Hakikat Manusia, Hakikat Pendidikan Dan Tujuan Pendidikan
Hakikat manusia dari sisi penciptaannya adalah makhluk yang sempurna karena dibekali dengan akal. Maka dengan akal itulah manusia itu akan selalu berfikir tentang kelangsungan hidupnya dan generasinya. Manusia akan selalu berupaya untuk menemukan berbagai cara untuk survive baik bagi dirinya maupun keturunan atau generasinya, sekaligus meningkatkan kualitas kehidupannya baik fisik maupun non fisik yang berlangsung secara alami. Hal tersebut merupakan hakikat pendidikan secara umum.
Seiring perkembangan peradaban manusia, pendidikan dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisir dalam bentuk pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini manusia pada dasarnya bisa sebagai subyek sekaligus obyek dari pendidikan. Sebagai subyek pendidikan berarti mereka berperan aktif dalam proses dan pelaksanaannya, mereka bertanggung jawab sebagai perencana, pengelola sekaligus pihak yang harus mengevaluasi dan mengawasi proses berlangsungnya pendidikan tersebut. Sedangkan sebagai obyek berarti mereka menjadi sasaran yang harus digarap dan dituju oleh pendidikan (khususnya manusia yang belum dewasa).
Dari hakikat manusia dan hakikat pendidikan yang ibarat dua sisi mata uang tersebut , jelaslah bahwa pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, baik pendidikan yang berlangsung secara alami oleh orang tua atau masyarakat terlebih pendidikan tersistem yang diselenggarakan oleh sekolah. Jadi kesimpulannya adalah manusia memiliki beberapa potensi yang ada pada dirinya, yaitu potensi intelektual, rasa. karsa, karya dan religi yang bisa dan akan ditumbuh dan kembangkan melalui proses pendidikan yang baik dan terarah.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang ‘Hakikat Manusia, Hakikat Pendidikan dan Tujuan Pendidikan’. Dengan pemahaman yang baik dan benar mengenai hal-hal tersebut maka orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan diharapkan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai insan pendidikan dengan tidak mengabaikan atau meninggalkan tanggung jawabnya.
Selanjutnya dengan berbekal makalah yang sederhana ini mari kita berdiskusi mengenai masalah tersebut untuk mencari dan menemukan pemahaman yang komprehensif dan jika mungkin berusaha untuk menciptakan ide-ide baru dan segar yang bisa mewarnai dan memberi corak kualitas keilmuan dunia pendidikan sehingga bisa membantu memberikan solusi masalah dan bukan malah menambah masalah di negeri yang sudah dirundung banyak masalah ini.
Hakikat Manusia
Pertanyaan filosofis atau mendasar tentang sosok manusia adalah “What is man , and what of is man made?”Apa dan terbuat dari apa manusia itu. Untuk menjawab pertanyaan tersebut banyak filosuf dengan pandangan filsafatnya yang memberikan batasan atau definisi tentang manusia. Sigmund Freud misalnya berpandangan bahwa hakikat manusia sebenarnya bisa ditinjau dari struktur jiwa yang dimiliki yang terdiri dari tiga hal yaitu: das Es, das Ich dan das Uber Ich. Das Es bagian dasar (the Id) yang sama sekali terisolasi dari dunia luar, hanya mementingkan masalah kesenangan dan kepuasan (lust principle) yang merupakan sumber nafsu kehidupan, yakni hasrat-hasrat biologis (libido-sexualis) dan bersifat a-sadar, a-moral a-sosial dan egoistis. Das Ich (aku=ego), sifatnya lebih baik dari pada das Es, das Ich dapat mengerti dunia asadar, a-sosial dan a-moral ,lebih realistis tapi belum ethis.Yang ketiga das Uber Ich (superego), ini adalah bagian jiwa yang paling tinggi dan paling sadar norma dan paling luhur, bagian ini sering dinamakan budinurani (consciencia).
Superego atau das Uber Ich ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, ethika dan religious. (Muhammad, 1986) Faham monoisme atau yang terkenal juga dengan faham materialisme memandang manusia hanya dari segi materi. Manusia tidak ada bedanya dengan alam semesta yang serba materi, manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya. Sedangkan faham idealisme yang sering juga disebut dengan faham rasionalisme atau spiritualisme memandang manusia dari aspek mentalnya, jasmani atau tubuh hanya merupakan alat jiwa untuk melaksanakn tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit dan rasio) manusia.
Selanjutnya faham Dualisme atau realisme yang melihat realita sebagai sintesa dua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan makhluk mati. Manusia menurut faham ini adalah kesatuan antara rohani dan jasmani, jiwa dan raga. Faham ini juga berpendapat bahwa manusia adalah satu totalitas, sebagai satu individu dengan kepribadian yang unik baik sebagai ummat manusia keseluruhan maupun sebagai satu pribadi. Lebih lanjut faham ini mengakui adanya potensi hereditas di samping realita lingkungan yang sebagai faktor luar.
((Muhammad, 1986) Anthropologi metafisika berkesimpulan bahwa hakikat manusia merupakan integritas antara kesadaran-kesadaran:
1. Manusia sebagai makhluk individu yang memiliki keunikan tersendiri, jadi setiap manusia mempunyai cirri khas masing-masing yang membedakan dari manusia yang lainnya,
2. Manusia sebagai makhluk sosial, yang berarti bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Orang lain di sini minimal adalah orang tuanya atau keluarganya sendiri, dan
3. Manusia sebagai makhluk susila maksudnya adalah bahwa manusia adalah makhluk yang bermoral dan sadar akan norma dan nilai-nilai.
Menurut pandangan Islam Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dibanding dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan manusia dibanding makhluk lain adalah karena mereka diberi akal sekali gus nafsu oleh Allah, jika manusia mampu memanfaatkan dua hal ini dengan baik dan optimal maka akan membuatnya menjadi sosok yang hebat dan luar biasa. “Sungguh aku telah jadikan manusia sebaik-baik kejadian.(QS. 95 : 4)
Secara fisik manusia jelas sangat sempurna dan lebih baik apabila dibandingkan dengan makhluk lain dari kelompok manapun. Sehebat-hebatnya binatang keadaan fisiknya akan di bawah manusia dari kelas yang paling rendah.
Secara mental manusia jelas berada di atas derajat semua makhluk yang ada, termasuk malaikat sekalipun yang notabene mereka diciptakan dari ruh dan selalu taat dan patuh kepada Tuhan dan tidak pernah sedikitpun membangkang kepada-Nya. Hal ini terbukti ketika penciptaan manusia pertama yang bernama Adam, para malaikat protes kepada Allah, karena menurut prediksi mereka manusia hanya akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi.
Maka Allah mengajarkan nama-nama barang kepada Adam bukan kepadamalaikat, karena mereka tidak memiliki nafsu yang bisa mendorong keilmuannya berkembang dan maju, ilmu mereka hanya sebatas yang diberikan oleh Allah dan tidak akan tumbuh dan berkembang , sehingga ketika Allah memberitahu Adam untuk meminta para malaikat menyebutkan nama barangbarang yang ada, merekapun tidak bisa menyebutkannya, Di sinilah bukti kelebihan manusia dibanding malaikat.
Sedangkan, Hakikat manusia dari sundut pandang psikologi pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial. (pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_12.html) Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia dari sisi penciptaannya ialah makhluk Tuhan yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk lain yang secara individu ia memiliki keunikan tersendiri, manusia juga sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk susila. Manusia terdiri dari dua komponen yaitu jasmani dan ruhani yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Manusia memiliki hasrat biologis (libido sexualis) yang hanya menuntut kepuasan, mempunyai ego atau ‘aku’ yang lebih bersifat realistis, dan superego yang sangat besifat ethis. Sedangkan dari sisi ilmu psikologi pendidikan bahwa manusia itu mendidik, memerlukan pendidikan sebagai bukti eksistensi dan upaya mempertahankan dan mengembangkan sekaligus meneruskan keberadaannya. Apapun dan bagaimanapun kesimpulan ilmu pengetahuan dan filsafat tentang hakikat manusia, namun pengertian atau kesimpulan tersebut bertujuan untuk dijadikan sebagai dasar dalam pembinaan kepribadian manusia. Dengan memahami dan mengerti hakikat manusia pembinaan aspek-aspek kepribadian menjadi lebih terarah pada sasaran yang tepat.
Hakikat Pendidikan
Pendidikan ada seiring dengan sejarah adanya manusia. karena pada dasarnya pendidikan adalah upaya alami mempertahankan kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan. Secara alamiah sejak pertama manusia yang berstatus orang tua akan mendidik anaknya agar bertahan hidup sehingga kehidupannya dan keturunannya terus berlangsung. Nabi Adam sebagai manusia pertama mendidik qabil dan habil untuk bercocok tanam dan beternak. Demikian juga dengan manusia-manusia berikutnya, baik manusia-manusia yang berkumpul dalam komunitas masyarakat primitif hingga modern.
Sebuah pernyataan yang melandasi pendapat tersebut adalah :
Di lingkungan masyarakat primitif (berbudaya asli), misalnya pendidikan dilakukan oleh dan atas tanggung jawab kedua orangtua terhadap anak-anak mereka. Masyarakat suku Anak Dalam_(Kubu) yang menghuni wilayah hutan, sesuai dengan lingkungan hidupnya akan berupaya mendidik putra-putri mereka.
Paling tidak secara sederhana, sang Bapak akan membimbing dan melatih putranya mengenal kehidupan hutan seperti; mengenal buah-buahan yang layak makan, membuat alat perangkap binatang dan sebagainya. (Jalaludin, 2001 : 67)
Pendapat lain menyatakan bahwa, “pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.” (file.upi.edu). Dalam dokumen unduhan yang sama, juga mengutip pendapat ahli yaitu, “Ki Hajar Dewantoro mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupakn anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.”
(file.upi.edu). Serta dalam bukunya “Landasan Kependidikan” Made Pidarta menyimpulkan bahwa, “mendidik bermaksud membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkat hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia.” (2003 ; 2)
Dari beberapa pernyataan tersebut, masih menyimpulkan makna atau hakikat pendidikan secara umum dari sudut pandang sejarah peradaban manusia sejak awal. Lebih lanjut, seiring dengan perkembangan peradaban manusia hingga pada masa manusia modern maka pendidikan menjadi lebih terorganisir dari yang awalnya sebatas individual orang tua mendidik anak ataupun masyarakat melestarikan budayanya.
Untuk mendukung pendapat ini, Jalaludin menyebutkan, Proses yang tak jauh berbeda terjadi dan berlangsung pula di masyarakat yang sudah maju (modern). Para orang tua juga memberi perhatian terhadap putra-putri, generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang dilaksanakan, pada prinsipnya sama, yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup mandiri. Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau guru) kepada generasi muda (putera-puteri atau peserta didik) agar dapat meneruskan dan melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat.
Perbedaannya terletak pada sistem dan pola pelaksanaanya. Di masyarakat modern pendidikan sudah menjadi potensi yang terorganisasi dengan baik. Penyelenggaraannya dilakukan oleh institusi yang artifisial, yang secara formal disebut sekolah.” (2001 : 68)
Pendapat yang lain disampaikan Made Pidarta yang mengutip Langeveld, “Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. (2003 ; 10)
Definisi lebih spesifik dalam arti pendidikan di sekolah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, “pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara.” (2003 : 11)
Dari beberapa pendapat yang mendefinisikan pendidikan secara lintas masa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan pada dasarnya adalah upaya manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupannya yang tidak hanya keberlanjutan keberadaan fisik atau raganya akan tetapi juga keberlanjutan kualitas jiwa dan peradabannya dalam arti terjadi peningkatan kualitas budayanya, baik melalui pendidikan yang dilaksanakan secara alami oleh orang tua kepada anak atau masyarakat kepada generasinya hingga pendidikan yang yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi pendidikan yang lebih mudah dikenal dengan istilah sekolah, baik formal maupun non formal. Sehingga pendidikan itu berlangsung seumur hidup atau lebih dikenal dengan sebutan long-life education.
Kesimpulan ini, sesuai pendapat Prof. Richy dalam buku “Planing for Teaching and Introduction to Education” yang sudah diterjemahkan dan di unggah di http://file.upi.edu/ yang menyatakan bahwa:
Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penuaian kewajiban dan tanggungjwabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal di luar sekolah.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pedidikan biasanya dirumuskan dalam bentuk tujuan akhir (ultimate aims of education). Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi. Ada pula yang merumuskan dengan kata kesempurnaan (perfection). Bagi kaum Naturalis, dengan tokohnya JJ. Rousseau, menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah self-realisasi potensi-potensi manusia menjadi kenyataan di dalam tindakan yang nyata. Seperti dikatakan Rousseau :
... education should aim to perfect the individual in all his powers ..., the education is not to make a soldier, magistrate, or priest, but to make a man. (5: 114).
Maksudnya pendidikan harus bertujuan untuk menyempurnakan semua potensi individu..., pendidikan bukan bertujuan untuk membina manusia menjadi prajurit, seorang hakim, melainkan untuk membina seseorang menjadi manusia. (google search)
Pada dasarnya, pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan anak manusia menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturanperaturan pemerintah yang berkaitan dengan undang-undang tersebut.
Dalam UU Sisdiknas tersebut dinyatakan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencakup tiga ranah perkembangan manusia, yaitu perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Tiga ranah ini harus dikembangkan secara seimbang, optimal, dan integratif. Seimbang artinya ketiga ranah tersebut dikembangkan dengan intensitas yang sama, proporsional dan tidak berat sebelah. Optimal maksudnya dikembangkan secara maksimal sesuai dengan potensinya. Integratif artinya pengembangan ketiga ranah tersebut dilakukan secara terpadu.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang sejalan dengan visi pendidikan nasional, Kemendiknas mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.
Implikasi Terhadap Dunia Pendidikan
Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa ketiga hal tersebut di atas; Hakikat Manusia, Hakikat Pendidikan dan Tujuan Pendidikan perlu dipelajari ?
Jawaban yang mendasar pula adalah karena berdasarkan pembahasan di atas jelaslah bahwa bicara masalah hakikat manusia maka tidak bisa terlepas dari masalah pendidikan ataupun sebaliknya, bicara hakikat pendidikan seharusnyalah tidak bisa dilepaskan dari pemahaman hakikat manusia.
Keduanya ibarat dua sisi mata uang, saling melengkapi menjadi satu kesatuan yang utuh. Manusia adalah sebagai subjek sekaligus disaat yang sama juga bisa sebagai objek dari pendidikan. Sebagai subyek pendidikan, seorang manusia (secara formal; guru, dosen, instruktur) membantu manusia obyek pendidikan (peserta didik) mengembangkan potensi dirinya. Maka keduanya, baik guru, dosen, instruktur ataupun peserta didik semestinya memahami hakikat manusia sebagai modal dasar menjalani proses pendidikan yang ideal.
Secara teknis, implikasinya terhadap pendidikan (formal) kita demi mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dan ditetapkan secara nasional, adalah :
1. Perlu adanya pemahaman yang komprehensif dari para stake holder pendidikan (guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, orang tua, masyarakat dan pemerintah) tentang hakikat manusia, sehingga dengan bekal pemahaman yang komprehensif, mereka tidak akan salah arah dalam melaksanakan tugasnya dalam menyelenggarakan proses pendidikan yang diharapkan. Maka dari itu pertemuan-pertemuan koordinasi dan komunikasi antara pihak sekolah dan wali murid khususnya penting untuk dilaksanakan secara rutin.
2. Kurikulum yang disusun sudah seharusnya didasari oleh pemahaman dan pengertian manusia secara filosofis, dalam arti di dalamnya sudah memuat aspek-aspek ideal yang diharapkan, selain aspek praktis berupa kompetensi khusus yang ingin dicapai dari masing-masing mata pelajaran yang diajarkan.
Untuk itu fungsi Bimbingan Konseling perlu dioptimalkan termasuk dalam rancangan dan pengembangan kurikulum dibanding saat ini yang lebih banyak dimarjinalkan; hanya digunakan setelah terjadi masalah.
3. Kompetensi para guru perlu selalu ditingkatkan yang meliputi empat kompetensi yaitu: peadagogik, kepribadian, sosial dan profesional, khususnya guru yang mengajar di pendidikan dasar, sebab merekalah yang akan berperan meletakkan dasar atau pondasi pada peserta didik untuk menempuh pendidikan yang harus dilaluinnya. Para guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan perlu selalu belajar untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan. Maka pelatihan-pelatihan untuk peningkatan kualitas guru harus terus ditingkatkan baik dari sisi kuantitas terlebih lagi kualitasnya.
4. Sudah saatnya Pemerintah memikirkan perlunya menempatkan guru lulusan S2 bahkan kalau perlu S3 pada institusi pendidikan dasar, karena dengan keahlian dan kompetensi yang mereka miliki maka upaya untuk memberikan pendidikan dasar kepada peserta didik akan lebih mengena sasaran
5. Rekruitmen tenaga-tenaga pendidik, guru, khususnya untuk berstatus PNS harus lebih diperbaiki, mengingat selama ini banyak indikasi ketika seseorang mengikuti seleksi GURU PNS adalah berorientasi pada status PNS-nya dari sudut pandang ekonomi, sehingga menomorduakan status GURU yang merupakan amanah berat memanusiakan manusia.
6. Mengingat Pemerintah telah menetapkan tujuan pendidikan secara konstitusi beserta regulasi pendukung lain termasuk program sertifikasi guru, maka pengawasan dan kontrol atas program sertifikasi guru agar benar-benar mengarah pada upaya peningkatan kualitas guru sebagai ujung tombak proses pendidikan di lapangan.
7. Serta dari sisi obyek pendidikan, peserta didik kiranya juga perlu dibekali atau membekali diri dengan pengetahuan dan ketrampilan mengenali potensi dirinya sehingga bisa dimanfaatkan dalam mengoptimalkan cara maupun hasil belajarnya mengingat belajar bisa dengan siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Pembelajaran yang maksimal tentunya yang sesuai dengan kebutuhan dan ditempuh dengan cara-cara yang sesuai dengan potensi setiap peserta didik.