Sistem Informasi Manajemen
Minat terhadap manajemen sumber informasi (IRM) meningkat sangat besar sejak Mehdi Khosrowpour, seorang professor MIS pada Pennylvania State University di Harrisburg, pada tahun 1988, mendirikan Information Resource Management Association dan mulai menerbitkan Information Resource Management journal. Dalam terbitan pertamanya, Tor Guimaraes, seorang professor MIS pada St. Cloud State University, mengemukakan bahwa walaupun telah banyak tulisan mengenai IRM, namun tak ada satupun definisi yang diterima secara umum. Ia memberi tiga pandangan pokok. Pandangan pertama menyatakn bahwa informasi adalah sebagai sumber yang harus dikelola, yang kedua mengenai pengelolaan siklus hidup system, dan yang ketiga berkenaan dengan pengelolaan sumber-sumber yang menghasilkan informasi.
IRM SEPERTI HALNYA MANAJEMEN INFORMASI SUMBER
Informasi adalah salah satu sumber utama dari perusahaan, dan ia dapat dikelola seperti halnya sumber-sumber lain. Informasi adalah sumber konseptual yang mana menggambarkan sumber-sumber fisik yang harus dikelola oleh manajer. Jika skala operasinya terlalu besar untuk diobservasi, maka manajer dapat memonitor sumber-sumber fisik dengan mengunakan informasi yang menggambarkan atau mewakili sumber-sumber tersebut.
Kritik terhadap pandangan IRM ini muncul. Alasannya adalah bahwa denga pandangan seperti itu, maka pengukuran nilai informasi menjadi sulit. Dan adanya kenyataanbahwa informasi bersifat konseptual bukan fisik.
IRM MERUPAKAN CARA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SISTEM INFORMASI
Dari pada mengandalakan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh manajemen puncak, yang berlaku untuk seluruh organisasi, sebaiknya perhatian harus ditujukan kepada tingkat bawah, dimana sistem dikembangkan. Pandangan ini menganggap IRM sebagai metodologi siklus hidup yang digunakan untuk menciptakan system yang dapat menghasilkan informasi berkualitas.
Dasar dari pandangan ini adalah adanya keyakinan bahwa tugas-tugas pengelolaan semua informasi dalam perusahaan begitu banyak bila hanya dilkakuan dengan satu usaha.situasi ini sama seperti pada waktu usaha MIS pertama kali dilakukan, yaitu dengan menerapkan satu sistem untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi seluruh organisasi. Kita telah mengetahui bahwa usaha-usaha awal tersebut umumnya gagal dan mendorang diketemukannya DSS.
Walalupun argumen bahwa kebijaksanaan yang dibuat sendiri tidak akan cukup adalah benar, namun kelemahan utama dari pandangan ini adalah bahwa ia mengabaikan perlunya control terpusat dan control yang terkoordinasi.
IRM SEBAGAI MANAJEMEN SUMBER KOMPUTERISASI
Karena sulit untuk mengukur nilai informasi, maka perhatian diarahakan kepada sumber-sumber yang menghasilkan informasi. Asumsi dasarnya adalah bahwa jika perusahaan mengelola komputernya, databasenya, spesialis informasinya, dan sebagainya, berarti ia mengelola informasinya.
Kritik terhadap pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan dapat dikelabui untuk percaya bahwa informasinya telah dikelola, dimana pada kenyataanya pada waktu itu ia tidak kelola. Perusahaan tidak boleh terlalu terlibat dalam manajemen sumber, yang hal ini akan menghilangkan pandangan mengenai komoditi yang dihasilkan oleh sumber tersebut yaitu informasi.
PANDANGAN YANG LUAS TERHADAP IRM
Mehdi Khosrowpour mengemukakan kepada penulis buku ini, melalui surat pribadi, bahwa definisi IRM adalah, “Konsep manajemen sumber informasi mengenal informasi sebagai sumber oraganisasional utama yang harus dikelola dengan tingkat kepentingan yang sama seperti sumber organisasional dominant yang lain, seperti orang, bajan, keuangan, peralatan, dan manajemen. Lebih jauh lagi, IRM ini menghendaki adanya manajemen komprehensif terhadap semua komponen teknologi pemrosesan informasi maupun terhadap elemen manusia, agar keduanya dapat mengumpulkan, memproses, menyebarkan, dan mengelola informasi, yang merupakan aset organisasional yang utama. “Ia mengidentifikasi sumber informasi yang meliputi: informasi, hardware pemrosesan, software pemrosesan, telekomunikasi, otomatisasi kantor, struktur sistem informasi, para professional system, end-user, dan struktur manajemen. Pandangan mengenai IRM dalam buku ini adalah sesuai dengan definisi dan dafar sumber yang dikemukakan oleh Khosrowpour ini.
INFORMASI SEBAGAI SUMBER STRATEGIS
Kita telah mengetahui bahwa perusahaan berada dalam lingkungan yang terdiri atas elemen-elemen, seperti pelanggan, pemasok, pemerintah, dan pesaing. Pandangan ini dilukiskan pada gambar 19.1. Perusahaan berusaha untuk menetapkan arus sumber fisik dan informasi secara dua arah dengan semua elemen tersebut kecuali dengan pesaing. Secara ideal, hanya arus informasi yang masuklah yang menghubungkan perusahaan dengan pesaingnya.
Tujuan utama dari perusahaan adalah untuk memelihara operasi yang menghasilkan keuntungan, sehingga ia dapat terus memberikan produk dan pelayanan (barang dan jasa) yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Perusahaan harus menjalankan tujuannya tersebut dalam kendala yang diakibatkan oleh lingkungan.walaupun semua elemen dapat mengakibatkan terjadinya kendala, namun yang paling kelihatan adalah yang datangnya dari pesaing. Pesaing secara aktif berusaha untuk menyaingi keberhasilan perusahaan tersebut.
Gambar perusahaan berada dalam lingkungannya
Dengan memahami lingkungan perusahaan ini, manajemen berusaha untuk mengerahkan semua sumber-sumbernya dengan suatu cara agar ia mencapai competitive advantage (keuangan kompetitif) yaitu mendapatkan bagian di atas pesaing dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Berulang-ulang perusahaan telah mengerti bahwa salah satu sumber yang dapat menghasilkan keuntungan kompetitif adalah informasi.
Gambar Arus informasi antara perusahaan dengan pelanggannya
PANDANGAN SEMPIT MENGENAI KEUNTUNGAN KOMPETITIF
Salah satu cara untuk menggunakan informasi sebagai senjata kompetitif adalah dengan hanya memfokuskan pada pelanggan dan membangun sistem informasi yang bisa meningkatkan arus informasi antara perusahaan dan elemen lingkungannya.
Seperti terlihat pada gambar ada tiga arus informasi utama. Pertama, arus informasi ke perusahaan dalambentuk spesifikasi produk yang dibutuhkan. Mungkin perusahaan melakukan riset marketing untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, atau mungkin pelanggan melakukan pesanan atas produk yang dibuat oleh perusahaan. Kedua, perusahaan memenuhi pesan pelanggan dan juga memberikan informasi kepada pelaggan tersebut mengenai cara penggunaan produk yang dibelnya. Sebagai contoh, ada petunjuk yag disertakan pada produk, yang menjelaskan mengenai pengasemblingannya dan fasilitas pengamannya. Ketiga, perusahaan memperoleh informasi feedback dari pelanggan mengenai sejauh mana kebutuhannya dapat terpenuhi. Pelanggan dapat menggunakan hotline untuk mencurahkan keluhannya, dan riset marketing dapat melakukan survey mengenai pelanggan.
Contoh-contoh yang jelas mengenai bagaimana sistem informasi dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif adalah terjadinya sambungan atau hubungan antara perusahaan dengan pelanggan seperti tersebut. Strategi untuk meningkatkan atau memperkuat sambungan tersebut adalah dengan cara menyederhanakan proses pemesanan bagi para pelanggan. Sistem reservasi bandara udara yang menggunakan komputer adalah contohnya. Baik American Airlines maupun United Airlines menginvestasikan dalam jumlah besar pada sistem reservasi mereka dan membuatnya bisa digunakan oleh agen perjalanan. Dengan cara ini, mereka dapat mencapai sisi kompetitif dan memaksa pesaing mereka untuk mengikuti apa yang telah dilakukannya. Namun, karena merekalah yang pertama melakukannya, maka American dan United dapat menjadi yang teratas dan memimpin yang hal ini akan sulit dicapai oleh pesaing-pesaing yang mengikuti mereka kemudian.
Dua contoh lain mengenai bagaimana komputer dapat digunakan untuk memenangkan persaingan adalah yang dilakukan oleh American Hospital Supply dan McKesson Drug Company. American Hospital Supply memungkinkan para pelanggannya melakukan secara langsung melalui komputernya. McKesson melakuka hal yang sama pula. Bagi para pelnggan, proses pemesanan tersebut disederhanakan, dana para pelanggan ini bisa menerima barangnya secara lebih cepat daripada jika ia melakukan pemesanan melalui pengiriman. McKesson bisa mengurangi 250 klerknya yang tugasnya mengurusi form pemesanan dan pembelian, dan American Hospita Supply bisa meningkatkan tiga kali volume penjualannya, tanpa adanya penambahan staf. Para pesaing kedua perusahaan tersebut terpaksa harus mengimplementasikan sistem yang sama bila mereka tetap bisa bersaing dengan kedua perusahaan tadi.
PANDANG YANG LUAS MENGENAI KEUNTUNGAN KOMPETITIF
Walalupun sebuah sistem yang memperlancar arus informasi antara perusahaan dan pelanggannya benar-benar telah memberikan kontribusi terhadap tercapainya keuntungan kompetitif, namun janganlah hal ini dianggap sebagai pemecahan yang terakhir. Bahkan, jika arus informasi pelanggan sempurna, keuntungan kompetitif mungkin belum bisa dicapaikalau perusahaan tidak melakukan hubungan dengan elemen-elemen yang lain. Sebagai contoh, perusahaan tidak akan dapat memenuhi pesanan dari pelanggan jika ia tidak memperoleh bahan dari pemasok, karena pemasok tersebut mogok. Atau, ia tidak akan dapat menjual produknya bila produk tersebut tidak memenuhi standar keamanan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika perusahaan ingin mendapatkan keuntungan kompetitif, maka sebaiknya ia menetapkan arus informasi dengan semua elemen lingkungan. Juga, perusahaan tidak boleh menyepelekan tentang pentingnya efisiensi operasi internalnya.
Profesor Harvard, Michael E. Porter, dan konsultan pada Arthur Anderson, Victor E. Millar, mengungkapkan perlunya perusahaan untuk menetapkan nilai ke dalam semua operasinya. Operasi ini mencakup hubungan dengan pemasok, operasi internal, anggota channel distribusi, dan pelanggan.
Porter dan Millar menggunakan istilah value chain (sambungan nilai) untuk menjelaskan urutan yang dijalankan perusahaan dalam memberikan produknya. Seperti terlihat pada gambar, sambungan nilai perusahaan terdiri atas aktifitas inbound logistics (logistik yang terikat masuk), yang membutuhkan bahan dari pemasok; aktivitas operasi internal perusahaan; aktivitas outbound logistics (logistik yang terikat keluar), yang menjadikan produk dapat keluar; aktivitas marketing dan penjualan; dana aktivitas pelayanan pelanggan purna jual. Masing-masing aktivitas utama ini mempunyai komponen fisik yang menjalankan aktivitas tersebut dana komponen informasional yang memberikan informasi yang dibutuhkan.
Gambar sambungan nilai perusahaan
Contoh komponen informasional dari logistik yang terikat masuk adalah informasi yang diperlukan untuk memperoleh bahan dari pemasok. Bila perusahaan menetapkan sambungan komunikasi data dengan pemasok, mungkn dengan menggunakan teknologi seperti ISDN, maka arus informasi dapat diperlancar. Dengan demikian, hal ini akan menghasilkan keuntungan kompetitif, kaitannya dengan porsi keuntungan dari sambungan tersebut. Contoh yang sama untuk aktifitas yang lain dapat dilihat pada gambar diatas.
Jika perusahaan menghubungkan sambungannya dengan sambungan nilai dari pemasok, anggota channel, dan pelanggan, maka ia menciptakan value system (sistem nilai), seperti yang terlihat pada gambar 19.4. Upstream value (nilai hulu) dapat diperoleh melalui hubungannya dengan pemasok, dan downstream value (nilai hilir) dapat diperoleh melalui hubunganya dengan anggota channel dan pelanggan.
Profesor Harvard, James Cash dan Benn Konssynski, menggunakan istilah interorganizational system (sistem organisasi) atau IOS untuk menjelaskansistem informasi yang digunakan oleh lebih dari satu perusahaan. Kunci untuk mencapai IOS ini adalah adanya kerja sama antarperusahaan yang turut serta – yaitu IOS participant (peserta IOS). Masing-masing harus mendapatkan manfaat darinya. Biasanya, ada salah satu perusahaan yang mengemukakan inisiatif pembentukan sistem tersebut. Ia merupakan IOS facilitator (fasilitator IOS). Dalam banyak kasus, fasilitator tersebut adalah seorang dari manufaktur (manufacturer), namun ia bisa saja pedagang grosir (wholesaler), seperti McKesson Drug atau pengecer yang mempunyai pengaruh sangat kuat, seperti Sears. Tugas dari fasilitator IOS adalah menunjukkan para peserta bahwa, dengan bekerja dalam sistem tersebut, mereka akan memperoleh keuntungan kompetitif.
Gambar sistem nilai
MENEMPATKAN KEUNTUNGAN KOMPETITIF DALAM PERSPEKTIF
Keputusan untuk menjadi fasilitator IOS atau pesertanya menunjukkan bahwa manajemen telah menyadari akan pentingya perusahaan menjadi bagian aktif dari yang lebih besar, yaitu sistem lingkungan. IOS adalah contoh yang tepat mengenai bagaimana peserta (perusahaan) menerapkan teori sistemnya untuk memecahkan masalah secara bersama. Dengan menetapkan hubungan kerja sama dengan elemen-elemen lain yang terlihat dalam satu sumber, maka setiap perusahaan akan mendapatkan tingkat penampilan yang lebih tinggi.
PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK SUMBER-SUMBER INFORMASI
Jika informasi akan digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan keuntungan kompetitif maka penggunaannya harus direncanakan. Lebih dari itu perencanaan tersebut harus dilakukan oleh eksekutif perusahaan dan harus bersifat jangka panjang. Aktifitas perencanaan yang menidentifikasikan sumner-sumber informasi yang akan yang akan diperlukan pada masa yang akan dating dan cara penggunaannya dinamakan SPIR (Strategic Planning for Information Resources). Gagasan utama yang mendasari SPIR ini adalah adanya hubungan antara tujuan perusahaan secara keseluruhan dengan rencananya untuk sumber-sumber informasinya. Sumber-sumber informasi harus digunakan untuk mendukung pencapaian tujuan perusahaan.
Berdasarkan survey selama tahun delapan puluhan mengungkapkan bahwa SPIR adalah hal yang paling penting kaitannya dengan penggunaan computer dalam bisnis. Namun demikian manajemen belum menyadari akan pentingnya SPIR ini. Kesadaran tersebut berkembang secaara bertahap. William R.King professor pada University of Pittsburgh menetapkan tiga tahapan ini yaitu pra-perencanaan IS strategis, era SPIR awal dan era SPIR modern.
ERA PRA-PERENCANAAN IS STRATEGIS
Perencanaan sumber informasi yang pertama dilakukan oleh manajer dari unit pelayanan informasi. Ini merupakan pendekatan atrau cara bottom up, karena ia tidak banyak menyita perhatian dari misi organisasi. Ia digabungkan dengan sumber hardware yang terakhir yang mempunyai kapasitas yang cukup untuk menyerap aplikasi baru.
Pada akhir periode ini perusahaan mulai menyadari bahwa cara bottom up ini menghasilkan system yang terpisah yang tidak dapaat saling sesuai antara satu denganyang lainnya. Sebagai contoh, bnk mengetahui jika pelnggannya mempunyai account cek, account tabungan, dan pinjaman. Maka pelanggan tersebut ditampilkan pada tiga database terpisah dan sulit untuk mengkombinasikan datanya. Pemecahannya adalah dengan mengembangkan master plan untik memastikan bahwa proyek system yang akan dating nanti akan menghasilkan system yang dapat bekerja sama secara koordinatif.
Gambaran yang penting dari perencanaan ini adalah daanya kenyataan bahwa ia dilakukan dalam unit pelayanan informasi dengan partisipasi aktif eksekutif perusahaan yang kecil.
ERA SPIR AWAL
Selama akhir 1970-an perusahaan-perusahaan mulai melakukan pendekatan atau cara top down terhadap perencanaan dengan menyadari bahwa langkah pertama adalah menentukan tujuaan organisasi. Bila hal ini telah dilakukan, maka tujuan tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk merencanakan aktifitas dari setiap unit organisasional perusahaan. Setiap unit diharapkan bisa menetapkan rencana yang memungkinkan unit tersebut dapat mendukung perusahaan selagi ia berjalan mencapai tujuannya. Unit pelayanan informasi bisa dimasukkan kedalam perencanaan ini.
Ada beberapa pendekatan dasar yang dikembangkan untuk melakukan perencanaan top-down bagi sumber-sumber informasi ini. Pendekatan-pendekatan yang banyak mendapatkan perhatian adalah BSP IBM, CSF, transformasi susunan strategis dan SLC yang diperluas.
Gambar Transformasi susunan strategis
BSP IBM. IBM mengembangkan teknologi yang metodologi yang disebut Business System Planning (BSP). Yang merupakan pendekatan studi total. Setiap manajer di interview untuk menentukan kebutuhan informasinya dan system diimplementasikan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan tersebut. Asumsinya bahwa manajer bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan dan dengan memberikan informasi yang dibutuhkan maka tujuan tersebut akan tercapai.
Faktor keberhasilan yang penting. Awal mula terjadinya pendekatan CSF untuk perencanaan sumber informasi ini berasal dari Professor Harvard, William Zani pada tahun 1970 ketika ia mengidentifikasi variable keberhasilan kunci yang menentukan keberhasilan dan kegagalan. Pendekatan ini dikembangkan oleh John Rockart lebih dari sepuluh tahun kemudian, dan ia yang diakui menerapkan konsep CSF ini pada system informasi.
Transformasi Susunan Strategi. Wiliam King mencetuskan istilah strategi set information (transformasi susunan strategi). Untuk menjelaskaan bagaiman misi, tujuan, strategi, dan atribut organisasional strategis lain (yang disebut organizational strategy set atau susunan strategy organisasional)digunakaan sebagaai dasar untuk mengembangkan tujuan MIS, menangani kendala, dan mengembangkan strategi desain. Proses pentransformasian susunan strategi organisasional menjadi susunan strategi MIS dinamakan MIS strategic planning process (proses perencanaan strategis untuk MIS). Pendektn ini berpengaruh sangat besar terhadap strategi MIS yang berkembang secara alamiah dalam strategi perusahaan.
Siklus Hidup Sistem Yang Diperluas. Pada awal tahun 1980-an terlihat adanya perluasan SLC dengan tujuan untuk memberikan tempat kepada perencanaan top-down dan juga untuk pemastian kualitas post-implementasi.
Fase perencanaan strategis lebih dulu dilakukan daripada siklus hidup system. Pada fase ini eksekutif menentukan susunan strategi organisasional.
Fase evaluasi menurut King adalah peninjuan kembali post-implementasi, yang hal ini kita msukkaan daalam fase control operasi. Review dilakukan dengan tujuan untuk memastikan validitas teknis dan organisasional. Validitas teknis mengacu pada arsitektur system baru. Berkaitan dengan ini akan ditanyakan apakah system yang diimplementasikan sesuai dengan spesifikasinya? Validitas organisasional , sebaliknya, mengacu pada penggunaan system. Apakah system dapat digunakan sesuai dengan yang diharapkan?
Pembahasan kita menenai tinjauan post-implementasi terutama berkaitan dengaan validitas teknis, dan evaluasinya paling baik apabila dilakukan oleh pihak ketiga, misalnya auditor EDP. Pemastian validitas organisasional dapat dilakukan oleh spesialis informasi sebagai aktivitas tindak lanjutnya bersama dengan pemakai.
Yang terakhir, King menyertakan fase penyelesaian yang berkaitan dengan pembuangan system bila ia tidak bisa dimanfaatkan lagi. Menurut King, perusahaan tidak hanya membuang atau mengesampingkan system yang tidak terpakai lagi tersebut, namun ia harus merencanakan pembuangan itu.
Gambar siklus hidup sistem yang diperluas
ERA MODERN
Sekarang ini kita berada di era SPIR modern. Perusaahaan tidak hanya merencanakan bagaimana ia menggunakan sumber-sumber informasinya, namun status sumber-sumber informasi tersebut juga mempengaruhi rencana strategis dari keseluruhan organisasi.
Gambar Sumber-sumber informasi mempengaruhi strategi bisnis
Bila perusaahaan melakukan rencana dengan cara ini, ia akan mendapat stok kemampuan informasi sebagaimana yang ia pertimbangkan untuk dilakukan di masa mendatang. Penaksiran yang dilakukan diri sendiri ini memungkinkan eksekutif untuk mengkoreksi penyimpangn di dalam system informasi yang mungkin akan menggerakkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya. Ia juga memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kekuatan yang bisa digunakan untuk memperoleh keuntungan kompetitif.
MENEMPATKAN PERENCANAAN INFORMMASI STRATEGIS DALAM PERSPERKTIF
Tak ada orang yang begitu peduli terhadap pokok bahasan perencanaan informasi strategis selain William King. Namun ia yakin bahwa perencanaan seperti itu mungkintelah berlangsung lama. Ia melakukan studi bersama professor T.S Raghunathan dari University Of Toledo dimana ia mengemukakan bahwa perusahaan akan lebih mendapatkan keuntungan dari perencanaaan system tingkat bawah daripada mendapatkannya dari perencanaan strategis tingkat yang lebih tinggi. Nampaknya banyak perusahaan mempunyai anggapan bahwa bila dengan SPIR yang sedikit penampilan perusahaan akan baik , maka dengan SPI yang lebih besar mestinya penampilan tersebut juga akan lebih baik. Perusahaan-perusahaan tersebut terlalu memperhatikan formalitas proses perencanaan dan kurang dalam merealisasikan pengimplementasian rencana tersebut. King merasa bahwa situasi pada saat itu seharusnya tidak melebih-lebihkan kemampuan SPIR.
Sementara hal ini jelas-jelas menjadi usul yang baik. Konsep perencanan informasi memberikan gmbaran mengenai point yang penting dlm pembahaasan kita. Perusahaan tidak boleh hanya merencanakan bagimana menggunakan sunmber-sumber informasinya, namun juga harus menyertakan sumber-sumber tersebut dalam perencanaan jangka panjang untuk keseluruhan organisasi. Orang yang berperan dalam menjalankan hubungn timbale balik ini adalah CIO.
KEPALA BAGIAN INFORMASI (CIO)
Kita telah mengenaal chief information officer (CIO) dan telah menggunakan istilah tersebut untuk menyebutkan manajer dri unit pelayanan informasi perusahaan. Kita telah mendapatkan gambaran bhwa CIO bertugas memberi laporan langsung kepada presiden atau CEO dan secara aktif ia turut ambil bagian pembuatan keputusan penting dalam perusahaan, dan mungkin ia menjadi komite eksekutif.
Gambaran mengeni CIO ini merupakan pengturan yang ideal wlaupun hal ini telah banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan. CIO dari Kodak, Katherine Hudson, misalny yang melaporkan secara langsung kepd presiden dan bekerja sama dengan wakil pimpinan serta eksekutif. Dalam menjelaskan hubungan ini, ia mengemukakan bahwa Manajemen bagian di Kodak bisa melakukan investasi jutaan dolar dalam teknologi , namun persetujuan investasi tersebut harus dibawa ke tingkat atas, seperti ke pemimpin perusahaan, kemudian pimpinan tersebut akan memanggil saya dan bertanya apakah hal ini merupakan rencana yang tepat? Saya melihat hal ini bukanlah kekuatan veto. Saya melihatnya sebagai suatu peran yang mendukung. situasi di Kodak ini merupakan cirri khas di perusahaan besar, bukaan cirri perusahaan kecil. Jug konsep CIO lebih lazim di Amerika Serikat daripada di Negara-negara lain, wlaupun ia mulai diterapkan di eropa.
KENDALA PADA CIO
Walaupun perusahaan menetapkan CIO, orang yang diangkat sering kali tidak mempunyai kekuatan pengaruh seperti yang dimiliki Hudson di Kodak. Pada tahun 1988, perusahaan accounting Coopers & Lybrand bekerjasama dengan majalah Datamation untuk melakukan survey terhadap 400 manajer pelayanan informasi. Tujuan survey ini adalah untuk mendapatkan gambaran dari status posisi CIO. Survey tersebut mengungkapkan bahwa 59 persen dari responden mengaku dirinya sebagai CIO namun hanya 14 persen yang bisa dinamakan CIO tersebut. Pangkat yang paling popular adalah Direktur MIS sebanyak 37 persen. Diikuti oleh Wakil Presiden Bidang Pelyanan Informasi sebanyak 32 persen.
Gambar status CIO dalam perusahaan
Yang lebih membingungkan daripada penggunaan pangkat yang tidak konsisten ini adalah hubungan pelaporannya. Hanya 27 persen responden yang melaporkan langsung kepada CEO atau presiden. Sebagian besar atau sebaanyak 35 persen memberikan laporan kepada kepala bagian keuangan (CFO), dimana hal ini akan kembali kepada ciri-ciri masa lalu yaitu jika peralatan pemrosesan data yang ditempatkan pada departemen accounting. 15 persen responden tersebut melaporkan kepada bagian administrasi , misalny wakil presiden di bidang dministrasi.
Gambaran hubungan pelaporan sangat kontras dengan gambaran yang menggambarkan bagaimana seharusnya hubungan CIO yang ideal. 87 persen responden percaya bahwa mereka harus melaporkan kepada CEO atau chief operating officer (kepala bagian operasi) seperti wakil presiden eksekutif. CIO sebenarnya tidak puas mengenai hubungan pelaporannya dengan CFO dan bgian administrasi.
Dengan demikian, CIO tidak mempunyai pengaruh terhadap penentuan kebijaksanaan perusahaan sebagaimana yang kita maksudkan dalam pembahasan. Banyak CIO sekarang ini yang tidak menerima akan anggapan terhadap dirinya sebagai teknisi, yang hal ini jugaa dialami oleh para manajer computer dimasa lalu. Eksekutif lain menganggap bahwa CIO adalah mempunyai keckapan teknis, namun kemmpun tersebut tidak bisa digunakan untuk melaakukan perencanaaan strategis bersama. Beberapa perusahaan telah berusaha untuk mengatasi masalah kesan ini dengan cara mempromosikan seseorang menjadi manajer non-komputer atau merekrut CIO yang mempunyai keterampilan bawaan yang dibutuhkan.
Kenyataan menunjukkan bahwa untuk mencapai penerimaan pengaruh yang dibutuhkan unit pelayanan informasi kepada manajemen puncaak membutuhkn waktu yang lama. Strategi CIO tidak akan diterima begitu saja oleh manajemen tingkat puncak sebelum ia menunjukkan kemampuannya dalam memberikan kontribusi terhadap pembuatan keputusan oleh manajemen tingkat atas tersebut. Paling tidak hal ini akan menjadi kenytaan jika para spesialis informasi dan CIO yang mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai bisnis dan maanajemen ini meningkat posisinya di manajemen tingkat atas. Namun hal ini membutuhkan waktu yang lama.
MANAJEMEN DARI END-USER COMPUTING
Bila CIO mempunyai pengaruh, sumber-sumber informasi perusahaan juga akan mengalami perubahan. Selama beberapa tahun, trend operasi pelayanan informasi terpusat telah berubah menjadi trend pendistribusian sumber-sumber komputerisasi keseluruh perusahaan, terutama dalam bentuk mikrokomputer.
Sebagian besar dari peralatan yang didistribusikan ini digunakan oleh pemakaian yang tidak mempunyai pemahaman komputer secara khusus. Aplikasi-aplikasi dari pemakai ini terdiri atas software tertulis yang telah dibuat oleh bagian unitpelayanan informasi atau diperoleh dari sumber-sumber luar. Namun demikian, ada juga pemakai yang hanya mengunakan komputer. Mereka ini juga mendisain dan mengimplementasikan aplikasinya sendiri.
Sekarang perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk mengolah sumber-sumber informasi yang tersebar tersebut . dalam bagian in, kita akan meneliti gejal-gejalanya dan mencari beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar ia dapat mencapai tingkat kontrol yang diharapkan.