Hubungan Manusia Dengan Alam
Manusia dan alam mempunyai keterikatan yang kuat dimana keduanya mempunyai hak dan kewajiban antara satu dengan yang lain untuk menjaga keseimbangan alam. Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Dalam pelajaran ekologi manusia, kita akan dikenalkan pada teori tentang hubungan manusia dengan alam. Salah satunya adalah anthrophosentis. Di sana dijelaskan mengenai hubungan manusia dan alam. salah satu bentuknya adalah anthoposentris. dimana manusia menjadi pusat dari alam. maksudnya semua yang ada dialam ini adalah untuk manusia. Kalau dipikir-pikir emang benar sih. buat apa coba, ada sapi, ikan, padi, kalau bukan untuk makanan kita. buat apa ada kayu, batu, pasir, kalau bukan buat bangunan untuk manusia. buat apa ada emas, berlian kalau gak dipakai oleh manusia sebagai perhiasan.
Allah SWT. juga menjelaskannya dalam Al Qur’an, bahwa semua yang ada dialam ini memang sudah diciptakan untuk kepentingan manusia.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (al baqarah: 29)
Tapi berbeda dengan anthoroposentris yang menempatkan manusia sebagai penguasa yang memiliki hak tidak terbatas terhadap alam, maka islam menempatkan manusia sebagai rahmat bagi alam.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(al anbiyaa’:107)
walaupun kita diberi kelebihan oleh Allah atas segala sesuatu di alam ini, tapi kelebihan itu tidak menjadikan kita sebagai penguasa atas alam dan isinya. Karena alam dan isinya tetaplah milik Allah. Kita hanya diberikan kekuasaan atas alam tersebut sebagai pengelola dan pemelihara, dan pemakmur.
Kemudia ketika kita berinteraksi dengan alam, tidak seperti paham antroposentris yang menghalalkan sebgala cara asal kebutuhan manusia terpenuhi, islam mengajarkan bahwa hak kita dalam memanfaatkan alam juga dibatasi oleh hak alam dan isinya itu sendiri.
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (al an’am:141)” kita tidak boleh berlegih-lebihan dalam memanfaatkannya, sehingga menimbulkan kerusakan. seharusnya semua yang ada dialam ini kita jadikan sebagai sarana untuk berpikir akan kebesaran Allah SWT.
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.(ar ra’du: 4)”
Ada fungsi utama manusia di dunia, yaitu 'abdun' dan khalifah Allah dibumi.Esensi dari 'abdun' adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dalam kontek 'abdun', manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah.Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh terhadap penciptanya.Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta akan menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Sang Pencipta berupa potensi yang sempurna yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu potensi akal.Dengan hilangnya rasa syukur mengakibatkan ia menghambakan diri kepada selain Allah termasuk menghambakan diri kepada selain Allah termasuk menghambakan diri kepada hawa nafsunya. Keikhlasan manusia menghambakan dirinya kepada Allah akan mencegah penghambaan manusia kepada sesama manusia termasuk pada dirinya.
Manusia diciptakan Allah dengan dua kecenderungan yaitu kecenderungan kepada ketakwaan dan kecenderungan kepada dan kecenderungan kepada perbuatan fasik.Sebagaimana firman Allah, faalhamaha fujuroha watakwaha.Artinya "maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia kefasikan dan ketakwaan".Dengan kedua kecenderungan tersebut Allah berikan petunjuk berupa agama sebagai alat manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu amarah. Untuk itu Allah berfirman "wahadainahu najdaini"."Aku tunjukan kamu dua jalan".Akal memiliki kemampuan untuk memilih salah satu yang terbaik bagi dirinya.
Fungsi yang kedua sebagai Khalifah Allah di bumi, ia punya tanggung jawab untuk menjaga alam.Manusia diberikan kebebasan untuk memanfaatkan sumberdaya.Oleh karena itu perlu adanya ilmu dalam memanfaatkan sumberdaya agar tetap terdapat keseimbangan dalam alam.
Untuk melaksanakan tanggung jawabnya, manusia diberikan keistimewaan berupa kebebasan untuk berkreasi sekaligus menghadapkan dengan tuntutan kodratnya sebagai makhluk psikofisik.Namun ia harus sadar akan keterbatasannya yang menuntut ketaatan dan ketundukan terhadap aturan Allah, baik dalam konteks ketaatan terhadap perintah beribadah secara langsung (fungsi sebagai abdun) maupun konteks ketaatan terhadap sunatullah (fungsi sebagai khalifah).Perpaduan antara tugas ibadah dan khalifah inilah yang akan mewujudkan manusia yang ideal yakni manusia yang selamat dunia akherat
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut : Al-Qur’an dan as-Sunnah : Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat NYA dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal.
Manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari alam. Sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam adalah saling mengisi dan melengkapi satu dengan lainnya dengan peran yang berbeda-beda. Manusia mempunyai peran dan posisi khusus diantara komponen alam dan makhluq ciptaan Tuhan yang lain yakni sebagai khalifah, wakil Tuhan dan pemimpin di bumi ( QS: Al An’am:165). Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya ini ditegaskan dalam beberapa ayat al Qur’an dan Hadist Nabi yang intinya adalah :
1) Hubungan keimanan dan peribadatan. Alam semesta berfungsi sebagai sarana bagi manusia untuk mengenal kebesaran dan kekuasaan Tuhan (beriman kepada Tuhan) melalui alam semesta, karena alam semesta adalah tanda atau ayat-ayat Allah. Manusia dilarang memperhamba alam dan dilarang menyembah kecuali kepada Allah yang Menciptakan alam.
2) Hubungan pemanfaatan yang berkelanjutan. Alam dengan segala sumberdayanya diciptakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam memanfaatkan sumberdaya alam guna menunjang kehidupannya ini harus dilakukan secara wajar (tidak boleh berlebihan). Demikian pula tidak diperkenankan pemanfaatan sumberdaya alam hanya untuk memenuhi kebutuhan bagi generasi saat ini sementara hak-hak pemanfaatan bagi generasi mendatang terabaikan. Manusia dilarang pula melakukan penyalahgunaan pemanfaatan dan atau perubahan alam dan sumberdaya alam untuk kepentingan tertentu sehingga hak pemanfatatannya bagi semua kehidupan menjadi berkurang atau hilang.
3) Hubungan pemeliharaan. Manusia mempunyai kewajiban untuk memelihara alam untuk keberlanjutan kehidupan, tidak hanya bagi manusia akan tetapi bagi semua makhluk hidup yang lainnya. Tindakan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan dan mengabaikan asas konservasi sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi dan kerusakan lingkungan, merupakan perbuatan yang dilarang (haram) dan akan mendapatkan hukuman. Sebaliknya manusia yang mampu menjalankan peran pemeliharaan alam ini dengan baik, maka baginya tersedia ganjaran dari Allh swt.
Manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, berhubungan pula dengan alam sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Dalam berhubungan dengan Tuhan ini manusia memerlukan alam sebagai sarana untuk mengenal dan memahami Tuhan (yakni: alam adalah ayat-ayat kauniah Tuhan). Manusia juga memerlukan alam (misalnya: papan, pangan, sandang, alat transportasi dan sebagainya) sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah swt. Hubungan manusia–alam ini adalah bentuk hubungan peran dan fungsi, bukan hubungan sub-ordinat (yakni: manusia adalah penguasa alam) sebagaimana pahamnya penganut antroposentrisme dan kaum materialis. Sementara itu alam berhubungan pula dengan Tuhan yang menciptakannya dan mengaturnya. Jadi alampun tunduk terhadap ketentuan atau hukum-hukum atau qadar yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Memelihara alam. Agar manusia bisa memahami alam dengan segala hukum-hukumnya, manusia harus mempunyai pengetahuan dan ilmu tentang alam. Dengan demikian, upaya manusia untuk bisa memahami alam dengan pengetahuan dan ilmu ini pada hakekatnya merupakan upaya manusia untuk mengenal dan mamahami yang Menciptakan dan Memelihara alam, agar bisa berhubungan denganNya.
Dalam pandangan Islam, manusia disamping sebagai salah satu makhluk Tuhan, ia sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan dimuka bumi (Al An’am: 165). Sebagai mahkluk Tuhan, manusia mempunyai tugas untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada Penciptanya (al-Chaliq). Dalam penghambaan ini manusia tidak diperkenankan (haram) untuk mengabdi kepada selain Allah. Pengabdian atau penghambaan kepada selain Allah merupakan perbuatan syirk dan merupakan dosa besar. Dalam pengabdian ini terkandung konsep tauhid (peng Esaan) terhadap Tuhan. Dengan demikian, tauhid merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam hubungan antara manusia, alam dan Tuhan.
Sebagai wakil Allah, maka manusia harus bisa merepresentasikan peran Allah terhadap alam semesta termasuk bumi seisinya antara lain memelihara (al rab) dan menebarkan rakhmat (rakhmatan) di alam semesta. Oleh karena itu kewajiban manusia terhadap alam dalam rangka pengabdiannya kepada Allah swt adalah melakukan pemeliharaan terhadap alam (termasuk pemeliharaan kehidupan diri = hifdzun nafs) untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di alam. Untuk mempertahankan dan memenuhi hajat hidupnya, manusia diperkenankan oleh Tuhan untuk memanfaatkan segala sumberdaya alam secara wajar (sesuai dengan kebutuhan) dan bertanggungjawab. Segala sikap, perilaku atau perbuatan manusia (lahir dan batin) yang berkaitan dengan pemeliharaan alam harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan setelah kehidupan dunia ini berakhir. Islam melarang pemanfaatan alam (sumberdaya alam) yang melampaui batas atau berlebihan atau isyraf (Al An’am: 141-142).
Pemanfaatan (eksploitasi) sumberdaya alam yang berlebihan akan menguras sumberdaya alam yang bersangkutan hingga habis tak tersisa, sehingga hak-hak untuk memanfaatkan sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang terabaikan. Hal ini merupakan perbuatan pelanggaran terhadap hukum atau ketetapan Tuhan sekaligus pelanggaran amanah, sehingga merupakan perbuatan dosa besar pula. Dalam aras praktis untuk menjaga kemanfaatan dan kelestarian alam (fungsi manfaat dan reproduksi), misalnya Rasulullah Muhammad SAW melarang memetik buah sebelum matang (ripe) dan siap dikonsumsi, melarang memetik bunga sebelum mekar dan menyembelih hewan ternak yang masih kecil dan belum berumur. Nabi juga mengajarkan agar manusia selalu bersahabat sekalipun terhadap makhluk yang tak beryawa. Istilah “penaklukan” atau “penguasaan” alam seperti yang dipelopori oleh pandangan Barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak untuk menguasai dan mengatur alam adalah Yang Maha menciptakan dan Maha Mengatur yakni Rab al alamiin.