Sejarah Kode Etik Kehumasan
Sejarah berdirinya Asosiasi Public Relations Internasional (IPRA)
1. Awal pertama dicetuskan di Belanda Maret 1950 oleh para praktisi PR/Humas dariberbagai Negara (Inggris, Belanda, Perancis, Norwegia dan Amerika Serikat) pada acara The Royal Netherlands Internasional Trade Fair.
2. Tanggal 1 Mei 1955 organisasi profesi International Public Relations Association (IPRA) berdiri secara resmi.
3. Dalam sidang umum di Venice Mei 1961 diterbitkan 4 (empat) kode perilaku pokok yang sekaligus merupakan standard atau piagam moral bagi perilaku professional humas sebagai berikut:
a. integritas pribadi dan profesionalisme.
b. perilaku terhadap klien dan majikan.
c. perilaku terhadap media dan umum.
d. perilaku terhadap rekan seprofesi.
4. Untuk kode etik IPRA sudah beberapa kali diamendir yaitu melalui Kode Etik Athena ketika berlangsung sidang umum IPRA di Athena Yunani tangal 12 Mei 1965.
5. Kode etik IPRA disempurnakan lagi pada konvensi IPRA di Teheran Iran 17 April 1968. Dimana secara umum dan normatif memuat butir-butir Mukadimah dan terdiri dari 13 pasal.
Dimana secara garis besar mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Mengenai kode perilaku.
b. Merupakan kode moral
c. Menjunjung tinggi standard moral.
d. Memiliki kejujuran yang tinggi.
e. Mengatur secara etis mana yang boleh dan tidak boleh diperbuat oleh seorang professional Public Relations atau Humas.
Selanjutnya November 1991 IPRA Council di Nairobi menetapkan “IPRA Nairobi Code for Communication in Environment and Development“ yang isinya : antara lain berkaitan dengan isu sentral dan tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan memperhatikan faktor pembangunan dan pengembangan sosial.
Sejarah Perkembangan Public Relations Di Indonesia.
Sejarah perkembangan Public Relations di Indonesia secara konsepsional terjadi pada tahun 1950-an. Kala itu berdiri organisasi HUMAS pertama kali di perusahaan perminyakan negara (Pertamina). Peranan divisi HUPMAS (Hubungan Pemerintah dan Masyarakat) Pertamina ini sangat penting dalam upaya menjalin hubungan komunikasi timbal balik dengan pihak klien, relasi bisnis, perusahaan swasta atau BUMN atau Asing dan masyarakat.
Kemudian pada tahun 1954, secara resmi HUMAS diterapkan pada jajaran kepolisian. Dilanjutkan di berbagai instansi pemerintah dan perusahaan swasta pada tahun 1970-an.
Jika dikaitkan dengan state of being, dan sesuai dengan method of communication, maka istilah Humas dapat dipertanggung jawabkan. Tetapi, jika kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Hubungan Masyarakat itu, hanya mengadakan hubungan dengan khalayak di luar organisasi, misalnya menyebarkan press release ke massa media, mengundang wartawan untuk jumpa pers atau wisata pers, maka istilah hubungan masyarakat tersebut tidaklah tepat apabila dimaksudkan sebagai terjemahan dari public relations.
Dan menurut Rosady Ruslan, SH, MM. membagi perkembangan Public Relations di Indonesia dalam 4 periode sebagai berikut :
Periode 1 ( Tahun 1962 )
Secara resmi pembentukan HUMAS di Indonesia lahir melalui Presidium Kabinet PM Juanda, yang menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah harus membentuk bagian/divisi HUMAS. Dijelaskan pula garis besar tugas kehumasan dinas pemerintah adalah : Tugas strategis yaitu ikut serta dalam proses pembuatan keputusan oleh pimpinan hingga pelaksanaaannya. Dan tugas taktis yaitu memberikan informasi, motivasi, pelaksanaaan komunikasi timbal balik dua arah supaya tercipta citra atas lembaga atau institusi yang diwakilinya.
Periode 2 ( Tahun 1967 – 1971 )
Pada periode ini terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dalam pembangunan, khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan.
Tahun 1967, berdiri Koordinasi antar Humas Departemen atau Lembaga Negara yang disingkat “Bakor” yang secara ex officio dipimpin oleh pimpinan pada setiap departemen.
Tahun 1970-1971, Bakor diubah menjadi Bako-humas (Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah) yang diatur melalui SK Menpen No.31/Kep/Menpen/tahun 1971. Yang menjelaskan sebagai institusi formal dalam lingkungan Departemen Penerangan RI. Bakohumas tersebut beranggotakan Humas departemen, Lembaga Negara serta unit usaha Negara atau BUMN. Kerjasama antara Humas departemen atau institusi tersebut menitik beratkan pada pemantapan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam operasi penerangan dan kehumasan.
Periode 3 ( Tahun 1972 – 1993 )
Periode ini ditandai dengan munculnya Public Relations kalangan profesional pada lembaga swasta umum. Dengan indikator sebagai berikut:
a. Tanggal 15 desember 1972 didirikannya Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) sebagai wadah profesi HUMAS oleh kalangan praktisi swasta dan pemerintah. Seperti wardiman Djojonegoro ( mantan mendikbud), Marah Joenoes (mantan kahupmas Pertamina), dll.
Pada konvensi Nasional HUMAS di Bandung akhir tahun 1993 lahirlah Kode Etik Kehumasan Indonesia (KEKI). Perhumas juga tercatat sebagai anggota International Public Relations Association (IPRA) dan ASEAN Public Relations Organization (FAPRO).
b. Tanggal 10 April 1987 di jakarta, terbentuklan suatu wadah profesi HUMAS lainnya yang disebut dengan Asosiasi Perusahaan Public Relations (APPRI ). Tujuannya adalah sebuah wadah profesi berbentuk organisasi perusahaan-perusahaaan public relations yang independen (konsultan jasa kehumasan).
Periode 4 ( Tahun 1995 – sekarang )
Periode ini Public Relations berkembang di kalangan swasta bidang profesional khusus (spesialisasi Public Relations atau HUMAS bidang industri pelayanan jasa). Dengan indikator sebagai berikut:
a. Tanggal 27 November 1995 terbentuk Himpunan Humas Hotel Berbintang (H-3). Himpunan ini diperuntukkan sebagai wadah organisasi profesi HUMAS bidang jasa perhotelan, berkaitan erat dengan organisasi PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran di Indonesia).
b. Tanggal 13 september 1996 diresmikannya Forum Komunikasi Antar Humas Perbankan (FORKAMAS) oleh Gubernur BI Soedradjad Djiwandono. Forum ini resmi bagi para pejabat HUMAS (Public Relations Officer), baik bank pemerintah (HIMBARA), swasta (PERBANAS), dan asing yang beroperasi di bidang jasa perbankan di Indonesia.
c. Keluarnya SK BAPEPAM No.63/1996, tentang wajibnya pihak emiten (perusahaan yang go publik) di Pasar Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya memiliki lembaga Corporate Secretary.
d. Berdirinya PRSI (Pulic Relations Society of Indonesia) pada tanggal 11 november 2003 di Jakarta. ini menyerupai PRSA (Public Relations Society of Amerika), sebuah organisasi profesional yang bergengsi dan berpengaruh serta mampu memberikan sertifikasi akreditasi Public Relations Profesional (APR) di Amerika yang diakui secara internasional.
PRSI atau Masyarakat Public Relations Indonesia (MAPRI) pertama kali dipimpin oleh August Parengkuan seorang wartawan senior harian Kompas dan mantan ketua Perhumas-Indonesia. Tujuan organisasi ini adalah meningkatkan kesadaran, kepedulian, kebersamaan, pemberdayaan serta pastisipasi para anggotanya untuk berkiprah sebagai Public Relations professional dalam aktivitas secara nasional maupun internasional.
Untuk di Indonesia sejak tahun 1967 terbentuk Badan Koordinasi antar Humas Departemen dan Lembaga Negara (Bakohumas). Dan sesuai SK.Menpen nomor : 31 tahun 1971 melalui Bakomumas dikoordinasikan oleh Menteri Penerangan R.I. (sekarang Menteri Negara Komunikasi dan Informasi) yang tertuang dalam tugas dan fungsi Bakomumas.
Sedangkan dalam SK.Menteri Negara Komunkasi dan Informasi (Kominfo) nomor 03A/SK/Meneg/I/2002 tanggal 18 januari 2002 sebagai pengganti SK.Menpen nomor : 31 tahun 1971 adalah tentang tugas dan kedudukan Bakohumas.
Dan untuk Kode Etik Humas khusus dilembaga pemerintahan mengacu pada Keputusan Menteri Komunkasi dan Informatika Nomor. 371/KEP/M.KOMINFO/8/2007 tanggal 28 Agustus 2007.
Dari kode etik tersebut diatas sangat simple, mudah diratifikasi atau diadopsi kedalam kode etik Humas atau Public Relations dimasing-masing Negara anggota IPRA yang merupakan “Piagam Moral” dan pedoman atau rambu-rambu :
1. Bagi PRO (Public Relations Officer) by Profession adalah merupakan acuan yang ditujukan kepada subyeknya (orang) sebagai penyandang professional Humas atau Public Relations yang seharusnya memiliki integritas pribadi dan tanggung jawab professional.
2. Bagi Public Relations by Function ditujukan pada “prosesnya” Humas sebagai lembaga dalam berbagai hal (pengambilan keputusan,tanggung jawab social, kegiatan komunikasi, publikasi dan promosi). Serta selain itu mampu menciptakan, menjaga citra positif melalui pembinaan hubungan dan kemauan baik dengan berbagai pihak sebagai publiknya.