Pengungkapan Humanisme dan Environmentalisme dalam Feng Shui
Alam pikiran kita berakar dalam pemandangan alam. Di Barat, Hipocrates adalah pemikir sistematis pertama yang menyadari dampak dari kondisi meteorologis, astronomis dan topografis (misalnya: musim, angin, dan air) sebagai seni perawatan kesehatan, dan menyebutkan banyak hal seperti klimatologi dan pembentukan personalitas dan ras. Dengan jalan feng shui (geomancy), orang-orang China kuno maupun kontemporer, telah mengembangkan arti yang dalam untuk bersatu dengan alam (“sepuluh ribu benda”), daratan, bumi dan kosmos .
Warisan ketahanan dari feng shui sejak waktu yang tidak dapat diingat membuat orang-orang China menjadi ekofilsuf awal. Seorang penulis memandangnya sebagai “sebuah seni-eko” yangberkaitan dengan konservasi, ekologi dan penataan ruang (Gary Khor, 1999: 96-97). Karena Feng shui akhirnya mendatangkan kemakmuran, kesehatan, dan keberuntungan, misalnya: kesejahteraan, feng shui diterapkan untuk berbagai kegiatan seperti perencanaan kota atau desa, desain arsitektur, dekorasi ruangan, pernikahan, pemakaman dan bahkan penebangan pohon.
Feng Shui terdiri dari dua logogram “angin” (feng) dan “air” (shui). Dengan demikian berarti penghargaan manusia pada aliran alam yang disimbolkan dengan dua unsur –angin dan air. Ini adalah cara Sinitik untuk mengekspresikan geopiety, atau mengharmoniskan manusia dengan alam sekitarnya dengan perhatian dan penghormatan. Ini adalah sebuah usaha untuk mendefinisikan tempat manusia di daratan. Berpikir dalam term feng shui adalah berterimakasih atas kemurahan bumi sebagai sebuah “hadiah” tempat kita memijakkan kaki. Feng shui nampaknya merefleksikan latar belakang asli dari masyarakat petani di China yang kehidupannya bergantung pada kesuburan tanah, dimana manusia perlu “memanfaatkan” angin dan “menyalurkan” air untuk menghidupi alami mereka yang disebut Ch’i atau “getaran”.
Selanjutnya apakah Chi itu? Chi adalah sebuah ide yang terdapat di mana-mana. Didefinisikan sebagai “energi konfigurasional”, chi menimbulkan kehadiran yang menyeluruh. Diterjemahkan sebagai “ether”, “energi”, “daya”, “kekuatan”, “nafas”, dan sebagainya. Chi menyerap banyak hal sebagai “unsur” (misal: air, api, dan tanah) dan catatan musik. Ide chi diasosiasikan dengan lingkup aktivitas yang luas dari akupunktur hingga seni bela diri. Akupunktur dapat dikatakan sebagai jalan untuk “memanfaatkan” dan “menyalurkan” chi dari orang itu sendiri. Karena kehadiran chi, tubuh sendiri adalah kinestetik.
Dikatakan bahwa chi meresap pada kuas dan tinta pelukis kaligrafi. Tujuan dari ilmu pedang (kendo) dikatakan adalah untuk pencapaian kekuatan dalam dari chi ketimbang penguasaan tekniknya sendiri. Pedang itu “satu simbol dari semangat yang tidak terlihat yang melingkupi pikiran, tubuh dan kegiatan anggota tubuh.” Untuk maksud esei ini, dapat kita katakan bahwa chi adalah energi yang tidak terlihat yang meresap masuk ke dalam tubuh manusia dan sekitarnya, merupakan energi konfigurasional yang mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya. Kesimpulan chi adalah vital, energi tak terlihat yang menahan, memberi nada, dan melestarikan rantai ekologi Kehidupan.