Pengendalian Hama Terpadu Wereng Coklat Pada Tanaman Padi
Penggunaan teknologi maju dalam pembangunan pertanian tanaman pangan yang dilaksanakan sejak Pelita I telah mengantar Indonesia mencapai swasembada beras. Telah menjadi tekad kita bersama untuk melestarikan swasembada tersebut. Diantaranya faktor-faktor yang mengancam kelestarian swasembada beras adalah jasad pengganggu terutama hama wereng coklat.
Hama wereng coklat telah lama dikenal sebagai hama pada tanaman padi di Indonesia, tetapi baru sejak tahun 1970 hama ini meningkat secara drastis menjadi hama utama yang mengancam produksi beras. Keadaan serangan hama wereng coklat yang sangat merisaukan merupakan konsekuensi penerapan teknologi maju yang kurang memperhatikan bioekolig hama dalam usaha mengejar sasaran.
Penanaman varietas unggul dalam areal luas mengakibatkan keanekaragaman lingkungan menjadi berkurang. Varietas unggul yang mempunyai anakan banyak, tumbuh subur dan rimbun, akan menciptakan keadaan iklim mikro yang sangat sesuai untuk perkembangan hama wereng coklat. Penanaman varietas unggul yang memiliki ketahanan gen tunggal terhadap wereng coklat mengakibatkan tekanan seleksi yang kuat terhadap hama tersebut, sehingga mendorong perkembangan biotip baru yang mampu menghancurkan varietas yang semula tahan.
Tersedianya air pengairan yang cukup mendorong petani untuk menanam padi secara terus menerus, menyebabkan tersedianya makanan dan tempat berkembang biak bagi wereng coklat secara berkesinambungan.
Penggunaan insektisida yang tidak tepat dari segi jenis, dosis, konsentrasi, waktu dan cara aplikasinya selain tidak efektif juga dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, munculnya hama sekunder, dan akibat samping lainnya yang tidak diinginkan.
Pengalaman dalam menanggulangi hama wereng coklat sejak musim tanam 1974-1975 sampai saat ini, menunjukkan bahwa pengendalian hama wereng coklat tidak pernah berhasil bila hanya mengandalkan satu cara pengendalian saja. Oleh karena itu, maka sistem pengendalian hama terpadu, yaitu sistem pengendalian populasi hama dengan menerapkan berbagai cara pengendalian yang serasi sehingga tidak menimbulkan kerugian ekonomi dan aman terhadap lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan pengendalian ham terpadu adalah kewajiban petani sendiri dengan pembinaan dan bimbingan oleh aparat pemerintah.
BIOEKOLOGI WERENG COKLAT
Biologi
Wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal, tergolong dalam ordo Homoptera famili Delphacidae. Seluruh tubuhnya berwarna coklat kekuningan sampai coklat tua, berbintik coklat gelap pada pertemuan sayap depannya. Panjang badan serangga jantan rata-rata 2-3 mm dan serangga betina 3-4 mm. Inang utama wereng coklat adalah tanaman padi. Dengan demikian perkembangan populasi wereng coklat tergantung pada adanya tanaman padi.
Telur wereng coklat berwarna putih, berbentuk seperti buah pisang, berukuran 1,30 mm x 0,33 mm dan biasanya diletakkan berkelompok di dalam jaringan pelepah daun tanaman padi. Namun telur wereng coklat kadang-kadang dapat ditemukan pada helai daun. Telur menetas setelah 7-10 hari.
Wereng coklat yang baru menetas sebelum menjadi dewasa melewati 5 tahap pertumbuhan nimfa (instar) yang dibedakan menurut ukuran tubuh dan bentuk bakal sayapnya. Serangga muda itu disebut nimfa.
Periode nimfa berkisar antara 12-15 hari. Hal penting yang perlu diperhatikan yaitu periode telur lebih dari separuh periode nimfa. Oleh karena telur wereng coklat diletakkan dalam jaringan pelepah daun, maka telur tidak dipengaruhi oleh aplikasi insektisida.
Menurut ukuran sayapnya wereng coklat dewasa terdiri dari dua bentuk, yaitu bentuk bersayap panjang (makroptera) dan bentuk bersayap pendek (Brakhiptera).
Pemunculan kedua bentuk tersebut antara lain dipengaruhi oleh kepadatan populasi. Bentuk makroptera dapat terbang sehingga merupakan bagian populasi yang berfungsi untuk menemukan tempat hidup baru. Perpindahan wereng coklat jarak jauh dapat terjadi dengan bantuan angin.
Beberapa hari setelah kawin wereng coklat betina mulai bertelur, puluhan butir telur sehari. Selama hidupnya, seekor wereng coklat betina di Laboratorium dapat menghasilkan telur sampai 1000 butir. Tetapi karena adanya pengaruh lingkungan, kemampuan bertelur di lapangan hanya mencapai 100-600 butir. Lama hidup makroptera migran kurang dari 5 hari dan masa hidup Brakhiptera betina berkisar antara 5-9 hari. Di daerah tropis, satu generasi wereng coklat berlangsung sekitar satu bulan. Siklus hidup wereng coklat tercantum dalam gambar di bawah ini.
Dinamika Populasi
Populasi wereng coklat yang berkembang di sawah dimulai oleh wereng coklat migran pada awal fase pembentukan anakan padi. Setelah menetap, wereng coklat berkembangbiak secara eksponential untuk satu atau dua generasi pada tanaman padi vase vegetatif, tergantung pada saat imigrasinya. Apabila imigrasi terjadi pada umur 2 atau 3 minggu setelah tanam, maka wereng coklat dapat berkembang biak sebanyak dua generasi. Puncak populasi nimfa generasi pertama (G1) dan kedua (G2) berturut-turut muncul pada umur 5-6 minggu setelah tanam dan 10-11 minggu setelah tanam. Apabila imigrasi terjadi setelah tanaman berumur 5-6 minggu setelah tanam, puncak generasi nimfa hanya dijumpai satu kali, yaitu pada umur 9-10 minggu setelah tanam. Pada keadaan lain kepadatan populasi tertinggi terjadi pada fase pembungaan tanaman padi yaitu pada umur 9-11 minggu setelah tanam. Apabila kepadatan populasi mencapai 300-500 ekor per rumpun, tanaman akan segera mati kering (hopperburn). Kecenderungan umum dinamika populasi wereng coklat selama satu musim tanam dicantumkan pada gambar.
Wereng coklat dewasa yang muncul pada saat tanaman berumur 7 minggu setelah tanam umumnya berbentuk brakhiptera. Pada tanaman fase generatif wereng coklat yang muncul umumnya berbentuk makroptera yang kemudian pindah dari pertanaman tersebut. Akibatnya populasi wereng coklat pada tiap rumpun berkurang dengan cepat selama fase pemasakan tanaman padi (gambar).
Jika pada hamparan yang sama terdapat sawah yang baru ditanami maka akan terjadi migrasi wereng coklat makroptera berasal dari tanaman padi fase generatif tersebut.
Karena itu pengaturan pola tanam yang berupa menanam serempak pada satu hamparan yang cukup luas sangat bermanfaat, guna menghindarkan perpindahan wereng coklat dari pertanaman satu ke pertanaman lainnya.
Langkah pertama dalam peramalan wereng coklat adalah mengetahui kecenderungan populasi wereng coklat pada setiap lokasi dan musim tanam. Banyaknya wereng coklat migran pada wakt-waktu tertentu dicatat secara cermat dan teratur. Wereng coklat betina brakhiptera yang muncul pada generasi selanjutnya merupakan kunci utama peramalan wereng coklat.
Musuh Alami
Di daerah tropis, peranan musuh alami dalam mengendalikan populasi wereng coklat sangat besar. Diantaranya musuh alami tes adalah predator Lycosa sp yang setiap hari mampu memangsa 10-20 ekor wereng coklat dewasa atau 15-20 nimfa sehingga dianggap sebagai predator utama wereng coklat.
Mikrovelia dauglasi yang banyak terdapat pada permukaan air sawah, memangsa nimfa yang jatuh dari tanaman. Kepik Cyrtorhinus lividipennis merupakan predator utama yang memangsa telur dan nimfa. Selain itu terdapat beberapa parasit yaitu antara lain kelompok Mymaridae, Trichogrammatidae, Dryinidae, dan Elenchidae. Musuh-musuh alami wereng coklat yang umum ditemukan di Indonesia tercantum pada gambar 7-21.
Kerusakan
Serangga dewasa dan nimfa biasanya menetap di bagian pangkal tanaman padi dan mengisap pelepah daun. Wereng coklat menusukkan stiletnya ke dalam ikata pembuluh vaskuler tanaman inang dan mengisap cairan tanaman dari jaringan floem. Nimfa instar ke empat dan kelima menghisap cairan tanaman lebih banyak daripada instar pertama, kedua dan ketiga. Wereng coklat betina mengisap cairan lebih banyak daripada yang jantan. Kerusakan khas akibat isapan wereng coklat adalah kering bagaikan terbakar yang dikenal dengan Hopperburn. Gejala awal yang timbul adalah menguningnya helaian daun yang paling tua dan makin banyaknya jamur jelaga karena banyaknya embun madu yang dikeluarkan wereng coklat.
Perubahan warna berlangsung terus meliputi semua bagian tanaman, dan akhirnya seluruh tanaman mengering berwarna coklat (Gambar).
Hopperburn biasanya terjadi pada fase setelah pembentukan malai. Kehilangan hasil akibar serangan wereng coklat berkisar antara 10-90 persen, tergantung pada tingkat kerusakan tanaman yang terserang.
Penyakit yang ditularkan oleh Wereng Coklat
Wereng coklat dapat menularkan dua macam penyakit virus padi, yaitu Penyakit Kerdil Rumput (Grassy Stunt) dan Kerdil Hampa (Ragged Stunt). Penyakit virus ini terutama penyakit kerdil rumput, biasanya terjadi secara epidemik setelah eksploitasi wereng coklat.
Tanaman padi yang terserang penyakit kerdil rumput pertumbuhannya sangat terhambat, sehingga menjadi kerdil dan mempunyai anakan banyak. Daunnya menjadi sempit, pendek, berwarna kuning pucak dan berbintik-bintik coklat tua (Gambar).
Serangan virus kerdil hampa menyababkan tanaman menjadi agak kerdil, daun hijau tua, terpilin, pendek, kaku, sobek-sobek, berpuru, anakan bercabang dan malainya tidak muncul serta hampa (Gambar).
Kedual penyakit virus diatas bersifat persisten. Penularan melalui telur (transovarial) atau keturunan wereng coklat tidak terjadi. Hubungan antara vektor (wereng coklat) dan virus dapat dilihat pada tabel.
INTERAKSI ANTARA WERENG COKLAT DAN VARIETAS
Varietas Tahan
Penggunaan varietas tahan untuk mengendalikan wereng coklat merupakan pendekatan praktis yang penting. Dewasa ini telah ditemukan empat macam gen tahan terhadap wereng coklat, yaitu Bph1 dan Bph3 sebagai gen dominan serta Bph2 dan Bph4 sebagai gen resesif. Bph1, Bph2 dan Bph4 telah digunakan untuk memperbaiki varietas-varietas padi dari IRRI dan Indonesia yang telah ditanam secara luas oleh petani.
Reaksi varietas-varietas tersebut terhadap hama wereng coklat pada saat ini tercantum pada tabel.
Ketahanan varietas padi terhadap wereng coklat semula dianggap karena adanya penolakan rasa oleh serangga. Pada varietas tahan, wereng coklat dapat mengisap pembuluh tapis dengan stiletnya tetapi tidak terus menerus. Hal ini diduga karena adanya bahan kimia yang menghalangi pengisapan tersebut. Hambatan ini mengakibatkan angka kematian nimfa tinggi dan kesuburan wereng coklat menurun. Hanya mengandalkan pada varietas tahan dapat mempercepat perubahan biotipe wereng coklat. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan agar penggunaan varietas tahan dapat dipertahankan lebih lama, misalnya penelitian tentang perlindungan varietas rentan, pergiliran varietas tahan yang berbeda tetuanya dan lain-lainnya (Gambar)
Biotipe Wereng Coklat
Biotipe wereng coklat yang berbeda mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerang varietas padi yang memiliki gen tahan berbeda. Interaksi antara varietas padi dengan biotipe wereng coklat dapat dilihat pada tabel dan gambar.
Kegunaan varietas tahan tergantung kemampuan biotipe wereng coklat mematahkan ketahanan varietas itu. Dalam percobaan di labolatorium diperlukan waktu sekitar 10 generasi atau 4-5 kali tanam untuk berkembang menjadi biotipe baru. Di sumatera utara, biotipe wereng coklat berubah dari biotipe 1 menjadi biotipe 3 melalui biotipe 2, mengikuti perubahan varietas padi yang ditanam di propinsi tersebut (Gambar). Perubahan populasi seperti ini terjadi bila populasinya mengalami tekanan seleksi yang kuat dalam areal pertanaman varietas tahan dengan sifat ketahanan tunggal dan ditanam terus menerus.
INTERAKSI ANTARA WERENG COKLAT DAN INSEKTISIDA
Penggunaan insektisida merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan hama wereng coklat. Perlu disadari bahwa penggunaan insektisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak kita inginkan seperti timbulnya resistensi dan resurgensi wereng coklat.
Resistensi terjadi karena insektisida tertentu digunakan secara terus menerus dengan frekwensi yang cukup tinggi sehingga dosis yang semula dapat mengendalikan wereng coklat tidak lagi dapat mengendalikan.
Resurgensi merupakan keadaan bahwa populasi hama menjadi makin meningkat setelah disemprot dengan insektisida tertentu. Peningkatan populasi tersebut disebabkan antara lain oleh:
- Terbunuhnya musuh alami hama akibat penggunaan insektisida
- Insektisida tersebut mempunyai pengaruh tertentu terhadap fisiologi serangga hama, sehingga perkembangbiakannya menjadi lebih tinggi.
Dewasa ini banyak insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama padi di Indonesia ternyata menimbulkan resurgensi terhadap hama wereng coklat. Oleh karena itu, dengan Inpres No 3 tahun 1986, pemerintah melarang penggunaan insektisida tersebut untuk digunakan pada tanaman padi. Daftar insektisida yang dilarang dalam Inpres No 3 tersebut tercantum pada tabel.
PENGAMATAN DAN PELAPORAN
Pengamatan
Pengamatan merupakan kegiatan untuk mengamati perkembangan populasi wereng coklat, kerusakan yang ditimbulkannya, dan penyakit virus yang ditularkan wereng coklat. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada persemaian maupun pertanaman padi oleh pengamat hama.
Pengamat hama perlu dibantu secara aktif oleh para PPL, Pamong Desa, Kontak Tani, dan Petani agar dapat mengetahui adanya serangan wereng coklat dan penyakit virus yang ditularkan sedini mungkin. Petani, sebagai sumber informasi primer, perlu dibina sehingga dapat memberikan informasi adanya tanaman terserang serta mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk melaksanakan pengamatan.
Beberapa istilah yang dalam pengamatan hama wereng coklat, penyakit kerdil rumput, dan penyakit kerdil hampa perlu difahami adalah:
- Luas Serangan adalah luas pertanaman padi yang terserang wereng coklat, penyakit kerdil rumput dan penyakit kerdil hampa.
- Wilayah Penaksiran, adalah areal pertanaman yang dibatasi oleh tanda-tanda yang jelas, antara lain perkampungan, tanaman non padi, sungai, jalan, lahan kosong, dan sebagainya
- Wereng Coklat
- Daerah Terancam, yaitu apabila pada pertanaman padi telah ditemukan hama wereng coklat dengan kepadatan populasi kurang dari 1 ekor per tunas atau kurang dari 20 ekor per rumpun untuk tanaman yang anakannya 20, dan lebih dari 20 tunas per rumpun
- Tanaman Terserang, yaitu apabila tanaman padi digunakan untuk tempat hidup dan berkembangbiak oleh hama wereng coklat dengan kepadatan populasi 1 ekor per tunas atau lebih atau sama dengan 20 ekor per rumpun untuk tanaman yang anakannya 20 atau lebih dari 20 tunas per rumpun dan mengakibatkan kerusakan
- Intensitas Serangan, adalah tingkat kepadatan populasi atau derajat kerusakan tanaman padi akibat serangan wereng coklat. Intensitas serangan dibagi empat tingkat:
Intensitas Serangan Ringan, yaitu apabila kepadatan populasi wereng coklat > = 1 ekor per tunas atau >= 20 ekor per rumpun untuk tanaman yang anakannya 20 tunas per rumpun atau lebih
Intensitas Serangan Sedang, yaitu apabila telah terjadi perubahan warna tanaman yang semula hijau menjadi kekuningan atau mengering kecoklatan yang mencapai luasan 25% dari areal pertanaman.
Intensitas Serangan Berat, yaitu apabila telah ditemukan tanaman yang menunjukkan warna kuning atau mengering kecoklatan yang luasnya lebih dari 25% areal sampai kurang dari 85% areal pertanaman.
Intensitas Serangan Puso, yaitu apabila luas tanaman yang menunjukkan warna kuning atau mengering kecoklatan meliputi lebih dari 85% persen areal pertanaman.
Penyakit Kerdil Rumput dan Kerdil Hampa
Tanaman Terserang, adalah tanaman padi yang menunjukkan gejala serangan virus kerdil rumput dan kerdil hampa
Intensitas Serangan dihitung dengan cara membandingkan banyak rumpun yang terserang terhadap seluruh tanaman, baik yang terserang maupun yang sehat. Untuk setiap wilayah penaksiran diamati 150 rumpun contoh dan selanjutnya digunakan rumus
I = a/(a+b) x 100%
I = Intensitas Serangan
a = Jumlah rumpun terserang
b = Jumlah rumpun sehat
Intensitas serangan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa dibagi empat tingkat:
Intensitas Serangan Ringan, yaitu apabila ditemukan gejala penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa pada derajat kerusakan kurang dari 25%
Intensitas Serangan Sedang, yaitu apabila derajat kerusakan sama atau lebih besar dari 25% sampai kurang dari 50%
Intensitas Serangan Berat, yaitu apabila derajat kerusakan sama atau lebih besar dari 50% sampai kurang dari 85%
Intensitas Serangan Puso, yaitu apabila derajat kerusakan sama atau lebih besar dari 85%
Musuh Alami
Musuh alami diamati jenis dan populasinya per rumpun
Pelaporan
Pelaporan serangan hama wereng coklat, penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa dibuat oleh:
Pengamat Hama
Laporan peringatan, Laporan Setengah Bulan, dan Laporan Musiman
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten/Kodya
Laporan Setengah Bulan, dan Laporan Eksploitasi
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi
Laporan Setengah Bulan, dan Laporan Eksploitasi
Balai Proteksi Tanaman Pangan
Laporan Setengah Bulan, dan Laporan Musiman
Peta Serangan
Untuk mengetahui perkembangan serangan, penyebaran serta tingkat intensitas di dalam suatu wilayah serta berbagai sarana dalam menyusun rencana gerakan pengendalian, maka perlu dibuat peta serangan. Peta serangan dibuat berdasarkan hasil pengamatan dengan wilayah desa sebagai satuan wilayah terkecil.
Intensitas serangan ringan digambarkan dengan warna kuning, intensitas serangan sedang dengan warna merah jambu, intensitas serangan berat dengan warna jingga, dan intensitas serangan puso warna biru dan daerah terancam digambarkan dengan warna hijau. Pemakaian warna menggunakan stabilo.
PENGENDALIAN HAMA TERPADU WERENG COKLAT
Pengendalian hama terpadu adalah sistem pengendalian populasi hama dengan menerapkan berbagai cara pengendalian yang serasi dalam suatu kesatuan program sehingga populasi hama dapat ditekan di bawah tingkat yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, dan aman terhadap lingkungan. Teknologi yang digunakan harus benar-benar yang menguntungkan petani.
Khusus dalam pengendalian hama wereng coklat dan penyakit-penyakit virus yang ditularkan, akan dilaksanakan empat cara pengendalian utama yaitu pengaturan pola tanam, penanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW), eradikasi dan sanitasi, dan penggunaan Insektisida secara bijaksana. Keempat cara terdapat harus dipadukan dalam suatu kesatuan program yang dilaksanakan secara mantap, menyeluruh dan berkesinambungan. Untuk melaksanakan sistem pengendalian terpadu tersebut, diperlukan berbagai langkah-langkah terkoordinasi antara berbagai instansi yang bersangkutan.
Pengaturan Pola Tanam
Cara-cara pengaturan pola tanam yang dapat diterapkan dalam pengendalian hama wereng coklat dan penyakit virus yang ditularkannya adalah tanam serentak, pergiliran tanaman, dan pergiliran varietas tahan.
Tanam Serempak
Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama sehingga populasi wereng coklat tidak mempunyai kemampuan untuk berkembangbiak, terus menerus, memudahkan pengamatan dan apabila diperlukan memudahkan penentuan saat aplikasi insektisida dan lebih menjamin efektivitas aplikasi insektisida. Dengan demikian aplikasi insektisida tidak perlu diulang-ulang.
Tanam serentak dapat membantu memutuskan tersedianya makanan hama karena adanya periode tidak ada tanaman (Bera) pada saat pengolahan tanah diantaranya dia periode tanam, sehingga populasi wereng coklat dapat ditekan.
Tanam serentak hendaknya dilakukan pada areal yang cukup luas sekurang-kurangnya meliputi satu petak tersier atau wilkel dengan selisih waktu tanam paling lama dua minggu dan selisih waktu panen paling lama empat minggu. Untuk itu varietas padi yang ditanam harus yang berumur relatif sama.
Cara ini perlu ditunjang dengan ketersediaan tenaga kerja yang cukup pada saat pengolahan tanah dan panen, pengaturan air yang ketat dan dipatuhi oleh petani, serta pengaturan kebijaksanaan harga pada saat panen serentak.
Pergiliran Tanaman
Hama wereng coklat tidak mempunyai inang lain selain padi. Penanaman monokultur padi secara terus menerus menyebabkan tersedianya tanaman inang sepanjang tahun yang memungkinkan berkembangnya populasi wereng coklat. Oleh karena itu, usaha untuk memutus ketersediaan makanan mutlak diperlukan. Usaha tersebut antara lain dengan cara menerapkan pergiliran tanaman, yaitu sekurang-kurangnya satu kali menanam non padi atau dibiarkan bera selama satu sampai dua bulan setiap tahun
Pergiliran Varietas Tahan
Bagi daerah-daearah berpola tanam padi sepanjang tahun karena berbagai alasan seperti drainase, sosial ekonomi, dan lain-lain, hendaknya dilakukan pergiliran varietas tahan untuk menekan dan menghambat perkembangan biotipe baru. Varietas yang digilir harus dari kelompok varietas yang memiliki gen tahan (tetua tahan) yang berbeda
Cara ini perlu ditunjang dengan pengelolaan penyediaan benih yang terprogram denga baik untuk menjamin ketepatan jenis, mutu, jumlah, waktu, tempat dan harga, oleh karena itu, perusahaan-perusahaan benih, penangkar-penangkar benih dan ikatan penangkar benih harus benar-benar memahami akan pentingnya penyediaan benih dalam usaha pengendalian hama terpadu wereng coklat.
Penanaman Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW)
Di daerah tropis, penanaman varietas tahan mempunyai peranan yang penting dalam pengendalian hama wereng coklat. Namun demikian, pengendalian wereng dengan mengandalkan pada penanaman varietas tahan masih mengandung resiko, karena ketahanan genetik varietas tahan dapat dipatahkan oleh adanya perkembangan biotipe wereng coklat. Oleh karena itu wereng coklat memiliki potensi reproduksi yang tinggi, siklus hidup yang pendek dan sifat monophagus, maka akan mendorong terjadinya biotipe yang lebih ganas (biotipe virulen) terhadap varietas tahan monogenik yang ditanam secara monokultur terus menerus. Dengan demikian, berarti daya tahan varietas tergantung sepenuhnya pada perkembangan biotipe virulen.
Di Indonesia penanaman varietas tahan dilakukan secara meluas guna menanggulangi masalah wereng coklat. Varietas tahan dapat digunakan tanpa penambahan masukan oleh petani, serta dapat digabungkan dengan cara pengendalian biologi misalnya pemanfaatan musuh-musuh alami (predator dan parasitoid). Agar penggunaan varietas tahan dapat tahan lama dan efektif penggunaannya perlu diintegrasikan dengan komponen pengendalian yang lain, seperti pengaturan pola tanam, pergiliran varietas, sistem pengamatan yang intensif dan penggunaan insektisida secara bijaksana
Beberapa pendekatan praktis di lapangan yang disarankan agar penggunaan varietas tahan dipertahankan selama mungkin adalah mencegah penanaman varietas tahan monogenik secara monokultur terus menerus, menganjurkan pergiliran varietas thana, dan menanam varietas-varietas yang telah menunjukkan ketahanan cukup lama di lapang (misalnya PB36).
Pemilihan suatu varietas tahan yang dianjurkan tergantung terutama pada biotipe wereng coklat yang menyerang, potensi produksi, mutu dan selera setempat terhadap varietas yang dipilih, dengan tetap memperhatikan saran tersebut diatas.
Varietas-varietas padi yang dianjurkan untuk propinsi yang merupakan daerah serangan kronis/endemis wereng coklat tercantum pada tabel.
Varietas-varietas yang dicantumkan di dalam tabel tersebut baru sebagian saja dari varietas padi yang tersedia. Apabila di suatu daerah tersedia varietas lain yang terbukti tahan terhadap wereng coklat biotipe setempat, maka varietas tersebut dapat digunakan untuk melengkapi rekomendasi.
Eradikasi dan Sanitasi
Eradikasi dan sanitasi dilakukan dengan tujuan menghilangkan sumber serangan. Pada daerah serangan wereng coklat yang bukan merupakan daerah serangan virus kerdil rumput dan kerdil hampa, eradikasi dan atau sanitasi dilakukan pada tanaman padi yang puso (intensitas serangannya > = 85%). Pada daerah serangan berat, eradikasi hendaknya diikuti dengan pemberaan lahan selama satu sampai dua bulan atau penanaman tanaman non padi.
Pada daerah serangan hama wereng coklat yang juga merupakan daerah serangan virus maka eradikasi dan sanitasi dilakukan pada tanaman terserang sebagai berikut:
- sanitasi atau eradikasi selektif terhadap pertanaman padi pada stadia vegetatif yang terserang virus dengan intensitas < 50% atau terhadap pertanaman padi pada stadia generatif yang terserang virus dengan intensitas < 85%
- Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman padi vegetatif yang terserang virus dengan intensitas >=50% atau terhadap pertanaman padi stadia generatif yang terserang virus dengan intensitas >=85%
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar diagram berikut:
Penggunaan Insektisida
Pengendalian dengan insektisida dilakukan apabila cara pengendalian lain kurang efektif sehingga populasi hama verada diatas ambang ekonomi. Pemilihan jenis dan cara aplikasi insektisida hendaknya diusahakan sedemikian rupa sehingga usaha pengendalian menjadi efektif, efisien dan aman bagi lingkungan, khususnya terhadap predator hama wereng coklat. Hendaknya dihindarkan pemilihan insektisida yang menimbulkan resurgensi.
Insektisida tidak perlu digunakan pada varietas tahan kecuali kalau ketahanannya patah. Penggunaan pestisida pada varietas rentan hendaknya disesuaikan dengan hasil pengamatan. Aplikasi insektisida seyogyanya dilakukan pada saat populasi wereng coklat dalam stadium nimfa. Hendaknya dihindari aplikasi pestisida pada stadium telur karena telur-telur yang diletakkan pada jaringan tanaman tidak dapat terjangkau oleh insektisida sehingga tetap hidup dan dalam keadaan tekanan musuh alami yang rendah, populasi wereng coklat akan cepat meningkat kembali.
Karena wereng coklat tinggal pada bagian pangkal tanaman padi, maka aplikasi insektisida dengan cara penyemprotan harus diarahkan pada bagian pangkal tanaman padi.
Jenis insektisida yang dianjurkan dalam pengendalian wereng coklat adalah Applaud 10 WP serta insektisida yang berbahan aktif MIPC (seperti Mipcin 50 WP) dan BPMC (Hopcin 50 EC, Bassa 50 EC, Baycarb 500 EC, Dharmabas 50 EC dan Kiltop 50 EC)
Applaud 10 WP adalah insektisida yang dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan hama wereng coklat sehingga gagal dalam proses ganti kulit dan mati 3-7 hari kemudian.
Telur wereng coklat bila terkena langsung insektisida ini tidak dapat menetas, sedang betina bunting yang terkena langsung akan menghasilkan telur yang juga tidak menetas.
Sebaliknya insektisida ini tidak mematikan musuh alami (predator) wereng coklat dan memiliki efek residu yang relatif lama (20-30 hari).
Insektisida-insektisida lain yang tersebut diatas adalah dari golongan senyawa Carbamat yang efektif untuk mengendalikan serangga dewasa dan nimfa wereng coklat dan memiliki efek residu kurang lebih 14 hari.
Aplikasi insektisida harus diusahakan pada waktu, cara dan dosis yang tepat. Waktu, ambang pengendalian dan dosis serta cara aplikasinya tercantum dalam tabel.
Apabila dijumpai populasi wereng coklat di persemaian atau pertanaman muda dengan populasi yang tinggi melebihi kebiasaan terutama di daerah pertanaman varietas rentan, maka dapat diramalkan akan terjadi peningkatan serangan wereng coklat bahkan dapat terjadi eksplosi. Keadaan tersebut bila meliputi areal yang luas dan hasil pengamatan menunjukkan perlu tindakan pengendalian maka perlu tindakan pengendalian secara serentak meliputi seluruh areal tersebut sebelum nimfa generasi pertama mencapai puncak populasinya. Pada keadaan tersebut insektisida yang sesuai digunakan adalah Applaud 10 WP yang mempunyai efek mematikan telur dan nimfa, residu yang lama dan tidak menimbulkan resurgensi.
Pengendalian wereng coklat menggunakan insektisida pada akhir stadium pembungaan, cukup dilakukan oleh petani secara perorangan. Pada saat itu, insektisida yang sesuai digunakan adalah yang dapat mematikan wereng coklat dengan cepat, yaitu insektisida carbamat seperti tersebut diatas. Dalam keadaan ini, wereng coklat tidak mempunyai kemungkinan timbul resurgensi karena tanaman padi telah memasuki stadium pemasakan.
STRATEGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU WERENG COKLAT DAN PENYAKIT VIRUS
Berdasarkan keadaan pertanaman padi setempat dan wereng coklat yang menyerang serta cara pengendalian yang paling sesuai guna memperoleh hasil yang efektif maka daerah serangan hama wereng coklat dibedakan menjadi daerah kronis/endemis, daerah penyebaran baru, dan daerah yang kemungkinan terserang.
Daerah kronis/endemis adalah daerah yang pernah mengalami serangan wereng coklat selama dua musim yang lalu tanpa memperhatikan luas dan intensitas serangan, dan dalam musim tanam saat ini ada serangan.
Daerah penyebaran baru adalah daerah yang selama dua musim tanam yang lalu tidak mengalami serangan, dan dalam musim tanam saat ini ada serangan.
Daerah yang mungkin terserang atau terancam adalah daerah yang berbatasan dengan daerah kronis atau dengan daerah penyebaran serangan baru yang mempunyai peluang besar untuk mengalami serangan, atau selama dua musim tanam yang lalu pernah terjadi serangan, namun dalam musim tanam saat ini belum ada serangan.
Berdasarkan pembagian wilayah serangan tersebut memakan urutan prioritas komponen pengendalian dirinci menurut kondisi daerah serangan. Urutan prioritas komponen pengendalian hama wereng coklat untuk musim tanam yang sedang berjalan dan untuk musim tanam yang akan datang sebagaimana tercantum dalam.
Pengendalian hama terpadu wereng coklat, penyakit kerdil hampa dan penyakit kerdil rumput pada dasarnya adalah kewajiban dari petani masing-masing. Kewajiban aparatur pemerintah dalam membina dan membimbing sistem pengendalian hama terpadu adalah :
1. Dukungan Pembinaan dan Bimbingan
- Menyediakan teknologi yang dapat diterapkan oleh petani
- Memantau keadaan serangan hama wereng coklat dan penyakit virus, antara lain mengenai biotipe, luas serangan, populasi, intensitas serangan, varietas yang terserang dan memberikan anjuran pengendaliannya kepada petani
- Memberikan penyuluhan mengenai hama wereng coklat dan penyakit virus kepada kelompok tani/petani sehingga petani menjadi mengerti, mau dan mampu melaksanakan sistem pengendalian hama terpadu
Khusus dalam pemberantasan menggunakan insektisida, diusahakan agar petani dapat melakukan lima tepat yaitu tepat dosis, konsentrasi, waktu dan cara aplikasinya.
2. Dukungan Pelayanan
- Memberikan pelayanan dan bila perlu pengaturan untuk tercapainya usaha pengendalian
- Mengusahakan agar sarana pengendalian dan sarana produksi pertanain yang diperlukan petani tersedia dalam jenis, jumlah, mutu dan waktu yang tepat dengan harga terjangkau
- Keberhasilan pelaksanaan sistem pengendalian hama terpadu wereng coklat dan penyakit virus, sangat ditentukan oleh kemampuan segenap aparatur pemerintah, BUMN, swasta dan koperasi dalam memberikan bimbingan dan pelayanan sehingga petani/kelompok tani melaksanakan secara sungguh-sungguh sistem pengendalian hama terpadu dalam pertanaman padinya