Pengaruh Pemisahan Hak Aliran Kas Dan Hak Kontrol Terhadap Dividen

Pengaruh Pemisahan Hak Aliran Kas Dan Hak Kontrol Terhadap Dividen 
Masalah keagenan merupakan isu sentral dalam literatur keuangan sejak Berle dan Means (1932) menginvestigasi struktur kepemilikan perusahaan publik. Dalam perusahaan dengan kepemilikan tersebar, pemegang saham secara individual tidak dapat mengendalikan manajemen agar bertindak selaras dengan kepentingan pemegang saham. Masalah keagenan pokok dalam perusahaan seperti ini adalah konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham. Namun dalam perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi, ada pemegang saham yang dapat mengendalikan manajemen atau bahkan bagian dari manajemen itu sendiri. Masalah keagenan yang menonjol dalam perusahaan seperti ini adalah konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Konsep yang selama ini lazim digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan konsentrasi kepemilikan adalah konsep kepemilikan imediat.

Konsep kepemilikan 
imediat memiliki kelemahan dalam mengkaji pola kepemilikan perusahaan karena konsep kepemilikan ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi rantai kepemilikan, pemegang saham pengendali, pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol, serta mekanisme peningkatan kontrol dalam perusahaan (La Porta et al., 1999). Kelemahan tersebut muncul karena rangkaian kepemilikan tidak dapat ditelusuri sampai dengan pemilik akhir teridentifikasi. La Porta et al. (1999) merupakan peneliti pertama yang menelusuri kepemilikan perusahaan publik dengan konsep baru, yaitu kepemilikan ultimat.

Fenomena pemisahan hak aliran kas dan hak control terjadi karena adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan publik. Femonoma ini muncul karena pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perusahaan lain. Fenomena tersebut hanya dapat diidentifikasi dengan penggunaan konsep kepemilikan ultimat. Dalam kepemilikan terkonsentrasi yang ditentukan berdasarkan konsep ultimat, konsentrasi kepemilikan dapat berupa konsentrasi hak aliran kas dan konsentrasi hak kontrol. Kedua konsentrasi tersebut dapat berbeda karena adanya mekanisme peningkatan kontrol yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali.

Fenomena berbagai perusahaan di Indonesia dapat dikendalikan oleh pemegang saham pengendali yang sama adalah nyata. Fenomena ini terjadi karena berbagai mekanisme kepemilikan, khususnya kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan, lazim ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia, dan sebagian negara maju (La Porta et al., 1999; Claessens et al., 2000a; Faccio dan Lang, 2002). IAI menyadari adanya fenomena ini yang hal itu tercermin dalam PSAK 38 tentang akuntansi restrukturisasi entitas sepengendali. Dengan adanya berbagai perusahaan dalam satu pengengendalian tersebut, pemegang saham pengendali dimungkinkan menggunakan kekuasaan (power) untuk menentukan kebijakan keuangan dan operasi perusahaan dalam rangka memperoleh manfaat privat. Dengan konsep kepemilikan imediat yang selama ini digunakan, struktur kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan tidak teridentifikasi. Untuk itu dibutuhkan konsep kepemilikan ultimat agar pola kepemilikan yang sesungguhnya, pemegang saham pengendali, dan mekanisme peningkatan kontrol terhadap perusahaan, dan potensi konflik keagenan yang terjadi dapat diidentifikasi. 

Riset ini bermaksud untuk memverifikasi fenomena pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol atas kemungkinan terjadinya ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham lain. Pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol serta deviasi kedua jenis hak tersebut berimplikasi pada kemungkinan terjadinya ekspropriasi dalam perusahaan. Ekspropriasi dilakukan oleh pemegang saham pengendali untuk mendapatkan manfaat privat atas control yang tidak dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas. Ekspropriasi dapat dilakukan oleh pemegang saham pengendali melalui kebijakan perusahaan. Salah satu kebijakan penting dalam perusahaan adalah kebijakan dividen (Healy dan Palepu, 1989). Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol menyebabkan terjadinya ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali melalui dividen. Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, tujuan penelitian adalah untuk menguji pengaruh hak aliran kas, hak kontrol, dan cash flow right leverage terhadap dividen.

Struktur Kepemilikan 
Sebelum riset yang dilakukan oleh La Porta et al. (1999), masih sedikit bukti sistematis yang menunjukkan pola kepemilikan perusahaan publik. La Porta et al. (1999) merupakan peneliti yang pertama menginvestigasi struktur kepemilikan dengan konsep kepemilikan ultimat. Mereka mengkaji struktur kepemilikan 691 perusahaan publik di 27 negara dari benua Asia, Eropa, Amerika, dan Australia yang ekonominya dianggap pesat. Hal yang sama diikuti oleh Claessens et al. (2000a) serta Faccio dan Lang (2002). Claessens et al. (2000a) mengevaluasi struktur kepemilikan 2.980 perusahaan publik di 9 negara Asia, termasuk 178 perusahaan publik Indonesia. Faccio dan Lang (2002) mengkaji struktur kepemilikan 5.232 perusahaan publik di 13 negara Eropa. Dalam mengkaji struktur kepemilikan, ketiga riset di atas berbeda dari riset-riset sebelumnya. Riset sebelumnya menggunakan konsep kepemilikan imediat, sedangkan ketiga riset tersebut menggunakan konsep kepemilikan ultimat. Dengan konsep kepemilikan ultimat, ketiga penelitian tersebut berhasil menunjukkan bahwa kepemilikan perusahaan publik di hampir semua negara adalah terkonsentrasi, kecuali di Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. 

Dengan pisah batas hak kontrol 10%, La Porta et al. (1999) menemukan bahwa 76% perusahaan publik dikendalikan oleh pemilik ultimat. Dengan pisah batas hak kontrol 20%, jumlah perusahaan publik dengan kepemilikan luas menjadi 36%. Tidak jauh dari temuan di atas, Claessens et al. (2000a) menemukan bahwa pada pisah batas hak kontrol 10%, sebanyak 93% perusahaan publik Asia dikendalikan oleh pemegang saham pengendali. Dengan pisah batas hak kontrol 20%, jumlah perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi sebanyak 77%. Konsentrasi kepemilikan tidak hanya terjadi di Asia, tetapi juga di Eropa. Faccio dan Lang (2002) menemukan bahwa pada pisah batas hak kontrol 20%, hanya sebanyak 63% perusahaan publik Eropa dikendalikan oleh pemilik ultimat. Baik La Porta et al. (1999), maupun Claessens et al. (2000a) serta Faccio dan Lang (2002) menunjukkan bahwa terjadi konsentrasi kepemilikan perusahaan publik di hampir semua negara yang dijadikan sampel, yaitu Asia, Eropa, Amerika, dan Australia. 

Pemegang Saham Pengendali 
Pemegang saham pengendali adalah individu, keluarga, atau institusi yang memiliki kontrol baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan publik pada tingkat pisah batas hak kontrol tertentu. La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Faccio dan Lang (2002) mengklasifikasi pemegang saham pengendali menjadi lima, yaitu keluarga, pemerintah, institusi keuangan dengan kepemilikan luas, perusahaan dengan kepemilikan luas, dan pemegang saham pengendali lainnya. Sebuah perusahaan publik dikategorikan sebagai perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga apabila pemegang saham pengendali terbesar perusahaan tersebut adalah individu pada tingkat hak kontrol tertentu. La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Faccio dan Lang (2002) mengidentifikasi keluarga berdasarkan kesamaan nama belakang dan ada tidaknya hubungan perkawinan. Anggota keluarga dikategorikan sebagai satu kesatuan pemegang saham pengendali dengan asumsi bahwa mereka memberikan hak suara sebagai koalisi (Wiwattanakantang, 2000). Dengan pisah batas hak kontrol 10%, keluarga adalah pemegang saham pengendali paling dominan (La Porta et al., 1999; Claessens et al., 2000a; Faccio dan Lang, 2002). 

Sebuah perusahaan publik dikategorikan sebagai perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah apabila pemegang saham pengendali terbesar dalam perusahaan tersebut adalah pemerintah pada tingkat hak kontrol tertentu. Pemerintah dikelompokkan sebagai pemegang saham pengendali karena tujuan pemerintah mengendalikan perusahaan relatif berbeda dari tujuan pemegang saham pengendali lainnya. Tujuan pokok pemerintah mengendalikan sebuah perusahaan adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemerintah mengendalikan perusahaan untuk tujuan politik (Shleifer dan Vishny, 1994). Pada pisah batas hak kontrol 10%, La Porta et al. (1999) dan Claessens et al. (2000a) mengidentifikasi bahwa masing-masing sebanyak 20% dan 9% perusahaan publik dikendalikan oleh pemerintah. 

Pemegang saham pengendali sebuah perusahaan publik bisa jadi adalah perubahaan publik lain yang dimiliki secara luas oleh masyarakat. La Porta et al. (1999) membaginya menjadi dua, yaitu institusi keuangan dengan kepemilikan luas dan perusahaan dengan kepemilikan luas. La Porta et al. (1999) membuat klasifikasi ini karena perusahaan di mana institusi keuangan atau perusahaan publik lain menjadi pemegang saham pengendali kurang tepat diklasifikasi sebagai perusahaan dengan kepemilikan luas. Hal ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa perusahaan publik tersebut dikendalikan oleh perusahaan publik lain, walaupun perusahaan tersebut dimiliki secara luas oleh masyarakat. Ada sebanyak 8% (La Porta et al., 1999) dan 13% (Claessens et al. (2000a) institusi keuangan dengan kepemilikan luas pada pisah batas hak kontrol 10%. Sebanyak 4% (La Porta et al., 1999) dan 17% (Claessens et al. (2000a) pemegang saham pengendali adalah perusahaan dengan kepemilikan luas pada pisah batas hak kontrol 10%. 

Ada kemungkinan pemegang saham pengendali dalam sebuah perusahaan publik bukanlah keluarga, pemerintah, institusi keuangan dengan kepemilikan luas, atau perusahaan publik lain degan kepemilikan luas. Kemungkinan lain pemegang saham pengendali dalam sebuah perusahaan publik adalah investor asing, koperasi, dan karyawan. La Porta et al. (1999) melaporkan bahwa, pada pisah batas hak kontrol 10%, terdapat 9% perusahaan publik dikendalikan oleh pemegang saham pengendali lain. Faccio dan Lang (2002) melaporkan bahwa pada pisah batas hak kontrol 20%, terdapat 3% perusahaan publik dikendalikan oleh pemegang saham pengendali lain. 

Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol 
Berbeda dari kepemilikan imediat, konsep kepemilikan ultimat dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemegang saham pengendali, hak aliran kas, hak kontrol, serta deviasi antara hak aliran kas dengan hak kontrol. Agar kedua hak tersebut dapat dibedakan secara jelas, struktur kepemilikan piramida yang ada pada Gambar dijadikan sebagai ilustrasi. Seperti tampak pada Gambar 1, B memiliki saham di PT H, PT I, dan PT J masing-masing 5%, 30%, dan 40%. Selain itu, PT I dan PT J memiliki saham PT H masing-masing 10% dan 20%. B memiliki saham pada PT H melalui tiga jalur kepemilikan, kepemilikan langsung, melalui PT I, dan melalui PT J. 

Hak aliran kas adalah klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan (La Porta et al., 1999). Hak aliran kas terdiri atas hak aliran kas langsung dan hak aliran kas tidak langsung. Hak aliran kas langsung adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali pada perusahaan publik atas nama dirinya sendiri. Hak aliran kas tidak langsung adalah penjumlahan atas hasil perkalian persentase saham dalam setiap rantai kepemilikan (La Porta et al., 1999). Hak aliran kas tidak langsung menunjukkan klaim pemegang saham pengendali terhadap dividen secara tidak langsung melalui mekanisme kontrol terhadap perusahaan. Hak aliran kas B di PT I dan PT J adalah hak aliran kas langsung sebesar masing-masing 30% dan 40%. Sedangkan hak aliran kas B di PT H adalah 16% yang berasal dari hak aliran kas langsung sebesar 5% dan hak aliran kas tidak langsung 11% (30%*10% + 40%*20%). 

Hak kontrol adalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan penting perusahaan (La Porta et al., 1999). Ada dua jenis hak kontrol, yaitu hak kontrol langsung dan hak kontrol tidak langsung. Hak kontrol langsung adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali atas nama dirinya pada sebuah perusahaan. Hak kontrol tidak langsung adalah penjumlahan atas hasil kontrol minimum dalam setiap rantai kepemilikan (La Porta et al., 1999; Edwards dan Weichenrieder, 2003). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak kontrol adalah penjumlahan hubungan paling lemah (weakest link) dalam setiap rantai kepemilikan.

Dengan menggunakan contoh pada Gambar 1, B memiliki kontrol langsung pada PT H, PT I, dan PT J masing-masing 5%, 30%, dan 40%. Selain itu, B juga memiliki hak kontrol tidak langsung di PT H melalui PT I dan PT J masing-masing 10% (minimum 30%;10%) dan 20% (minimum 40%;20%). 

Cash flow right leverage adalah deviasi antara hak aliran kas dengan hak kontrol. Semakin besar deviasi hak aliran kas dan hak kontrol menunjukkan semakin tinggi peningkatan kontrol pemegang saham pengendali melebihi hak aliran kasnya.

Peningkatan hak kontrol atas hak aliran kas ini dilakukan oleh pemegang saham pengendali melalui berbagai mekanisme seperti kepemilikan piramida, lintas kepemilikan, dan saham dengan hak suara berbeda. Selain itu, kontrol pemegang saham pengendali pada sebuah perusahaan juga dapat meningkat melalui keterlibatan dalam manajemen serta tidak adanya pemegang saham pengendali lain dalam perusahaan. Bedasarkan struktur kepemilikan pada Gambar 1, besarnya leverage hak aliran B atas PT H, PT I, dan PT J masing-masing 19% (35% - 16%), 0% (30% - 30%), dan 0% (40% - 40%). 

Mekanisme Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol 
Pada penjelasan sebelumnya sudah diuraikan bahwa pemegang saham pengendali dapat meningkatkan hak kontrol melebihi hak aliran kas yang dimilikinya. 

Ada dua mekanisme yang lazim digunakan oleh pemegang saham pengendali untuk meningkatkan hak kontrol melebihi hak aliran kas, yaitu kepemilikan piramida (pyramid ownership) dan lintas kepemilikan (cross-holding). Selain melalui dua mekanisme tersebut, kontrol pemegang saham pengendali juga dapat meningkat apabila terdapat saham dengan hak suara berbeda (dual class of share), terlibat dalam manajemen, atau tidak ada pemegang saham pengendali lain dalam perusahaan. Kepemilikan piramida adalah kepemilikan secara tidak langsung terhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lain, baik melalui perusahaan publik maupun perusahaan nonpublik (Claessens et al., 2000a; Claessens et al., 2000b). La Porta et al.

(1999) melaporkan bahwa mekanisme peningkatan hak kontrol yang paling lazim di negara berkembang adalah struktur kepemilikan piramida. Dengan pisah batas hak kontrol 20%, kepemilikan piramida yang paling tinggi terjadi di Belgia (79%), Israel (53%), dan Swedia (53%). Pada pisah batas hak kontrol yang sama, Claessens et al. (2000a) menemukan kepemilikan piramida paling tinggi terjadi di Indonesia (67%) dan Singapura (55%). Faccio dan Lang (2002) menemukan bahwa kepemilikan piramida paling tinggi terjadi di Norwegia (34%) dan Belgia (25%) pada pisah batas hak kontrol 20%. 

Lintas kepemilikan adalah kepemilikan pemegang saham pengendali terhadap dua atau lebih perusahaan yang saling memiliki satu dengan lainnya. Pada tingkat pisah batas hak kontrol 20%, La Porta et al. (1999) menyatakan bahwa sebanyak 3% kepemilikan perusahaan publik adalah lintas kepemilikan. Lintas kepemilikan paling tinggi terjadi di Jerman dan Austria masing-masing 20% dan 15%. Pada pisah batas hak kontrol 20%, sebanyak 10% kepemilikan perusahaan publik Asia (Claessens et al., 2000a) dan 1% perusahaan publik Eropa (Faccio dan Lang, 2002) adalah melalui lintas kepemilikan. 

Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol serta Kebijakan Dividen 
Easterbrook (1984) dan Jensen (1986) adalah dua penelitian pertama yang mencoba menggunakan dividen dalam menjelaskan masalah keagenan. Setelah dikenalkan oleh Easterbrook (1984), penelitian selanjutnya menggunakan kerangka keagenan untuk menguji pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap dividen dengan konsep kepemilikan ultimat seperti La Porta et al. (2000), Faccio et al. (2001), Gugler dan Yurtoglu (2003), Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004), Zhang,(2005), serta Lefort dan Walker (2005). Pada dasarnya penelitian-penelitian di atas mengajukan dua argumen yang berbeda tentang pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap dividen, yaitu PIE (positive incentive effect) dan NEE (negative entrenchment effect). Argumen yang bertentangan ini terkait dengan adanya pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol. 

Hak aliran kas dan hak kontrol tidak berjalan secara bersamaan karena keduanya memiliki implikasi yang berbeda terhadap kebijakan perusahaan (Claessens et al., 2000b). Hak aliran kas pemegang saham pengendali, sebagai sumber insentif keuangan, menyebabkan ekspropriasi tidak terjadi dalam perusahaan. Hak aliran kas inilah yang sesungguhnya ditekankan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan pengaruh positif konsentrasi kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Hak kontrol, sebagai sumber power untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan, menyebabkan ekspropriasi terjadi dalam perusahaan. Hak kontrol inilah yang ditekankan oleh Shleifer dan Vishny (1997) dalam menjelaskan hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan dengan nilai perusahaan (La Porta et al., 2002). 

Argumen PIE menyatakan bahwa pemegang saham pengendali memiliki insentif dan kemampuan untuk melibatkan diri dalam aktivitas memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan kepemilikannya yang tinggi dalam memonitor manajemen. Berdasarkan argumen ini, konsentrasi kepemilikan berhubungan positif dengan pembayaran dividen. Beberapa penelitian mendukung argumen PIE seperti Gugler dan Yurtoglu (2003) dan Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004). Namun argumen NEE menyatakan bahwa pemegang saham pengendali menggunakan kontrol yang dimilikinya untuk mendapatkan manfaat privat dengan melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Insentif dan kemampuan melakukan eksproprisi ini semakin besar apabila kontrol pemegang saham pengendali melebihi insentif aliran kas yang dilakukan melalui berbagai mekanisme seperti struktur kepemilikan piramida, lintas kepemilikan, dan saham dengan hak suara berbeda. La Porta et al. (2000), Faccio et al. (2001), Gugler dan Yurtoglu (2003), Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004), serta 

Zhang (2005) menemukan bukti empiris yang mendukung argumen NEE.
La Porta et al. (2000) menguji dividen sebagai mekanisme untuk mengatasi masalah keagenan dengan menggunaan sampel perusahaan publik dari 33 negara dari benua Asia, Eropa, dan Amerika. Mereka mengkaji peran dividen untuk mengatasi masalah keagenan dalam dua hal, yaitu dividen sebagai output efektivitas perlindungan hukum dan dividen sebagai sarana untuk menunjukkan reputasi baik kepada pemasok dana dari pasar modal. Menurut La Porta et al. (2000), kualitas perlindungan terhadap pemegang saham minoritas merupakan proksi atas biaya keagenan yang rendah. 

Apabila masalah keagenan signifikan antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas, dividen dapat memainkan peran penting. Dengan membayar dividen, pemegang saham pengendali memberikan laba kepada pemegang saham minoritas sehingga membatasi pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi. Dengan kata lain, pembayaran dividen lebih tinggi apabila perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas lebih baik. La Porta et al. (2000) juga menyatakan bahwa perusahaan membayar dividen untuk mendapatkan reputasi yang baik dalam rangka mendapatkan dana dari pasar modal. Salah satu cara untuk mempertahankan reputasi yang baik adalah dengan membayar dividen. Pembayaran dividen ini menunjukkan bahwa tidak terjadi ekspropriasi di perusahaan. Apabila perlindungan hukum terhadap pemegang saham kurang baik, maka tuntutan pentingnya mempertahankan reputasi lebih besar. Berdasarkan bukti empiris yang diperoleh, La Porta et al. (2000) menyimpulkan bahwa pembayaran dividen merupakan fungsi dari efektivitas perlindungan hukum terhadap investor. Tingkat pembayaran dividen lebih tinggi pada negara dengan perlindungan hukum lebih efektif daripada negara dengan perlindungan hukum kurang efektif. 

Faccio et al. (2001) menganalisis perilaku dividen berkaitan dengan pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol perusahaan publik Asia dan Eropa. Sama seperti di Eropa, tidak banyak perusahaan di Asia yang benar-benar dimiliki secara luas oleh masyarakat. Sebagian besar kontrol pada perusahaan di Asia berada di tangan keluarga, yang seringkali juga menjadi bagian dari manajemen puncak perusahaan. Dengan karakteristik kepemilikan seperti itu, masalah keagenan yang menonjol adalah ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas oleh pemegang saham pengendali. 

Faccio et al. (2001) berargumen bahwa besar kemungkinan ekspropriasi terjadi pada perusahaan yang berafiliasi dengan grup karena semua kontrol dipegang oleh pemegang saham pengendali yang sama. Temuan empiris mendukung argumen mereka. Selain itu, Faccio et al. (2001) juga menemukan bahwa perusahaan publik Eropa membayar dividen lebih tinggi daripada perusahaan publik Asia. Pembayaran dividen juga lebih tinggi di negara dengan efektivitas perlindungan hukum terhadap investor yang lebih baik. Berdasarkan temuan ini, Faccio et al. (2001) menyatakan bahwa ekspropriasi lebih besar di Asia daripada di Eropa dan di negara dengan perlindungan hukum yang baik daripada perlindungan hukum yang kurang baik terhadap investor. 

Kalau La Porta et al. (2000) dan Faccio et al. (2001) menggunakan sampel perusahaan publik dari berbagai negara Asia, Eropa, dan Amerika, Gugler dan Yurtoglu (2003) lebih fokus ke satu negara, yaitu perusahaan publik Jerman. Riset Gugler dan Yurtoglu (2003) bertujuan untuk menguji ada tidaknya konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas dengan melihat reaksi pasar terhadap pengumuman perubahan dividen dan pengaruh pemisahan hak aliran kas dan kontrol terhadap dividen. Berdasarkan studi peristiwa, Gugler dan Yurtoglu (2003) menemukan bahwa pasar bereaksi positif terhadap pengumuman kenaikan dividen; sebaliknya pasar bereaksi negatif terhadap pengumuman penurunan dividen, khususnya yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki konsentrasi hak kontrol mayoritas dan tidak ada pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan. Pengumuman penurunan dividen yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki hak kontrol di bawah 50% dan ada pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan tidak direaksi oleh pasar. Sedangkan berdasarkan hasil analisis regresi, bukti empiris menunjukkan bahwa konsentrasi hak aliran kas berpengaruh positif terhadap pembayaran dividen. Gugler dan Yurtoglu (2003) juga menemukan bahwa konsentrasi hak kontrol dan cash flow right leverage berpengaruh negatif terhadap pembayaran dividen. 

Dengan menggunakan sampel penelitian perusahaan publik di Brazilia, Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004) melakukan riset yang bertujuan untuk mengkaji sejauh mana pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap kebijakan dividen dan penilaian pasar terhadap perusahaan. Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004) menyatakan bahwa pada saat pemisahan antara hak aliran kas dan hak kontrol tidak ada, maka konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas tidak terjadi. Namun pada saat pemegang saham pengendali meningkatkan kontrolnya melalui berbagai mekanisme, maka muncul konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004) menemukan bahwa hak aliran kas (hak kontrol dan cash flow right leverage) berpengaruh positif (negatif) terhadap dividen. 

Zhang (2005) menyatakan bahwa perusahaan di luar AS umumnya dikendalikan oleh pemegang saham besar. Masalah keagenan utama dalam perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan seperti ini adalah konflik antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Apabila tidak terdapat perlindungan hukum yang memadai, pemegang saham pengendali dapat melakukan aktivitas yang menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham minoritas. Konflik keagenan ini akan semakin diperparah apabila pemegang saham pengendali memiliki hak kontrol yang lebih dari hak aliran kas yang dimilikinya. Kelebihan hak kontrol atas hak aliran kas ini menunjukkan insentif yang kuat bagi pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi. Dengan menggunakan sampel perusahaan publik dari 21 negara Asia dan Eropa, Zhang (2005) menemukan bukti empiris bahwa cash flow right leverage pengaruh negatif terhadap dividen. 

Hipotesis Pengaruh Hak Aliran Kas terhadap Dividen 
Pengaruh hak aliran kas dengan dividen dibangun berdasarkan argumen PIE. 
Berdasarkan argumen ini, pemegang saham pengendali berusaha untuk melakukan pembayaran dividen karena apabila dividen tidak dibayar, maka hal tersebut akan berdampak langsung lebih besar bagi pemegang saham pengendali itu sendiri. Insentif keuangan dapat membatasi keinginan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi. Sumber penting insentif keuangan tersebut adalah hak aliran kas pemegang saham pengendali. Karena hak aliran kas merupakan klaim pemegang saham pengendali terhadap dividen, maka semakin besar hak aliran kas, semakin besar pula klaim pemegang saham pengendali terhadap dividen. Apabila dividen tidak dibayar atau dibayar lebih rendah, maka pemegang saham pengendali akan merasakan dampak keuangan paling besar dibandingkan pemegang saham lainnya. Karena itu, hak aliran kas menunjukkan insentif pemegang saham pengendali untuk mendapatkan pembayaran melalui dividen. 

Dividen dapat menjadi sarana yang ideal untuk membatasi kemungkinan ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali karena dividen menunjukkan pembayaran terhadap pemegang saham secara pro-rata. Pembayaran dividen yang dilakukan secara pro-rata tersebut berlaku baik terhadap pemegang saham pengendali maupun pemegang saham minoritas, sesuai dengan hak aliran kas masing-masing. Pembayaran dividen dapat menunjukkan komitmen bahwa tidak terjadi ekspropriasi dalam perusahaan. Namun sebaliknya, pengurangan dividen dapat menunjukkan bahwa terjadi ekspropriasi dalam perusahaan karena lebih banyak aliran kas yang tersedia di perusahaan untuk digunakan sesuai dengan keinginan pemegang saham pengendali. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: 

Hipotesis 1: Hak aliran kas pemegang saham pengendali berpengaruh positif terhadap dividen. 

Hipotesis Pengaruh Hak Kontrol terhadap Dividen 

Pengaruh hak kontrol terhadap dividen didasarkan pada argumen NEE. 

Berdasarkan argumen ini, pemegang saham pengendali tertarik untuk menggunakan hak kontrolnya untuk memperoleh manfaat pribadi dengan melakukan ekspropriasi. Shleifer dan Vishny (1997), La Porta et al. (1999), dan Claessens et al. (2000a) menyatakan bahwa konsentrasi hak kontrol oleh pemegang saham pengendali berimplikasi pada ekspropriasi pemegang saham minoritas karena pemegang saham pengendali lebih tertarik mendapatkan keuntungan privat yang tidak diberikan kepada pemegang saham minoritas. Mereka menemukan bahwa pada saat pemegang saham besar mengendalikan perusahaan, kebijakan mereka menyebabkan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. 

Pengaruh negatif konsentrasi kontrol terhadap dividen sejalan dengan argumen bahwa pemegang saham besar mampu mengendalikan perusahaan untuk memperoleh manfaat privat atas kontrol. Pada saat manfaat privat atas kontrol yang dimiliki besar, pemegang saham pengendali akan berusaha untuk mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan manfaat privat tersebut. Pada saat pemegang saham besar secara efektif mampu mengendalikan perusahaan, kebijakan mereka cenderung menghasilkan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Pemegang saham pengendali menggunakan kebijakan dividen dan insentif untuk mendapatkan manfaat privat atas kontrol. Insentif untuk mendapatkan manfaat privat atas kontrol meningkat karena pemegang saham pengendali hanya kehilangan pembayaran dividen proporsional dengan hak aliran kas, namun mendapatkan manfaat privat penuh atas tindakan ekspropriasi. 

Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: 
Hipotesis 2: Hak kontrol pemegang saham pengendali berpengaruh negatif terhadap dividen. 

Hipotesis Pengaruh Cash Flow Right Leverage terhadap Dividen 
Pengaruh cash flow right leverage terhadap dividen didasarkan pada argumen NEE. Berdasarkan argumen ini, pemegang saham pengendali menggunakan cash flow right leverage untuk kepentingan pribadi dengan melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Dividen dibayar proporsional dengan hak aliran kas, sementara kontrol ditentukan oleh hak suara. Perbedaan kedua hal tersebut menciptakan insentif dan kemampuan pemegang saham pengendali untuk mencari manfaat bentuk lain selain pembayaran dividen yang pro-rata. Karena itu, pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol berdampak terhadap pembayaran dividen yang lebih rendah agar dana yang tersedia dalam perusahaan lebih banyak untuk digunakan sesuai kebijakan pemegang saham pengendali. 

Konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas semakin tinggi apabila pemegang saham pengendali juga terlibat dalam manajemen. Keterlibatan pemegang saham pengendali dalam manajemen cukup tinggi, yaitu rata-rata terdapat pada 69% perusahaan publik Asia, Eropa, dan Amerika (La Porta et al., 1999). Sebanyak 57% perusahaan publik Asia dikendalikan oleh pemegang saham pengendali yang juga terlibat dalam manajemen (Claessens et al., 2000a). 

Keterlibatan pemegang saham pengendali juga lebih tinggi di Eropa, yaitu 68% (Faccio dan Lang, 2002). Selain memiliki cash flow right leverage, La Porta et al. (1999) menyatakan kemampuan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi meningkat apabila ia juga terlibat dalam manajemen. Pemegang saham pengendali tidak lagi sekedar mampu mempengaruhi manajemen, melainkan sudah merupakan bagian dari manajemen itu sendiri yang leluasa untuk melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: 

Hipotesis 3a: Pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap dividen lebih besar apabila pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen. 

Konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas juga terkait dengan apakah pemegang saham pengendali dalam perusahaan merupakan pemegang saham pengendali tunggal. Kemampuan pemegang saham pengendali tunggal untuk melakukan ekspropriasi tidak dapat dibatasi secara efektif oleh pemegang saham lain. Namun kemampuan pemegang saham pengendali untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan yang menguntungkan dirinya dapat dibatasi apabila dalam perusahaan terdapat pemegang saham pengendali kedua. Sebanyak 68% perusahaan publik Asia (Claessens et al., 2000a) dan 54% perusahaan publik Eropa (Faccio dan Lang, 2002) dikendalikan oleh pemegang saham pengendali tunggal. 

Masalah keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas berkurang apabila terdapat pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan. Gugler dan Yurtoglu (2003) dan Edwards dan Wichenrieder (2003) menyatakan bahwa pemegang saham besar lain memiliki insentif untuk membatasi tindakan ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali. Selain karena kepemilikan yang besar, keterwakilan pemegang saham kedua dalam komisaris dan direksi juga menyebabkan pengendalian terhadap kemungkinan ekspropriasi dapat dilakukan. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: 

Hipotesis 3b: Pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap dividen lebih kecil apabila terdapat pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson