Contoh Makalah Bab III Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Dalam Organisasi Sektor Publik

BAB III 
METODE PENELITIAN 
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 
Variabel adalah konsep yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini terdapat satu variabel terikat (dependen) dan enam variabel bebas (independen). Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang menjadi perhatian utama peneliti atau variabel utama yang menjadi faktor berlaku dalam investigasi. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, baik secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006). Variabel terikat atau dependent variabel dalam penelitian ini adalah kinerja. Variabel bebas atau independen variabel adalah tujuan yang jelas dan terukur, insentif, motivasi kerja, remunerasi, desentralisasi, sistem pengukuran kinerja. Definisi dari setiap variabel adalah sebagai berikut. 

3.1.1 Variabel Terikat 
3.1.1.1 Kinerja Pegawai 
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja unit. Kinerja dalam hal ini adalah prestasi kerja yang dicapai unit kerja dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan. Kinerja unit diukur dengan instrumen tetap yang dikembangkan oleh Van de Vend dan Ferry (1980) dan digunakan oleh Dunk dan Lyson (1997); Williams et al (1990); dan Verbeeten (2008), dan telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Menurut Varbeeten dalam setiap item kinerja unit pada instrument dapat diukur menggunakan skala linkert 1-5 (dimana 1=sangat jelek sampai dengan 5= sangat baik). Dimensi kinerja unit ini telah disesuaikan dengan kondisi yang ada di pemerintah yaitu: 

(1) Pencapaian target kinerja tiap-tiap kegiatan yang dihasilkan dari setiap program 
Indikator : 
0-1 = target kinerja tiap-tiap kegiatan yang dihasilkan dari setiap program kerja tidak pernah tercapai sama sekali. 
1,1-2 = target kinerja tiap-tiap kegiatan yang dihasilkan dari setiap program kerja tercapai namun sangat minimum. 
2,1-3 = target kinerja tiap-tiap kegiatan yang dihasilkan dari setiap program kerja dirasa cukup tercapai walaupun tidak maksimal. 
3,1-4 = target kinerja tiap-tiap kegiatan yang dihasilkan dari setiap program kerja tercapai secara baik. 
4,1-5 = target kinerja tiap-tiap kegiatan yang dihasilkan dari setiap program kerja tercapai secara maksimal dan memuaskan. 

(2) Ketepatan dan kesesuaian hasil dari suatu kegiatan dengan program yang telah ditetapkan. 
Indikator: 
0-1 = ketepatan dan kesesuaian dari suatu kegiatan dengan program selalu diluar dari ketetapan awal. 
1,1-2 = ketepatan dan kesesuaian dari suatu kegiatan dengan program yang telah ditetapkan hampir tercapai namun gagal karena menemui hambatan. 
2,1-3 = ketepatan dan kesesuaian dari suatu kegiatan dengan program yang telah ditetapkan dinilai cukup selaras walaupun tidak semuanya sesuai dengan ketetapan awal. 
3,1-4 = ketepatan dan kesesuaian dari suatu kegiatan dengan program yang telah ditetapkan terpenuhi. 
4,1-5 = semua kegiatan yang dilakukan tepat dan sesuai dengan program yang telah ditetapkan tanpa suatu kekurangan. 

(3) Inovasi/ ide baru dari perencanaan suatu program kerja Bapak/ Ibu.
Indikator
0-1 = Tidak pernah sama sekali mempunyai inovasi/ide baru. 
1,1-2 = pernah menghasilkan inovasi/ide baru namun gagal dilakukan. 
2,1-3 = pernah menghasilkan inovasi/ide baru namun tidak diterima.
3,1-4 = pernah menghasilkan inovasi/ide baru dan berhasil dilakukan. 
4,1-5 = sering menghasilkan inovasi/ide baru. 

(4) Reputasi kerja Bapak/ Ibu berdasarkan pandangan masyarakat atas keberhasilan pencapaian kinerja. 
Indikator: 
0-1 = dinilai gagal oleh masyarakat. 
1,1-2 = dinilai sering melakukan kesalahan oleh masyarakat. 
2,1-3 = masyarakat acuh tak acuh. 
3,1-4 = dinilai berhasil oleh masyarakat.
4,1-5 = mendapat pujian oleh masyarakat. 

(5) Tingkat efisiensi operasional (pencapaian realisasi belanja dengan standar belanjanya) kerja Bapak/Ibu. 
Indikator: 
0-1 = sangat tidak efisien. 
1,1-2 = berusaha untuk efisien namun belum terealisasi. 
2,1-3 = realisasi belanja sesuai dengan standar belanja. 
3,1-4 = realisasi belanja dibawah standar belanja. 
4,1-5 = realisasi belanja selalu dibawah standar belanja / selalu efisien. 

(6) Tingkat kepatuhan Bapak/Ibu terhadap norma-norma instansi. 
Indikator: 
0-1 = selalu melanggar norma-norma instansi. 
1,1-2 = berusaha patuh terhadap norma-norma instansi namun tidak sepenuhnya berhasil. 
2,1-3 = kepatuhan terhadap norma-norma instansi bersifat dinamis. 
3,1-4 = patuh terhadap norma-norma instansi. 
4,1-5 = beranggapan bahwa norma-norma instansi diatas segalanya. 

3.1.2 Variabel Bebas 
3.1.2.1 Tujuan yang Jelas dan Terukur 
Untuk dapat menetapkan tujuan yang jelas dan terukur, harus diawali dengan penetapan visi, dan misi organisasi. Tujuan yang jelas dan terukur dalam hal ini terkait dengan penetapan visi dan misi dalam unit kerja responden dan apakah penetapan tujuan tersebut telah memberikan gambaran jelas kepada responden mengenai hasil yang harus dicapai. Instrument untuk mengukur tujuan yang jelas dan terukur dikembangkan oleh Verbeeten (2008) dan sesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Variabel sasaran yang jelas dan terukur mencakup tingkat persetujuan responden terhadap beberapa pernyataan terkait dengan visi, misi, tujuan dan sasaran unit kerja. 

Pernyataan responden terhadap sasaran yang jelas dan terukur terdiri dari responden diukur dengan menggunakan sakala linkert 1-5 (dimana 1=sangat jelek sampai dengan 5= sangat baik). Dimensi untuk tujuan yang jelas dan terukur ini antara lain yaitu: 

(1) Visi dan misi dalam unit kerja Bapak/Ibu telah diformulasikan dengan jelas. 
Indikator: 
0-1 = beranggapan bahwa unit kerja tidak memiliki visi dan misi 
1,1-2 = visi tidak berhubungan dengan misi 
2,1-3 = tidak peduli terhadap formula visi dan misi itu sendiri 
3,1-4 = visi dan misi diformulasikan dengan jelas 
4,1-5 = visi dan misi diformulasikan dengan jelas dan sempurna 

(2) Visi dan misi dalam unit kerja Bapak/Ibu dinyatakan secara tertulis dan dikomunikasikan baik internal maupun eksternal. 
Indikator: 
0-1 = visi dan misi tidak dinyatakan secara tertulis dan tidak dikomunikasikan 
1,1-2 = visi dan misi dinyatakan secara tertulis namun tidak dikomunikasikan atau sebaliknya 
2,1-3 = tidak peduli terhadap visi dan misi dinyatakan secara tertulis maupun dikomunikasikan 
3,1-4 = visi dan misi dinyatakan secara tertulis serta dikomunikasikan 
4,1-5 = visi dan misi dinyatakan secara tertulis serta dikomunikasikan dan dipahami 

(3) Tujuan unit kerja Bapak/Ibu sesuai dengan misi organisasi 
Indikator: 
0-1 = tujuan unit selalu bertentangan dengan misi organisasi 
1,1-2 = tujuan unit terkadang bertentangan dengan misi organisasi 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan pertentangan antara tujuan unit dengan misi organisasi 
3,1-4 = tujuan unit sejalan dengan misi organisasi 
4,1-5 = misi organisasi adalah tujuan unit 

(4) Tujuan unit kerja Bapak/Ibu telah didokumentasikan secara spesifik dan detail. 
Indikator: 
0-1 = tujuan unit kerja tidak pernah didokumentasikan secara spesifik dan detail 
1,1-2 = tujuan unit kerja tidak semuanya telah didokumentasikan secara spesifik dan detail 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan pendokumentasian tujuan unit kerja 
3,1-4 = didokumentasikan secara spesifik namun tidak detail atau sebaliknya 
4,1-5 = tujuan unit dikomentasikan secara spesifik dan detail 

(5) Jumlah tujuan yang harus dicapai telah memberikan gambaran utuh mengenai hasil yang harus dicapai oleh unit kerja Bapak/Ibu. 
Indikator: 
0-1 = hasil yang harus dicapai tidak pernah sesuai dengan jumlah tujuan yang harus dicapai 
1,1-2 = hasil yang harus dicapai tidak sama jumlahnya dengan jumlah tujuan yang harus dicapai 
2,1-3 = jumlah tujuan yang harus dicapai bukan acuan untuk hasil yang dicapai 
3,1-4 = jumlah tujuan yang harus dicapai telah memberikan gambaran dari hasil yang harus dicapai 
4,1-5 = jumlah tujuan yang harus dicapai merupakan gambaran yang utuh dari hasil yang harus dicapai 

(6) Ukuran-ukuran kinerja jelas dan sesuai dengan tujuan unit kerja. 
Indikator: 
0-1 = tidak adanya ukuran kinerja 
1,1-2 = ukuran kinerja masih ambigu 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan ada tidaknya ukuran kinerja 
3,1-4 = ukuran kinerja jelas dan sesuai dengan tujuan unit kerja 
4,1-5 = tujuan unit kerja selalu mengacu kepada ukuran kinerja 

3.1.2.2 Insentif 
Insentif adalah reward yang diberikan kepada semua PNS dalam jumlah yang sama, atas adasar pencapaian kinerja secara keseluruhan. Insentif dalam hal ini adalah tambahan penghasilan PNS yang diberikan berdasarkan prestasi kerja (Permendagri 13/2006). Instrument pertanyaan menyangkut hubungan anatara perolehan insentif dengan pencapaian realisasi anggaran belanja, pelaksanaan kegiatan,maupun pencapaian kualitas pelayanan. 

Pertanyaan mengenai insentif terdiri dari 6 item diukur dengan menggunakan skala linkert 1-5 (dimana 1=sangat tidak berhubungan sampai dengan 5= sangat berhubungan). 

(1) Tingkat realisasi anggaran berhubungan dengan insentif Bapak/Ibu seperti tunjangan jabatan, honor, tunjangan tambahan penghasilan, dan lain-lain. 
Indikator: 
0-1 = tingkat realisasi angggaran tidak pernah berhubungan dengan insentif 
1,1-2 = tingkat realisasi anggaran tidak selalu berhubungan dengan insentif 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan tingkat realisasi anggaran dengan insentif 
3,1-4 = tingkat realisasi anggaran berhubungan dengan insentif namun masih dipengaruhi pertimbangan yang lainnya 
4,1-5 = tingkat realisasi anggaran selalu berhubungan dengan insentif 

(2) Pelaksanaan sejumlah program kegiatan yang telah ditetapkan berhubungan dengan insentif yang Bapak/ibu terima seperti tunjangan jabatan, honor, tunjangan tambahan penghasilan, dan lain-lain. 
Indikator: 
0-1 = pelaksanaan program kegiatan tidak pernah berhubungan dengan insentif 
1,1-2 = pelaksanaan program kegiatan tidak selalu berhubungan dengan insentif 
2,1-3 = tidak tahu hubungan program kegiatan dengan insentif 
3,1-4 = tingkat efisiensi berhubungan dengan insentif namun masih dipengaruhi pertimbangan yang lainnya 4,1-5 = tingkat efisiensi selalu berhubungan dengan insentif 

(3) Pencapaian efisiensi (seperti perbandingan realisasi belanja dengan yang dianggarkan) berhubungan dengan insentif yang Bapak/Ibu terima seperti tunjangan jabatan, honor, tunjangan tambahan penghasilan, dan lain-lain. 
Indikator: 
0-1 = tingkat pencapaian efisiensi tidak pernah berhubungan dengan insentif 
1,1-2 = tingkat pencapaian efisiensi tidak selalu berhubungan dengan insentif 
2,1-3 = tidak tahu adanya hubungan pencapaian efisiensi dengan insentif 
3,1-4 = tingkat efisiensi berhubungan dengan insentif namun masih dipengaruhi pertimbangan yang lainnya 
4,1-5 = tingkat efisiensi selalu berhubungan dengan insentif 

(4) Tingkat pelayanan kepada masyarakat berhubungan dengan total insentif yang Bapak/Ibu terima seperti tunjangan jabatan, honor, tunjangan tambahan penghasilan, dan lain-lain. 
Indikator: 
0-1 = melayani masyarakat karena rasa pengabdian 
1,1-2 = melayani masyarakat karena merasa mempunyai kewajiban 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan adanya insentif dengan tingkat pelayanan 
3,1-4 = berhubungan namun tidak menjadi acuan khusus 
4,1-5 = berhubungan dan menjadi syarat 

(5) Pencapaian kualitas kerja yang dihasilkan berhubungan dengan total insentif yang Bapak/Ibu terima seperti tunjangan jabatan, honor, tunjangan tambahan penghasilan, dan lain-lain. 
Indikator: 
0-1 = meningkatkan kualitas kerja tanpa memikirkan ada beban 
1,1-2 = meningkatkan kualitas kerja karena merasa ada beban 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan adanya insentif dengan pencapaian kualitas kerja 
3,1-4 = berhubungan namun tidak menjadi acuan khusus 
4,1-5 = berhubungan dan menjadi syarat 

(6) Peningkatan pencapaian hasil (outcome) dari setiap kegiatan yang telah dilaksanakan berhubungan dengan insentif yang Bapak/Ibu terima seperti tunjangan jabatan, honor, tunjangan tambahan penghasilan, dan lain-lain. 
Indikator: 
0-1 = tanpa adanya insentif, harus tetap terjadi peningkatan pencapaian hasil 
1,1-2 = tanpa adanya insentif, pencapaian hasil tetap tidak meningkat 
2,1-3 = tidak tahu ada hubungan antara peningkatan pencapaian hasil dengan insentif 
3,1-4 = berhubungan namun tidak menjadi acuan khusus 
4,1-5 = berhubungan dan menjadi syarat 

3.1.2.3 Motivasi Kerja 
Motivasi kerja dalam hal ini adalah motivasi yang mendorong pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dalam unit kerjanya dengan baik. Motivasi yang digunakan adalah motivasi untuk memenuhi kebutuhan akan prestasi, kekuasaan atau ikatan pertemanan seperti yang disebutkan dalam teori kebutuhan McClelland. Instrument mengenai motivasi kerja terdiri dari 6 item diukur dengan menggunakan sakala linkert 1-5 (dimana 1=sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju). 

Instrumen motivasi kerja antara lain yaitu meliputi: 

1. Saya yakin bahwa saya dianggap sebagai bagian penting dari dinas. 
Indikator: 
0-1 = tidak dianggap penting sama sekali 
1,1-2 = tidak dianggap penting karena jabatan yang rendah 
2,1-3 = tidak tahu 
3,1-4 = dianggap penting karena kalau tidak ada saya maka tugas tidak akan jalan maksimal 
4,1-5 = dianggap penting karena jabatan yang tinggi dan otoritas penuh 

2. Apabila saya memiliki ide positif, maka gagasan saya akan dapat diterima oleh unit kerja saya. 
Indikator:
0-1 = tidak akan diterima karena tidak ada yang percaya 
1,1-2 = tidak akan diterima karena tidak ada kewenangan 
2,1-3 = tidak tahu 
3,1-4 = akan diterima karena saya dipercaya oleh unit kerja saya 
4,1-5 = akan diterima karena saya mempunyai kewenangan 

3. Saya bersedia untuk menjalin hubungan kerja dan bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka menyelesaikan tugas. 
Indikator: 
0-1 = sama sekali tidak berkenan karena sikap egoisme 
1,1-2 = tidak berkenan karena tidak mau campur tangan dalam menyelesaikan tugas 
2,1-3 = tergantung situasi dan kondisi 
3,1-4 = berkenan dengan pertimbangan 
4,1-5 = berkenan dan terbuka luas 

4. Saya berusaha melakukan yang terbaik untuk bekerja sendirian dalam setiap pekerjaan. 
Indikator: 
0-1 = bekerja tidak sendirian namun secara kelompok 
1,1-2 = bekerja sendirian namun usaha saya biasa-biasa saja 
2,1-3 = tergantung situasi dan kondisi 
3,1-4 = berusaha melakukan yang terbaik untuk bekerja sendirian dalam setiap pekerjaan 
4,1-5 = berusaha melakukan yang terbaik dalam situasi sendirian maupun secara kelompok 

5. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, saya harus mendapatkan hasil yang terbaik.
Indikator: 
0-1 = beranggapan proses lebih baik daripada hasil 
1,1-2 = bekerja sesuai kemampuan 
2,1-3 = tergantung penting tidaknya pekerjaan itu sendiri 
3,1-4 = harus mendapatkan hasil yang terbaik namun sesuai dengan etika
4,1-5 = harus mendapatkan hasil dengan cara apapun 

6. Saya berusaha melakukan sesuatu dengan lebih baik daripada yang dilakukan rekan/kolega saya. 
Indikator: 
0-1 = tidak pernah menganggap rekan/kolega saya sebagai suatu saingan 
1,1-2 = bekerja sesuai dengan kemampuan tanpa membandingkan orang lain 
2,1-3 = tergantung adanya imbalan atau penghargaan 
3,1-4 = berusaha melakukan sesuatu dengan lebih baik daripada yang dilakukan rekan/kolega tanpa mengorbankan mereka 
4,1-5 = berusaha melakukan sesuatu dengan lebih baik daripada yang dilakukan rekan/kolega walaupun dengan mengorbankan mereka 

3.1.2.4 Remunerasi 
Remunerasi adalah "Gaji" atau "Payment" bisa juga remunerasi adalah "Pembayaran" secara garis besar remunerasi adalah "penggajian". remunerasi ditujukan untuk lembaga pemerintahan yang di anggap pantas mendapatkannya dengan kata lain ada alasan tersendiri untuk suatu lembaga mendapatkan hak remunerasi nya atau kenaikkan gaji tadi, mungkin dengan alasan supaya anggota atau pejabat pemerintah tidak lagi korup, bisa saja, mungkin prestasinya bagus. 

Instrument mengenai remunerasi terdiri dari 6 item diukur dengan menggunakan skala linkert 1-5 (dimana 1=sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju). Instrument remunerasi antara lain yaitu meliputi: 

1. Remunerasi dapat meningkatkan kinerja. 
Indikator: 
0-1 = tidak berpengaruh sama sekali 
1,1-2 = tergantung nominal 
2,1-3 = ada atau tidak sama saja 
3,1-4 = meningkatkan kinerja namun ada pertimbangan lain 
4,1-5 = meningkatkan kinerja tanpa pertimbangan lainnya 

2. Remunerasi mampu menciptakan Good Corporate Governance di tubuh internal organisasi anda. 
Indikator: 
0-1 = tidak berpengaruh sama sekali 
1,1-2 = hanya berpengaruh terhadap beberapa pihak saja sehingga tidak dapat menciptakan GCG secara penuh 
2,1-3 = kondisi yang sama sebelum dan sesudah adanya remunerasi 
3,1-4 = mampu menciptakan GCG 
4,1-5 = mampu menciptakan GCG dengan pertimbangan apabila remunerasi tiba-tiba dihapuskan, maka secara otomatis GCG pun hilang 

3. Pemberlakuan sistem remunerasi dapat menjamin peningkatan profesionalisme dan kejujuran di kalangan pegawai. 
Indikator: 
0-1 = tidak berpengaruh sama sekali 
1,1-2 = tidak menjamin semua kalangan dapat berubah 
2,1-3 = ada tidaknya remunerasi tidak merubah perilaku pegawai sebelumnya 
3,1-4 = dapat menjamin terciptanya peningkatan profesionalisme dan kejujuran namun masih dapat berubah apabila ada pertimbangan lainnya 
4,1-5 = dapat menjamin terciptanya peningkatan profesionalisme dan kejujuran, tidak dapat berubah walau ada pertimbangan lainnya 

4. Kebijakan remunerasi perlu dilakukan agar terjadi keadilan: tidak ada diskriminasi dan tidak ada pula pengistimewaan yang dapat menciptakan gap kesejahteraan antara PNS di lingkungan kantor pajak dengan PNS di instansi-insatansi lain. Padahal, tugas dan tanggung jawab nya sama. 
Indikator: 
0-1 = tidak perlu sama sekali 
1,1-2 = tidak benar, karena beranggapan hanya instansi pajak yang berhak mendapatkan remunerasi 
2,1-3 = tidak memperdulikan hal ini 
3,1-4 = perlu dilakukan karena terbukti telah menciptakan kecemburuan, namun dengan jumlah yang berbeda 
4,1-5 = sangat perlu dilakukan tanpa membedakan adanya perbedaan 

5. Anda merasa puas dengan nilai nominal remunerasi yang anda dapat. 
Indikator: 
0-1 = tidak puas sama sekali walau beban kerjanya rendah 
1,1-2 = tidak puas karena merasa tidak cocok dengan beban kerja 
2,1-3 = tidak mempermasalahkan nilai nominal 
3,1-4 = puas namun masih berharap ditambahkan jumlahnya 
4,1-5 = puas dan merasa cocok 

3.1.2.5 Desentralisasi 
Goal setting theory menyatakan tujuan setidaknya mungkin untuk dicapai jika ada batas blok kinerja daripada jika tidak ada blok (Locke dan latham, 1990 dalam Verbeeten, 2008). Salah satu batasan situasi mungkin kurangnya decision right. Decision right adalah otoritas dan tanggung jawab untuk membuat keputusan tertentu (Kaplan dan Atkinson, 1998, p288 dalam Verbeeten, 2008). Agency theory mengindikasikan bahwa organisasi harus menyeimbangkan manfaat dari desentralisasi decision right untuk level yang lebih rendah di organisasi melawan kontrol yang hilang dari peningkatan asimetri informasi (potensi untuk judi, Bushman et al, 2000). 

Menurut Verbeeten dalam setiap item desentralisasi pada instrument dapat diukur dalam 5 poin skala likert, jangkauan mulai dari 1, tidak memiliki wewenang, sampai 5, memiliki wewenang penuh. 

(1) Seberapa besar Bapak/Ibu mendapatkan kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan strategi yang berkaitan dengan masalah keuangan. 
Indikator: 
0-1 = tidak memiliki wewenang sama sekali 
1,1-2 = tingkat wewenang kecil 
2,1-3 = tergantung tingkat permasalahan keuangannya 
3,1-4 = tingkat wewenang ada namun diatur oleh pihak lainny 
4,1-5 = tingkat wewenang penuh 

(2) Seberapa besar Bapak/Ibu mendapatkan kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pelatihan dan peningkatan mutu staff serta karyawan.
Indikator: 
0-1 = tidak memiliki wewenang sama sekali 
1,1-2 = tingkat wewenang kecil 
2,1-3 = tergantung adanya perintah 
3,1-4 = tingkat wewenang ada dengan pertimbangan 
4,1-5 = tingkat wewenang penuh 

(3) Seberapa besar Bapak/Ibu mendapatkan kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan terkait dengan permasalahan operasional (seperti pengaduan pelayanan dari masyarakat) 
Indikator: 
0-1 = tidak memiliki wewenang sama sekali 
1,1-2 = tingkat wewenang kecil 
2,1-3 = tergantung adanya perintah 
3,1-4 =tingkat wewenang ada dengan pertimbangan 
4,1-5 = tingkat wewenang penuh 

(4) Seberapa besar Bapak/Ibu mendapat kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan kegiatan rutinitas organisasi. 
Indikator: 
0-1 = tidak memiliki wewenang sama sekali 
1,1-2 = tingkat wewenang kecil 
2,1-3 = tergantung adanya perintah 
3,1-4 = tingkat wewenang ada dengan pertimbangan 
4,1-5 = tingkat wewenang penuh 

(5) Seberapa besar Bapak/Ibu mendapat kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengalokasian SDM di bagian unit Bapak/Ibu atau struktur organisasi (seperti perputaran pegawai, pemberian promosi, dan hukuman). 
Indikator: 
0-1 = tidak memiliki wewenang sama sekali 
1,1-2 = tingkat wewenang kecil 
2,1-3 = tergantung adanya perintah 
3,1-4 = tidak wewenang ada dengan pertimbangan 
4,1-5 = tingkat wewenang penuh 

3.1.2.6 Sistem Pengukuran Kinerja 
Goal setting theory menyatakan feedback (informasi dari sistem pengukuran kinerja) dapat menyediakan peluang untuk membuat lebih permintaan tujuan di masa depan, menyediakan informasi mengenai strategi tugas yang lebih baik, dan menjadi dasar pengakuan dan reward (Locke dan Latham, 2002 dalam Verbeeten, 2008). Agency theory mengakui bahwa sistem pengukuran kinerja menyediakan input untuk pembuatan keputusan, serta insentif (Abernethy et al, 2004 dalam Verbeeten, 2008). Berdasarkan pada kalimat ini, sistem pengukuran kinerja dimasukkan dalam variabel kontrol. 

Menurut Verbeeten dalam setiap item sistem pengukuran kinerja pada instrument dapat diukur dalam 5 poin skala Likert, jangkauan mulai dari 1, sangat tidak setuju, sampai 5, sangat setuju. Dimensi sistem pengukuran kinerja ini telah disesuaikan dengan kondisi yang ada di pemerintah yaitu: 

(1) Unit kerja Bapak/Ibu memiliki indikator kinerja pegawai yang mengukur besarnya sumber dana yang digunakan untuk melaksanakan program/kegiatan, seperti penggunaan analisis standar belanja dalam menganggarkan sebuah program. 
Indikator: 
0-1 = dianggap gagal 
1,1-2 = terdapat banyak keluhan 
2,1-3 = dianggap berhasil namun masih perlu adanya perbaikan 
3,1-4 = sesuai dengan standar 
4,1-5 = dinilai berhasil secara keseluruhan 

(2) Unit kerja Bapak/Ibu memiliki indikator kinerja pegawai yang menyatakan efisiensi operasional, seperti perbandingan antara realisasi belanja dengan anggaran belanjanya. 
Indikator: 
0-1 = dianggap gagal 
1,1-2 = terdapat benyak keluhan 
2,1-3 = dianggap berhasil namun masih perlu adanya perbaikan 
3,1-4 = sesuai dengan standar 
4,1-5 =dinilai berhasil secara keseluruhan 

(3) Unit kerja Bapak/Ibu memiliki indikator kinerja pegawai yang menyatakan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan, seperti adanya survei kepuasan pelanggan. 
Indikator: 
0-1 = dianggap gagal 
1,1-2 = terdapat banyak keluhan 
2,1-3 = dianggap berhasil namun masih perlu adanya perbaikan 
3,1-4 = sesuai dengan standar 
4,1-5 = dinilai berhasil secara keseluruhan 

(4) Unit kerja Bapak/Ibu memiliki indikator kinerja pegawai mengenai standar kualitas pelayanan yang diberikan. 
Indikator: 
0-1 = dianggap gagal 
1,1-2 =terdapat banyak keluhan 
2,1-3 =dianggap berhasil namun masih perlu adanya perbaikan 
3,1-4 = sesuai dengan standar 
4,1-5 = dinilai berhasil secara keseluruhan 

(5) Unit kerja Bapak/Ibu memiliki indikator kinerja pegawai yang menyatakan dampak dari hasil yang dicapai, seperti peningkatan signifikan atas pelaksanaan suatu program kegiatan. 
Indikator: 
0-1 = dianggap gagal 
1,1-2 = terdapat banyak keluhan 
2,1-3 = dianggap berhasil namun masih perlu adanya perbaikan 
3,1-4 = sesuai dengan standar 
4,1-5 = dinilai berhasil secara keseluruhan 

3.2 Populasi dan Sampel 
Penelitian ini dipersempit ruang lingkupnya untuk menginvestigasi praktek manajemen kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang. Sebagai populasi adalah pegawai pajak. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Tengah Satu. 

Pemilihan sampel penelitian ini didasarkan pada metode purposive sampling. Sampel penelitian adalah semua pegawai kantor pajak pratama semarang tengah satu yang terdiri dari eselon 2, 3 dan eselon 4 dengan alasan sampel tersebut dianggap mampu untuk dapat menggambarkan kinerja dari tiap Kantor Pelayanan Pajak Pratama kota Semarang secara keseluruhan. 

KPP Pratama Semarang Tengah Satu memiliki susunan organisasi tata kerja sebagai berikut: 
  1. Seksi Sub Bagian Umum 
  2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 
  3. Seksi pelayanan 
  4. Seksi Pengawasan dan konsultasi 1 
  5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2 
  6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 3 
  7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 4 
  8. Seksi Penagihan 
  9. Seksi Ekstensifikasi 
  10. Seksi Pemeriksaan/ Fungsional 

3.3 Jenis Data dan Sumber 
Data pengujian adalah data primer. Data primer ini dikumpulkan dengan metode kuesioner. Jenis data didalam penelitian ini adalah data subyek yaitu berupa opini dan pengalaman dari responden dengan mengacu pada kriteria pengukuran variabel yang digunakan yaitu: tujuan yang jelas dan terukur, insentif, motivasi kerja, remunerasi, desentralisasi, dan sistem pengukuran kinerja. Respondennya adalah semua pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tengah Satu. 

3.4 Metode Pengumpulan Data 
Prosedur pengumpulan data menggunakan pengumpulan data primer, yaitu kuesioner. Kuesioner yang telah terstruktur dibagikan secara langsung kepada responden untuk diisi. Kuesioner dibagi menjadi tujuh bagian. Bagian pertama menanyakan mengenai demografi responden. Bagian kedua berisi pertanyaan mengenai tujuan yang jelas dan terukur. Bagian ketiga berisi pertanyaan mengenai insentif. Bagian keempat berisi pertanyaan mengenai motivasi kerja. Bagian kelima berisi pertanyaan mengenai remunerasi. Bagian keenam mengenai desentralisasi. Bagian tujuh berisi pertanyaan mengenai sistem pengukuran kinerja. Dan bagian kedelapan berisi pertanyaan mengenai kinerja pegawai. 

3.5 Metode Analisis Data 
3.5.1 Statistik Deskriptif 
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum (Ghozali, 2006). Statistik deskriptif menyajikan ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel. Uji statistik deskriptif tersebut dilakukan dengan program SPSS 17. 

3.5.2 Uji Kualitas Data 
Uji kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Sugiyono (2000) menyebutkan bahwa kesimpulan penelitian yang berupa jawaban atau pemecahan masalah penelitian, dibuat berdasarkan hasil proses pengujian data yang meliputi pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Oleh karena itu, kesimpulan tergantung pada kualitas data yang dianalisis dan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Ada dua konsep untuk mengukur kualitas data, yaitu: uji reabilitas dan uji validitas. Uji kualitas data tersebut dilakukan dengan program SPSS 17. 

3.5.2.1 Uji reliabilitas 
Pada penelitian di bidang ilmu sosial seperti akuntansi, manajemen, psikologi, dan sosiologi, variabel-variabel penelitiannya dirumuskan sebagai sebuah variabel latent atau un-observeb atau konstruk, yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui dimensi-dimensi atau indikator yang diamati dengan menggunakan kuesioner atau angket yang bertujuan untuk mengetahui pendapat responden tentang suatu hal. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk itu perlu dilakukan uji reliabilitas. Pada umumnya suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach alpa lebih besar dari 0.60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2006). 

3.5.2.2 Uji Validitas 
Kesahihan (validity) suatu alat ukur adalah kemampuan alat ukur untuk mengukur indikator-indikator dari suatu objek pengukuran. Kesahihan itu diperlukan sebab pemrosesan data yang tidak sahih atau bias akan menghasilkan kesimpulan yang salah. Untuk itu perlu dilakukan uji validitas dalam mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan melihat nilai Correlated Item-Total Correlation dengan kriteria sebagai berikut: jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilainya positif (pada taraf signifikan 5 persen atau 0,05), maka butir atau pertanyaan atau indikator tersebut dikatakan “valid”, dan sebaliknya (Ghozali, 2006). 

3.5.3 Uji Asumsi Klasik 
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu regresi yang digunakan sebagai alat analisis, diuji dengan uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas , uji multikolonearitas, dan uji heteroskedastisitas dengan menggunakan program SPSS 17. 

3.5.3.1 Uji Multikolonieritas 
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji multikolonieritas dilakukan dengan menganalisis matriks korelasi variabelvariabel independen, nilai Tolerance, dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). 

Suatu model regresi menunjukkan adanya multikolinearitas jika: 
  1. Tingkat korelasi > 95% 
  2. Nilai Tolerance < 0.10, atau 
  3. Nilai VIF > 10. 

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006). 

3.5.3.2 Uji Heteroskedastisitas 
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas (Imam Ghozali, 2006). Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan memperhatikan signifikansi variabelvariabel penelitian yang diuji dengan uji Glejser. Cara mendeteksi Heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan residualnya dan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titiktitik yang ada membentuk suatu pola yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). 

3.5.3.3 Uji normalitas 
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel-variabel memiliki distribusi normal. Data yang terdistribusi normal akan memperkecil kemungkinan terjadinya bias. Pengujian normalitas dilakukan dengan: 

1. Analisis grafik 
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histrogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrigramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 

2. Uji statistik One Sample Kolmogorov Smirnov 
Dasar pengambilan keputusan dari uji normalitas adalah jika hasil One Sample Kolmogorov Smirnov diatas tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan jika hasil One Sample Kolmogorov Smirnov di bawah tingkat signifikansi 0,05 tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 

3.5.4 Uji Hipotesis 
3.5.4.1 Persamaan Regresi Linear Berganda 
Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi berganda (multiple regression) dengan alasan bahwa alat ini dapat digunakan sebagai model prediksi terhadap variabel dependen dengan beberapa variabel independen. Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dengan goodness of fit. Secara statistik hal ini dapat diukur dari koefisien nilai determinasi, nilai statistik f. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji secara statistiknya berada dalam daerah kritis. Uji hipotesis ini tersebut dilakukan dengan program SPSS 17. Model regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut: 

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5+b6X6+e 

Keterangan: 
Y = Nilai estimasi kinerja organisasi 
a = Konstanta 
b1 b2 b3 b4 b5 b6 = Koefisien regresi 
X1 = Nilai tujuan yang jelas dan terukur 
X2 = Nilai insentif 
X3 = Nilai motivasi 
X4 = Nilai remunerasi 
X5 = Nilai desentralisasi 
X6 = Nilai sistem pengukuran kinerja 
e = Error 

3.5.4.2 Goodness of Fit Model 
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit. Secara statistik, setidaknya ini dapat mengukur nilai dari koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. 

3.5.4.2.1Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) 
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variabel dependen. Cara yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut: 

Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama); 

Ho : β > 0, berarti ada pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama). 

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut: 

Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen; 

Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 

3.5.4.2.2 Koefisien Determinasi 
Koefisien determinasi (R2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2006), jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap nol. Secara matematis jika nilai R2 = 1, maka R2 = R2 =1, sedangkan jika nilai R2 =0, maka adjusted R2 = (1- k)/(n-k). Jika k > 1, maka adjusted R2 akan bernilai negatif. 

3.5.4.2.3 Uji Regresi Parsial (Uji t) 
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen secara partial (individu) tehadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan ketentuan sebagai berikut: 

Ho : β = 0, berarti bahwa tidak ada pengaruh positif dari masing-masing variabel independen secara parsial; 

Ho:β > 0 berarti bahwa ada pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. 

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut: 

t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. 

t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

KLIK DISINI 
BAB I
BAB II
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson