Pengertian Persepsi Konsumen Menurut Para Ahli
Ketika kita sedang berjalan-jalan di mall, sering kali tercium bau yang lezat dan enak serta sangat merangsang selera makan kita. Apa yang kita rasakan ini menimbulkan persepsi bahwa di sekitar tempat kita berjalan-jalan pasti ada restoran yang masakannya enak. Meskipun dalam kenyataannya belum tentu, tetapi itulah yang ada dipikiran kita. Kalau kita bertanya kepada teman, obat flu apa yang membuat orang ngantuk dan bisa kerja terus, teman kita akan menjawab sana flu. Kalau kita menyatakan kepada para ibu-ibu alat elektronik mana di antara merk yang ada yang mutunya baik akan menjawab Sony, meskipun untuk produk tape recorder, si ibu itu belum pernah membuktikan bahwa untuk produk tersebut memang mutunya bagus. Mengapa hal demikian terjadi? Mengapa terdapat persepsi seperti itu pada konsumen? Inilah sebuah kotak hitam yang pada konsumen yang harus bisa diungkap dan dipahami oleh pemasar.
Pemahaman terhadap persepsi dan proses yang terkait sangat penting bagi pemasar dalam upaya membentuk persepsi yang tepat. Terbentuknya persepsi yang tepat pada konsumen menyebabkan mereka mempunyai kesan dan memberikan penilaian yang tepat. Berdasarkan persepsi inilah konsumen, tertarik dan membeli. Dua produk makanan yang bentuk, rasa dan kandungannya sama dapat dipersepsikan berbeda, begitu konsumen melihat merknya berbeda.
Jika konsumen mempersepsikan bahwa produk kita memiliki keunggulan yang berbeda dengan produk lain dan keunggulan itu sangat berarti bagi konsumen, maka konsumen akan memilih produk kita, meskipun sebenarnya produk tersebut relatif mirip dengan yang lainnya. Hal ini benar-benar terjadi untuk produk susu dan makanan untuk bayi dan anak-anak. Meskipun sebenarnya dan aspek kandungan produk-produk tersebut hampir sama, tetapi ibu-ibu memiliki persepsi bahwa di antara merk-merk yang ada memiliki mutu dan manfaat lebih yang berbeda-beda. Oleh karena itu ada keyakinan bahwa persepsi lebih penting daripada realitas. (Suryani, 2008 : 95-97 )
Menurut Kotler (2008 : 179) persepsi adalah proses di mana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan, masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan ransangan terhadap bidang yang mengelilinginya dan kondisi dalam setiap diri kita. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat bersifat agresif dan tidak jujur, orang lain mungkin menganggapnya rajin dan membantu. Masing-masing orang akan merespon atau memberikan tanggapan secara berbeda terhadap wiraniaga.
Machfoedz (2005 : 41) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses pemilihan, penyusunan, dan penafsiran informasi untuk mendapatkan arti. Seseorang menerima informasi melalui pancar indra. Masukan informasi merupakan rasa yang diterima melalui salah satu organ panca indra. Ketika seseorang mendengar iklan, melihat orang lain, mencium bau sedap dan sebaliknya, atau menyentuh sesuatu barang barang, ia mendapat masukan informasi.
Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk memengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan memengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
Persepsi produk/pesan tertuju pada produk yang dibuat dalam komunikasi. Perhatian berfokus pada dua tipe respon yaitu argumen yang mendukung (support argument) dan argumen yang menentang (counter argument) (Belch dan Belch, 1995). Counter argument merupakan persepsi konsumen yang berkebalikan dengan pesan dalam iklan. Konsumen akan mengekspresikan ketidakyakinan dan ketidaksetujuan terhadap klaim dalam iklan mengenai produk. Konsumen lain ada yang mendukung argumen atau berpersepsi bahwa konsumen setuju atau sependapat dengan klaim dalam iklan. Argumen yang menolak berhubungan secara negatif dengan penerimaan pesan, semakin menolak pesan yang disampaikan maka penerimaan pesan juga akan semakin minimal. Sehingga indikasi bahwa pemrosesan informasi iklan berjalan efektif bila seorang konsumen memberikan argumen yang mendukung (support argument). Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk memengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan). Persepsi mengenai pesan/produk yang telah terbentuk setelah konsumen sasaran menyaksikan penayangan iklan akan membentuk sikap mereka terhadap merek yang akan memengaruhi minat beli secara tidak langsung.