Sumber-Sumber Hukum Kontrak Dagang Internasional

Sumber-Sumber Hukum Kontrak Dagang Internasional 
A. Hard Laws 
1. UN Convention on International Sales of Goods 1980 UN Convention on International Sales of Goods tahun 1980 mengatur tentang Jual Beli Barang Internasional yang cukup komprehensif dan menggambarkan hasil harmonisasi dari berbagai sistem hukum yang berbeda. Konvensi ini mencoba merumuskan hak dan kewajiban bara pihak dalam jual beli barang internasional secara transparan. Sampai dengan 30 September 2011, Konvensi telah diratifikasi oleh 77 negara yang mencerminkan dua-pertiga dari volume perdagangan internasional. Sangat banyak kajian akademik yang terkait dengan Konvensi ini dan lebih dari 2500 kasus yang terkait telah tersedia dari berbagai sumber. 

Kontribusi Konvensi ini bagi unifikasi hukum dagang internasional sangat signifikan. Salah satu alasan bagi penerimaan yang luas terhadap Konvensi ini terletak pada aspek fleksibilitasnya. Perumus Konvensi mampu menciptakan fleksibilitas dengan menggunakan berbagai teknik, khususnya dengan mengadopsi terminologi yang netral, mendorong penghormatan atas prinsip itikad baik dalam perdagangan internasional, dengan menerapkan suatu ketentuan bahwa prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar pembentukan Konvensi harus digunakan untuk mengisi gap terkait dengan standar yang ditetapkan dalam Konvensi, serta dengan mengakui akibat yang mengikat dari berbagai kebiaaan perdagangan yang telah diterima serta praktik yang sudah berlangsung lama (established). 

Perumus Konvensi telah berupaya secara hati-hati untuk menghindari penggunaan konsep hukum yang hanya terkait dengan salah satu sistem hukum (tradisi hukum), konsep-konsep yang dikembangkan selalu disertai dengan contoh atas kasus-kasus yang sudah mapan serta literatur yang terkait, sehingga dapat diterima oleh berbagai sistem hukum yang ada. Cara perumusan tersebut yang hati-hati akan menjamin bahwa keberlakuan Konvensi meningkatkan harmonisasi dari aspek substansi hukum kepada sebagian besar negara, apapun tradisi atau sistem hukumnya. 

Konvensi ini terdiri dari beberapa Bagian (Part) dengan Bab-Babnya (Chapter). Bagian I (Part 1) berisi ketentuan tentang Ruang Lingkup Berlakunya dan Ketentuan Umum (Sphere of Application and General Provisions). Mengatur tentang ruang lingkup berlakunya Konvensi, didalamnya terdapat pengaturan tentang dalam hal-hal apa ketentuan Konvensi ini berlaku, sebaliknya juga dalam hal-hal apa ketentuan Konvensi tidak berlaku berisi ketentuan-ketentuan umum seperti: penafsiran, berlakunya kebiasaan dalam perdagangan, domisil, pembuktian, bentuk kontrak. 

Bagian II (Part II) mengatur tentang pembentukan kontrak (contract formation). Didalamnya terdapat ketentuan tentang penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance). Ketentuan mengenai penawaran (offer) mencakup tentang syarat penawaran, penarikan kembali penawaran, pengakhiran penawaran. Ketentuan tentang perubahan atau counter offer juga diatur. Penerimaan (acceptance) atas suatu penawaran juga diatur, termasuk jangka waktu dan cara mengkomunikasikan penerimaan, serta penarikan atas penawaran. Saat terjadinya kontrak ditetapkan ketika penerimaan atas suatu penawaran menjadi efektif. 

Bagian III (Part III) mengatur tentang penjualan barang (sale of goods). Yang terdiri dari ketentuan umum; kewajiban penjual seperti: penyerahan barang dan dokumen, kesesuaian barang dan terkait dengan tuntutan pihak ketiga, upaya pemulihan atas wanprestasi oleh penjual Selain itu juga diatur kewajiban-kewajiban pembeli, meliputi: pembayaran atas harga yang disepakati, penambilan barang, serta upaya pemulihan dalam halwanprestasi oleh pembeli. Ketentuan lain menyangkut pengalihan resiko (passing of risk); anticipatory breach and instalment of contracts; kerugian; bunga; ketentuan pengecualian; efek penghindaran; pemeliharaan barang; dan lain-lain. 

2. Convention on The Law Applicable to Contracts of International Sales of Goods 1986 Ketentuan-ketentuan pokok dari Konvensi mencakup: ruang lingkup berlakunya konvensi ; hukum yang berlaku ; ketentuan umum.

Mengenai hukum yang berlaku (applicable law), terdiri dari ketentuan tentang cara penetapan hukum yang berlaku (determination of the applicable law) serta ruang lingkup hukum yang berlaku (scope of the applicable law). 

3. Convention on the Law Applicable to Agency 1978 
4. International Convention on Travel Contract 1970 
5. Convention Relating to a Uniform Law on The International Sales of Goods 1964 

Terdiri dari 2 buah Konvensi, masing-masing: Convention relating to a Uniform Law on the International Sales of Goods (ULIS); dan Convention relating to a Uniform Law on the Formation of Contracts for International Sales of Goods (ULF). ULIS dan ULF berupaya memperbaiki konvensi sebelumnya, yaitu Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods 195524. 

ULIS terdiri dari 15 pasal yang mengatur, antara lain: 
  • kewajiban masingmasing negara pihak dalam konvensi ini untuk menginkorporasikan ketentuan konvensi ke dalam sistem hukum nasional masing-masing ; 
  • memperlakukan negara anggota lainnya sama dalam kaitan pelaksanaan ketentuan konvensi ; 
  • prosedur penarikan diri dari keanggotaan konvensi ; 
  • konvensi bersifat terbuka untuk diaksesi baik oleh negara-negara anggota PBB maupun oleh badan-badan khusus PBB ; 
  • berlakunya konvensi 6 bulan setelah penyerahan dokumen ratifikasi yang ke 529. 

Dalam Annex dari ULIS diatur ketentuan-ketentuan seperti ruang lingkup berlakunya : 
  • ketentuan umum ; 
  • kewajiban penjual untuk menyerahkan barang sesuai dengan tempat dan waktu yang telah ditetapkan, kewajiban mengganti rugi dalam hal wanprestasi, kewajiban menyerahkan barang sesuai dengan kualitas, kewajiban penerahan dokumen, dan lain-lain ; 
  • kewajban pembeli untuk melakukan pembayaran sesuai dengan waktu dan tempat yang ditetapkan, menerima penyerahan barang ; 
  • ketentuan bersama terkait kewajiban penjual maupun pembeli (provisions common to the Obligations of the Selelr and of the Buyer) ; 
  • ketentuan tentang pengalihan resiko (passing the risk). 

ULF Terdiri 13 pasal dengan 2 annex. Ketentuan-ketentuan dari annex 1 memuat tentang ruang lingkup berlakunya Konvensi ; Ketentuan tentang belakunya praktek dan kebiasaan dalam perdagangan ; tidak ada kewajiban untuk mengikuti bentuk tertentu dari kontrak ; keharusan bahwa penawaran harus tertentu dan memadai (sufficiently definite) ; sifat penerimaan dan cara pengkomunikasiannya; status formation of contract dalam hal kematian atau ketidakmampuan pihak. 

6. Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods 1955 Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi ini mencakup: ruang lingkup berlakunya; hukum yang berlaku bagi para pihak; dalam hal apa ketentuan-ketentuan Konvensi tidak dapat diberlakukan; hubungan antara kebijakan publik dikaitkan dengan keberlakuan Konvensi; serta inkorporasi atas ketentuan Konvensi dalam hukum nasional masing-masing negara anggota. 

Mengenai ruang lingkupnya ditegaskan bahwa konvensi ini hanya berlaku untuuk jual beli barang dan tidak dapat diterapkan untuk jual beli saham, jual beli kapal laut atau pesawat udara, atau jual beli atas perintah pengadilan. Mengenai hukum yang berlaku adalah hukum nasional dari salah satu pihak yang bertransaksi sebagaimana disepakati dalam kontrak. Dengan pertimbangan kebijakan publik (public policy) penerapan ketentuan hukum dapat dikecualikan. Negara pihak dalam perjanjian ini sepakat untuk menginkorporasikan ketentuan pasal 1-6 dari perjanjian ke dalam hukum nasional masing-masing negara. 

7. Convention for the Unification of Certain Rules for International Carriage by Air, Montreal, 1999 Konvensi Montreal tentang Unifikasi ketentuan-ketentuan tertentu dalam Pengangkutan Udara internasional bertujuan untuk melakukan modernisasi dan konsolidasi terhadap Warsaw Convention 1929 beserta segenap instrumennya (dikenal sebagai Warsaw System). 

Lebih jauh, untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada penumpang maupun cargo shippers. Sejauh ini Warsaw System dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan sistem pengangkutan udara internasional modern yang semakin memperhatikan kepentingan penumpang. 

Keberhasilan ICAO dalam merumuskan Konvensi Montreal 1999 merupakan suatu pencapaian yang patut diapresiasi karena: ICAO berupaya untuk mencapai keseragaman secara global (global uniformity); penerapan tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited liability) merupakan langkah yang realisitis dan masuk akal; sistem yang lebih koheren juga diterapkan, misalnya pemisahan antara contractual carrier dengan actual carrier; posisi yang lebih baik bagi penumpang yang didasarkan atas hak-hak konsumen semakin diakui; ketentuan yang bersifat tidak wajib (non-mandatory) tentang advance payment bagi penumpang, atau orang yang berhak mewakilinya untuk mengajukan tuntutan ganti rugi, sangat membantu dalam hal tuntutan tersebut realistis. 

Beberapa hal yang perlu dicatat sebagai suatu perkembangan dari ketentuan Montreal Convention 1999 adalah perluasan pengertian “consumer” yang tidak hanya mencakup penumpang (passenger), tetapi juga mencakup shippers dan consignee. Demikian pula pengertian pengangkut (carrier) meliputi actual carrier maupun contractual carrier. 

Bahkan, pengertian carrier bisa meliputi agen dari baik actual maupun contgractual carrier. Ruang lingkup berlakunya Konvensi adalah kepada setiap bentuk pengangkutan, baik pengangkutan manusia, bagasi, cargo oleh pesawat udara secara berbayar dan bahkan berlaku bagi penerbangan yang tidak berbayar (gratuitous carriage) yang dilakukan oleh jasa angkutan udara. Ketentuan Konvensi juga hanya berlaku untuk kegiatan penerbangan internasional, dan karenanya tidak berlaku bagi penerbangan domestik. Meskipun demikian, beberapa negara berupaya untuk menerapkan ketentuan Konvensi Montreal bagi pengangkutan domestiknya. 

Ketentuan mengenai dokumen angkutan udara seperti tiket penumpang, check baggage dan dokumen-dokumen lainnya juga dipermodern untuk pnyederhanaan dan kesesuaian dengan teknologi modern. Tiket elektronis dan electronic waybills dianggap sah dan tunduk pada ketentuan-ketentuan Konvensi. 

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi yang menimbulkan kematian, luka-luka pada penumpang, kerusakan bagasi (baik bagasi tangan maupun check baggage), kerusakan cargo, maupun keterlambatan. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh atau karena kontribusi kelalaian (contributory negligence) atau tindakan melawan hukum atau ommission yang dilakukan oleh pihak yang mengajukan tuntutan ganti rugi. 

Dalam konteks kontrak, hal yang menarik dari Konvensi ini adalah ketentuan bahwa setiap ketentuan (kontraktual) yang cenderung meringankan tanggung jawab pengangkut atau menetapkan batas tanggung jawab yang lebih rendah dari Konvensi ini, maka ketentuan (kontrak) tersebut batal demi hukum (null and void). Namun demikian kebatalan tersebut hanya terhadap ketentuan tersebut dan tidak terhadap seluruh ketentuan kontrak yang masih tetap berlaku sepanjang tunduk pada ketentuan Konvensi ini. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Konvensi, prinsip kebebasan berkontrak tetap dihormati. 


8. UN Convention on the Use of E-Communication in International Contract 2005 Latar belakang penyusunan Konvensi ini disebabkan oleh bertambahnya penggunaan komunikasi elektronis dalam meningkatkan efisiensi kegiatan komersial, meningkatkan hubungan dagang, serta membuka kesempatan dan akses bagi pihak dan pasar yang saling berjauhan, sehingga memainkan peranan yang fundamental dalam meningkatkan perdagangan dan pembangunan ekonomi, baik domestik maupun internasional. Pertimbangan lain adalah permasalahan yang ditimbulkan oleh ketidakpastian aspek legal dari penggunaan komunikasi elektronik pada kontrak-kontrak internasional merupakan hambatan bagi perdagangan internasional. 

Penyusun Konvensi ini meyakini bahwa adanya kaidah uniform akan mengatasi kendala dalam pemanfaatan komunikasi elektronik dalam kontrak internasional, termasuk hambatan yang mungkin dihasilkan dari pengoperasian instrumen perdagangan internasional yang berlaku. 

Keberadaan pengaturan ini diyakini akan mampu meningkatkan kepastian hukum dan prediktabilitas secara komersial bagi kontrakkontrak internasional dan akan memberi akses terhadap jalur perdagangan modern. Dalam pandangan penyusun Konvensi, kaidah uniform tersebut akan menghormati kebebasan para pihak yang berkontrak untuk memilih media dan teknologi yang tepat , dengan tetap memperhatikan prinsip netralitas teknologi dan ekivalensi fungsional, sepanjang sarana yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan maksud kaidah hukum yang relevan. 

Ketentuan Konvensi terdiri dari 4 Bagian (Chapter), masing-masing mengatur tentang: ruang lingkup berlakunya (sphere of application) ; ketentuan umum (general provisions) ; Penggunaan komunikasi elektronik dalam kontrak internasional (use of electronic communication in international contracts) ; dan ketentuan penutup (final provisions). 

Salah satu ketentuan yang penting dari Konvensi ini adalah terkait pengakuan hukum atas komunikasi elektronis. Suatu komunikasi atau kontrak tak dapat disangkal keabsahannya atau kemampuan penegakannya semata-mata berdaar pada bentuknya berwujud komunikasi elektronis. Meskipun Konvensi ini tidak mempersyaratkan para pihak menggunakan atau menerima komunikasi elektronis, namun persetujuan para pihak dapat tercermin pada perilaku para pihak. 

Ketentuan Konvensi juga tidak mempersyaratkan komunikasi atau kontrak dibuat atau dibuktikan melalui suatu bentuk yang khusus. Apabila aturan hukum mempersyaratkan bahwa suatu komunikasi atau kontrak dilakukan secara tertulis, atau membebani konsekuensi jika tidak dibuat dalam bentuk tertulis, maka persyaratan tersebut terpenuhi melalui suatu komunikasi elektronik sepanjang informasi yang terdapat di dalamnya dapat diakses, sehingga dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya. 

9. Convention on International Interest in Mobile Equipment 2001 
Konvensi yang ditandatangani di Cape Town pada tahun 2001 ini mengatur ketentuan-ketentuan umum yang berhubungan dengan pembauatn, pendaftaran, penetapan prioritas dan penegakan jaminan (security interest) dalam wujud benda bergerak uang bernilai tinggi, seperti: air frames, engine and helicopter, railway rolling stock, dan space asset. Ketentuan Konvensi juga memperjelas hal-hal yang terkait dengan: jaminan kepastian hukum bagi pembiayaan peralatan bergerak bernilai tinggi; memperjelas hukum yang berlaku; memberi pengakuan atas eksistensi dan perlindungan terhadap hak-hak yang terkait. Konvensi ini diberlakukan sebagai satu paket dengan masing-masing protokolnya, yaitu: aircraft protocol, the railway protocol for railway rolling stock, dan protocol of space aset. 

Secara garis besar ketentuan Konvensi akan menjawab persoalanpersoalan, seperti: problema yang ingin diakomodasikan; isi Konvensi; cara bekerjanya; prinsip-prinsip yang diletakkan; pengertian international interest; persyaratan yang harus dipenuhi untuk menciptakan international interest; faktor penghubung (connecting factor); registrar dan supervisory authority; sistem pendaftaran; prioritas; hak-hak yang tidak terdaftar dan hak-hak non-konsensual; serta upaya pemulihan (remedies). 

Problema yang ingin diselesaikan oleh Konvensi adalah: kebutuhan untuk menjamin pembiayaan wahana bergerak yang benilai tinggi; menetapkan hukum yang berlaku, yang biasanya terkait dengan keberadaan wahana (equipment) tersebut; pengakuan eksistensi dan daya berlaku bagi hak-hak tersebut, yang tergantung kepada ketentuan hukum nasional; menjawab ketidakpastian mengenai kaidah hukum yang menimbulkan kesulitan dalam pembiayaan yang meyebabkan biaya tinggi. 

Isi Konvensi memuat kaidah-kaidah tentang saat terjadinya/ pembentukan, pendaftaran, prioritas dan penegakan hukum atas “security interest” yang meliputi, antara lain: air frame, engine and helicopter, railway rolling stock, serta space asset. Cara bekerjanya Konvensi bertumpu pada sebuah protokol dari Konvensi yang akan mendefinisikan wahana (equipment) dan menyesuaikan penerapan Konvensi kepada jenis spesifik dari wahana tersebut; Konvensi dan Protokolnya akan memberikan flaksibilitas kepada Negara Pihak melalui ketentuan Opt-in/Opt-out; dalam hal ketentuan-ketentuan Konvensi tidak mengaturnya, maka ketentuan-ketentuan hukum kontrak dari negara yang bersangkutan akan tetap berlaku, seperti tentang keabsahan kontrak kapasitas para pihak, dan lain-lain. 

Beberapa prinsip-prinsip di bidang hukum kontrak telah diletakkan oleh ketentuan Konvensi ini, seperti: prinsip Party Autonomy; prinsip transparansi; dan prinsip tentang interpretasi. Pada penerapan prinsip party autonomy, para pihak pada transaksi ini diharapkan memiliki pengetahuan dan pengalaman serta didampingi penasehat ahli. Prinsip transparansi tercermin pada sistem pendaftaran elektronis yang terbuka dan internasional terhadap international interest dan deklarasi yang dibuat oleh negara pihak. Sementara ketentuan mengenai interpreatasi pada Konvensi mendorong penafsiran yang uniform dan predictable, baik terhadap ketentuan Konvensi maupun protokol-protokolnya. 

Mengenai pengertian “international interest”, di dalamnya terdapat 3 tipe kontrak, yaitu: jaminan (interst) yang diberikan oleh seseorang (pihak tertentu) atas objek tertentu sebagai jaminan pemenuhan kewajiban dari orang (pihak) tersebut kepada orang (pihak) lainnya; interest dari conditional seller atas suatu “title reservation agreement”; interest yang dimiliki lessor atas dasar suatu “leasing agreement”. 

Ketentuan mengenai persyaratan membuat suatu “international interest” mencakup: kontrak harus tertulis; atas objek tertentu yang secara unik dapat diidentifikasi (sesuai dengan kriteria dalam protokolnya); pihak yang membuatnya memiliki kapasitas untuk dispose objek tersebut; tidak perlu menyatakan jumlah maksimum yang dijamin. Terkait faktor penghubung (connecting factor): Konvensi ini berlaku bagi transaksi yang para pihaknya berasal dari negara yang berbeda; penerapannya atas transaksi tertentu ditetapkan atas dasar ketentuan dasar, yaitu lokasi dari debitur; tempat kedudukan perusahaan; registered office; serta pusat administrasi. Terdapat 2 lembaga yang dibentuk dalam pelaksanaan Konvensi, yaitu lembaga pendaftar (registrar) dan lembaga pengawas (supervisory authority). Regitrar berfungi menjalankan sistem pendaftaran yang : berbasis pada ketentuan Konvensi beserta Protokolnya; dilengkapi dengan kaidah yang dibuat oleh supervisory authority; registrar bertanggungjawab untuk memberikan kompensasi atas keerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaian registrar dan stafnya dengan pengecualian yang sangat terbatas; registrar harus menggunakan sistem elektronik yang terbaik, termasuk back-up dan pengamanannya. 

Supervisory authority bertugas: menetapkan sistem pendafyaran dan menunjukserta memberhentikan registrar; menyetujui kaidah-kaidah yang akan diberlakukan; dan menetapkan biaya pendaftaran. 

Ada beberapa karakteistik dari sistem pendaftaran, yaitu: bersifat elektronis, terbuka dan dilakukan pelayanan 24 jam sehari; pendaftarn confers prioritas dan bukan validitasnya. Interest yang dapat didaftarkan meliputi: international interesnt dan prospective international interest ; pengalihan (assignment) atas international interest; subordinasi atas international interest; deklarasi negara pihak atas ketentuan opt-in/optout; deklarasi atas hak-hak dan interest non-konsensual dan interest lain yang dapat didaftarkan. 

Mengenai hak prioritas, berlaku ketentuan: suatu interst yang telah didaftrarkan bersifat prioritas terhadap interest lainyang didaftarkan kemudian seerta terhadap interest yang tidak didaftarkan; suatu interest yang terdaftar bersifat mengatasi (overrides) terhadap interest lainnya, bahkan apabila pemegang interest yang terdaftar mengetahui pemegang interest lainnya; pihak pembeli atas objek tertentu tunduk pada interest yang terdaftar dan bebas dari interest yang tidak terdaftar. 

Terhadap hak-hak yang tidak terdaftar dan bersifat non-konsensual, negara dapat menyatakan bahwa sekuritas tertentu memiliki prioritas tanpa registrasi, misalnya hak atas pembayaran landing fee atau biaya perbaikan pesawat. Negara dapat menyatakan bahwa hak-hak nonkonsensual lain dapat didaftarkan dan karenanya memiliki hak prioritas, misalnya sekuritas atas judgment debt. 

Konvensi mengatur hak pemulihan (remedies) dalam hal terjadinya wanprestasi, yang meliputi: hak untuk mengambil alih penguasaan atau pengendalian atas objek tersebut, hak untuk menjual atau menyewakan, serta hak untuk menerima pendapatan atau keuntungan dari penggunaan onjek tersebut. Remedies haruslah wajar secara komersial (commercially reasonable) sebagaimana didefinisikan di dalam kontrak, jika tidak maka akan dianggap sebagai manifestly unreasonable. Negara dapat menetapkan apakah diperlukan permohonan kepada pengadilan untuk melaksanakan hak pemulihan (remedies) tersebut. 10. UN Convention on the Carriage of Goods by Sea (The Hamburg Rules) 1978 Konvensi ini terdiri dari beberapa bagian (parts), yang mengatur tentang : 
  • ketentuan umum (general provisions); 
  • tanggung jawab pengangkut (liability of the carrier); 
  • tanggung jawab shipper (liability of the shipper); 
  • dokumen transportasi (transport dokuments); 
  • claims and actions; 
  • ketentuan pelengkap (supplement provision). 

Ketentuan umum memuat aturan tentang berbagai definisi yang digunakan (misalnya: 
  • carrier; 
  • actual carrier; 
  • shipper; 
  • consignee; 
  • goods ;

Tentang ruang lingkup Konvensi serta penafsiran atas ketentuan Konvensi. Ketentuan tentang tanggung jawab pengangkut mengatur beberapa aspek, seperti: 
  • jangka waktu pertanggungjawaban (period of responsibility) ; 
  • dasar pertanggung jawaban (basis of liability) ; 
  • batas pertanggungjawaban (limits of liability) ; 
  • penerapan gugatan yang bersifat non-kontraktual (application to non-contractual claims) ;
  • hilangnya hak untuk membatas pertanggungjawaban (loss of rights to limit responsibility) ; 
  • deck cargo ; 

liability of the carrier and actual carrier. Sementara itu ketentuan tentang tanggung jawab shipper mengatur tentang ketentuan umum (general rule) dan ketentuan khusus menyangkut barang-barang berbahaya (special rules on dangerous goods). 

Konvensi juga mengatur dokumen transportasi, meliputi: penerbitan bill of lading ; isi bill of lading ; reservasi dan efek pembuktian dari bill of lading ; jaminan oleh shipper ; serta dokumen lain di luar bill of lading. 

Mengenai gugatan/tuntutan dan tindakan-tindakan terkait dengan itu mengatur hal-hal tentang: pemberitahuan perihal kehilangan, kerugian atau keterlambatan ; pembatasan atas tindakan yang dapat dilakukan ; permasalaha jurisdiksi ; dan ketentuan arbitrase. 

Sementara itu ketentuan pelengkap memuat aturan tentang : 
· contractual stipulations ; 
· general average ; 
· other conventions; 
· dan unit of account. 

11. UN Convention on Contracts for the International Carriage of Goods Wholly or Partly by Sea (the Roterdam Rules) 2008 Konvensi ini dibagi atas beberapa Bab, yaitu: ketentuan umum (general provisions); ruang lingkup penerapan (scope of application); rekaman pengangkutan secara elektronis (electronic transport records); kewajiban pengangkut (obligations of the carrier); tanggung jawab pengangkut dalam hal kehilangan; kerusakan dan keterlambatan (liability of the carrier for loss, damage or delay); ketentuan-ketentuan tambahan tentang tahapan-tahapan khusus dalam pengangkutan; tanggung jawab shipper terhadap carrier; dokumen transport dan rekaman transport secara elektronis; penyerahan barang (delivery of goods); hak-hak pihak pengendali (rights of the controlling party); pengalihan hak (transfer of rights); batas pertanggungjawaban (limits of liability); waktu mengajukan gugatan (time for suit); jurisdiksi; arbitrase; keabsahan persyaratan-persyaratan kontraktual; hal-hal yang tidak diatur oleh ketentuan Konvensi. 

Dibandingkan dengan Konvensi sejenis yang sudah ada sebelumnya, ketentuan Konvensi ini jauh lebih lengkap dengan pengaturan yang lebih lengkap dan lebih rinci. Dalam definisi yang diatur pada ketentuan umum misalnya, terminologi maupun batasan yang digunakan jauh lebih lengkap dan rinci. Di dalamnya bahkan juga mengatur mengenai komunikasi secara elektronis (electronic communication); rekaman transportasi secara elektronis (electronic transport record); sampai dengan negotiable electronic transport record. Artinya, perkembangan perdagangan modern yang menggunakan berbagai bentuk kontrak dan komunikasi elektronik telah diakomodasikan dalam Konvensi ini. 

Ketentuan umum juga mengatur penafsiran Konvensi, serta persyaratan bentuk. Dalam Konvensi ini diatur suatu Bab Khusus tentang rekaman transportasi secara elektronis (electronic transport records), di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan tentang: penggunaan dan efek rekaman transportasi secara elektronis; tata cara bagi penggunaan negotiable electronic transport records. 

B. Soft Laws 
1. UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 2010 
UNIDROIT Principles of International Contract merupakan hasil harmonisasi di bidang Hukum Kontrak dari berbagai Sistem Hukum yang berbeda, baik Civil Law; Common Law; Socialist Legality; Shariah; maupun Canonic Law. Hal itu dilakukan untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan internasional. 

UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 2010 merupakan penyempurnaan dari versi sebelumnya pada tahun 1994 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2004. Ketentuan yang diatur juga berkembang dari 125 pasal pada tahun 1994, 185 pasal pada tahun 2004, menjadi 284 pasal pada tahun 2010. 

UNIDROIT Principles of International Contract 2010 terdiri dari 11 Bab, masing-masing tentang: Ketentuan Umum (general Provisions); Pembentukan (Formation); Kewenangan Agen (Authority of Agent); Illegality: Penafsiran (Interpretation); Isi (Content); Prestasi (Performance); Wanprestasi (Non-Performance); Set-off; Pengalihan hak, kewajiban dan kontrak (Assignment of Rights, obligations and Contracts); Pembatasan Waktu (Limitation Period); the Plurality of Obligors and Obligee). 

2. Uniform Rules on Contract Clauses for an Agreed Sum upon Failure of Performance 1983 
3. Uniform Rules Concerning the Contract of International Carriage of Goods by Rail (CIM), 1999 
Uniform rules ini berlaku bagi setiap pengangkutan barang dengan menggunakan kereta api yang bersifat internasional, baik diantara negara anggota maupun antara negara anggota dengan bukan negara anggota, sepanjang negara yang bukan anggota menyatakan setuju untuk tunduk pada ketentuan-ketentuan uniform rules ini. Ketentuan uniform rules ini juga berlaku bagi kontrak pengangkutan tunggal yang sebagian kegiatannya melalui perairan pedalaman atau melalui laut. 

Uniform Rules ini juga mengatur tentang kontrak pengangkutan. 
Dalam pengangkutan menggunakan kereta, pengangkut bertanggung jawab atas hilangnya atau rusaknya, bagian sebagian maupun keseluruhan, terhadap barang yang diangkut. Tanggung jawab tersebut berlangsung sejak penyerahan barang kepada pengangkut sampai dengan penyerahan kepada pihak yang dituju. Dalam hal ada kontribusi atas timbulnya kerugian dari pihak yang mengajukan tuntutan ganti rugi, maka tanggung jawab pengangkut menjadi berkurang. Demikian pula dalam hal kerugian tersebut disebabkan oleh resiko yang bersifat inheren. Beban pertanggungjawaban dalam hal terjadinya kerugian berada di pihak pengangkut. Uniform Rules ini juga mengatur tentang tata cara gugatan tanggung jawab pengangkut 

4. UNCITRAL Legal Guide on Drawing Up International Contracts for the Construction of Industrial Works Kontrak Konstruksi dalam industri merupakan kontrak yang sangat kompleks, baik menyangkut aspek teknis konstruksi maupun hubungan hukum diantara para pihak. Kewajiban yang harus dilakukan oleh kontraktor dalam kontrak tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, seringkali berlangsung selama bertahun-tahun. Oleh karenanya kontrak konstruksi pada dunia industri berbeda dengan kontrak biasa seperti kontrak jual beli barang dan jasa. Penyiapan Legal Guide ini dimotivasi oleh kesadaran tentang kompleksitas dan karakteristik teknis dari kontrak konstruksi, yang pada umumnya susah diakses atau dipahami oleh negara-negara berkembang. 

Legal Guide ini disusun untuk membantu para pihak dalam merundingkan dan merumuskan kontrak-kontrak internasional di bidang konstruksi dengan mengidentifikasi masalah-masalah hukum yang terkait dengan kontrak tersebut, membahas pendekatanpendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan, dan bilamana diperlukan, untuk mengajukan solusi yang diharapkan dapat diinkorporasikan oleh para pihak dalam kontrak. Legal guide sudah mempertimbangkan perbedaan antara berbagai sistem hukum di dunia, sehingga diharapkan akan meningkatkan pemahaman bersama atas permasalahan yang terkait. 

Legal Guide dibagi atas dua bagian (parts). Bagian pertama membahas masalah-masalah tertentu yang muncul sebelum kontrak dirumuskan. Di dalamnya mencakup: identifikasi proyek dan parameternya melalui studi pra-kontrak; berbagai pendekatan kontraktual yang dapat digunakan oleh para pihak; prosedur yang ditempuh sebelum berkontrak (misal: tender atau negosiasi tanpa tender), serta bentuk dan keabsahan kontrak. Pembahasan bagian pertama ini mempunyai tujuan untuk: mengarahkan perhatian para pihak kepada hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan sebelum negosiasi dan penyusunan kontrak, serta untuk menyajika setting untuk mendiskusikan masalah-masalah hukum dari kontrak. Bagian kedua dari Legal Guide ini berkaitan dengan perumusan ketentuan-ketentuan khusus dari kontrak. Bagian kedua ini merupakan ketentuan-ketentuan pokok yang sangat penting , seperti: pernyataan umum tentang drafting; deskripsi pekerjaan dan jaminan kualitas; alih teknologi; harga dan syarat pembayaran; pasokan peralatan dan material; konstruksi di site; consulting engineer; subcontracting; inspeksi dan pengetesan selama fabrikasi dan konstruksi; penyelesaian, pengambilalihan dan penerimaan; pengalihan resiko; pengalihan kepemilikan atas barang; asuransi; jaminan pelaksanaan; keterlambatan,cacat dan wanprestasi lainnya; ketentuan tentang liquidated damages dan penalti; kerugian; ketentuan pengecualian; ketentuan hardship; ketentuan variation; pengangguhan konstruksi; pengakhiran kontrak; suplai suku cadang dan jasa pasca konstruksi; pengalihan hak-hak dan kewajiban kontraktual; pilihan hukum; dan penyelesaian sengketa. 

5. Promoting Confidence in E-Commerce: Legal Issues on International Use of Electronic Authentication and Signature Method 2007 

6. UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to Enactment 2001 
Model Law ini berlaku bagi tanda tangan elektronis yang digunakan dalam konteks kegiatan komersial. Tanda tangan elektronis didefinisikan sebagai data dalam wujud elektronis, yang melekat pada atau secara logika dapat diasosiasikan dengan pesan data (data message), yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penandatangan terkait dengan pesan data tersebut serta yang mengindikasikan persetujuan dari penandatangan terhadap informasi yang terkandung dalam pesan data tersebut. 

Persyaratan yang harus dipenuhi dari tanda tangan elektronik adalah: jika tanda tangan elektronis yang digunakan dapat dipercaya (reliable). Reliable mempunyai pengertian: terkait dengan penandatangan; dibawah kendali penandatangan; setiap perubahan atas tanda tangan tersebut dapat dideteksi; serta adanya jaminan atas integritas tanda tangan elektronis tersebut Dalam Model Law ini juga diatur bahwa suatu tanda tangan elektronis di suatu negara mendapatkan pengakuan yang sama serta mempunyai akibat hukum yang sama di negara lain sepanjang tanda tangan elektronis tersebut secara substansial mempunyai tingkat reliability yang sama (ekivalen). 

7. UNCITRAL Model Law on E-Commerce of 1996 with Guide to Enactment , with additional Article 5 bis as Adopted in 1998 Model Law ini berlaku bagi setiap informasi dalam bentuk pesan data (data message) yang digunakan dalam konteks kegiatan komersial. 

Pesan data didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, dikirim, diterima atau dikumpulkan (stored) secara elektronis, secara optical atau cara yang serupa, meliputi namun tidak terbatas pada: electronic data interchange (EDI), surat elektronis, telegram, telex atau tele copy. 

Dalam penafsiran Model Law ini, perhatian perlu ditujukan pada sifat international (international origin) serta kebutuhan untuk meningkatkan keseragaman dalam aplikasinya serta dengan menghormati prinsip itikad baik. 

Dalam Model Law ini ditegaskan bahwa suatu informasi tidak dapat disangkal efek hukum, keabsahan atau penegakannya semata-mata atas dasar informasi tersebut berwujud pesan data (data message). Jika hukum menghendaki persyaratan tertulis, maka persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh pesan data sepanjang informasi yang terkandung di dalamnya dapat diakses sehingga dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya. 

Dalam konteks pembentukan kontrak (contract formation), kecuali disepakati sebaliknya oleh kedua belah pihak, sutau penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) dapat dinyatakan melalui pesan data. 

Dalam hal pesan data digunakan dalam pembentukan kontrak, maka kontrak tersebut tidak dapat disangkal keabsahannya atau penegakannya semata-mata berdasarkan penggunaan pesan data untuk maskud tersebut. 

Model Law ini juga mengatur tentang kegiatan E-Commerce pada bidang (area) tertentu. Misalnya, terkait dengan kontrak pengangkutan barang (carriage of goods), termasuk dalam penggunaan data elektronis pada dokumen-dokumen transportasi. 

8. UCP 600 (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit) UCP merupakan sumber acuan utama bagi seluruh negara-negara di duniadi dalam pelaksanaan transaksi perdagangan, khususnya dalam penggunaan letter of credit (l/c). UCP 600 merupakan revisi dari UCP 500. UCP 600 bersifat Lex Spesialis. UCP 600 merupakan kebiasaan dan praktek yang seragam tentang kredit dokumenter, yang mampu memberikan rasa aman bagi kedua belah pihak dalam kegiatan perdagangan internasional. Karena bersumber dari kebiasaan-kebiasaan naka praktek transaksi tersebut sudah menjadi hal yang lazim bagi semua pihak yang terlibat sehingga lebih mempermudah transaksi. 

9. Incoterms 2010 
Incoterms telah digunakan secara luas sejak tahun 1936 dalam berbagai transaksi perdagangan internasional. Incoterms adalah istilah-istilah komersial internasional (international commercial terms) yang digunakan dalam dunia usaha untuk memperjelas pelaksanaan kewajiban dari masing-masing pihak pada suatu kontrak. Dalam perkembangannya, dimasukkan pula istilah-istilah baru sehubungan dengan perkembangan perdagangan internasional dengan menggunakan sarana elektronis, termasuk data elektronis. 

Dalam hubungan kontraktual antara pembeli dan penjual, incoterms diinkorporasikan pada ketentuan-ketentuan kontrak, misalnya dalam kontrak jual beli, sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda bagi para pihak. Beberapa peristilahan yang dikenal luas terkait dengan Incoterms, antara lain: 
  • Cost and freight (CFR); 
  • cost, insurance and freight (CIF); 
  • carriage paid to (CPT); 
  • carriage and insurance paid to (CIP); 
  • delivered at frontier (DAF); 
  • delivered at ship (DES); 
  • delivered ex quay (DEQ); 
  • delivered duty unpaid (DDU); 
  • delivered duty paid (DDP); 
  • ex works (EXW); 
  • free carrier (FCA); 
  • free alongside ship (FAS); 
  • free on board (FOB); dan lain-lain. 

10. ICC Model Contracts and Clauses 
Dalam melaksanakan kegiatannya, ICC juga telah mengembangkan berbagai bentuk model contracts and clauses yang meliputi: 
a. Commercial Agency; 
b. Confidentiality; 
c. Distributorship; 
d. Force Majeure; 
e. Franchising; 
f. Legal Handbook for Global Sourcing Contract; 
g. Mergers and Acquisition; 
h. Model Sub-Contract; 
i. Occasional Intermediary Contract; 
j. Sale of Goods; 
k. Technology Transfer; 
l. Trademark Licensing; 
m. Turnkey Transaction. 

11. ICC E-Terms 2004 
12. ICC Guide to E-Contract
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson