Pengembangan Batik Modern Melalui Pendidikan Formal
Batik adalah produk kebudayaan (artefac). Dari pandangan antropologi, seperti yang diketengahkan oleh Koentjaraningrat (1980) kebudayaan dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Hal tersebut serupa dengan gagasan Honigmann, yang membedakan tiga gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities dan artifacts. Batik adalah produk kebudayaan yang sinonim dengan artifacts. (Koentjaraningrat 1980, lihat Sumandiyo Hadi, 2006:18). (Mistaram, 2009 )
Kata batik berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "nitik". Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak - menggunakan canting atau cap - dan pencelupan kain dengan menggunakan bahan perintang warna corak "malam" (wax) yang diaplikasikan di atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna. Dalam bahasa Inggris teknik ini dikenal dengan istilah wax-resist dyeing. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna. Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, wol dan tidak bisa diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Kain yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik ini bukan kain batik. Batik telah ditetapkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai budaya yang berasal dari Indonesia dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.
Batik yang merupakan wujud benda budaya, memiliki nilai tradisi, baik dalam proses maupun ragam hias yang diterapkannya. Kegiatan yang mentradisi dalam proses batik yang diproduksi di lingkungan keraton dan di luar tembok keraton juga berkembang, umumnya pengerjaannya dilakukan dengan sistem tradisional. Mempunyai nilai tradisi karena pengerjaannya dilakukan dengan turun temurun dengan tidak merubah sistem. Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat perajin batik di setiap daerah di Indonesia. ( Tim Peneliti IKIP Malang, 1990)
Namun pada era global ini, perkembangan batik khususnya batik modern menjadi semakin pesat. Baik dari segi motif yang lebih mengacu pada motif batik kontemporer dan teknik pembuatannya yang mulai memproduksi secara masal dengan mesin. Hal tersebut disebabkan oleh adanya permintaan pasar yang menghendaki adanya perkembangan dalam dunia seni batik, tidak hanya terbatas pada corak maupun warna akan tetapi juga mode, fungsi serta dalam proses produksinya. Jadi mode batik tidak hanya monoton dan tradisional seperti berupa kain jarit ataupun kemeja akan tetapi berkembang sesuai dengan perubahan jaman. Sehingga batik modern Indonesia mampu bersaing tidak hanya di pasaran dalam negeri namun juga di pasaran internasional.
Sebelum dikeluarkannya putusan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) terhadap batik sebagai warisan budaya dunia, batik telah memiliki penggemar sendiri dikalangan masyarakat Indonesia. Untuk batik tradisional atau yang dikenal dengan batik tulis yang harganya relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus, mewah dan unik akan menjadi pilihan bagi masyarakat menengah ke atas sedangkan batik printing akan menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat menengah ke bawah karena harganya yang relatif lebih murah.
Data-data dari Departemen Perindustrian menunjukan bahwa pada tahun 2006 tenaga kerja pada industri TPT sebanyak 1,2 juta orang, belum termasuk industri TPT skala kecil dan rumah tangga, dengan nilai ekspor US$ 9.45 milyar dan meningkat menjadi US$ 10,03 milyar pada tahun 2007. Salah satu kendala dalam industri TPT, ialah usia permesinan yang sudah tua, rata-rata diatas 20 tahun. Dengan Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri TPT, diperkirakan pada tahun 2009 ekspor TPT bisa mencapai US$ 11,80 milyar dengan surplus sekitar US$ 5 milyar, dan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 1,62 juta atau keseluruhannya 3 juta orang, sudah termasuk tenaga kerja yang tidak langsung. Industri batik pada tahun 2006 berjumlah 48.287 unit usaha tersebar di 17 propinsi, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 792.300 orang. Sedangkan nilai produksi mencapai Rp. 2,90 triliun dan nilai ekspor US$ 110 juta. Sedang beberapa data menunjukan bahwa Jawa Tengah memberikan kontribusi ekspor sekitar 30-35% dari ekspor nasional. (Robby World. 2009)
Pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) terhadap batik sebagai warisan budaya dunia ternyata berpengaruh signifikan terhadap penjualan batik di Indonesia khususnya di Yogyakarta. Berdasarkan data Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Yogyakarta, peningkatan penjualan batik di Yogyakarta pasca pengkuan UNESCO mencapai 30 persen. Ketua Dekranasda Kota Yogyakarta, Dyah Suminar, mengatakan bahwa pasca pengakuan tersebut, batik semakin diminati oleh banyak kalangan. (Republika, 2009)
Pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan budaya Indonesia, Jumat (2/10) ternyata berbuah untung besar bagai harta karun bagi toko penjual batik. Mirota toko batik di Jl. Sulawesi Surabaya diserbu pembeli. Menurut pengakuan Hayna Honoury Supervisor Mirota, pengukuhan batik berdampak 70 persen pada penjualan Mirota. Omset batik bahkan meningkat 30-40 persen dibandingkan hari biasa.
Dari penjelasan sebelumnya, dapat dipahami bahwa sebelum UNESCO menetapkan batik sebagai Global Cultural Herritage yang berasal dari Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu, tengah terjadi persengketaan antara Indonesia dan Malaysia tentang kepemilikan batik. Selain hal tersebut, terjadi pula peningkatan angka penjualan yang cukup signifikan di beberapa daerah. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa batik memiliki daya pikat tersendiri baik pada kalangan masyarakat mancanegara maupun masyarakat Indonesia sendiri. Oleh karena itu, pada seni batik modern di Indonesia harus dilestarikan serta dikembangkan dan dimulai sejak usia dini
Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada latar belakang di atas, tujuan yang ingin dicapai pada karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui minat masyarakat terhadap batik.
2) Untuk mengetahui perbedaan antara batik tradisional dan batik modern.
3) Untuk mengembangkan batik Indonesia supaya menjadi commodity era global melalui lembaga pendidikan formal.
Manfaat Penulisan
Adapun penyusunan karya ilmiah ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, adalah sebagai berikut :
1) Bagi Penulis
Penulisan karya ilmiah ini, dapat menambah wawasan penulis dalam menganalisa serta berpikiran secara kritis terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat, khususnya tentang perkembangan batik.
2) Bagi Lembaga
Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan mengenai apresiasi bangsa Indonesia terhadap budayanya. Karena batik merupakan budaya asli Indonesia memerlukan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah
3) Bagi Pihak yang Berkepentingan
Pihak yang dimaksud dalam hal ini adalah para produsen dan konsumen batik. Sehingga karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi pembanding serta bahan pertimbangan dalam penyusunan karya ilmiah lain yang masih berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam karya ilmiah ini. Dan diharapkan karya ilmiah ini dapat memberi wawasan tentang betapa pentingnya kepedulian terhadap budaya bangsa sendiri.
GAGASAN
Kondisi Kekinian
Pada waktu belakangan ini, industri batik mengalami perkembangan dan kemajuan. Dengan meluasnya pemasaran sampai ke luar negeri maka permintaan akan batik menjadi banyak. Jenis batik juga bertambah. Kegunaan batik juga meluas. Batik tidak lagi dipakai hanya sebagai sandang tetapi juga sebagai hiasan rumah tangga, seperti kain dinding, sarung bantal, sprei, alas meja, serbet dan lain-lainnya. Perkembangan ini mendapat pengamatan khusus dari kalangan seniman dan budayawan Indonesia. Tetapi, buku-buku yang menceritakan riwayat batik amat sedikit. Juga buku yang menerangkan proses batik dan pelajaran batik tidak banyak. Ada juga diterbitkan buku-buku tentang batik akan tetapi sangat sulit dipahami karena khusus ditujukan untuk orang-orang asing sebagai sarana promosi. Banyak orang Indonesia sendiri tidak tahu bagaimana caranya membatik. Maka banyak seniman mulai menciptakan motif-motif baru, disamping motif tradisional. Sedangkan yang menulis buku-buku tentang batik hampir tidak ada atau sedikit saja. Batik juga mendapat saingan berat dari mode-mode pakaian yang berasal dari Barat. (Candra Irawan, 1984)
Tidak hanya mode pakaian dari barat akan tetapi batik buatan China pun telah merambah di Indonesia. Dan fenomena yang terjadi adalah masyarakat lebih memilih produk luar daripada produk dalam negeri. Hal tersebut disebabkan karena harga yang mereka tawarkan jauh lebih murah daripada produk buatan Indonesia. Jadi dapat diketahui bahwa minat masyarakat lebih masyarakat Indonesia lebih dipengaruhi oleh faktor harga.
Selain itu, masyarakat juga kurang memiliki wawasan tentang batik sehingga mereka mendapat kesulitan untuk membedakan antara batik produksi luar negeri dan batik produksi dalam negeri, baik yang tradisional maupun modern.
Pengertian tradisional menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.( Anton M. Moeliono, 1988)
Karakteristik batik tradisional yaitu batik tulis antara lain sebagai berikut:
1) Pembuatan batik menggunakan canting yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain.
2) Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap.
3) Gambar motif batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata (tembus bolak-balik) khusus bagi batik tulis yang halus.
4) Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif batik tulis (batik tulis putihan/tembokan).
5) Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap yang kemungkinannya bisa sama persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.
6) Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif lebih lama (2 atau 3 kali lebih lama) dibandingkan dengan pembuatan batik cap. Pengerjaan batik tulis yang halus bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan lamanya.
7) Alat kerja berupa canting harganya relatif lebih murah.
8) Harga jual batik tulis relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus, mewah dan unik. (Artikel Indonesia, 2010)
Walaupun dalam kondisi tradisional, dimungkinkan pula adanya perkembangan, baik dalam motif maupun bahan pewarnaanya. Hal tersebut juga memiliki pengaruh di luar fungsi utamanya. Hal ini dikuatkan oleh Soedarso SP, sebagai berikut : "........., seni batik juga tidak lagi terkungkung oleh motif-motif parang atau semen, melainkan bergerak begitu jauh menjadi seni lukis batik, dengan tidak tanpa korban pula. Kalau di masa lalu setiap gadis yang baik di masyarakat dapat membatik, maka apabila berikutnya menjadi seni lukis batik tidak mungkin lagi syarat tersebut dikenakan pada setiap orang. Walaupun saat ini batik tradisional masih juga ada toh tidak semua gadis yang baik mampu melaksanakankarena mereka tidak dipaksa untuk itu. Pabrik batik dan batik pun bukan satu-satunya bahan pakaian untuk mereka. (Soedarso, SP, MA, 1984: 5)
Dari uraian diatas, memberikan arahan bahwa batik tradisionalpun mengalami perkembangan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor kebutuhan, faktor kegunaan praktis mempunyai andil dalam perkembangan batik tradisional. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan batik tradisi adalah lingkungan dan kondisi geografisnya. ( Tim Peneliti IKIP Malang, 1990)
Secara garis besar istilah modern mencakup pengertian berikut :
1) Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2) Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. (Ayuna Kusuma. 2009)
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata modern merupakan kata sifat yang berarti terkini, mutakhir, terbaru; kata benda yang berarti sikap dan cara berpikir yang sejalan dengan kondisi (tuntutan) jaman.
Mungkin selama ini masyarakat masih rancu dengan apa yang disebut dengan batik modern. Quintanova, salah satu pengamat batik sekaligus panitia Solo Batik Carnival (SBC) 2 menjelaskan istilah modern dalam konteks batik yang dapat dilihat dari beberapa segi. Pertama, modern dalam arti motif dan kedua, modern dalam teknis pembuatan. Contoh modernisasi motif diantaranya memadukan dua motif batik dalam satu kain. Misalnya perpaduan antara lereng dengan kawung menjadi motif lereng-kawung. Batik kontemporer bahkan mengaplikasikan motif-motif modern atau bahkan abstrak dalam kain yang diproses dengan teknis pembuatan batik. Modern yang kedua adalah dalam hal teknis. Batik printing adalah salah satu bentuk modernisasi teknis pembuatan batik. Namun, istilah batik printing yang dikenal masyarakat sebenarnya bukan termasuk batik karena tidak melalui tahapan pembuatan batik. Proses pembuatan batik secara singkat harus melalui beberapa tahap diantaranya penggambaran motif, pelapisan dengan malam, pewarnaan, dan terakhir proses lorot (penghilangan malam). Tanpa proses tersebut sebuah kain tidak bisa dikatakan batik tetapi hanya tekstil yang bermotif batik.
Daerah yang terkenal akan batik modern dengan motif kontemporer adalah daerah Pekalongan. Pada daerah ini telah memiliki beberapa teknik pembuatan batik secara modern. Pengelompokan batik Pekalongan berdasarkan metode pembuatannya adalah sebagai berikut :
1) Batik tulis
yaitu batik yang motifnya dibentuk dengan tangan, yaitu digambar dengan pensil dan canting untuk penutup atau pelindung terhadap zat warna (lihat cara membuat batik tulis).
2) Batik cap
yaitu batik yang pembuatan motifnya menggunakan stempel. Cap ini biasanya terbuat dari tembaga yang telah digambar pola dan dibubuhi malam (cairan lilin panas).
3) Batik sablon
yaitu batik yang motifnya dicetak dengan klise atau hand print.
4) Batik painting
yaitu batik yang dibuat tanpa pola, tetapi langsung meramu warna di atas kain.
5) Batik printing
yaitu batik yang penggambarannya menggunakan mesin. Jenis batik ini dapat diproduksi dalam jumlah besar karena menggunakan mesin modern. Kemunculan batik printing dipertanyakan oleh beberapa seniman dan pengrajin batik karena dianggap merusak tatanan dalam seni batik, sehingga mereka lebih suka menyebutnya kain bermotif batik. (Batikmarkets, 2010)
Pada awalnya, seni batik yang berkembang di Indonesia adalah seni batik tradisional yaitu seni batik yang teknik pembuatannya dilakukan dengan teknik tulis yang dilakukan secara manual dengan tangan serta motifnya mengutamakan nilai simbol atau filosofi. Namun, seiring dengan kemajuan jaman pada era global ini, seni batik di Indonesia telah mengalami banyak perkembangan, baik yang meliputi perkembangan motif, perubahan mode pakaian ataupun fungsi dari kain batik itu sendiri hingga teknik pembuatannya yang semakin berkembang. Batik yang berkembang dengan pesat era ini adalah batik dengan motif kontemporer yang lebih mengutamakan nilai artistik daripada filosofinya.
Solusi yang Pernah Ditawarkan Sebelumnya
Upaya untuk meningkatkan seni batik Indonesia supaya menjadi commodity era global yang telah dilakukan, antara lain sebagai berikut :
1) Pada tanggal 1 Oktober 2009, 2500 jenis batik telah terdaftar di daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO.
2) Menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai hari Batik Nasional.
3) Adanya hari wajib berbaju batik bagi para pegawai pemerintah maupun para pendidik. Selain itu, terdapat beberapa sekolah yang menjadikan batik sebagai salah satu seragam khas, seperti SMK Negeri 5 kota Malang.
4) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Yogyakarta merencanakan untuk mengembangkan wilayah yang sudah terkenal sebagai tempat produksi batik sebagai tempat untuk belajar batik di kota Yogyakarta, salah satunya adalah Kampung Taman di Kecamatan Kraton.
5) Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berniat mengembangkan wisata batik pada 2010, menyusul pengakuan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) terhadap batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Rencana awal yang akan dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk mengembangkan pariwisata minat khusus tersebut adalah mengembangkan wilayah yang sudah terkenal sebagai tempat produksi batik di Kota Yogyakarta. Salah satunya adalah Kampung Taman di Kecamatan Kraton.
6) Pasar Beringharjo sebagai pusat penjualan batik juga akan terus dikembangkan sebagai bagian dari wisata batik di Yogyakarta oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Yogyakarta.
7) Ketua Umum Paguyuban Pecinta batik Indonesia (PPBI), Larasati Sulianti Sulaiman mengusulkan perlunya dilakukan regenerasi perajin batik.
8) Diadakannya pemeran-pameran budaya asli Indonesia baik di dalam maupun luar negeri supaya tidak hanya masyarakat Indonesia mengenal budayanya sendiri tetapi bangsa lain juga mengenal budaya Indonesia, termasuk batik.
9) Membukukan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia supaya mudah untuk dipelajari. Seperti Laporan Penelitian Fundamental yang berjudul Fungsi, Makna Estetik dan Simbolik Ragam Hias Batik Pesisiran oleh Drs. Mistaram, M.Pd. ; Drs Pujiyanto, M. Sn. : Dra. Tjitjik Sriwardani, M.Pd.
10) Pemberian materi-materi muatan lokal yang ditambahkan pada jam luar sekolah pada tingkat SD, SMP maupun SMA karena semakin awal generasi muda mengenal budayanya, maka budaya tersebut akan memiliki akar yang kuat. Seperti di SMA Negeri 2 Genteng kabupaten Banyuwangi, SMA Negeri 1 Turen dan SMA Negeri 1 Kepanjen kabupaten Malang.
Perbaikan setelah Gagasan
Dengan adanya sosialisasi tentang batik, masyarakat Indonesia diharapkan dapat mengenal lebih jauh, baik tentang jenis, motif, daerah asalnya hingga cara pembuatannya. Karena ratusan motif batik di Indonesia telah mendapatkan hak patennya. Dengan adanya hal tersebut, masyarakat Indonesia mampu memberikan apresiasinya terhadap seni batik dan lebih memilih produk Indonesia. Oleh karena itu, usaha untuk menjadikan batik sebagai commodity era global melalui lembaga pendidikan formal dimulai dari masyarakat Indonesia terlebih dahulu dan masyarakat dunia akan mengikuti selanjutnya. Akan tetapi, hal ini tidak bisa terwujud tanpa adanya kerjasama dari berbagai pihak baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah.
Batik adalah produk kekayaan local (local genius). Sebagai produk kearifan local dan keberadaannya di daerah pada umumnya dikenali oleh masyarakat. Mereka mengenalnya ada batik di lingkungannya. Namun secara rinci dan makna yang terkandung di dalamnya pada umumnya tidak dikenali masyarakat sekitarnya. (Mistaram dkk, 2008 : 165)
Pihak- Pihak yang Membantu Mengimplementasikan Gagasan
Dalam hal ini, pihak-pihak yang dimaksud adalah pemerintah daerah, antara lain sebagai berikut :
1) Dinas Perindustrian dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Dalam hal ini, instansi-instansi tersebut membantu dalam memberikan pelatihan dan penyuluhan dalam rangka peningkatan produksi batik mulai dari pemilihan bahan hingga proses pembuatannya.
2) Dinas Pendidikan
Dalam upaya mengembangkan batik modern melalui lembaga pendidikan formal, dinas pendidikan akan memberikan bantuan yang terbesar. Karena melalui lembaga-lembaga sekolah utamanya adalah di taman kanak-kanak, lembaga ini dapat memberikan bantuan untuk menciptakan suasana kondusif dalam pembelajaran batik baik berupa bantuan materiil maupun moril.
Langkah-Langkah Strategis yang Dilakukan
Langkah-langkah untuk mengimplementasikan gagasan untuk mengembangkan batik moden melalui lembaga pendidikan formal, yaitu dengan :
1) Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) melalui penyuluhan dan pelatihan batik yang meliputi bidang pengembangan motif, kualitas (warna dan bahan), produksi dan pemasaran.
2) Sosialisasi tentang batik melalui beberapa metode yang telah disesuaikan dengan kondisi saat ini, yaitu :
a. Mengadakan lomba-lomba “Ajang Kreativitas Seni Batik Modern” dari tingkat taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengan atas (SMA) hingga tingkat mahasiswa.
b. Upaya untuk meningkatkan seni batik Indonesia supaya menjadi commodity era global melalui lembaga pendidikan, khususnya pada anak usia dini yang berada pada bangku Taman Kanak-Kanak. Hal ini dilakukan sebagai salah satu wujud sosialisasi kepada masyarakat yang dimulai dari anak-anak. Dengan adanya pendidikan batik pada anak-anak menunjukkan bahwa batik bukan hanya milik orang dewasa akan tetapi batik juga dimiliki serta diminati oleh anak-anak. Melalui media pembelajaran pendidikan formal pada anak usia dini yaitu pendidikan melalui Taman Kanak-Kanak (TK) yang penerapannya pada belajar mewarnai gambar atau pola batik. Dalam hal ini proses pembelajaran pewarnaan batik dilaksanakan semirip mungkin dengan proses pewarnaan yang sebenarnya tanpa mengacuhkan standar keamanan bagi anak-anak. Oleh karena itu, bahan pewarna akan terbuat dari percampuran lem putih dan pewarna makanan walaupun hasil akhirnya akan mudah rusak jika terkena air. Dan pembelajaran ini dapat dikembangkan dan diterapkan pada tingkat sekolah lanjut, mulai dari sekolah dasar hingga mahasiswa.
KESIMPULAN
Gagasan yang Diajukan
Upaya untuk meningkatkan seni batik Indonesia supaya menjadi commodity era global melalui lembaga pendidikan, khususnya pada anak usia dini yang berada pada bangku Taman Kanak-Kanak. Hal ini dilakukan sebagai salah satu wujud sosialisasi kepada masyarakat yang dimulai dari anak-anak.
Melalui media pembelajaran pendidikan formal pada anak usia dini yaitu pendidikan melalui Taman Kanak-Kanak (TK) yang penerapannya pada belajar mewarnai gambar atau pola batik. Dalam hal ini proses pembelajaran pewarnaan batik dilaksanakan semirip mungkin dengan proses pewarnaan yang sebenarnya tanpa mengacuhkan standar keamanan bagi anak-anak.
Teknik Implementasi yang Akan Dilakukan
Teknik implementasi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan gagasan adalah sebagai berikut :
1) Mengadakan lomba-lomba “Ajang Kreativitas Seni Batik Modern” .
2) Bekerja sama dengan Dinas Perindustrian serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam upaya pengadaan sosialisasi.
3) Adanya sosialisasi batik melalui pendidikan formal khususnya pada anak usia dini.
Prediksi Hasil yang akan Diperoleh
Prediksi hasil yang akan diperoleh setelah gagasan diterapkan adalah sebagai berikut :
1) Kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam produksi batik semakin meningkat sehingga kualitas dan kuantitas batik meningkat.
2) Adanya regenerasi perajin batik dapat menjadi salah satu upaya untuk melestarikan batik tradisional (khususnya batik tulis) disamping adanya perkembangan batik kontemporer.
3) Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap batik, khususnya gererasi muda.
Dari kesimpulan tersebut, penulis menyarankan supaya masyarakat Indonesia mampu menghargai kebudayaannya serta melestarikannya. Tidak hanya untuk batik saja, melainkan untuk semua kebudayaan yang ada. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya yaitu dengan menjaga budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Risa, S. Pd. 2009a. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Serba Jaya.
Ant. 2002. Batik. http:// id.wikipedia.org/wiki/batik.html [6 Oktober 2009].
Artikel Indonesia. 2010a. Karakteristik Batik Tulis. http://www.artikelindonesia.co.id/batik\karakteristik-batik-tulis.
Batik markets. 2010b. Cara Membuat Batik. http://www.batikmarkets.com/cara_membuat_batik.html.
Bellamy, Robby. 2009b. Batik dalam Tradisi Baru Menghadapi Arus Budaya Global. http://robby-bellamy.blogspot.com/2009/12/batik-dalam-tradisi-baru-menghadapi.html. [18 Pebruari 2010]
BS. 2009c. Modernisasi. http://www.e-dukasi.net/modernisasi.html [11 Oktober 2009].
Irawan, Candra. 1984. Batik dan Membatik. Jakarta : CV. Akadoma.
Kusuma, Ayuna. 2009d. Pengertian Modernisasi. http://ayuna.cybermq.com/ pengertian-modernisasi.html [17 Mei 2009].
M. Moeliono, Anton. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Mistaram. 1994. Batik, Perkembangannya dan Seni Lukis Batik. Malang : Proyek OPF IKIP Malang.
Mistaram, dkk. 2008. Laporan Penelitian Fundamental : Fungsi, Makna, Estetik dan Simbolik Ragam Hias batik Pesisiran. Malang : Fakultas .Sastra Universitas Negeri Malang
Mistaram. 2009e. Jurnal Media, Seni dan Desain : Revitalisasi dan Eksistensi Batik Malangan. Malang : Universitas Negeri Malang.
Republika. 2009f. Pasca Pengakuan UNESCO Penjualan Batik Yogya Naik 30 Persen. http://www.republika.co.id/batik/pasca-pengakuan-unesco-penjualan-batik-yogya-naik-30-persen.html.
Tim Dosen ISD. 1988. Ilmu Sosial Dasar. Malang : IKIP Malang.
Tim Peneliti IKIP Malang. 1990. Ragam Hias Seni Batik Madura. Malang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan Malang, Pusat penelitian.
Universitas Pendidikan Indonesia. 2010c. Pengertian Batik Modern. http://forum.upi.edu/pengertian-batik-modern.