Perakitan Padi Tipe Baru Spesifik Budidaya Aerob Berproduksi Tinggi Dan Hemat Air Untuk Mengatasi Pelandaian Produksi Padi
Upaya meningkatkan produksi beras nasional pada luas lahan yang tetap menghadapi kendala, yaitu hambatan peningkatan produksi per satuan luas, yang ditandai dengan gejala pelandaian produksi atau levelling off. Hambatan tersebut disebabkan produksi per satuan luas varietas unggul yang ada saat ini sudah terbatas dan sulit untuk ditingkatkan. Perubahan iklim berdampak pada peningkatan frekuensi dan intensitas kekeringan. Kondisi tersebut akan mengancam kelangsungan budidaya padi sawah Peningkatan frekuensi dan intensitas kekeringan akan mengakibatkan penurunan produksi padi sawah dan bahkan sampai gagal panen. Pertanian Indonesia sudah merasakan dampaknya.
Pada tanaman padi, perubahan iklim menyebabkan: (a) kegagalan panen dan tanaman, penurunan IP yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; (b) kerusakan sumberdaya lahan pertanian; (c) peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan Perubahan iklim yang dampaknya sudah sangat dirasakan di sektor pertanian khususnya tanaman padi harus diatasi semua pihak. Langkah yang tepat adalah meningkatkan kegiatan penelitian dan diseminasi hasil penelitian, tertutama dalam menghasilkan dan mengembangkan teknologi pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim, dilanjutkan dengan program aksi melalui tindakan nyata yang langsung dapat dimanfaatkan petani.
Perubahan iklim akan berdampak pada peningkatan krisis air yang mengancam keberlanjutan produksi padi di lahan yang menggunakan sistem konvensional atau sistem penggenangan lahan. Pada tahun 2025 diperkirakan 15 juta hektar dari 75 juta hektar lahan sawah beririgasi di Asia akan mengalami keterbatasan air sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk budidaya tanaman padi secara konvensional. Kondisi tersebut juga dialami di Indonesia. Luas lahan sawah di Indonesia yang mengalami keterbatasan air akan bertambah akibat terjadinya perubahan ilkim. Menghadapi kondisi keterbatasan air, agar produksi padi dapat mencukupi kebutuhan sesuai dengan permintaan yang terus bertambah maka diperlukan teknologi budidaya padi yang hemat air.
Pengembangan teknologi budidaya padi berbasis kearifan lokal di pedesaan akan sangat membantu mengatasi masalah keterbatasan air. Teknologi budidaya padi yang tepat karena sangat efisien dalam penggunaan air adalah sistem budidaya padi aerob. Pada sistem budidaya padi aerob, tanaman padi tumbuh di lahan sawah tanpa tergenang dan kondisi tidak jenuh air, tanaman padi tumbuh seperti padi gogo (kondisi tanah tidak jenuh air) dengan pemberian pupuk yang cukup serta penambahan air dari irigasi jika air hujan tidak mencukupi. Hasil penelitian di China menunjukkan bahwa penggunaan air pada sistem budidaya padi aerob lebih sedikit dibanding dengan sistem budidaya padi konvensional, yaitu hanya 55–56% dari penggunaan air dalam budidaya padi konvensional, namun dapat menghasilkan produksi padi lebih tinggi, yaitu 1,6–1,9 kali dari produksi padi sistem budidaya konvensional.
Untuk mencukupi kebutuhan padi yang terus meningkat, disisi lain luas lahan yang cenderung berkurang, produktivitas padi persatuan luas stagnan serta perubahan iklim yang mengarah kekurangan air, cara yang paling tepat dan keberhasilannya tinggi adalah penggunaan varietas unggul baru produksi super tinggi spesifik untuk budidaya aerob. Menurut, varietas yang berdaya hasil super tinggi adalah varietas unggul Padi Tipe Baru (PTB). Potensi produksi Padi Tipe Baru dapat mencapai rata-rata 40% - 60% lebih tinggi dibanding varietas yang sudah ada. Padi Tipe Baru memiliki tipe tanaman yang berbeda dengan tipe tanaman padi yang sudah ada saat ini. Menurut, Padi Tipe Baru tersebut merupakan gabungan tipe-tipe tanaman padi subspesies Indica dengan Japonica atau Javanica (Indo-Japonica). Tipe tanaman padi baru tersebut dapat diperoleh dengan cara menyilangkan antara padi subspesies Indica dengan Japonica atau Javanica.
Tujuan penelitian tahun pertama (2013) adalah pembentukan genotipe-genotipe PTB generasi F4 hasil persilangan varietas lokal toleran kekeringan (Melati) dengan varietas padi sawah produksi tinggi (Fatmawati dan Inpari 13).
Tujuan akhir penelitian ini adalah mendapatkan varietas unggul Padi Tipe Baru spesifik budidaya aerob potensi hasil tinggi (>12 t/ha), serta mendapatkan teknologi budidaya padi aerob yang hemat air. Tujuan penelitian akan dicapai melalui penelitian bertahan selama 3 tahun (2013 – 1015).
METODE PENELITIAN
Tahapan Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan suatu eksperimental murni (true experimental) secara bertahap dan berkelanjutan dalam jangka waktu tiga tahun. Hal ini dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk membentuk suatu varietas padi tipe baru hasil penggabungan gen-gen dari dua genotip. Varietas Tipe Baru ini dibentuk secara bertahap. Pada tiap tahapan generasi dilakukan serangkaian seleksi dan percobaan lapangan.
Tempat dan waktu penelitian tahun I (2013)
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Unsoed serta lahan sawah milik petani
Pembentukan genotipe-genotipe PTB
Biji genotipe-genotipe F1 hasil persilangan antara kultivar Melati 10 Inpari 13 dan kultivar Melati 10 Fatmawati ditanam untuk menghasilkan biji F2. Biji F2 ditanam pada sistem budidaya aerob yang kondisi lingkungannya homogen, kemudian diseleksi untuk mendapatkan genotipe F2 yang memiliki ciri-ciri PTB, yang selanjutnya ditanam lagi untuk mendapatkan F3, F4, F5 dan F6 untuk digunakan pada penelitian tahun kedua untuk pembentukan galur murni. Metode seleksi yang digunakan adalah Metode Pedigri
HASIL PENELITIAN
Pembentukan genotipe-genotipe PTB F1 hasil persilangan subspecies Javanica 10 Indica.
Tetua subspecies Javanica yaitu Melati serta dua tetua subspecies Indica yaitu Fatmawati dan Inpari-13 telah digunakan dalam penelitian ini untuk menghasilkan biji-biji F1. Penanaman tetua dilaksanakan secara bertahap agar didapat waktu berbungan yang sama. Tetua sub spesies Javanica ditanam sekitar 20 hari lebih awal dibanding tetua sub spesies Indica. Hal terebut disebabkan rata-rata umur berbunga tetua Javanica lebih lama 20 hari dibanding tetua Indica.
Pada tahap pertama telah diperoleh 285 biji-biji F1 hasil persilangan antara tetua sub spesies javanica (Melati) 10 Indica (Inpari 13), serta 132 biji-biji F1 hasil persilangan antara tetua sub spesies javanica (Melati) 10 Indica (Fatmawati).
Biji-biji F1 ditanam untuk menghasilkan biji-biji F2. Ditanam juga biji-biji F1 hasil persilangan varietas Inpari 13 10 Fatmawati. Jumlah tanaman F1 lebih sedikit dibanding biji F1 yang ditanam, hal tersebut karena sebagian besar (2/3) bagian biji F1 terbuka sehingga mudah rusak (Gambar 1 dan 2). Data karakter agronomik tanaman F1 tercantum pada Tabel 1 dan Gambar 3 dan 4. Malai biji F2 hasil panen tanaman F1 tercantum pada Gambar 5 dan 6
Tabel Karakter agronomit tanaman F1
Berdasarkan data karakter agronomik tanaman F1 (Tabel 1) menunjukan bahwa genotipe-genotipe F1 yang dihasilkan telah memiliki ciri-ciri PTB. Ciri-ciri PTB [3] yaitu tanaman tegak dan kuat, daun tetap hijau selama pemasakan biji, umur panen 100 – 110 hst, anakan produktif semua, jumlah anakan 7 – 9, malai panjang dan padat, jumlah gabah per malai > 400, gabah hampa cukup rendah ( < 20 %).
Gambar Biji F1 Melati 10 Inpari 13
Gambar Biji F1 Melati 10 Fatmawati
Gambar Tanaman F1 Melati 10 Fatmawati
Gambar Tanaman F1 Inpari 13 10 Fatmawati
Gambar Malai F2 Melati 10 Impari 13
Gambar Malai F2 Melati 10 Inpari 13 (NPT1), Melati 10 Fatmawati (NPT2) dan Inpari13 10 Fatmawati (NPT 4)
Tabel. Karakter agronomik tanaman F2.
Pada tahap kedua, biji-biji F2 telah ditanam untuk membentuk tanaman F2 yang menghasilkan biji-biji F3. Data karakter agronomik tanaman populasi F2 tercantum pada Tabel.
Gambar Pertanaman populasi tanaman F2
Gambar Populasi F2 Melati 10 Inpari 13
Pada populasi F2 telah dilakukan seleksi untuk memilih genotipe-genotipe berciri PTB. Metode seleksi yang digunakan adalah metode pedigri. Karakter seleksi yang digunakan adalah karakter kualitatif yang dikendalikan oleh gen sederhana, yaitu panjang malai. jumlah gabah per malai, jumlah anakan produktif, umur panen dan tinggi tanaman, dengan intensitas seleksi 5 %. Telah didapat sebanyak 560 genotipe-genotipe berciri PTB terpilih. Keragaan genotipe terpilih memiliki ciri-ciri PTB, yaitu tanaman tegak dan kuat, daun tetap hijau selama pemasakan biji, umur panen 100 – 115 hst, anakan produktif semua, jumlah anakan 7 – 12, malai panjang dan padat, jumlah gabah per malai 250 - 420, gabah hampa rendah ( < 20 %). Kemampuan produksi jika ditanaman dengan jarak tanam 20 cm 20 cm dapat mencapai 12 - 15 t/ha gabah kering giling. Genotipe terpilih telah ditanam lagi dengan teknik budidaya padi aerob untuk pembentukan galur-galur murni PTB pada penelitian tahun kedua.
KESIMPULAN 10
A. Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian tahun I (2013) sebagai berikut.
1. Telah didapat sebanyak 560 genotipe-genotipe berciri PTB terpilih hasil persilangan Melati 10 Inpari13, Melati 10 Fatmawati dan Inpari 13 10 Fatmawati.
2. Keragaan genotipe terpilih memiliki ciri-ciri PTB, yaitu tanaman tegak dan kuat, daun tetap hijau selama pemasakan biji, umur panen 100 – 115 hst, anakan produktif semua, jumlah anakan 7 – 12, malai panjang dan padat, jumlah gabah per malai 250 - 450, gabah hampa rendah ( < 20 %).
3. Kemampuan produksi jika ditanaman dengan jarak tanam 20 cm 20 cm dapat mencapai 12 - 15 t/ha gabah kering giling.
4. Genotipe terpilih telah ditanam lagi dengan teknik budidaya padi aerob untuk pembentukan galur-galur murni PTB pada penelitian tahun kedua.
B. Saran
Genotipe-genotipe unggul berciri PTB yang terpilih perlu ditanam lagi dengan teknik budidaya padi aerob untuk pembentukan galur-galur murni PTB berdaya hasil super tinggi untuk mengatasi pelandaian produksi padi sawah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah memberikan dana penelitian melalui Insentif Riset Sinas tahun 2013.
ABSTRAK
Gejala pelandaian produksi (levelling off) padi sawah terjadi sejak tahun 2000. Pelandaian produksi padi sawah disebabkan potensi hasil varietas-varietas padi unggul (varietas inbrida) yang ada saat ini sudah sulit ditingkatkan. Penerapan teknologi budidaya pada varietas unggul tersebut sudah tidak mampu lagi meningkatkan hasil padi per satuan luas secara significant. Peningkatan frekuensi dan intensitas kekeringan akibat perubahan iklim semakin mempersulit upaya peningkatan produksi padi karena air semakin terbatas. Varietas Padi Tipe Baru (PTB) spesifik budidaya aerob berproduksi tinggi (> 12 t/ha) serta penerapan budidaya padi aerob merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan varietas PTB spesifik budidaya aerob potensi produksi tinggi (>12 t/ha) serta mendapatkan teknologi budidaya padi aerob berproduksi tinggi dan hemat air. Tujuan Penelitian tahun pertama (2013) adalah pembentukan genotipe-genotipe Padi Tipe Baru hasil persilangan varietas lokal toleran kekeringan (Melati) dengan varietas padi sawah produksi tinggi (Fatmawati dan Inpari13).
Hasil penelitian tahun pertama (2013), telah didapat genotipe-genotipe terpilih hasil seleksi dari populasi F2 yang bersegregasi. Keragaan 560 genotipe yang terpilih memiliki ciri-ciri PTB, yaitu tanaman tegak dan kuat, daun tetap hijau selama pemasakan biji, umur panen 100 – 110 hst, anakan produktif semua, jumlah anakan 7 – 12, malai panjang dan padat, jumlah gabah per malai 250 - 420, gabah hampa cukup rendah ( < 20 %). Kemampuan produksi jika ditanaman dengan jarak tanam 20 cm 20 cm dapat mencapai 12 - 15 t/ha gabah kering giling. Genotipe terpilih telah ditanam lagi dengan teknik budidaya padi aerob untuk pembentukan galur-galur murni PTB pada penelitian tahun kedua.
Kata Kunci : Padi tipe baru, aerob, produksi
DAFTAR PUSTAKA
[1] Akita S. 1999. Improving Yield Potential in Tropical Rice. In : Progress in Irrigated Rice Research. Manila. IRRI p 41-73
[2] Bouman B A M, Yang 10, Wang H, Wang Z, Zhao J, Chen B. 2006. Performance of aerobic rice varieties under irrigated conditions in North China. Field Crops Research, 97, 53-65.
[3] Chen Wenfu, Zhenyin 10, Longbu Z and Shouren Y. 2001. Development of The New Rice Plant Type and Advances in Research on Breeding for Super High Yield. Rice Research for Food Security and Proverty Alleviation (Editors : Peng S, and Hardy B) Proceeding of the International Rice Research Conference. Los Banos, 31 March - 3 April 2000. International Rice Research Institute 692 p.
[4] Gleick, P.H. (Ed.), 2002. Water Crisis: A Guide to the World’s Fresh Water Resources. Pacific Institute for Studies in Development, Environment, and Security, and the Stockholm Environment Institute/Oxford University Press, New York, 473 pp.
[5] Peng SB., Khus GS, Cassman KG. 2000. Evolution of New Plant Idiotype for increased yield potential. In : Breaking the yield barrier. Procceding of a work shop on rice yield potential in favorable environments. IRRI. P 5 – 20.
[6] Rajakumar, D., Subramanian, E., Ramesh, T., Maragatham, N., Martin, G.J., Thiyagarajan, G., 2009. Striding towards aerobic rice cultivation – a review. Agricultural Reviews 30 (3), 213–218.
[7] Singh, S., Ladha, J.K., Gupta, R.K., Bhusan, L., Rao, A.N., 2008. Weed management in aerobic rice systems under varying establishment methods. Crop Protection 27 (3–5), 660–671.
[8] Tao H, Brueck H, Dittert K, Kreye C, Lin S, Sattelmacher B. 2006. Growth and yield formation of rice (Oryza sativa L.) in the water-saving ground cover rice production system (GCRPS). Field Crops Research, 95, 1-12.
[9] Tuong, T.P., Bouman, B.A.M., 2003. Rice production in water-scarce environments. In: Proceedings of the Water Productivity Workshop, 12–14 November 2001, Colombo, Sri Lanka. International Water Management Institute, Colombo, Sri Lanka.
[10] Yuan L. 1999. Breeding rice for super high yield. Hybrid Rice 3 : 1-8