Harvard Framework (Kerangka Harvard)
Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat control atas sumberdaya yang kelihatan.
Sebagai konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender. Implikasi perencanaan program terhadap gender perempuan adalah diperlukan analisis yang menutupi bolong (gaps) pada level beban kerja, pengambilan keputusan dsb antara perempuan dan laki-laki.
Tiga data set utama yang diperlukan:
Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan? Hal ini dikenal sebagai “Profil Aktifitas”.
Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa yang memeliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dsb?
Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Tujuan dari alat analisis ini adalah:
Membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan
Membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatan produtifitas secara keseluruhan
Kerangka Moser (The Gender Roles Framework)
Dikenal juga sebagai “the University College-London Department of Planning Unit (DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, ia tidak berfokus pada kelembaggan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.
Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah:
Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja
Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (spt subordinasi).
Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan (welfare), Kesamaan (equity), anti kemiskinan, effisiensi dan pemberdayaan atau dari WID ke GAD.
Longwe Framework – Kerangka Kerja ”Pemberdayaan”
Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality) di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality). Table 4 memberikan gambaran jelas mengenai hal ini.
Dalam assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan menjadi dua alat:
1. Level kesederajatan (Equality level)
Tujuan utama alat ini adalah untuk menilai apakah sebuah proyek/program intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan perempuan atau tidak.
Asumsi dasar dibalik alat ini adalah bahwa titik tercapainya kesederajatan (equality) antara perempuan dan laki-laki mengindikasikan level pemberdayaan perempuan. Ada lima level dalam aras kesederajatan dan pemberdayaan yang perlu dicermati:
Bentuk ini, menurut saya, seolah mengikuti alur pikirnya Abraham Maslow tentang teori hierarki of human needs, dengan meletakan kebutuhan dasar-praktikal pada titik yang paling bawah dan kebutuhan ”aktualisasi diri” sebagai kebutuhan tertinggi diterjemahkan sebagai ”kontrol dan decision making”. Tentunya, ilustrasi ini memiliki kelemahan dan terkesan dipaksakan.
Kerangka Analisis ”Relasi Sosial”
Kerangka “relasi social” ini awalnya dikemukakan oleh Naila Kabeer yang sebelumnya adalah pengajar pada Institute of Development Studies, Sussex, UK. (Lihat Reversed Realities: Gender Hierarchies in Development, Verso, 1994).
Tujuan dari kerangka ini adalah untuk:
· Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung jawab dan kekuasaan.
· Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan bagaimana posisi mereka melailui lensa kelembagaan.
· Menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam pembangunan
Kerangka ini didasarkan pad aide bahwa tujuan pembangunan adalah pada kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan otonomi. Produksi dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi tenaga kerja, kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup.
Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang, yang dihasilkan oleh ketidak seimbangan distrubusi sumber daya, klaim, dan tanggun jawab. Relasi gender adalah salah satu tipe relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal. Mereka dapat dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro atau agen manusia. Relasi social termasuk sumber daya yang dimiliki orang. Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari akses dan kempemilikan atas sumber daya dan bergantung pada hubungan patron dan ketergantungan. Pembangunan dapat menolong si miskin untuk membangun solidaritas, reciprocity and otomomi dalam akses terhadap sumber daya
Kelembagaaan menjamin produksi, memperkuat dan reproduksi relasi social, dank arena itu perbedaan social dan kesenjangan. Ketimpangan gender di reproduksi bukan hanay di level KK, tapi melalui sekelompok kelembaggaan termasuk komunitas internasional, negara dan pasar. Kelembagaan didefinisikan sebagai kerangka yang nyata atas aturan main organsasi sebagai bentuk structural khusus
Oleh karena itu analisis gender mengandung pengertian atau pemahaman untuk melihat pada bagaimana kelembagaan menciptakan dan mereproduksi ketidak seimbangan dan ketimpangan. Ada empat ranah kelembaggan utama yakni negara, pasar, komunitas dan keluarga.