Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia
INDONESIA adalah negeri dengan persoalan ketenagakerjaan yang dinamis. Dari aspek legal, sejak 2004 negeri ini telah menyelesaikan reformasi hukum di bidang ketenagakerjaan ketika pada tahun itu Undang-Undang No. 2 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diundangkan. Ini merupakan satu dari tiga peraturan yang memayungi persoalan ketenagakerjaan di negeri ini. Sebelumnya sudah ada Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tak itu saja, Indonesia merupakan negara pertama di Asia dan negara ke-lima di dunia yang telah meratifi kasi seluruh konvensi pokok ILO. Sejak menjadi anggota ILO pada 1950, Indonesia telah meratifi kasi 18 konvensi. Ini terdiri dari delapan konvensi pokok, delapan konvensi umum, dan dua konvensi lainnya. Kendati demikian, bukan berarti Indonesia tidak memiliki persoalan ketenagakerjaan.
Indonesia merupakan sedikit dari negara yang mampu bertahan menghadapi resesi global, yang terjadi pada akhir 1990-an. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia bahkan jauh lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga yang perekonomiannya lebih maju, dengan menjaga pertumbuhan ekonomi yang positif. Kendati dampak negatif krisis dirasakan di seluruh wilayah, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang positif pada 2009 dan 2010 berkat pasar domestik yang besar.
Sayangnya, penciptaan lapangan kerja tidak selalu dihasikan secara otomatis dari pertumbuhan ekonomi. Indonesia mengalami apa yang terjadi di banyak negara di dunia, yakni apa yang disebut pertumbuhan angka penggangguran. Dalam banyak hal, pasar tenaga kerja Indonesia tak pernah sepenuhnya pulih dari krisis keuangan Asia. Persentase pekerjaan informal dan setengah pengangguran (underemployment) kurang lebih tetap sama sejak 1996, yakni sebelum krisis terjadi. Peluang kerja untuk kaum muda pun nyaris tidak berkembang selama dasawarsa terakhir.
Apa yang terjadi sesungguhnya? Indonesia merupakan kepulauan terbesar di dunia yang membentuk sebuah negara. Jumlah penduduknya, berdasarkan Sensus Penduduk 2010 yang dilaksanakan pada Mei 2010 berjumlah 237,6 juta orang, terdiri dari 119,5 laki-laki dan 118 juta perempuan. Dibandingkan Sensus Penduduk tahun 2000, terjadi peningkatan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta atau mengalami laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun. Angka laju pertumbuhan pada periode tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan dengan angka periode 1990-2000, yaitu sekitar 1,45 persen. Ini berarti penduduk Indonesia secara keseluruhan tetap meningkat dengan laju pertumbuhan yang relatif tak berubah.
Naiknya jumlah penduduk Indonesia selain disebabkan jumlah kelahiran, juga karena naiknya tingkat harapan hidup masyarakat. Laporan United Nations Development Program (UNDP) 2010 memperlihatkan, naiknya tingkat harapan hidup orang Indonesia secara cukup dramatis. Sepanjang rentang 1980 hingga 2010 harapan hidup orang Indonesia naik dari 54 tahun menjadi 71 tahun. Berdasar laporan yang sama, terjadi pula peningkatan lama masa pendidikan yang dijalani anak-anak atau orang Indonesia. Jika pada 1980 rata-rata masa pendidikan adalah delapan tahun, tahun lalu rata-rata lama masa pendidikan orang Indonesia sudah menjadi 12 tahun.
Pada 2010 Indonesia memperoleh peringkat keempat dari sepuluh negara yang mencatat peningkatan Human Developmen Index (HDI) secara mengesankan. Dari 135 negara di seluruh dunia yang dihitung berdasarkan kondisi tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita, peringkat Indonesia naik dari posisi 111 ke 108.
Meskipun dari sisi kualitas hidup manusia Indonesia menggembirakan, kondisi ini sesungguhnya juga memperlihatkan munculnya tantangan lain, yakni persoalan ketenagakerjaan. Dengan usia hidup yang kian panjang dan pendidikan yang kian tinggi memunculkan tantangan pemenuhan pasar tenaga kerja. Terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan, yakni antara tenaga kerja dan lapangan kerja.
Hal itu terjadi, salah satunya, karena motor pertumbuhan perekonomian Indonesia telah bergeser sedikit demi sedikit dari pertanian dan industri pengolahan menjadi jasa. Sektor pertanian dan industri mencatat tingkat pertumbuhan di bawah rata-rata dari semua sektor, sebesar 5,6 persen per tahun antara 2005 dan 2009. Pertumbuhan tinggi dicapai sektor jasa. Akibatnya, jumlah pekerjaan di sektor pertanian menurun sebesar 5,6 persen dari 45,3 persen pada tahun 2000 menjadi 39,7 persen pada 2009. Penurunan jumlah pekerjaan di industri pengolahan tidak terlalu menonjol namun umumnya menurun 0,8 persen selama periode ini.
Pergeseran pekerjaan ke sektor jasa mengakibatkan dua hal penting dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, hal tersebut telah mengubah tuntutan keterampilan perekonomian karena keterampilan yang lebih tinggi diperlukan untuk mendukung pengembangan sektor jasa.
Akibat lainnya dari pertumbuhan pekerjaan di sektor jasa adalah cepatnya pertumbuhan pekerjaan bagi kalangan perempuan, yang mempersempit kesenjangan gender di pasar tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja perempuan rata-rata bertumbuh 4,7 persen per tahun antara 2004 dan 2009 dalam sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tingkat pertumbuhan tahunan dari penggunaan tenaga kerja perempuan dalam sektor transportasi dan komunikasi sebesar 24,7 persen selama periode yang sama. Keuangan, real estate dan jasa juga mencatat pertumbuhan yang tinggi dalam penggunaan tenaga kerja perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ekspansi sektor jasa beberapa tahun belakangan telah kondusif bagi pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia.