Model Rencana Produksi Kaca Otomotif Dengan Metode Klasifikasi Abc Untuk Menurunkan Tingkat Persediaan
Industri otomotif merupakan industri
skala besar baik dalam hal investasi
maupun dalam hal penerapan ilmu dan
teknologi terkini. Salah satu yang dikenal
dengan nama TPS atau Toyota Production
System dengan salah satu konsepnya Lean
Manufacturing yang filosofinya
menghilangkan semua bentuk pemborosan
di semua lini perakitan termasuk persediaan
dengan cara menghilangkan waktu dan
material yang tak bermanfaat,
menyesuaikan diri dengan peraturan
lingkungan, dan menjadi organisasi pembelajaran dan tim (a learning and
teaming organization) (Preiss et.al, 2001).
AMG masuk dalam sistem rantai
pasok industri otomotif yaitu memproduksi
kaca mobil dengan menguasai pangsa pasar
dalam negeri lebih dari 80%. AMG
menerima data peramalan jumlah mobil
yang akan terjual dalam 6 bulan ke depan
dari pabrikan otomotif dan karoseri serta
jumlah kebutuhan spare-part kaca dari
dealer. Data peramalan tersebut selanjutnya
menjadi pemicu bagi AMG untuk
menjalankan rencana produksi. Jenis
produksi di AMG adalah continues flow
process dimana biaya set-up akan sangat
besar.
Kaca otomotif memiliki ukuran yang
sangat bervariasi mengikuti design mobilnya. Dalam satu mobil terdapat
sekitar 6 jenis ukuran kaca berbeda
sehingga saat ini terdapat ratusan ukuran
kaca yang harus disediakan untuk melayani
semua jenis kendaraan yang masih
diproduksi ataupun untuk spare-part.
Volume permintaan untuk jenis kendaraan
yang sudah tidak diproduksi sangat kecil
namun memiliki variasi ukuran kaca yang
banyak dan akurasi permintaan yang tidak
baik. Volume produksi yang kecil dapat
mengakibatkan biaya produksi tinggi akibat
kehilangan waktu saat set-up pergantian
ukuran kaca dan akan berpengaruh terhadap
stabilitas kualitas. Untuk menurunkan biaya
produksi, variasi ukuran kaca tersebut perlu
dikelompok-kelompokan kedalam beberapa
ukuran kaca yang lebih besar sehingga
didapat minimum lembar kaca per sekali
produksi yang dinamakan supply-size. Saat
ini terdapat sekitar 430 ukuran supply-size
kaca yang merupakan hasil pengelompokan
dari sekitar 750 ukuran pesanan (ordersize).
Hasil pengelompokan tersebut
selanjutnya masuk ketahap pembuatan
rencana produksi make-to-stock dengan
kebijakan tingkat sediaan 1,3 bulan pada
setiap akhir bulan berjalan. Tingkat
persediaan 1,3 bulan tersebut setara dengan
20 milyar rupiah yang dipandang sebagai
cash-flow perusahaan yang tertahan
sehingga harus ditekan sekecil mungkin,
namun rendahnya persediaan tersebut tidak
boleh menyebabkan barang kurang atau
sebaliknya yang diakibatkan oleh akurasi
permintaan yang kurang baik. Oleh karena
itu dibutuhkan rencana produksi yang agil.
Agility harus memiliki kecepatan respon
baik fisik maupun finansial terhadap
kejadian yang tidak diharapkan termasuk
perubahan permintaan.
Kaca otomotif terdiri dari dua jenis
yaitu Laminated untuk kaca depan dan
Tempered untuk kaca samping dan
belakang. Rencana produksi untuk kedua
jenis kaca tersebut selanjutnya dikirim ke
bagian Produksi untuk realisasi produk.
Proses produksi kaca otomotif sangat
sensitif terhadap defect atau gangguan
teknis lainnya yang menyebabkan tingkat
kesulitannya cukup tinggi, saat terjadi
gangguan jadwal produksi bisa berubah menjadi lebih cepat atau mundur dari
rencana awal. Reliability sangat
berhubungan dengan kemampuan produksi
menghasilkan produk yang bebas
gangguan, dengan demikian tingkat
persediaan minimal harus 1 bulan kedepan,
dengan asumsi Reliability process tidak
bisa dihilangkan sehingga bisa
mengakibatkan jenis kaca tertentu
diproduksi di akhir bulan atau dengan kata
lain jika Reliability tidak baik maka sudah
dilakukan antisipasi ada ukuran kaca
tertentu yang baru bisa diproduksi pada saat
akhir bulan.
Dengan demikian penelitian ini
bertujuan untuk memodelkan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap akumulasi
persediaan dan melakukan klasifikasi
berdasarkan nature-nya sehingga petugas
perencana produksi dapat melakukan
tindakan berbeda untuk tiap jenis
kelompok. Diharapkan dengan adanya
model rencana produksi tersebut diperoleh
tingkat persediaan yang minimal dengan
tidak mengkorbankan kritikalitas
pengiriman ke konsumen sehingga
membantu perusahaan dalam hal
memperpendek cashflow dan
meminimalkan waste, untuk masyarakat
umum penelitian ini bisa bermanfaat dalam
memperkaya ilmu pengetahuan dan bisa
menjadi bahan untuk pengembangan lebih
lanjut.
METODOLOGI
Penelitian ini berdasarkan kondisi
nyata pada perusahaan yang merupakan
bagian dari mata rantai pasok industri
otomotif yang sangat kritikal terhadap
resiko berhentinya lini perakitaan
konsumen. Konsep yang akan dicoba
diterapkan dalam penelitian ini adalah
Klasifikasi ABC dimana setiap bagian yang
berkontribusi terhadap persediaan barang
akan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
A, B, dan C. Penelitian ini juga ditunjang
oleh pendapat para pakar terutama dari
internal perusahaan yang biasa
berkecimpung dalam perencanaan produksi.
Informasi dari kondisi nyata, konsepkonsep,
dan pengetahuan pakar tersebut
selanjutnya menjadi bahan untuk
menganalisa sistem dimana di dalamnya ada analisa kebutuhan, formulasi masalah,
dan identifikasi sistem/diagram inputoutput
(Gambar 1 dan 2).
Klasifikasi ABC bisa memberikan analisa
kerangka kerja yang penting untuk
mengorganisir dan mengontrol persediaan,
dengan adanya klasifikasi ini seorang
manajer dapat lebih fokus terhadap
persediaan yang memiliki nilai uang yang
tinggi karena akan berpengaruh terhadap
cost management (Stanford, 2007).
Gambar 1. Metodologi Penelitian
Gambar 2. Diagram Input-Output
Tahapan selanjutnya membuat
rancang bangun model dimana dibuat sub
model peramalan permintaan dan
perencanaan produksi dengan dibantu
klasifikasi ABC dalam pengelompokan
data. Setelah model didapat dilakukan
verifikasi dan validasi model dengan cara
mencoba aplikasikan terhadap aktual
perencanaan produksi bulan Dec 2010 dan
setelah dipastikan bisa diaplikasikan maka
penelitian ini selesai.
Diagram Input-Output dibutuhkan
untuk menjelaskan masukan-masukan ke
dalam model dan keluaran dari model, baik
untuk yang terkendali/tidak terkendali atau
yang diharapkan/tidak diharapkan sehingga
struktur penelitian bisa lebih jelas.
Penelitian ini dibatasi hanya pada proses
pembuatan rencana produksi dengan faktor
reliability process diasumsikan 1 bulan
sebagai cycle stock minimal.
ANALISA SISTEM
Industri otomotif menerapkan Lean
Manufacturing yang salah satunya dikenal
dengan istilah just-in-time (JIT) dimana
pabrikan otomotif tidak memiliki
persediaan karena pemasok diharuskan
mengirimkan bahan baku yang tepat jumlah
dan tepat waktu sehingga keterlambatan
pasokan dapat mengakibatkan lini perakitan
konsumen berhenti sama sekali yang bisa
sangat mahal kompensasinya dan merusak
reputasi pemasok.
Mengingat resiko barang kurang
yang demikian besar maka sewajarnya
perencana produksi menginginkan tingkat
persediaan yang tinggi sehingga
menerapkan 1,3 bulan persediaan pada
posisi akhir bulan. Namun demikian
tingginya persediaan tidak baik untuk
cashflow berusahaan karena merupakan
aset yang tertunda. Sehingga perlu dicari
cara pembuatan rencana produksi yang
dapat memenuhi keduanya yaitu tidak
menyebabkan barang kurang dan dengan
jumlah yang sekecil mungkin.
Konsep yang akan dicoba diterapkan
dalam penelitian ini adalah Klasifikasi ABC
dimana setiap bagian yang berkontribusi
terhadap persediaan barang akan dibagi ke
dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C.
Penelitian ini juga ditunjang oleh pendapat
para pakar terutama dari internal
perusahaan yang terbiasa berkecimpung
dalam perencanaan produksi. Masukan dari
kondisi nyata, konsep-konsep, dan
pengetahuan pakar tersebut selanjutnya
menjadi bahan untuk menganalisa sistem
dimana di dalamnya ada analisa kebutuhan,
formulasi masalah, dan identifikasi
sistem/diagram input-output (Gambar 1 dan
2).
Pengukuran resiko bisa dilakukan dengan
adanya klasifikasi tersebut, sehingga bisa
ditentukan persediaan mana yang bisa
ditekan sekecil mungkin dan mana yang
tetap dipertahankan pada tingkat tinggi.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat persediaan diidentifikasi sebagai
berikut :
- Nilai uang persediaan,
- Resiko barang kurang, dan
- Akurasi peramalan.
Ketiga faktor tersebut yang akan
dimodelkan dalam penelitian ini sehingga
diperoleh keluaran model perencanaan
produksi.
Gambar 3. Continues System Persediaan
RANCANG BANGUN MODEL
Penelitian ini menggunakan data
masa lalu periode Oktober-Nopember 2010
yang diperoleh dari internal perusahaan.
Dari data tersebut dipetakan distribusi ke
dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C.
Sub model Nilai Uang
Nilai uang diperoleh dari jumlah
permintaan dikalikan dengan harga jual
kaca tersebut. Pada tabel 1 di bawah terlihat
bahwa 80% dari nilai persediaan hanya
diwakili oleh 70 ukuran kaca (A) senilai 26
Milyar, sementara 20% dari nilai
persediaan adalah akumulasi dari 354
ukuran kaca (B & C) senilai 6 Milyar.
Petugas perencana produksi
hendaknya menetapkan tingkat persediaan
untuk kategori A sekecil mungkin karena
akan sangat berpengaruh terhadap nilai
uang persediaan yang tertahan
kebalikannya untuk kategori C memiliki
keleluasaan untuk menaikan persediaan
karena nilai uangnya tidak begitu besar.
Tabel 1. Kategori Nilai Persediaan
Sub model Kritikalitas (Service
Level)
Kritikalitas adalah seberapa besar
resiko yang akan terjadi bila terjadi
kekurangan pasokan ke konsumen.
Komposisi pada kategori kritikalitas
berbeda dengan nilai uang di atas, pada
kategori ini terdapat 125 ukuran kaca yang
tidak boleh terjadi kekurangan supply atau
harus 100% (A), selanjutnya ada 95 ukuran
kaca yang bilamana persediaan kurang akan
mengakibatkan pabrik perubahan jadwal
produksi dan pengiriman bisa dijadwal
ulang, dan ada 204 ukuran kaca yang
pengirimannya bisa jadwal ulang baik di
pabrik sendiri maupun di konsumen.
Kebalikan dengan kategori nilai uang
di atas, untuk kategori A petugas perencana
produksi sebaiknya memiliki persediaan
yang aman untuk menghindari berhentinya
proses produksi di konsumen.
Tabel 2. Kategori Kritikalitas
Sub model Peramalan
Peramalan adalah perkiraan
kebutuhan dimasa depan yang dapat
ditentukan secara matematis melalui data
historis atau melalui kualitatif informal atau
melalui kedua teknik tersebut. Peramalan
sangat diperlukan untuk merencanakan
yang akan datang, mengurangi faktor
ketidakpastian, antisipasi dan mengelola
perubahan, meningkatkan komunikasi dan
integrasi, dan antisipasi persediaan,
kapasitas, demand dan lead time.
Mengingat pentingnya peramalan maka
akurasi peramalan perlu dicek, semakin
buruk performansi peramalan maka harus
semakin tinggi tingkat keamanan
persediaannya.
Akurasi peramalan dibagi ke dalam
tiga kelas. Kelas A yang memiliki akurasi ±
5%, kelas B diantara 5% s/d 15%, kelas C >
15%. Besaran angka tersebut merupakan
inisiatif awal saja untuk memisahkan data,
selanjutnya bisa diperketat atau
diperlonggar lagi sesuai dengan kebijakan perencana produksi.
Akurasi terdapat dua
jenis yaitu plus (+) dan minus (-), akurasi
plus berarti pengiriman selalu lebih besar
dari peramalan, akurasi minus adalah
sebaliknya. Kedua jenis akurasi tersebut
perlu dipisahkan karena sangat berbeda
hasilnya.
Data akurasi diperoleh dari
perbandingan antara peramalan permintaan
dengan aktual permintaan selama 3 bulan
berturut-turut sbb:
Tabel 3. Kategori Akurasi Peramalan
Terlihat bahwa ada sejumlah 152
ukuran kaca yang memiliki penyimpangan
± 5% atau kategori A, 41 ukuran kaca
masuk kategori B, dan 231 ukuran kaca
masuk kategori C. Petugas perencana
produksi harus memperhatikan ukuran kaca
yang memiliki akurasi tidak baik, semakin
tinggi persediaan maka akan semakin aman
dari fluktuasi peramalan. Kebalikannya
untuk akurasi yang baik (kelas A) maka
persediaan bisa diturunkan seminimal
mungkin.
Menentukan Kombinasi 3 Faktor Utama
Ketiga sub model tersebut perlu
diformulasikan untuk menghasilkan sebuah
angka tunggal mengenai status tiap ukuran
kaca, caranya dengan dilakukan
pembobotan untuk tiap sub model. Bobot
Akurasi Peramalan adalah 5 kali lebih
penting karena ini merupakan sumber
utama dari kesalahan dalam perbuatan
rencana produksi dan bisa mengakibatkan
fenomena Bullwip yaitu sebuah kondisi
dimana persediaan di proses selanjutnya
akan terus membesar dibandingkan
kebutuhan sesungguhnya atau kebalikannya
malah terjadi kekurangan barang,
Nilai
Persediaan 3 kali lebih penting; seperti
yang telah dijelaskan pada tujuan penelitian
ini, dan Kritikalitas 2 kali.
Walaupun kritikalitas bobotnya ada di
bawah akurasi namun sudah diamankan
oleh adanya cycle-stock 1,0 bulan. Artinya
jika Reliability process tidak baik sehingga
ukuran kaca tertentu baru bisa diproduksi
diakhir bulan maka perusahaan sudah
memiliki persediaan pengaman. Oleh
karena kebijakan persediaan perusahaan
maksimal 1,3 bulan maka angka tersebut
dijadikan batas maksimal, sementara batas
minimalnya adalah 1,0 bulan atau tanpa
persediaan pengaman. Berikut data
pembagian target tingkat persediaan dan
bobot untuk tiap sub model (faktor utama):
Tabel 4. Pembobotan Faktor Utama
Sehingga akan diperoleh nilai AAA, BBB,
CCC, ABB, dst. Jika ada ukuran kaca
statusnya ABC+ artinya nilai uangnya
tinggi (A), kritikalitas bisa dijadwal ulang
(B), akurasi peramalan selalu plus (+) 15%
(C). Dengan model di atas pada akhirnya
tingkat persediaan dapat digambarkan
dengan status berikut:
Tabel 5. Nilai tingkat persediaan dari status tiap ukuran kaca
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa
tingkat persediaan dapat bervariasi sesuai
dengan faktor dominannya; tingkat
persediaan paling rendah dimiliki adalah
1,07 (BAC+, BCB-), dan lain-lain. Variasi
tingkat persediaan tersebut lebih realistis
daripada dianggap sama untuk semua jenis
ukuran kaca. Jika simulasi dijalankan
terdapat penghematan uang sebesar 2,6
Milyar Rupiah tiap bulannya.
Tabel 6. Hasil simulasi
Dengan demikian model di atas
sudah diverifikasi dan divalidasi bisa
diaplikasikan dan hasilnya nyata yaitu
turunnya nilai persediaan. Model yang
dihasilkan tersebut juga bisa ditelusuri latar
belakangnya daripada cara penentuan
rencana produksi sebelumnya yaitu
menyamakan semua tingkat persediaan
sebesar 1,3 bulan untuk semua ukuran kaca.
KESIMPULAN
Perhitungan dengan melakukan
pembobotan akan diperoleh nilai yang
realistis dimana sudah memperhitungkan
semua resiko yang terlibat dan sesuai
dengan kebutuhan saat itu. Petugas
perencana produksi pun dapat
memutahirkan data tersebut berdasarkan
kondisi terbaru dan berdasarkan
kecenderungan data.
Dengan model perencanaan produksi
di atas perusahaan dapat menurunkan nilai
persediaan sehingga cashflow yang lebih
lancar.
Namun demikian metode klasifikasi
dalam penelitian ini perlu diperbaiki lagi
dengan mencari pembobotan dan nilai
klasifikasi kelas yang lebih ilmiah
berdasarkan kajian ilmiah dalam
menentukan tingkat persediaan pengaman
Selain hal tersebut kedepannya perlu
diperluas untuk tidak hanya pada 3 faktor
utama saja melainkan pada faktor lain
misalkan biaya produksi yang timbul
karena jumlah produksi yang tidak optimal,
faktor reliability process seperti disinggung
pada bagian pendahuluan, faktor
kemudahan utilisasi ke ukuran kaca lain
jika terjadi akurasi peramalan minus, dan
faktor-faktor lainnya. Tentunya kendalakendala
tersebut harus memakai metode Multi Criteria Decision atau metode
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Preiss, Kenneth, Patterson, R., dan
Merc Field, 2001, “The future direction
of industrial enterprises” dalam
“Maynard’s Industrial Engineering
Handbook“, 5th ed, h-1.135.
[2] Stanford, R.E. dan W. Martin, 2007,
Towards a normative model for
inventory cost management in a
generalized ABC classification system.
Journal of the Operational Research
Society. Vol 58 No. 7, hal. 2.
[3] Zelbst, P.J., Green, K.W. Jr, Abshire,
R.D., dan Victor E. Sower. 2010.
Relationships among market
orientation, JIT, TQM and agility,
Industrial Management & Data
Systems, Vol. 110 No. 5, hal 1.
ABSTRACT
The paper discusses about the model of production plan for automotive glasses using the
ABC classification method to reduce the supply level. The step being taken in this research is to
classify each glass size based on each class and calculate the weight of primary factors
influencing the accumulation of supply in form of cash value, risk of under supply and accuracy
of estimate. The model of proposed production planning is based on the ABC classification
method, and the result could direct the planning officer to conduct the different handling of
supply for all glass sizes based on their actual condition. Using this model, we obtain the
realistic figure of supply level according to the needs and after being verified the figure can be
reduced and the model cab be applied.
In this paper, we also conduct case study in a main producer of automotive glass in
Indonesia, which is PT. AMG Tbk., which hereinafter is called AMG. AMG is a primary
producer for automotive glass in Indonesia with a market share accounting for more than 80%.
Currently, almost all automotive industries implement Lean concept which among other is
known as Kanban system where the incoming goods should exact, either in time and in the
quantity. AMG as the supplier of automotive glasses should anticipate the risk of under supply
because of the lack of estimate accuracy or reliability of the production process; so far the
production planning officer has set the policy in the supply level of 1,3 month in the end of the
current month for all glass sizes with average value of supply per month reaching 20 billions
rupiah. The figure is too big because it is the retained cash flow, so that the level of supply for
1.3 month should be reviewed.
Keywords: ABC classification, level of supply, production planning.