CONTOH PROPOSAL METODE BELAJAR DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

METODE BELAJAR DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
I. Pendahuluan 
 Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki sejumlah kelebihan bila dibandingkan dengan makhluk yang lain. Salah satu kelebihan yang dimilikinya adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan jalan mempelajarinya. Tidak hanya sekedar membuat kebiasaan-kebiasaan dengan mengikuti instinknya sebagaimana berlaku bagi binatang yang digunakan dalam sirkus-sirkus, yang tampaknya sangat luar biasa setelah dilatih secara cermat dan penuh kesabaran. 

Dalam kehidupan sehari-hari manusia berhadapan dengan berbagai hal yang harus dilakukannya baik yang berkaitan dengan keperluan pemenuhan kebutuhan pokoknya sebagai makhluk hidup, maupun dalam rangka menjalin hubungan antar manusia serta hubungan dengan makhluk yang lain. Tidak jarang manusia diperhadapkan kepada hal-hal yang dirasakannya sebagai sesuatu yang baru sama sekali. Misalnya; ketika seseorang yang selama ini hidup di pedalaman atau di pegunungan, suatu waktu dia pindah dan berada pada suatu pemukiman yang berada di pinggir laut. 

Kedua wilayah tersebut tentu saja berbeda secara geografis, perbedaan geografis tersebut mengakibatkan perbedaan pula dalam membentuk kebiasaan sehari-hari. Dalam hubungan ini yang bersangkutan perlu menyesuaikan diri dengan jalan "mempelajari" hal-hal yang selama hidupnya di pegunungan tidak pernah dialaminya, misalnya bagaimana ia harus berenang di pinggir laut, bagaimana ia harus mengikuti irama hidup para nelayan yang lebih banyak melaut dari pada berada di darat (menaiki perahu, mendayung, serta melakukan kegiatan menangkap ikan serta makan minum di atas perahu dsb). 

Kata kuncinya di sini adalah belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam spektrum yang lebih rumit dan berkaitan dengan struktur jiwa dan pengalaman kejiwaan manusia, dapat pula dilihat bagaimana manusia melakukan sesuatu untuk menambah dan mengembangkan kemampuan intelektualnya melalui pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu sehingga nantinya dia dapat menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan memperbaiki sikapnya. Pertambahan pengetahuan seseorang di samping dapat bermakna kualitatif, juga dapat bermakna kuantitatif. 

Dengan kata lain kualitas pengetahuan seseorang ditandai dengan semakin meningkatnya cara penyesuaian diri seseorang kepada hal-hal baru yang dihadapi dan dialaminya; sedangkan pengertian kuantitatif dapat diukur dengan parameter tertentu yang dapat dihitung secara matematik; misalnya seberapa banyak jumlah soal yang dapat diselesaikannya dengan benar dan tepat dalam hitungan waktu tertentu. Pada tahun enampuluhan terjadi perkembangan yang cukup signifikan dalam bidang ilmu pendidikan terutama dalam memandang manusia sebagai objek dan subjek pendidikan. 

Dalam kurun waktu tersebut dikenal seorang ahli yang mengemukakan pernyataan yang sangat terkenal yakni J.B. Carroll sebagaimana dikutip oleh Arikunto yang mengatakan "All can learn, all will learn" yang dapat dipahami bahwa semua anak mau dan mampu belajar. Pernyataan tersebut mengundang berbagai reaksi dari para pakar pendidikan. Karena dalam kurun waktu yang panjang ada pendapat yang mengemukakan tentang adanya perebedaan manusia secara spesifik. 

Satu di antaranya adalah pendapat yang dianut oleh sebagian besar masyarakat ketika itu yang mengatakan bahwa setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda satu sama lain. Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa pernyataan Carroll itu tetap relevan jika dilihat dalam perspektif belajar dan pembelajaran saat ini. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dalam menjelaskan tentang masalah belajar, baik yang berkaitan dengan subjek belajar yakni manusia sebagai peserta didik yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya maupun objek yang perlu dipelajarinya. 

Secara psikologis manusia yang sedang belajar akan dapat merasakan adanya perubahan dalam dirinya, tetapi pada saat yang sama diapun secara hakikiah dapat meresapi betapa keterbatasan dirinya untuk mengetahui begitu banyak hal. Dalam paradigma pembelajaran mutakhir, ternyata tidak jauh dari pemahaman filosofis yang terkandung dalam firman Allah dalam surah al-‘Alaq ayat 4 allazy ‘allama bi al-qalam yakni Allah memberikan ilmu kepada manusia melalui proses belajar mengajar (pembelajaran), jadi tidak ada kewenangan para guru untuk memberikan tambahan ilmu kepada para peserta didiknya. Melainkan harus diakui bahwa tugas penting seorang guru adalah membelajarkan peserta didiknya dengan menggunakan alat bantu (media) dan menjalankan metode yang cocok untuk bahan yang diajarkan. 

Maka terjadilah interaksi edukatif yang memberikan suasana yang sangat kondusif bagi peserta didik untuk mendapatkan karunia ilmu dari yang maha pemilik Ilmu yaitu Allah swt. Interaksi yang berlangsung antara guru dengan murid, dengan kata lain antara pendidik dengan peserta didik haruslah mencerminkan adanya hubungan yang sangat manusiawi sehingga terjalin rasa dan semangat yang sama dalam menuju pencapaian tujuan dari interaksi tersebut. Dari sini dirumuskanlah teori pembelajaran yang berbasis Pembelajaran aktif, innovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). 

Oleh karena dilakukan secara terencana dan bertujuan, maka seyogianya juga memberikan suatu indikasi secara jelas dan terukur melalui suatu perumusan tujuan instruksional, penetapan proses dan kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode mengajar yang tepat, pelibatan media (alat peraga) yang diperlukan dan menunjang pembelajaran dan sebagainya. Itulah sebabnya maka pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu proses instruksional yang terstruktur dalam artian prosesnya terkait dengan suatu rangkaian komponen pembelajaran yang saling terkait satu dengan yang lain menuju pencapaian tujuan instruksional yang telah digariskan sebelumnya. Jika tidak demikian, maka pembelajaran dapat dianggap kurang efektif.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dikemukakan beberapa masalah sebagaimana dirumuskan di bawah ini. 

II. Rumusan Masalah 
  1. Bagaimana metode belajar yang dapat memberikan hasil belajar yang memadai; 
  2. Sejauhmana suatu proses pembelajaran dianggap efektif mencapai tujuan instruksional. 
  3. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam menciptakan pembelajaran yang berhasil dan berdaya guna.
III. Beberapa Pengertian 
Istilah Salah satu defenisi belajar yang dapat dikemukakan adalah apa yang ditulis oleh Smith (1980) sebagaimana dikutip oleh Arikunto: 

Learning refers to changes in behavior, change which are attributible to a set of antecedent conditions categorized as experience and training rather than to processes such a maturation, growth, physiology, perseption, or motivation. In addition, the changes in performance, with we define as learning are relatively speaking, permanent rather than transtory; they persist for some time. If only a few minutes. 

Ada dua kata kunci yang penting diperhatikan dalam defenisi dia atas, yakni behavior (tingkah laku) yakni perubahan dalam tingkah laku dan performance (penampilan) dimana seorang peserta didik yang telah melewati suatu proses pembelajaran dengan materi tertentu, akan mengalami perubahan dalam penampilannya baik secara lahiriah maupun secara kejiwaan. 

Dua istilah tersebut terkait dengan penampilan luar yang dapat diamati secara inderawi maupun kemungkinan isi di dalamnya secara psikologis. Kedua hal tersebut merupakan capaian dari kegiatan yang disebut belajar. Pengalaman belajar setidaknya akan membawa kepada perubahan tingkah laku dan perubahan penampilan dari subjek belajar yang bersangkutan. Oleh karenanya jika dalam diri seorang subjek belajar tidak terjadi dalam diri mereka perubahan dimaksud di atas, berarti belajar yang dilakukannya tidak berhasil atau paling tidak dianggap telah terjadi stagnasi. 

Pembelajaran adalah suatu situasi yang tercipta dari interaksi yang berlangsung antara berbagai faktor (multiple factor) ataupun komponen; guru, siswa (peserta didik), kurikulum, metode, sarana dan media serta komponen lainnya yang diperlukan. Sedangkan tujuan yang diharapkan dari suatu pembelajaran tiada lain berkisar pada analisis tentang bagaimana cara menghilangkan kesenjangan antara perilaku yang ada sekarang dengan perilaku yang diharapkan di masa yang akan datang setelah pembelajaran itu selesai dilaksanakan. 

Beberapa variasi kualitas pembelajaran dapat dikemukakan untuk menggambarkan bagaimana pembelajaran tersebut dikelola sedemikian rupa:
a. Kualitas pembelajaran akan bervariasi sesuai dengan variasi gurunya. Guru adalah manusia, dimana manusia itu unik. Setiap manusia memiliki spesisifikasi sendiri. Dengan adanya keunikan itulah tercipta suatu situasi pembelajarannya sendirisendiri yang unik pula. 
b. Kualitas pembelajaran akan bervariasi sesuai dengan waktu seseorang guru beraksi. Terdapat perkembangan sistuasi pembelajaran dari seorang guru dari waktu ke waktu, sesuai dengan kondisi psikologis yang melingkupi diri sang guru. Jadi unsur waktu disini sangat mempengaruhi sistuasi pembelajaran tersebut. 
c. Kualitas pembelajaran akan bervariasi sesuai kelompok siswa yang menjadi subjek didik. Maksudnya, suatu kelompok boleh jadi memiliki kecenderungan tertentu dalam upaya pencapaian tujuannya, sehingga mempengaruhi tingkat kecepatan dan intensitas mereka dalam menghadapi proses pembelajaran. 
d. Kualitas pembelajaran bervariasi sesuai dengan kurikulum yang disajikan. Kurikulum dalam pengertian ini bukan hanya sekedar materi pelajaran yang telah diatur dan ditetapkan, tetapi juga mencakup metode, strategi, pengelolaan siswa serta aspek lainnya dari kurikulum tersebut.

Melihat berbagai variasi pembelajaran di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran sebagai suatu proses berhadapan dengan berbagai variasi kehidupan manusia baik pada diri guru sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran, maupun pada diri siswa sebagai subjek yang dibelajarkan dengan segala variasinya juga. Dengan demikian maka diperlukan suatu penciptaan situasi pembelajaran yang sangat manusiawi. 

IV. Analisis tentang Belajar dan Pembelajaran 
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperlukan sejumlah metode tertentu agar kegiatan tersebut dapat menghasilkan suatu perubahan yang diinginkan. Metode yang digunakan hendaknya mampu dikuasai oleh guru yang bersangkutan sehingga dapat mengantarkan peserta didiknya kepada perubahan yang direncanakan. Ada dua ketegori metode belajar yang ditempuh untuk melaksanakan kegiatan belajar tersebut yakni; belajar mandiri (auto didak atau personal learning) dan belajar kelompok. Belajar mandiri memerlukan suatu kondisi yang baik dari mulai dari dalam diri subjek belajar sampai kepada lingkungan belajar yang bersangkutan. 

Maslow misalnya berpendapat sebagaimana dimuat dalam Ivor K. Davies memberikan suatu pendekatan dalam rangka memperkuat kondisi yang dimiliki seseorang yang menjalani kegiatan belajar melalui pendekatan kebutuhan manusia antara lain: 
a. Kebutuhan fisiologis, yakni menghindari rasa lapar, haus dan sebagainya. 
b. Kebutuhan kemanan, yakni jangan sampai ada gangguan dalam proses yang sedang dijalani. 
c. Kebutuhan berkerabat, yakni terjalinnya suatu suasana yang bersahabat dengan orang-orang sekitar. 
d. Kebutuhan penghargaan, bahwa apa yang dilakukannya itu cukup mendapatkan pengertian dari manusia lainnya. 
e. Kebutuhan berusaha, bahwa apa yang sedang dijalani itu merupakan suatu proses pengembangan diri secara konstruktif.

Berdasarkan klasifikasi kebutuhan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa manusia sebenarnya memiliki peluang yang besar untuk melakukan kegiatan belajar secara mandiri dengan syarat adanya suatu situasi yang kondusif untuk memenuhi kebutuhan belajar yang sangat kompleks itu. Sedangkan pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu kegiatan yang melibatkan paling tidak dua pihak yakni subyek belajar dan pendukung kegiatan belajar dalam hal ini fasilitator dan motivator belajar baik dalam bentuk guru, tutor maupun pembimbing lainnya. 

Kompleksitas situasi dan kondisi yang menunjang suatu proses pembelajaran inilah yang menjadi alasan perlunya pengelolaan pembelajaran yang baik dan lebih profesional. Para ahli pendidikan mengemukakan beberapa formula dari pengelolaan pembelajaran agar berhasil dengan baik mencapai tujuan yang direncanakan baik secara substansial berupa materi yang diberikan disampaikan secara utuh dan juga keberhasilan mencapai perubahan yang diperlukan pada diri peserta didik yang terlibat dalam proses itu. Keberhasilan dalam belajar itu sendiri biasanya dituangkan dalam bentuk hasil ujian ataupun test yang dilakukan melalui pengukuran yang baku.

Memang dalam proses belajar dan pembelajaran terdapat berbagai masalah yang dihadapi antara lain kurangnya antusiasme dari individu yang bersangkutan terhadap apa yang dipelajarinya. Kurang terciptanya pembelajaran yang kondusif serta memiliki daya tarik bagi peserta didik dan yang tidak kurang pentingnya adalah adanya persepsi yang berbeda antara subjek belajar dengan pihak lainnya yang terlibat dalam interaksi dan kegiatan pembelajaran itu. 

Ada berbagai aspek yang ada dalam diri siswa sebagai subjek belajar yang dapat membantu menerangkan serta menjawab pertanyaan; kenapa setiap orang berbeda dalam menghadapi kegiatan yang bernama belajar ? Salah satu jawabannya adalah kembali kepada perbedaan dan keunikan perseorangan. Aspek yang berbeda itu adalah; aspek jasmani, aspek kerohanian, aspek sosial, aspek etika, aspek estetika. Di samping itu ada juga aspek kejiwaan lainnya misalnya masalah kretaifitas, harga diri, kedisiplinan dan sebagainya.

Belajar secara teoritis mempunyai aspek yang sangat luas dan kompleks dari segi pelibatan berbagai potensi psikologis; mulai dari perhatian, motivasi, konsentrasi, stimulus, respon serta pengamatan dan sebagainya. Di samping itu secara eksternal, belajar juga banyak berkaitan dengan faktor lingkungan belajar baik lingkungan pisik maupun lingkungan non pisik. 

Berkaitan dengan itu maka pemilihan metode belajar tertentu dalam upaya mencapai hasil yang efektif, memerlukan beberapa indikator untuk memastikan berlangsung tidaknya kegiatan belajar dimaksud. Indikator itu antara lain: 
  1. Kesiapan subjek belajar dalam artian telah memiliki dan berada dalam suasana psikologis yang mantap dan tidak dalam keadaan labil atau kurang menentu. 
  2. Bahan yang akan dipelajari benar-benar mempunyai tingkatan yang diutamakan pada saat itu sehingga kepadanya tertuju segala perhatian atau konsentrasi. 
  3. Alat bantu yang memadai tersedia guna terjadinya proses belajar secara normal terutama aspek lingkungan belajar yang bila perlu menekan semaksimal mungkin adanya gangguan yang akan memecah perhatian subjek belajar. 
  4. Penggunaan waktu belajar yang efisien dalam artian hasil yang ingin dicapai secara terukur dapat dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan untuk itu. 
  5. Tingkat kepuasan jiwa dalam menghadapi perubahan yang cukup berarti sebagai salah satu hasil belajar secara kualitatif didapatkan dari proses tersebut. 

Kelima indikator tersebut dapat menjadi perangkat yang perlu dipertimbangkan dalam menilai serta mengukur sejauhmana kegiatan belajar tersebut dapat dikatakan efektif dan mencapai hasil yang memadai. 

Proses pembelajaran menuju pencapaian tujuan instruksional secara efektif dapat dijelaskan sebagai berikut; Pembelajaran terstruktur sering menampakkan suatu rangkaian peristiwa pembelajaran yang sangat formalistik, artinya pihak yang terlibat di dalamnya terseret ke dalam situasi yang bersifat mekanis dengan urutan-urutan tertentu yang nyaris dianggap "haram" untuk diubah dan dimodifikasi. Padahal sesungguhnya pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan berbagai variasi serta pengembangan yang diperlukan. Katakanlah diperlukan improvisasi yang variatif guna memberikan ruang yang bersifat manusiawi kepada para peserta didik yang memiliki kekurangan dan segala kelebihannya masing-masing. 

Ada beberapa indikator pembelajaran yang efektif antara lain: 
  1. Berusaha mengendalikan apapun masalah yang tersisa pada pihak peserta didik dalam proses pembelajaran. 
  2. Memberikan solusi terhadap masalah belajar yang dihadapi oleh setiap peserta didik. 
  3. Terciptanya hubungan timbal balik yang harmonis yakni hubungan personal yang akrab tetapi sangat demokratis. 
  4. Menjauhkan secara bertahap kemungkinan adanya konflik antara guru dengan peserta didik. 
  5. Mempertahankan kekuatan motivasi belajar para peserta didik, berdasarkan suatu pandangan dan paradigma baru dalam pengajaran yakni "pupil centered"

Berdasarkan indikator tersebut di atas, maka pembelajaran terstruktur dapat dinilai dengan baik dan menghasilkan suatu gambaran yang mendekati nilai obyektifitas yang sesungguhnya. Efektifitas pencapaian tujuan instruksional dapat diukur dengan alat evaluasi yang dikembangkan oleh guru yang bersangkutan. Ketika tujuan instruksional dari suatu proses pembelajaran itu menuntut adanya pencapaian kompetensi tertentu dari peserta didik, maka alat evaluasi harus dibuat dalam bentuk yang spesifik guna mebayangkan suatu sosok yang memiliki kompetensi tertentu sebagai hasil dari pembelajaran yang mereka jalani. Hal tersebut tentu saja berbeda dengan tujuan pembelajaran instruksional pada masa-masa sebelumnya, dimana sudah dianggap cukup berhasil seorang guru melakukan pembelajaran jika peserta didik telah dapat menguasai bahan ajar sebanyak 80 % lebih. 

Keragaman tipikal para peserta didik semakin memperkuat alasan kenapa seorang guru perlu menggunakan cara, media serta upaya lainnya dalam proses pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran antara lain didasarkan atas pandangan bahwa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Hal tersebut dikembangkan oleh Bruner sebagaimana dikutip oleh Azhar; ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/ gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). 

Dari ketiga modus belajar tersebut para guru sebagai fasilitator kegiatan dan proses pembelajaran dapat melakukan berbagai trik untuk menggunakan salah satunya atau ketiga-tiganya sekaligus sesuai dengan bahan yang sedang dibahas dalam pembelajaran tersebut. Dalam perkembangannya kemudian dapat dilihat bagaimana sebuah kegiatan belajar dan pembelajaran itu di dalamnya dilakukan sebuah proses yang terkadang kurang taat azas terhadap berbagai teori yang sedang berkembang, namun dalam tatanan dan prinsipnya masih juga menggunakan rumus dan patokan-patokan umum yang berlaku. V. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran. 

 Ada beberapa hal yang perlu dilihat dan diamati sebelum menentukan faktor yang berkaitan dan perlu dicermati dalam proses pembelajaran yang berdaya guna antara lain; kaitan antara bahan/ materi yang akan dipelajari denga manfaat secara langsung kepada diri peserta didik, bahan/ materi tersebut berada dalam wilayah aktual peserta didik, tingkat ketertarikan peserta didik kepada bahan/ materi cukup tinggi dan seterusnya. 

Untuk itu dapat dianalisis berbagai faktor yang terkait dengan pembelajaran agar menghasilkan suatu pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang yang berdayaguna. 
  1. Faktor internal dari subjek didik, yakni kondisi dalam dirinya yang berkaitan langsung dengan peristiwa dan proses pembelajaran. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan tentang kondisi psikologis berupa kesiapan mental dan perhatiannya, kesehatan jasmani, serta pengetahuan awal sebagai dasar yang perlu dikembangkan lebih lanjut. 
  2. Faktor eksternal berupa lingkungan pisik; meliputi situasi ruangan, pencahayaan dan pertukaran udara yang sehat dan nyaman serta sarana dan fasilitas yang memadai. Dalam pengertian ini juga tercakup lingkungan non pisik berupa kondisi lingkungan yang tidak kontradiktif dengan proses yang berlangsung misalnya suara yang ribut, riuh rendah dan hiruk pikuk karena dekar pasar atau dekat dengan terminal angkutan dan sebagainya. 
  3. Faktor sistem yang berlaku dalam suatu institusi pendidikan, dalam artian apa yang dilaksanakan oleh para guru sebagai fasilitator dan motivator dalam pembelajaran dipengaruhi oleh sistem yang dianut. Jika sistemnya bersifat demokratis dan tidak sentralistis, maka akan memberikan keleluasaan guru-guru untuk berkreasi dan berinisiatif guna mengembangkan situasi pembelajaran yang baik. Tetapi jika sebaliknya, maka situasi akan menjadi kaku dan formalistik. 
  4. Faktor tujuan yang ingin dicapai, misalnya suatu proses pembelajaran dirancang untuk tujuan jangka pendek berupa crash program, akan berbeda metode pembelajarannya dengan lembaga pendidikan yang mementingkan tujuan yang berjangka panjang. Tujuan jangka pendek biasanya lebih mementingkan pencapaian hasil berupa keterampilan dasar yang segera harus dikuasai, sedangkan lembaga yang bertujuan jangka panjang biasanya mementingkan pendalaman ilmu dan penguasaan problem-problem ilmiah tertentu sebagai alat untuk menghadapi masa depan. 

Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran sebagai proses interaktif antara subjek belajar, guru sebagai fasilitator dan motivator, sarana dan media pembelajaran perlu saling bekerjasama agar menghasilkan suatu perubahan yang bermakna pada diri peserta didik sebagaimana ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran yang nantinya berdayaguna dan berhasil guna. 

VI. Penutup 
Sebagai penutup dari uraian ini, penulis mengemukakan dengan segala kerendahan hati bahwa uraian dalam makalah ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Namun penulis sangat yakin bahwa hanya dengan koreksi serta bantuan saran dari berbagai pihak, pembahasan makalah ini akan dapat lebih disempurnakan lagi isi dan substansinya. 

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS
Armai Arief, MA., Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Cetakan I, Jakarta: Ciputat Press, 2002. 
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran, Cetakan V, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003. 
Asnawir, Cs., Media Pembelajaran, Cetakan I, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Bruner, Jerome S., Toward a Theory of Instruction, Cambridge: Harvard University, 1966. Hery Noer Aly, M.A., Ilmu Pendidikan Islam, Cetakan I,Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999. 
Kartini Kartono, Pengantar Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masihkah Diperlukan?, Bandung: CV. Mandar Maju, 1992.
Kingsley Price, Education and Philosophical Though, (Boston, USA: Allyn and Bacon Inc., 1965. 
Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Diterjemahkan oleh Salman Harun, Bandung: PT Al-Ma'arif, 1984. 
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Cetakan 6, Bandung :Remaja Rosdakarya, 1993. 
Suharsimi Arikunto, Managemen Pengajaran Secara Manusiawi, Cetakan II, Jakarta: Rineka cipta, 199
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson