SK Membimbing
Penulisan Laporan Kerja Praktik, SK Membimbing Penulisan Skripsi, SK Membimbing
Penulisan Tesis, SK Membimbing Penulisan Disertasi, SK Menguji Laporan Kerja Praktik,
SK Menguji Skripsi, SK Menguji Tesis, SK Menguji Disertasi, SK Dosen Wali dan berkas
perwalian; arsip yang diciptakan akibat dari dilakukannya kegiatan penelitian antara lain
- Penelitian yang dilakukan oleh dosen: SK Penelitian, laporan hasil penelitian, Jurnal, Proceeding.
- Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa: Laporan Kerja Praktik, Skripsi, Tesis, Disertasi.
Arsip yang diciptakan akibat dari dilakukannya kegiatan pengabdian kepada
masyarakat antara lain SK Kegiatan Pengabdian berikut berkas laporannya, dokumen terkait
misal model produk yang dihasilkan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat, paper
ceramah atau penyuluhan. Arsip yang diciptakan sebagai akibat dari dilakukannya kegiatan
penunjang antara lain: SK Kepanitiaan Kegiatan Workshop atau Seminar atau Lokakarya
atau Pelatihan berikut laporan dan sertifikat sebagai panitia. Selain kegiatan tridharma,
perguruan tinggi juga menciptakan arsip perguruan tinggi, antara lain Memorandum of
Understanding (Naskah Kerjasama), dokumen asset (sertifikat tanah dan bangunan, sarana
dan prasarana laboratorium, sarana dan prasarana pendidikan, penelitian, dan pengabdian),
rumah sakit pendidikan, arsip kepegawaian, arsip pendirian program studi, dan lain-lain. Arsip yang tercipta sebagai akibat dari dilakukannya kegiatan tridharma perguruan tinggi
harus dikelola dalam sistem kearsipan perguruan tinggi agar terkelola secara sistematis sejak
diciptakan hingga disusutkan dan akhirnya digunakan lagi untuk fase berikutnya.
Program kearsipan perguruan tinggi sudah dimulai pada perguruan tinggi di berbagai
belahan dunia sejak beberapa tahun yang lalu, misalnya Program kearsipan di Harvard
University sudah dimulai sejak tahun 1936, Wisconsin University tahun 1952, Cornell
University tahun 1961. Sementara itu The University of Illinois pada 15 Juni 1920 sudah
mulai mendiskusikan tentang program arsip perguruan tinggi. Akhirnya program itu benarbenar
terlaksana tahun 1963.
Program kearsipan perguruan tinggi di Indonesia secara kelembagaan sudah dirintis oleh
Arsip Nasional Republik Indonesia sejak tahun 2000-an. Program ini mula-mula diintroduksi
ke perguruan tinggi negeri dengan badan hukum berbentuk Badan Hukum Milik Negara
(BHMN) mengingat pada tahun-tahun awal tahun 2000-an sebelum diundangkannya
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009, yang masih diberlakukan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971. Dengan pertimbangan tersebut, maka program kearsipan perguruan
tinggi paling memungkinkan diintroduksi ke lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang
berstatus BHMN sebagaimana dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 152,
153,154, dan 155 Tahun 2000. Perguruan tinggi dimaksud adalah Universitas Indonesia (UI)
dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Seiring dengan berjalannya waktu, maka rancangan
undang-undang tentang kearsipan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971
terus disosialisasikan melalui kajian-kajian pendirian Arsip Perguruan Tinggi di berbagai
perguruan tinggi di Indonesia. ANRI telah bekerja sama dengan beberapa universitas negeri
dalam rangka pengembangan Arsip Perguruan Tinggi di Indonesia.
Beberapa universitas
negeri dimaksud adalah:
- Universitas Indonesia (UI), Depok
- Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta
- Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang
- Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor
- Universitas Terbuka (UT), Tanggerang
- Universitas Patimura (UNPATI), Ambon
Bentuk kerjasama diawali dengan melakukan beberapa kali kajian berkisar tentang
manajemen arsip perguruan tinggi. Kajian di Universitas Diponegoro dilakukan oleh ANRI
bekerjasama dengan Program Studi Diploma III Kearsipan Fakultas Sastra (sekarang Fakultas
Ilmu Budaya). Kajian telah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu tahun 2002 (Manajemen
Kearsipan di Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang), 2004/2005 (Kajian Persiapan
Pendirian Arsip Universitas) dan 2007 (Persiapan Pembentukan University Archives
UNDIP). Pada tahun 2011 dirintis bentuk lembaga University Archives di UNDIP dan tahun
2012 lembaga tersebut terbentuk namun saat ini belum operasional.
Arsip perguruan tinggi sebagai lembaga kearsipan berbentuk satuan organisasi
perguruan tinggi yang melaksanakan fungsi dan tugas penyelenggaraan kearsipan di
lingkungan perguruan tinggi tentu juga menjalankan fungsi manajemen, yaitu manajemen
kearsipan perguruan tinggi. Sebagaimana yang diamanahkan dalam paragraf 4 tentang Arsip
Perguruan Tinggi pada Pasal 27 ayat (4) disebutkan, bahwa arsip perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang
diterima dari (a) satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi; dan (b) civitas akademika di
lingkungan perguruan tinggi. Satuan kerja yang ada di lingkungan perguruan tinggi dapat dilihat pada susunan struktur organisasi dan tata kerja yang ada di perguruan tinggi tersebut.
Satuan kerja ini adalah mesin pencipta arsip perguruan tinggi yang memuat tentang kegiatan
tridharma perguruan tinggi, Adapun civitas akademika adalah komunitas dosen dan
mahasiswa pada perguruan tinggi. Dari aturan tersebut, nampak bahwa manajemen
kearsipan perguruan tinggi berproses sejak arsip diciptakan oleh seluruh unit kerja terkecil
maupun civitas akademika di perguruan tinggi, dilanjutkan dengan manajemen arsip dinamis
inaktif di Unit Kearsipan II yang ada di masing-masing unit kerja hingga diakuisisi oleh
manajemen arsip perguruan tinggi. Model Alur Administrasi Perguruan Tinggi Terpadu dapat
dilihat pada gambar 4.
Maher menyatakan, bahwa arsip perguruan tinggi terdiri dari arsip yang memuat
informasi tentang kebijakan, personalia, kepemilikan, dan sarana prasarana. Arsip-arsip
tersebut merupakan peninggalan dokumentasi dari suatu institusi pendidikan tinggi yang
dilestarikan dan diolah sehingga dapat diakses oleh penggunanya dengan mudah. Arsiparis
perguruan tinggi mempunyai tanggungjawab untuk mengolah dan melindungi arsip-arsip
yang memuat nilai-nilai kebuktian hukum, administratif, dan keuangan sebagai upaya untuk
memproteksi perguruan tinggi dari aspek hukum dan meningkatkan efisiensi dalam
manajemen. Pernyataan Samuels ini sejalan dengan teori organisasi. Robbins, mendefinisikan organisasi sebagai “kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif
terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan”. Dengan demikian
arsip perguruan tinggi merupakan suatu organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi,
sehingga membutuhkan manajemen untuk melaksanakannya.
Manajemen menurut Kast adalah “subsistem kunci dalam sistem organisasi”. Lebih
lanjut dikatakan, bahwa “manajemen merupakan proses perpaduan (integrasi) berbagai
sumber-daya yang tidak berkaitan ke dalam suatu total sistem untuk tercapainya tujuan”. Masyarakat acapkali menggunakan kata manajemen tumpang tindih dengan administrasi
karena mereka kurang paham, bahwa manajemen merupakan kegiatan yang sangat luas. Ada banyak sub sistem di dalam organisasi sehingga dibutuhkan manajemen untuk
mengintegrasikannya. Arsip perguruan tinggi sebagai mana dituangkan dalam Pasal 1 butir
17, 27 dan 28 Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 merupakan suatu organisasi yang
mempunyai fungsi, tugas dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan di bidang pengelolaan
arsip statis dan pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi. Dua fungsi arsip
perguruan tinggi ini, membutuhkan manajemen dan manajerial yang optimal agar fungsi,
tugas dan tanggung jawab organisasi tercapai tujuannya secara efektif dan efisien.
Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan fungsi dan tugas
penyelenggaraan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi. Penyelenggaraan kearsipan
sebagaimana dimuat pada Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 disebutkan
merupakan keseluruhan kegiatan meliputi “kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan
arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung oleh sumber daya manusia,
prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya”. Dengan demikian kita ketahui, bahwa
manajemen arsip perguruan tinggi adalah manajemen arsip sejak arsip diciptakan di
lingkungan perguruan tinggi hingga disusutkan, dan digunakan untuk fase berikutnya, dengan
melibatkan seluruh fungsi manajemen.
B. Permasalahan
Keberadaan
Arsip Perguruan Tinggi tentu tidak lepas dari visi dan misi yang menjiwai
dari penciptaan lembaga tersebut yang dapat dicermati dari bagian konsiderans undangundang
yang menaungi pasal tentang penciptaan Arsip Perguruan Tinggi yaitu UndangUndang
Nomor 43 Tahun 2009. Permasalahan yang diangkat dalam artikel ini adalah
bagaimanakah pelaksanaan kegiatan manajemen arsip perguruan tinggi yang dilakukan di
lingkungan Universitas Diponegoro pada era New Public Service ini?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan format deskriptif, bertujuan untuk menguraikan konsep
pengelolaan arsip secara umum melalui studi pustaka baik dari peraturan pelaksanaan
penanganan arsip di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional khususnya arsip perguruan
tinggi, jurnal dan literatur kearsipan. Studi pustaka digunakan untuk membandingkan antara
manajemen arsip di unit kerja, unit kearsipan II dan unit kearsipan I. Studi pustaka juga
dilakukan untuk mengkaji kembali tiga kali hasil penelitian Tim Peneliti Persiapan Pendirian
University Archives Undip yang dilakukan oleh Tim Peneliti D III Kearsipan Universitas
Diponegoro pada tahun 2002, 2004/2005, dan 2007. Selain itu untuk mengetahui
perkembangan terakhir kebijakan manajemen arsip perguruan tinggi di Universitas Diponegoro, maka penulis juga menggunakan paper yang disusun oleh Saudara Amad Rosyd
yang ia tulis pada tahun 2011 sebagai bahan presentasi sebagai peserta Seleksi Arsiparis
Teladan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2011 dan Paper Sdri. Turi
Daurita yang ia tulis pada tahun 2012 sebagai bahan presentasi sebagai peserta Seleksi
Arsiparis Teladan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2012.
Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung di beberapa unit
kerja di lingkungan Universitas Diponegoro sebagai sampel penelitian dengan tujuan agar
permasalahan yang muncul di lapangan dapat diketahui faktor pendukung dan penghambat
yang menyebabkan pendekatan pengelolaan arsip yang digunakan di Universitas Diponegoro
seperti yang digunakan saat ini, sehingga dapat dilakukan rekomendasi kepada pengambil
kebijakan. Metode wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur terhadap
pengelola arsip maupun Arsiparis Universitas Diponegoro dan para pengguna potensial arsip
perguruan tinggi. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara langsung kebijakan pengelolaan
arsip yang berlaku, serta hasil pelaksanaan kebijakan tersebut di Universitas Diponegoro.
D. Tujuan
Tujuan penelitian ini didasarkan pada tujuan dari diselenggarakannya sistem kearsipan
perguruan tinggi di Indonesia seperti yang dicantumkan dalam bagian pertimbangan dari
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009, khususnya pada huruf c, bahwa
“dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mendukung terwujudnya penyelenggaraan
negara dan khususnya pemerintahan yang baik dan bersih, serta peningkatan kualitas
pelayanan publik, penyelenggaraan kearsipan di lembaga negara, pemerintahan daerah,
lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan harus dilakukan dalam suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang
komprehensif dan terpadu”. Universitas Diponegoro sebagai salah satu perguruan tinggi
negeri di Negara Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan perundangundangan
dan teknologi informasi sehingga mampu menyelenggarakan layanan informasi
berbasis arsip secara maksimal kepada para penggunanya.
E. Pendekatan Manajemen Layanan Publik
Manajemen merupakan pekerjaan intelektual yang dilaksanakan orang-orang di dalam
suatu organisasi. Sementara itu Keban berpendapat, bahwa “dimensi manajemen
memusatkan perhatian pada bagaimana melaksanakan apa yang telah diputuskan melalui prinsip-prinsip tertentu yaitu prinsip manajemen.” Menurut Keban suatu kebijakan harus
didukung oleh metode, teknik, model dan cara mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Paradigma manajemen beberapa kali mengalami pergeseran, yaitu dimulai dari
manajemen normatif, manajemen deskriptif, hingga manajemen publik. Manajemen normatif
disebut memiliki aliran manajemen bisnis. Disebut fungsi-fungsi manajemen bisnis karena
aliran ini berorientasi pada bisnis, sehingga aliran ini dianggap tidak sesuai dengan ideologi
administrasi publik yang berorientasi pada public service. Meskipun demikian fungsi-fungsi
manajemen normatif dinilai bersifat universal. Fungsi-fungsi meliputi: planning
(perencanaan), organizing (pendistribusian kerja), staffing (pengadaan sumber daya manusia
yang tepat dalam kuantitias, kualitas, maupun kebutuhan kerja dalam organisasi),
coordinating (proses pengintegrasian kegiatan-kegiatan dari seluruh unit kerja untuk
mencapai tujuan bersama secara efisien), motivating (proses pemberian dorongan pada para
anggota organisasi agar mereka dapat bekerja sesuai kebutuhan sesuai dengan tujuan
organisasi, controlling (mengkaji kesesuaian antara kegiatan yang dilaksanakan dengan yang
direncanakan sebagai bahan evaluasi untuk rencana kegiatan yang akan datang).
Manajemen deskriptif adalah suatu manajemen yang ciri-cirinya dapat dilihat dari
fungsi-fungsi yang ada di manajemen tersebut. Menurut Keban, “fungsi-fungsi manajemen
yang benar-benar dijalankan terdiri atas kegiatan-kegiatan personal, interaktif, administratif,
dan teknis”, yaitu:
- Kegiatan personal menampilkan kegiatan dan peran manajer dalam organisasi. Ia dituntut untuk mampu mengelola waktu dalam hidupnya baik sebagai manajer maupun sebagai anggota masyarakat, anggota keluarga, maupun diri sendiri. Indikator manajer yang sukses dalam memimpin organisasi adalah tipe manajer yang mampu mengatur kegiatankegiatannya dengan baik.
- Kegiatan interaktif adalah kegiatan manajer yang banyak menggunakan waktunya untuk berinteraksi dengan para bawahan, atasan, kolega, customer, organisasi lain, dan para pemimpin masyarakat. Tipe manajer seperti ini menggunakan dua pertiga waktunya untuk berinteraksi.
Interaksi yang dia lakukan adalah dalam kerangka
- Interpersonal (sebagai figure pemimpin organisasi, sebagai figur pemimpin yang mampu memotivasi, membimbing, mengembangkan kemampuan bawahannya);
- Informasional (sebagai figur pemimpin harus mampu mencari dan menemukan informasi melalui media lisan maupun tertulis, menyebarluaskan informasi kepada para bawahan, dan orang-orang diluar organisasi);
- Mengambil keputusan terhadap setiap informasi yang ada (Manajer selaku pelaku usaha harus mampu mengambil setiap peluang atau kesempatan yang ada untuk mengembangkan dan mencari peluang usaha baru, mampu melakukan koreksi terhadap berbagai masalah yang timbul, mampu memutuskan penempatan sumber daya manusia secara tepat sesuai dengan lokasi dan kompetensi berikut jumlah kebutuhannya. Manajer juga dituntut untuk mampu melakukan negosiasi pada pekerja, custumer, supplier, dan lain-lain.
- Kegiatan administratif adalah kegiatan manajer yang berkaitan dengan korespondensi, penyediaan dan pengaturan anggaran, memonitor kebijakan dan prosedur, menangani masalah kepegawaian. Pada umumnya para manajer hanya menggunakan sedikit waktunya untuk kegiatan administratif. Mereka bahkan mengeluh untuk alokasi kegiatan ini. Manajemen publik menurut Keban adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti manusia, keuangan, phisik, informasi, politik. Dipaparkan juga, bahwa bila kebijakan publik merupakan pencipta ide yang berkaitan dengan regulasi untuk umum, maka manajemen publik merupakan penggerak sumber daya manusia dan non manusia untuk menjalankan perintah yang dirumuskan dalam kebijakan publik. Selanjutnya disampaikan, bahwa manajemen publik merupakan suatu spesialisasi yang relatif baru, tetapi berakar pada pendekatan normatif. Pengembangan paradigma manajemen publik mengikuti perkembangan administrasi publik.
- Paradigma pertama, upaya mengajak pejabat publik untuk bekerja lebih disiplin dan lebih baik.
- Paradigma kedua, dikembangkan prinsip manajemen POSDCORB (planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting).
- Paradigma ketiga, dilakukannya kritik terhadap prinsip POSDCORB oleh Herbert Simon. Ia mengajak untuk melihat pada kenyataan yang ada dan bukannya mendasarkan diri pada aspek normatif. Menurut dia, fungsi manajemen yang penting adalah pembuatan keputusan. Kritik ini membuka pandangan baru para ahli politik yang melihat, bahwa administrasi publik dan manajemen publik merupakan kegiatan politik, sehingga fungsi-fungsi manajemen tidak perlu lagi diajarkan secara universal.
- Paradigma keempat, diperkenalkannya fungsi manajemen terutama human relation, komunikasi, perilaku organisasi, riset operasi, penerapan statistik, dan lain-lain. Paradigma ini kemudian terus dikembangkan dan menjadi suatu disiplin. Silih berganti model manajemen publik diperkenalkan para akademisi. Mula-mula PAFHRIER, yaitu singkatan dari Policy Analysis, Financial Management, Human Resource Management, Information Management, dan External Relation. Pada dasawarsa 1990 dikembangkan model New Public Management (NPM), yaitu model yang mengajak pemerintah untuk “meninggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantinya dengan memberikan perhatian pada hasil kerja; melepaskan diri dari birokrasi klasik dan mengkondisikan situasi organisasi, pegawai dan para pekerja menjadi lebih fleksibel; tujuan dan target organisasi dan personal lebih jelas sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran indikator yang lebih jelas, lebih memperhatikan evaluasi program yang lebih sistematis, dan mengukur dengan menggunakan indikator ekonomi, efisien, efektif; staf senior lebih berkomitmen secara politis pada pemerintah daripada bersikap netral; fungsi pemerintah adalah memperhatikan pasar, melibatkan sektor swasta dalam memberikan layanan pada publik melalui kontrak kerja; Meningkatkan peran swasta dalam sektor layanan publik. Dengan demikian pelaksanaan pemerintahan dengan model NPM beriringan dengan New Public Service. Artinya pemerintah bertugas memberikan pengarahan dan administrasi kepada penyelenggara, karena mereka sebagai lembaga administrasi negara yang akan membantu pemerintah dalam memberikan layanan kepada publik.
Beberapa model pendekatan lain, antara lain pada tahun 1990-an diperkenalkan model
Total Quality Management (TQM) dengan konsep TQM Triangle, yaitu “menekankan
keberhasilan manajemen berdasarkan komitmen anggota (commitment), pelibataan para anggota organisasi (involvement) dan pemanfaatan ilmu pengetahuan (scientific knowledge)”.
Proses manajemen model ini sangat unik, karena struktur kinerjanya adalah plan, do, check,
dan act. Jadi setelah berproses, maka alur kinerja kembali ke awal lagi (feedback) ke plan.
Aliran TQM meyakini untuk selalu memberikan layanan prima kepada pelanggan. Oleh
sebab itu, dilakukan manajemen proses yang berorientasi pada pelanggan. Proses merupakan
suatu kesatuan terstruktur dalam satu lingkungan yang terdiri dari orang, material, metode,
dan mesin atau peralatan yang semuanya diperlukan untuk berprosesnya input menjadi output
bagi kepuasan pemenuhan kebutuhan pelanggan.
Model pendekatan manajemen publik lainnya adalah manajemen pembangunan yang
menyatakan, bahwa tugas dalam rangka menjalankan tugas pokok pemerintah dalam
membangun negara, maka diperlukan dukungan sistem administrasi publik yang memadai
dengan kualitas manajer publik yang tinggi. Dari keseluruhan model yang ada, nampak bahwa model TQM merupakan model yang
dapat digunakan sebagai model manajemen baik untuk lingkungan pemerintah maupun
swasta. Dengan menggunakan model ini tidak akan muncul kekhawatiran pemberi layanan
publik oleh pemerintah terjebak pada manajemen swasta yang berorientasi pada mencari
keuntungan.
PEMBAHASAN
A. Lingkungan Internal dan Eksternal
Informasi adalah data yang terekam, diklasifikasikan, diorganisasikan, direlasikan atau
diinterpretasikan dalam konteks untuk menyampaikan arti.24 Dalam pengertian ini dapat
disimpulkan, bahwa data sangat diperlukan sebagai penyampai informasi bagi penggunanya.
Yuniarto Nurwono dalam bukunya Manajemen Informasi (Pendekatan Global), menyatakan
bahwa keberadaan informasi merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah suatu
pekerjaan akan dapat dilakukan secara efisien atau tidak.
Arsip merupakan salah satu bentuk data yang harus diklasifikasikan, direlasikan dan
diinterpretasikan agar dapat diambil manfaat oleh penggunanya. Azmi menyatakan, bahwa
manusia memiliki kecenderungan melestarikan informasi tentang kegiatan yang telah mereka
lakukan. Selain bermanfaat bagi diri sendiri juga bermanfaat bagi orang lain bila informasi tersebut dikomunikasikan kepada sesama manusia di jamannya atau antar generasi. Keberadaan arsip sebagai sumber informasi merupakan aspek yang sangat penting sebagai
sumber evaluasi peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu untuk bahan pertimbangan
keputusan kegiatan di masa sekarang, dan sebagai sarana untuk memprediksi kemungkinan
yang akan terjadi di masa yang akan datang. Keberadaan lembaga kearsipan adalah untuk
menyediakan informasi kesejarahan dan menyediakannya bagi pengguna arsip tersebut.
B. Manajemen Arsip Dinamis Perguruan Tinggi
1. Arti Penting Manajemen Arsip
Manajemen arsip sangat penting dilakukan karena menyimpan arsip informasi yang
sangat diperlukan baik oleh organisasi maupun perorangan untuk berbagai keperluan. Dari
lima fase daur hidup yang dikemukakan oleh Ricks, meliputi creation, distribution, use,
maintenance, disposition, maka Ricks membagi fase use menjadi lima kegunaan.
Kelimanya
adalah
- Arsip digunakan sebagai bahan untuk mendokumentasikan suatu peristiwa,
- Menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam
- Pengambilan keputusan, maupun
- Untuk merespon suatu permasalahan, serta
- Menjadi bahan persyaratan keabsahan hukum.
Selain itu Kennedy menyatakan, bahwa organisasi bergantung pada akses yang
efisien untuk informasi yang benar.
Mereka membutuhkan informasi untuk:
- Mendukung pengambilan keputusan,
- Keperluan operasional umum,
- Sebagai bukti kebijakan dan kegiatan mereka, dan
- Dukungan litigasi.
Manajemen arsip memastikan bahwa informasi
yang tepat dapat diakses bila diperlukan. Arti penting keberadaan arsip perguruan tinggi, yaitu:
a. Kegiatan akademik:
Contoh, antara lain:
- SK Mengajar dan SK Jadwal Mata Kuliah mendokumentasikan berlangsungnya kegiatan perkuliahan pada satu semester tertentu. Daftar hadir mahasiswa dan daftar hadir dosen mendokumentasikan suatu kegiatan perkuliahan mata kuliah tertentu pada waktu tertentu. Daftar nilai mahasiswa sebagai hasil akhir dari kegiatan perkuliahan mendokumentasikan nilai yang diraih mahasiswa pada perkuliahan mata kuliah tertentu pada waktu tertentu. Kelima jenis arsip akademik tersebut, pada semester berikutnya menjadi bahan evaluasi beban kerja dosen pada salah satu unsur akademik.
- Kumpulan nilai setiap mahasiswa diakumulasi dalam Kartu Hasil Studi. Hasil nilai ini menjadi bahan reference dosen wali saat bimbingan akademik dilakukan, untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan akademik mahasiswa bimbingannya. Selanjutnya diambil keputusan mata kuliah apa saja yang akan ditempuh pada semester berikutnya.
- Pada akhir masa studi mahasiswa mendapat transkripsi nilai dan ijazah kesarjanaan. Sejak saat diwisuda mahasiswa menyandang status alumni. Mereka menyimpan transkrip nilai dan ijazah asli. Sementara itu Subbagian Akademik Fakultas menyimpan fotokopinya sebagai arsip. Arsip transkrip nilai dan ijazah sangat penting artinya baik bagi alumni maupun bagi perguruan tinggi. Bagi alumni maupun perguruan tinggi transkrip dan ijazah berguna sebagai bahan dokumentasi, bukti strata pendidikan tertinggi yang telah ditempuh alumni, sekaligus sebagai bahan respons bila ada pihakpihak terkait yang menanyakan. Kata tangkap yang paling tepat untuk temu balik ijazah adalah nomor seri ijazah, karena nomor seri ijazah hanya satu untuk setiap alumni. Ijazah dan transkrip yang diperoleh merupakan legal requirement seseorang dinyatakan sebagai alumni dari suatu perguruan tinggi.
- Akumulasi bukti kegiatan akademik menjadi berkas kenaikan pangkat dari unsur akademik.
- Akumulasi bukti seluruh kegiatan akademik pada suatu Program Studi menjadi berkas penilaian akreditasi Program Studi tersebut.
b. Kegiatan penelitian:
- SK Penelitian mendokumentasikan berlangsungnya kegiatan penelitian pada satu semester atau kurun waktu tertentu. Setelah kegiatan penelitian selesai dihasilkan laporan penelitian. SK Penelitian dan laporan penelitian pada semester berikutnya menjadi bahan evaluasi beban kerja dosen pada salah satu unsur penelitian.
- Akumulasi berkas laporan penelitian pada kurun waktu tertentu menjadi berkas kenaikan pangkat dari unsur penelitian.
- Akumulasi bukti seluruh kegiatan penelitian pada suatu Program Studi menjadi berkas penilaian akreditasi Program Studi tersebut.
c. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat:
- SK Pengabdian kepada Masyarakat mendokumentasikan berlangsungnya kegiatan pengabdian kepada masyarakat pada satu semester atau kurun waktu tertentu. Setelah kegiatan pengabdian kepada masyarakat selesai dihasilkan laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. SK pengabdian kepada masyarakat dan laporan pengabdian kepada masyarakat pada semester berikutnya menjadi bahan evaluasi beban kerja dosen pada salah satu unsur pengabdian kepada masyarakat.
- Akumulasi berkas kegiatan pengabdian kepada masyarakat pada kurun waktu tertentu menjadi berkas kenaikan pangkat dari unsur pengabdian kepada masyarakat.
- Akumulasi bukti seluruh kegiatan pengabdian kepada masyarakat pada suatu Program Studi menjadi berkas penilaian akreditasi Program Studi tersebut.
d. Kegiatan penunjang:
- SK Permohonan sebagai moderator dalam kegiatan seminar dan sejenisnya berikut bukti kegiatan tersebut; SK Permohonan sebagai pembicara dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru berikut arsip bahan ceramah; SK Kepanitiaan berikut arsip laporan kegiatan; dan kegiatan sejenis, setelah kegiatan selesai maka berkas kegiatan tersebut pada semester berikutnya menjadi bahan evaluasi beban kerja dosen pada salah satu unsur penunjang.
- Akumulasi berkas kegiatan penunjang pada kurun waktu tertentu menjadi berkas kenaikan pangkat dari unsur penunjang.
- Akumulasi bukti seluruh kegiatan penunjang pada suatu Program Studi menjadi berkas penilaian akreditasi Program Studi tersebut.
e. Kegiatan administrasi kelembagaan perguruan tinggi:
- Akte jual beli tanah/bukti pembebasan lahan untuk pembangunan perguruan tinggi, Peraturan Pemerintah tentang pendirian perguruan tinggi, Surat Keputusan Kemendiknas tentang Struktur Organisasi Tata Kerja perguruan tinggi serta Statuta perguruan tinggi, Surat Keputusan pendirian program studi, Surat Keputusan penetapan hak cipta logo perguruan tinggi, hymne perguruan tinggi, mars perguruan tinggi, dokumentasi cetak biru, foto maupun film kegiatan perguruan tinggi dan berbagai arsip sejenis yang terkait dengan organisasi perguruan tinggi berikut lampirannya. Sebagian dari arsip termasuk dalam kategori arsip vital, tetapi secara keseluruhan memiliki nilaiguna sekunder, sehingga disimpan sebagai arsip statis dan disimpan secara permanen di lembaga kearsipan perguruan tinggi sebagai bukti sejarah perjalanan perguruan tinggi tersebut dalam mengemban amanah tridharma perguruan tinggi.
- Arsip kegiatan administrasi kelembagaan perguruan tinggi merupakan dokumentasi/perekam peristiwa perjalanan perguruan tinggi dalam mengemban amanah tridharma perguruan tinggi, merupakan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, sebagai bahan untuk menjawab berbagai pertanyaan dari berbagai kalangan yang berkaitan dengan perguruan tinggi baik sekedar sebagai bahan informasi maupun untuk meng-counter polemik yang terjadi di masyarakat berkait dengan perguruan tinggi, serta sebagai bahan kekuatan hukum atas segala sesuatu yang terjadi berkait dengan perguruan tinggi tersebut.
- Akumulasi bukti seluruh kegiatan administrasi kelembagaan perguruan tinggi menampilkan performance perguruan tinggi. Performance tersebut mempengaruhi akreditasi perguruan tinggi dan berbagai kriteria penilaian kompetisi performa perguruan tinggi, misalnya pengembangan jaringan sistem informasi akademik, jaringan sistem informasi keuangan, jaringan sistem informasi hasil karya penelitan dosen dan mahasiswa, dan sejenisnya.
2. Model Pengelolaan arsip
a. Pendekatan Daur Hidup Arsip
Model pendekatan pengelolaan arsip yang paling sering kita dengar atau ketahui adalah
a life cycle model atau model pendekatan daur hidup. Ricks dan Kennedy, membuat model
struktur daur hidup arsip menjadi lima fase, yaitu creation, distribution, use, maintenance,
disposition. Kennedy dan Johnson menggunakan istilah disposal untuk kata disposition.
Dengan demikian pada fase terakhir arsip berakhir pada tiga kemungkinan;
- Tetap disimpan di Unit Kerja sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, maupun untuk merespon suatu permasalahan, serta menjadi bahan persyaratan keabsahan hukum;
- Arsip yang semula disimpan di Unit Kearsipan II sebagai arsip inaktif tetapi nilaiguna informasinya memiliki nilaiguna kesejarahan disusutkan sebagai arsip statis dan diserahkan ke lembaga kearsipan (Unit Kearsipan I);
- Arsip yang nilaiguna informasinya sudah tidak ada dimusnahkan. Model ini menimbulkan kesan, bahwa sebelum dan sesudah fase daur hidup tidak ada kegiatan lainnya, sehingga terjadi inkonsistensi dalam pentahapan proses daur hidup antara yang sebenarnya dilakukan dengan pencitraannya.
b. Pendekatan Record Continuum
Model
Record Continuum Model adalah juga merupakan pendekatan dalam pengelolaan arsip.
The Australian Standart AS 3490-1996 mendefinisikannya sebagai berikut: "... seluruh eksistensi arsip. Merupakan suatu rezim manajemen arsip yang konsisten dan
koheren proses sejak masa penciptaan arsip (dan bahkan sebelum penciptaan, dalam perancangan sistem pengelolaan arsip), preservasi dan penggunaan arsip sebagai arsip statis" (Standards Australia 1996, pt.1, p. 7, 4.22).
Untuk mendapatkan informasi yang tepat dan sewaktu-waktu dapat diakses, maka harus
dilakukan manajemen arsip sejak sebelum arsip diciptakan. Penulis meyakini sikap ini,
karena manajemen arsip berarti juga termasuk manajemen perundang-undangan kearsipan.
Perundang-undangan kearsipan diciptakan sebagai landasan hukum dan pedoman dalam
sistem kearsipan sejak sebelum fisik arsip tersebut diciptakan, digunakan, disusutkan dan
diciptakan lagi untuk kepentingan penggunaan informasi berbasis arsip di masa yang akan
datang. Pemikiran ini sejalan dengan pendekatan record continuum model. Pendekatan
semacam ini menjadi semakin nyata bila arsip yang diciptakan sudah menggunakan media
elektronik. Dengan penggunaan media elektronik, maka sejak awal organisasi harus sudah
memikirkan aspek legal informasinya, hingga teknis mengelolaan arsip termasuk di dalamnya
adalah cara melakukan kaptur terhadap arsip. Kaptur arsip diperlukan agar komputer dapat
secara otomatis melakukan penentuan terhadap nilaiguna informasi yang terekam di dalam
arsip. Tahap ini merupakan tahap penentuan nasib arsip tersebut selanjutnya apakah tetap
stay di unit pengolah atau dipindahkan ke Unit Kearsipan II atau justru dimusnahkan.
3. Aspek Perundang-Undangan
Arsip ditinjau dari media penyimpan informasinya dibagi menjadi dua, yaitu arsip
konvensional dan media baru. Pemahaman dan penguasaan terhadap media arsip sangat
berpengaruh dalam sub-sub sistem yang ada di dalam sistem kearsipan diperlukan oleh
penyusun desain pola klasifikasi. Desain pola klasifiksi merupakan unsur penting karena
berkaitan dengan sub-sub sistem dalam sistem kearsipan, yaitu penciptaan, penggunaan dan
penyusutan. Di dalam sub-sub sistem tersebut memuat unsur-unsur dari sistem penataan dan
penyimpanannya, jadwal retensi, media penyimpan arsip termasuk depo arsip inaktif dan
statis, sistem layanan, preservasi, pembangunan manajamen sistem informasi, kompetensi
pengelola, sistem dan materi pendidikan kearsipan, dan lain-lain. Sub-sub sistem ini
diharapkan mampu mengakomodir semua jenis media arsip.
Universitas Diponegoro sebagai organisasi perguruan tinggi menggunakan dasar sistem
kearsipan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Depdiknas) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Pola Klasifikasi yang
diberlakukan saat ini adalah pola klasifikasi untuk korespondensi. Pedoman tersebut diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Depdiknas tahun 2008 dengan nama Pola Klasifikasi di
Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Selanjutnya pada tahun 2010 Depdiknas
berubah nomenklatur menjadi Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Pada tahun
itu digulirkan Rancangan Pola Klasifikasi Substantif dan Fasilitatif di Lingkungan Perguruan
Tinggi. Namun, Rancangan Pola Klasifikasi Substantif dan Fasilitatif Perguruan Tinggi
belum mendapat respon secara utuh dari seluruh Unit Kerja yang ada di lingkungan
Universitas Diponegoro.
Unit kerja di lingkungan Universitas Diponegoro menggunakan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2006 tentang Tata Persuratan di
Lingkungan Depertemen Pendidikan Nasional. Pimpinan Universitas Diponegoro beserta
jajaran pimpinan di lingkungan Biro Rektor memberlakukan peraturan tersebut ke seluruh
unit kerja di lingkungan Universitas Diponegoro.
Peraturan tersebut sangat detail memuat
pasal-pasal yang mengikat siapapun untuk menerapkan aturan tersebut, yaitu tentang
- Jenis surat,
- Sifat dan derajat surat,
- Pencantuman alamat surat,
- Kode surat,
- Penandatanganan surat,
- Penulisan dan pemakaian singkatan,
- Cap jabatan dan cap dinas.
Menteri Pendidikan Nasional juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2006 tentang Tata Kearsipan di Lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional.
Substansi dari peraturan tersebut memuat tentang:
- Pengurusan naskah dinas,
- Pengelolaan arsip aktif,
- Pengelolaan arsip inaktif,
- Penyusutan arsip,
- Pengelolaan arsip vital,
- Pengelolaan arsip audio visual,
- Pengelolaan arsip elektronik,
- Sumber daya pendukung,
- Pembinaan dan pengawasan.
Kegiatan penyusutan arsip identik dengan Jadwal Retensi Arsip. Departemen Pendidikan
Nasional telah menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 145/U/2004
tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan dan Kepegawaian di Lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional. Departemen ini pada tahun 2006 menerbitkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 26 tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Substanstif dan
Fasilitatif di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.
Jadwal Retensi ini penulis yakini belum kedengaran gaungnya di lingkungan pendidikan
tinggi. Keyakinan ini cukup beralasan karena dalam kesempatan kegiatan Workshop Jadwal
Retensi Arsip yang dilaksanakan tanggal 6-8 April 2011 oleh Kantor Arsip UI, seluruh
peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia itu belum pernah melakukan penyusutan
arsip secara sistematis, terstruktur, terus menerus dan konsisten. Bahkan para peserta
berharap di perguruan tingginya segera berdiri University Archives sebagai unit kerja yang dapat mewadahi pembinaan sistem kearsipan di perguruan tinggi mereka, sehingga dapat
terwujud tertib arsip. Ironisnya Peraturan yang belum terlaksana ini sudah akan diganti lagi
yang ditandai dengan diluncurkannya Rancangan Jadwal Retensi Arsip Sustantif dan
Fasilitatif di Lingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 2010.
4. Organisasi Kearsipan
Kegiatan manajemen arsip diorganisir dalam suatu wadah organisasi yang disebut
organisasi kearsipan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2009 dan pelaksananaannya diatur dalam Pasal 134 Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2012. Arsip dinamis aktif dikelola oleh pelaksana di Unit Pengolah. Bila arsip tersebut
telah memasuki masa retensi, maka dipindahkan ke Unit Kearsipan II sebagai arsip dinamis
inaktif untuk diolah dan dipreservasi di unit tersebut. Untuk arsip yang masuk dalam kategori
permanen digunakan terus menerus dalam kegiatan administrasi sehari-hari tetap disimpan di
Unit Kerja pencipta arsip. Di dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UndangUndang
Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan Pasal 134 ayat (2) huruf b Peraturan
Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
disebutkan, bahwa Unit Kearsipan disebut sebagai Unit Kearsipan II. Selanjutnya arsip
dinamis inaktif yang telah habis masa retensinya dimusnahkan, tetapi bila memiliki nilai guna
kesejarahan maka dipindahkan ke lembaga kearsipan untuk diolah, dipreservasi dan
dilayanan pada penggunanya. Di dalam Pasal 134 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan disebutkan,
bahwa lembaga kearsipan disebut sebagai Unit Kearsipan I.
5. Fungsi dan Pengorganisasian Arsip
Arsip ditinjau dari fungsinya meliputi arsip dinamis aktif, dinamis inaktif dan statis. Bagan fungsi arsip dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasar pada fungsi arsip, maka pengorganisasian arsip dinamis dibagi menjadi tiga,
yaitu sentralisasi, desentralisasi dan campuran. Pengorganisasian arsip adalah penanggung
jawab pengelolaan arsip dinamis. Terdapat tiga kategori pengorganisasian arsip.
- Pertama, sentralisasi yaitu penyimpanan arsip dinamis aktif yang sudah selesai diolah di Unit Kearsipan II. Sistem sentralisasi efektif dan efisien untuk organisasi yang kecil, karena hemat sarana dan prasarana, biaya dan sumber daya manusia.
- Kedua, desentralisasi yaitu pengelolaan arsip dinamis aktif dan inaktif di Unit Kerja masing-masing. Sistem desentralisasi efektif dan efisien untuk organisasi yang besar dan letak ruang kantor terpisahpisah.
- Ketiga, sistem campuran atau kombinasi yaitu pengelolaan arsip dinamis aktif di Unit Kerja masing-masing tetapi penyimpanan arsip dinamis inaktif di Unit Kearsipan II.
Gambar 1. Bagan Fungsi Arsip
Perguruan tinggi merupakan organisasi yang strukturnya unik. Keluasan struktur tiaptiap
perguruan tinggi tidak sama tergantung pada banyaknya unit kerja yang ada. Universitas
Diponegoro merupakan lembaga pendidikan tinggi yang Unit Kerjanya cukup banyak,
meliputi 11 fakultas yang masing-masing terdiri dari beberapa program studi Strata I dan
Diploma III (peraturan kebijakan terbaru memasukkan program pascasarjana yang linier ke
fakultas masing-masing), program pascasarjana meliputi 29 program magister dan sembilan
program doktor (Doktor Ilmu Hukum, Doktor Ilmu Ekonomis, Doktor Ilmu Kedokteran,
Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Doktor Teknik Sipil, Doktor Manajemen Sumber
Daya Pantai, Doktor Ilmu Ternak, Doktor Ilmu Lingkungan, Doktor Administrasi Publik),
empat biro, dua lembaga, empat UPT, dan dua Badan Pengelola. Masing-masing Unit Kerja
tersebut secara struktur masih dibagi lagi menjadi sub-sub Unit Kerja. Luasnya struktur
administrasi perguruan tinggi Universitas Diponegoro ini masih ditambah dengan lokasi Unit
Kerja yang terletak di empat tempat yang berbeda dan jarak yang agak jauh, yaitu di kampus
Jalan Imam Bardjo, kampus Jalan Dokter Sutomo (Gunung Brintik), kampus Tembalang, dan
kampus Jepara di Kabupaten Jepara. Dengan kondisi tersebut, maka penulis dapat memahami
bila selama ini Universitas Diponegoro menganut azas desentralisasi.
Sampai saat ini diketahui Universitas Diponegoro belum mengembangkan sistem
kearsipan perguruan tinggi sebagai standar pedoman penanganan arsip di lingkungan
Universitas Diponegoro, sehingga meskipun dalam pengkodean mengikuti standar dari Dirjen
Dikti dan Kemendiknas, tetapi sarana pencatatan dan teknis penyimpanan arsip antar Unit
Kerja belum sama. Artinya adalah bahwa pengembangan sarana pencatatan dan teknis
penyimpanan arsip di tiap Unit Kerja mengikuti kebijakan pimpinan Unit Kerja masingmasing.
Pembinaan Kearsipan Universitas Diponegoro oleh Sekjen Depdiknas telah dilaksanakan
pada hari Senin, 18 Mei 2009. Tindak lanjut dari kegiatan tersebut adalah diterbitkannya
surat dari Pembantu Rektor II Undip kepada Dekan seluruh pimpinan Unit Kerja di
lingkungan Universitas Diponegoro yang isinya adalah menginstruksikan kepada seluruh
pimpinan Unit Kerja untuk memberlakukan Pola Klasifikasi Kearsipan di lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 2008. Seiring dengan disahkannya Undang-Undang Nomor
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan pada tanggal 23 Oktober 2009 oleh Presiden Republik
Indonesia, maka sejak saat itu undang-undang tersebut menggantikan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan.
Dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan,
maka ANRI selaku lembaga kearsipan nasional berusaha untuk melaksanakan bunyi dari Bab
XI Pasal 90 ayat (1) yang berbunyi Peraturan Pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang
ini diselesaikan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2012. Situasi yang sama juga dihadapi oleh
Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementrian Pendidikan Nasional, karena Biro ini pada tahun
2010 juga menerbitkan Rancangan Pola Klasifikasi Substantif dan Fasilitatif di lingkungan
Perguruan Tinggi serta diterbitkan pula Rancangan Jadwal Retensi Arsip Substantif dan
Fasilitatif di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai pengganti Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif
dan Fasilitatif di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinasi Perguruan Tinggi
Swasta. Seharusnya rancangan-rancangan peraturan tersebut disikapi secara serius oleh
pimpinan perguruan tinggi agar sistem kearsipan perguruan tinggi berlangsung secara
prosedural sehingga tujuan kearsipan perguruan tinggi seperti yang diamanahkan oleh
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 dapat berlangsung seperti yang diharapkan.
Menurut pengamatan penulis, implementasi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan memerlukan pendampingan secara terus menerus dan berkesinambungan
ke seluruh lembaga pemerintah dan swasta. Dari hasil pengamatan dan wawancara tidak
terstruktur dengan sejumlah pimpinan Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) beserta para
pegawai administrasi maupun Arsiparis dapat Penulis ketahui bahwa ANRI perlu melakukan
koordinasi dengan lembaga kearsipan di seluruh Indonesia secara intensif dan terus menerus
agar timbul kesepahaman tentang misi dari ANRI dalam menciptakan sistem kearsipan yang
terstandarisasi di seluruh Indonesia. Demikian pula untuk kalangan perguruan tinggi negeri
maupun swasta. Dua tahun berturut-turut dalam kesempatan Workshop Sistem Pemberkasan
Arsip/Dokumen Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Kantor Arsip Universitas
Indonesia pada tahun 2010 dan Lokakarya Penyusunan Jadwal Retensi Arsip yang
diselenggarakan oleh Kantor Arsip Universitas Indonesia pada tahun 2011 diketahui, bahwa
para pelaksana kearsipan perguruan tinggi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia itu
sangat membutuhkan pendampingan dalam melaksanakan sistem kearsipan yang standar di
perguruan tinggi mereka. Ilustrasi model alur administrasi dinamis perguruan tinggi menurut
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan dapat dilihat pada gambar 2.
Kemendiknas dan Dirjen Dikti belum menerbitkan keputusan menteri maupun peraturan
mendiknas tentang
- Pengurusan naskah dinas,
- Pengelolaan arsip aktif,
- Pengelolaan arsip inaktif,
- Penyusutan arsip,
- Pengelolaan arsip vital,
- Pengelolaan arsip audio visual,
- Pengelolaan arsip elektronik,
- Sumber daya pendukung,
- Pembinaan dan pengawasan,
Sehingga semakin lengkap kekurangan kekuatan hukum bagi pelaksanaan
sistem kearsipan perguruan tinggi di Indonesia.
Gambar 2. Model Alur Administrasi Perguruan Tinggi Dinamis
C. Manajemen Arsip Perguruan Tinggi
1. Manajemen Arsip Statis
Ruang lingkup pengelolaan arsip statis dimuat dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor
43 Tahun 2009, yaitu: bahwa “(1) Pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin
keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dan bahwa (2) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
- Akuisisi arsip statis;
- Pengolahan arsip statis;
- Preservasi arsip statis; dan
- Akses arsip statis.“
Dari pasal tersebut diketahui, bahwa arsip statis merupakan
arsip yang menyimpan informasi sangat penting bagi pemerintah, pencipta arsip maupun
generasi yang akan datang. Informasi tersebut begitu berarti bagi sebuah informasi,
pengetahuan maupun nilai keteladanan sehingga dijaga dengan sungguh-sungguh
kelestariannya.
Pengelolaan arsip statis menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 1 butir
26 adalah proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi
akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dalam
suatu sistem kearsipan nasional. Dengan demikian diketahui, bahwa pasal tersebut memuat
proses pengendalian arsip statis sebagai bagian dari sistem kearsipan nasional. Sebagaimana
bunyi dari Pasal 10 hingga 14 diketahui, bahwa Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai
lembaga kearsipan nasional membangun sistem jaringan informasi yang komprehensif dan
terpadu dengan lembaga-lembaga kearsipan provinsi, lembaga kearsipan kabupaten/kota dan
lembaga kearsipan perguruan tinggi sebagai jaringan informasi dan Arsip Nasional Republik
Indonesia sebagai simpul jaringan.
Eksistensi jaringan informasi yang komprehensif dan terpadu memberikan kemudahan
bagi para pengguna informasi untuk mendapatkan informasi berbasis arsip yang autentik,
utuh dan terpercaya yang diperlukan oleh para user. Pembangunan jaringan informasi ini
dapat berjalan secara utuh dan terdeteksi sejak dini keberadaannya bila sistem ini sudah
berjalan sejak arsip dalam kategori dinamis. Arsip tersebut terus terpantau secara otomatis
sehingga sejak dini dapat dipilah arsip dinamis yang berpotensi sebagai arsip statis dan yang
tidak. Akhir dari upaya ini adalah kita akan mendapati arsip yang autentik dan utuh sebagai
tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara, memori kolektif bangsa, dan simpul
pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Manajemen arsip statis menurut Fredric M. Miller (1990:6) dapat dilihat dalam bagan
alir sebagai berikut:
Gambar 3. Model Alur Manajemen Arsip Statis Menurut Fredric M. Miller
Terkait dengan kegiatan pengelolaan arsip statis perguruan tinggi kita dapat merujuk
pada Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 Pasal 27 ayat (4) sebagai berikut:
“Arsip perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang diterima dari:
a. satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi; dan
b. civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.”
Tanggung jawab arsip perguruan tinggi lainnya dimuat dalam Pasal 28 dari UndangUndang
yang sama, bahwa arsip perguruan tinggi memiliki tugas melaksanakan:
“
a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10
(sepuluh)
tahun yang berasal dari satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan
perguruan tinggi; dan
b. pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan.”
Mengacu pada bunyi Pasal 1 butir 12, serta Pasal 27 ayat (4) dan Pasal 28, maka
diketahui bahwa arsip perguruan tinggi adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas dan
tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang kurangnya 10 tahun, arsip statis yang diterima dari seluruh satuan kerja maupun civitas
akademika di lingkungan perguruan tinggi tersebut, serta melakukan pembinaan kearsipan.
Azmi berpendapat, bahwa lembaga kearsipan mempunyai tanggung jawab terhadap
penyelenggaraan kearsipan di wilayah kerja masing-masing. Seharusnya manajemen lembaga
ini menyadari bahwa pengelolaan arsip statis sangat dipengaruhi oleh kesiapan lingkungan
internal. Kesiapan internal yang dimaksud oleh Azmi adalah peraturan perundangan, standar,
peralatan, ketersediaan teknologi informasi, orientasi, budget, dan sumber daya manusianya.
Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap teknis pengelolaan dan pengaktualisasian
kembali arsip statis kepada publik oleh lembaga kearsipan. Lebih lanjut dipaparkan, bahwa
akibat dari terjadinya perubahan eksternal, maka kesiapan lingkungan internal lembaga
kearsipan harus dilakukan langkah antisipatif dengan melakukan reformasi pada sektor-sektor
yang bersentuhan dengan bidang kearsipan, yaitu reformasi dalam penyelenggaraan negara,
globalisasi, reorientasi budaya masyarakat, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
ilmu dan praktek kearsipan. Dengan demikian lembaga kearsipan mampu melakukan transfer
informasi dari generasi masa sekarang ke generasi yang akan datang.
2. Manajemen Arsip Statis Perguruan Tinggi di Era New Public Service
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan tinggi yang dikelola oleh pemerintah
atau swasta. Dalam Pasal 27 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 disebutkan,
bahwa Arsip Perguruan Tinggi melaksanakan pengelolaan arsip statis yang ia terima dari
seluruh unit kerja yang dimiliki perguruan tinggi tersebut, termasuk arsip statis yang
diciptakan oleh civitas akademika perguruan tinggi. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan arsip
statis diatur dalam Pasal 145 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 ayat (2), (3), (4),
sebagai berikut:
“(2) Lembaga kearsipan perguruan tinggi negeri wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis
yang diterima dari satuan kerja pada rektorat, fakultas, civitas akademika, dan unit
dengan sebutan lain di lingkungan perguruan tinggi negeri.
(3) Lembaga arsip perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
melaksanakan:
a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun yang berasal dari satuan kerja pada rektorat, fakultas, civitas akademika, dan unit
dengan sebutan lain di lingkungan perguruan tinggi; dan
b. pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan.
(4) Pembentukan susunan organisasi, fungsi, dan tugas arsip perguruan tinggi dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 merupakan produk hukum bidang kearsipan
yang diciptakan selaras dengan semangat era New Public Service. Indikasinya dapat dilihat
pada Pasal 1 butir 26, Pasal 1 butir 37, Pasal 3 huruf h, Pasal 4 huruf n, Pasal 34 Ayat (1),
Pasal 36, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 , Pasal 67, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal
75, Pasal 76, Pasal 77. Dengan adanya kebijakan pemerintah ini, maka pengelolaan terhadap
arsip harus dilakukan sejak awal arsip direncanakan. Kebijakan ini sejalan dengan
manajemen arsip dengan pendekatan record continuum model yang diintroduksi oleh Frank
Upward dari Monash University.37 Penulis berpendapat bahwa Tim penyusun UndangUndang
Nomor 43 Tahun 2009 telah menangkap ruh dari manajemen arsip dengan
pendekatan record continuum model dan kebijakan layanan publik era New Public Service.
Keyakinan ini penulis dapat setelah mencermati dan memahami materi Sosialisasi UndangUndang
Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 yang penulis kutip pada gambar 5 tentang struktur
dari skema kerangka pikir penyelenggaraan kearsipan yang komprehensif dan terpadu.
Gambar 4. Model Alur Arsip Perguruan Tinggi Terpadu
Berdasar hasil penelitian yang pernah penulis lakukan di tiga perguruan tinggi negeri di
Semarang pada pertengahan tahun 1997 hingga pertengahan tahun 1998 diketahui, bahwa
keluasan organisasi perguruan tinggi belum tentu sama antara satu dengan yang lain. Situasi
ini tercermin pada statuta masing-masing. Keluasan organisasi mempengaruhi pola
manajemen pada perguruan tinggi tersebut.
Arsip perguruan tinggi merupakan lembaga kearsipan perguruan tinggi untuk mengelola
arsip perguruan tinggi yang memiliki nilai informasi kesejarahan dan menyediakannya bagi
pengguna arsip tersebut kepada publik. Lembaga ini sekaligus memiliki fungsi sebagai
pembina kearsipan di lingkungan perguruan tinggi. Pada Pasal 1 Butir 7 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2009 disebutkan bahwa, “Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh
pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan
berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga kearsipan.” Kewajiban
Arsip Perguruan Tinggi juga dimuat dalam Pasal 28 yang memuat kewajiban Arsip
Perguruan Tinggi selain mengelola arsip statis juga mengelola arsip inaktif yang memiliki
retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari seluruh unit kerja dan
civitas akademika perguruan tinggi tersebut. Ilustrasi model alur administrasi perguruan
tinggi menurut Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan dapat dilihat pada
gambar 4 tentang model alur administrasi perguruan tinggi terpadu.
Di era New Public Service ini penyelenggara pemerintahan mengedepankan prinsip
“pemerintah siap melayani rakyat”. Layanan di bidang informasi berbasis arsip dilandasi oleh
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009. Lembaga kearsipan merupakan pengelola arsip
statis sekaligus pembina kearsipan. Arsip Perguruan Tinggi merupakan lembaga kearsipan
perguruan tinggi. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga kearsipan perguruan tinggi
yaitu guna memberdayakan dan menyelamatkan arsip yang berkaitan dengan bukti status
intelektual dan pengembangan potensi yang melahirkan inovasi dan karya-karya intelektual
bagi kepentingan internal manajemen perguruan tinggi, masyarakat, dan memori kolektif
bangsa, serta seiring dengan tugas tridharma perguruan tinggi, maka lembaga kearsipan
perguruan tinggi melakukan manajemen Arsip Perguruan Tinggi. Ilustrasi tugas pokok dan
fungsi Arsip Perguruan Tinggi dapat dilihat pada gambar 5.
Manajemen Arsip Perguruan Tinggi adalah manajemen arsip sejak arsip diciptakan di
lingkungan perguruan tinggi hingga disusutkan dan digunakan lagi untuk fase berikutnya,
dengan melibatkan seluruh fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang lazim kita kenal,
yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing (penempatan sumber
daya manusia), directing (pengaturan), coordinating (pengkoordinasian), reporting
(pelaporan), budgeting (penganggaran). Seluruh fungsi manajemen ini diimplementasikan dalam manajemen arsip seperti yang nampak pada gambar 6. Konsep ini bila ditargetkan
dapat berlangsung secara maksimal perlu dilakukan pendekatan dengan Total Quality
Management. Pendekatan ini menekankan keberhasilan manajemen berdasarkan komitmen
anggota, pelibatan para anggota organisasi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Dengan
struktur kinerja plan, do, check, dan act, maka setelah berproses alur kinerja kembali ke awal
lagi (feedback) ke plan.
Gambar 5. Illustrasi tugas pokok dan fungsi Arsip Perguruan Tinggi
Gambar 6. Kerangka pikir penyelenggaraan kearsipan yang komprehensif dan terpadu
Kerangka pikir seperti tepat untuk diterapkan dalam manajemen arsip perguruan tinggi
di era New Public Service. Terlebih lagi sejak tahun 2008 pemerintah Republik Indonesia
menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Struktur klasifikasi informasi publik seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat dilihat pada gambar 7. Dari
struktur tersebut, bahwa informasi publik dibagi menjadi dua kategori, yaitu terbuka dan
dikecualikan. Selanjutnya dari kedua kategori tersebut dibagi lagi masing-masing menjadi
beberapa kategori menurut waktu publikasinya. Dengan demikian menurut undang-undang
ini ada kategori arsip yang informasinya dapat dilayankan pada publik tetapi ada juga yang
tidak dapat dilayankan pada publik. Demikian pula dalam manajemen arsip statis seperti yang
telah dimuat pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 1 butir 26, menunjukkan
bahwa kategori arsip statis dapat dilayankan kepada publik. Namun, Pasal 64 mengatur
tentang akses arsip statis yang pada prinsipnya lembaga kearsipan menjamin kemudahan bagi
para pengguna arsip statis dalam mengakses arsip statis, tetapi dengan memperhatikan
prinsip keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip. Lebih lanjut pada ayat (3) secara jelas
dipaparkan, bahwa akses arsip statis didasarkan pada keterbukaan dan ketertutupan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penjelasan atas ayat ini pada Pasal 66 ayat
(1) yang pada intinya menyatakan, bahwa arsip statis sifatnya berubah menjadi tertutup
karena persyaratan akses atau karena sebab lain. Biasanya kebijakan ini muncul karena
persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki arsip tersebut (Pasal 65 Ayat (2) UU Nomor 43
tahun 2009). Penyebab lain adalah faktor kandungan informasi yang terekam di dalam arsip
tersebut, sehingga Kepala ANRI atau lembaga kearsipan dengan lingkup kewenangannya
dapat menyatakan arsip statis dinyatakan terbuka setelah mengendap dulu selama 25 tahun
(Pasal 66 Ayat (1) UU Nomor 43 tahun 2009).
Ketentuan 25 tahun masa penyimpanan
tertutup dimuat dalam Pasal 66 Ayat (3) yang memuat dasar pertimbangan arsip statis bersifat
tertutup, yaitu:
- Tidak menghambat proses penegakan hukum;
- Tidak mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
- Tidak membahayakan pertahanan dan keamanan Negara;
- Tidak mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya;
- Tidak merugikan ketahanan ekonomi nasional;
- Tidak merugikan kepentingan politik dan hubungan luar negeri;
- Tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
- Tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
- Tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.
Dengan ketentuan ini menjadi jelas alasan pemerintah memberlakukan pembatasan terhadap
keterbukaan informasi berbasis arsip statis.
Gambar 7. Klasifikasi Informasi Publik Menurut UU 14 tahun 2008
3. Faktor pendukung dan penghambat
Diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat, maka penulis menggunakan metode
analisis SWOT untuk menganalisa bagaimana manajemen arsip perguruan tinggi ini bekerja.
Analisis SWOT adalah akronim dari metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari suatu proyek,
sehingga harus dilakukan identifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang
tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT diterapkan dengan cara menganalisis
dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya
dalam gambar matrik SWOT. Aplikasinya adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil
keuntungan dari peluang yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan yang berpotensi
mencegah keuntungan dari peluang yang ada. Selanjutnya adalah bagaimana kekuatan
mampu menghadapi ancaman yang ada. Puncak dari metode ini adalah bagaimana cara
mengatasi kelemahan agar mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan
sebuah ancaman baru.
Data yang digunakan penulis adalah hasil observasi dan wawancara tidak terstruktur
dengan sejumlah alumni Program Studi Diploma III Kearsipan UNDIP, fungsionaris
university archives Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada, serta rekan-rekan
pegawai administrasi perguruan tinggi yang tersebar di beberapa perguruan tinggi di seluruh
wilayah Indonesia. Matrik berikut ini menggambarkan analisis SWOT terhadap kinerja arsip
perguruan tinggi saat ini. Basic yang dianalisis sistem manajemen sehingga analisis
mendasarkan diri pada fungsi manajemen arsip perguruan tinggi.
SIMPULAN
Pelaksanaan kegiatan manajemen arsip perguruan tinggi di lingkungan Universitas
Diponegoro saat ini belum mengikuti garis-garis ketentuan yang telah diamanahkan dalam
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan. Kedua perundang-undangan tersebut sudah cukup dijadikan sebagai bahan
rujukan dalam penyusunan regulasi pengelolaan arsip di lingkungan perguruan tinggi,
keduanya sudah menjiwai semangat keterbukaan informasi publik maupun manajemen
pelayanan publik.
REKOMENDASI
Berdasar pada hasil analisis SWOT, maka rekomendasi utama penulis agar langkah
utama perguruan tinggi menuju good and clean university di era New Public Service adalah Arsip Nasional Republik Indonesia selaku pembina kearsipan nasional membangun
komunikasi yang intensif dengan Kementrian Pendidikan Nasional bersama Sekretaris
Jenderal Pendidikan Nasional, Kementrian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi bersama Sekretaris Jenderal Kementrian Penertiban Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Nasional, Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris
Jenderal Kementrian Agama dan Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Negeri maupun Swasta,
Sekretaris Jenderal Kementrian Perhubungan dan Pimpinan Perguruan Tinggi Perhubungan
Negeri maupun Swasta, Sekretaris Jenderal Kementrian Dalam Negeri dan Pimpinan
Perguruan Tinggi Administrasi Negara, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta, serta instansi
terkait lainnya. Komunikasi intensif sangat penting untuk membangun sinergi antar institusi
sehingga diperoleh persepsi yang sama mengenai fungsi Arsip Perguruan Tinggi. Bila sinergi
telah diperoleh maka kelemahan-kelemahan yang muncul akan teratasi dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
- Amsyah, Zulkifli. 1996. Manajemen Kearsipan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Azmi. 2006. Skenario Pembangunan Lembaga Kearsipan Menuju Keunggulan Pengelolaan Arsip Statis. Jurnal Kearsipan, Volume 1 (1): 117-134.
- Brichford, Maynard. 1979. The Illiarch. College and University Archives: Selected Readings. Chicago.
- Cook, Michael and Procter, Margaret. 1989. A Manual of Archival Description. England: Gower Publishing Company.
- Effendi, Bakhrun. 2011. Materi Sosialisasi Arsip Nasional Republik Indonesia tentang Sosialisasi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009. Sosialisasi Kearsipan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Grobogan.
- Fredrick, M. Miller. 1990. Arranging and Describing Archives and Manuscript. Chicago:SAA.
- Gaspersz, Vincent. 2002. Total Quality Management. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
- Irawan, Mustari. 2011. Materi Workshop Jadwal Retensi Dokumen/Arsip Perguruan Tinggi Universitas Indonesia. Depok.
- Johnson, M., dan Mina. 1967. Records Management. Philippine: South-Western Publishing Co.
- Kast, Fremont, E., dan Rosenzweig. 1990. Organisasi dan Manajemen. A. Hasymi Ali. edisi keempat, cetakan kesatu. Jakarta: Bumi Aksara.
- Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.
- Kennedy, Jay, and Schauder, Cherryl. 1998. Records Management: A Guide to Corporate Record Keeping. Second Edition. South Melbourne, Australia: Addisin Wesley Longman Australia Pty Limited.
- Kurtz, Michael J. 1982. Archival Management. Managing Archives and Archival Institutions. James Gregory Bradsher (ed.). London: Mansell Publishing Limited.
- Maher, 1992. Fundamental of Academic Archives. The Management of College and University Archives. Metuchen, New York & London: The Society of American Archivists & The Scarecrow Press Inc.
- Mary, Feeney, 1994. The Value and Impact of Information. Mauren Grieves (ed.) London: Bowker-Saur Limited.
- Ricks, Betty R. (et al), 1992. Information and Image Management. Cincinnati, Ohio.
- Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Jusuf Udaya Jakarta: Arcan.
- Samuels, Helen Willa, 1992. The Function of College and Universities: Structure and Uses of Varsity Letters: Documenting Modern Colleges and Universities. New York & London, The Society of American Archivists and The Scarecrow Press, Inc.
- Sumrahyadi. 2006. University Archives: Suatu Kajian Awal. Jurnal Kearsipan, Volume 1(1): 73-74. Suwitri, Sri, 2011. Konsep Dasar Kebijakan Publik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
- Wuryatmini, Prihatni. 2011. Materi Sosialisasi Arsip Nasional Republik Indonesia tentang Sosialisasi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009. Sosialisasi Kearsipan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Grobogan.
- Yuniarto, Nurwono. 1996. Manajemen Informasi Pendekatan Global. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Abstract
Traditionally, universities are assigned three missions: to teach, conduct research, and
provide public service. Records created resulting the assignment should be managed
systematically in a university archives system from the creation to disposal, and then
continue being retained at the next phase, namely archives. The University archives, as
institutions holding all archives management functions, has to develop filling and archives
management system.
Research problem of this writing is to study on how the universities implement records
management activities in the new public service era. The research was conducted in a
descriptive format. It is aimed to outline general concept of archives management through
literature study. The study is to compare record management units, namely, first archival unit
and second archival unit, and to review the results of the third-time preparation of
Diponegoro University Archives establishment by a research team from Archival Diploma
Program of Faculty of Humanities at University of Diponegoro.
Direct observation was done in some work units at University of Diponegoro as study
samples. The purpose is to seek arising problems and inhibiting problems concerning records
and archives management in colleges. Interviews conducted both in a structured and
unstructured with record managers and archivists at University of Diponegoro as well as
other potential users at the university archives. The goal was to find out policies on direct
applicably record management and its implementation.
The study was to support the implementation of the Act Number 43 of 2009 which says
‘universities can organize information service file based system to the maximum to its users’.
The research recommended, as the pioneer in developing national archival intensive
communication with related ministries, other institutions as well as high education institutions, National Archives of the Republic of Indonesia must have built synergies among
those institutions in order to obtain one perception on university archives functions. If the
synergy had been acquired then the weakness would have been resolved.
Keywords: archives, high education archives, university archives, University of Diponegoro,
the Act of Number 43 of 2009.