Rerangka Teoretis dan Pengembangan Hipotesis

Rerangka Teoretis dan Pengembangan Hipotesis 
Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan kos keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (bondholder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimmerman, 1983). Nilai auditing timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah (misreporting) atas informasi akuntansi. Kinney dan Martin (1994) meneliti apakah adjustment audit akhir tahun bisa menurunkan bias dalam asersi manajemen mengenai laba dan aset, dan jika hal itu bisa, seberapa banyakkah penurunan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditing menurunkan bias positif dalam preaudit net earnings dan aset bersih dan juga meningkatkan presisi pengukuran. Hal ini menunjukkan bahwa, ceteris paribus, jika auditing tidak dilaksanakan maka laporan keuangan perusahaan cenderung menunjukkan lebih saji laba dan aset secara material.


Auditing merupakan mekanisme kontrol yang bernilai dalam mengendalikan kebijakan manajerial perusahaan, maka nilai ini diharapkan bervariasi dengan kualitas KAP. Proksi yang paling sering digunakan untuk kualitas audit adalah variabel dummy untuk anggota KAP Big 5 dan non-Big 5, beberapa penelitian telah mendukung surogasi ini (Palmrose, 1988; Francis dan Wilson, 1988; DeFond, 1992; DeFond dan Jiambalvo, 1991, 1993; Davidson dan Neu, 1993) 


Dopuch dan Simunic (1982) dalam Krishnan (2002) menyatakan investor merasa bahwa KAP Big-6 memiliki kualitas yang lebih tinggi karena KAP ini memiliki karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan kualitas audit yang lebih bisa diamati seperti specialized training dan peer review, daripada non-Big-6. Hasil penelitian Craswell, et al. (1995) menunjukkan bahwa KAP Big-6 menyediakan lebih banyak sumber daya manusia untuk staff training dan pengembangan keahlian pada bidang industri tertentu dibandingkan KAP non-Big-6. Lebih lanjut, KAP Big-6 memiliki posisi yang lebih baik untuk melakukan negosiasi dengan klien yang bermaksud mengadopsi praktik-praktik akuntansi agresif dibandingkan KAP non-Big-6.


Becker et al. (1998) menemukan bahwa klien KAP non-Big-6 melaporkan akrual diskresioner yang secara rata-rata 1,5% - 2,1% dari aset total lebih tinggi dibandingkan dengan akrual diskresioner yang dilaporkan oleh klien KAP Big-6. Hal ini konsisten dengan dugaan bahwa KAP non-Big-6 mengijinkan fleksibilitas pemilihan akrual diskresioner yang lebih besar.


Subramanyam (1996) membagi laba menjadi tiga komponen, yaitu aliran kas operasi, akrual nondiskresioner, dan akrual diskresioner dan menunjukkan bahwa ketiga komponen tersebut direspon oleh pasar saham. Penelitian ini memfokuskan pada akrual diskresioner karena akrual diskresioner memungkinkan manajer mencerminkan informasi privat mereka dan oleh karenanya meningkatkan kemampuan laba untuk mencerminkan nilai ekonomis perusahaan. Pada saat yang sama, akrual diskresioner sendiri memungkinkan manajer untuk terlibat dalam pelaporan yang oportunistik untuk memaksimalkan kemakmuran mereka. Auditor meningkatkan kredibilitas pelaporan akrual diskresioner dengan meminimalkan noise dalam akrual diskresioner yang dilaporkan dan oleh karena itu meningkatkan nilai informasi akrual diskresioner. Namun demikian, nilai informasi akrual diskresioner akan menurun apabila outsider yakin bahwa auditor tidak atau tidak bisa mendeteksi dan mencegah manajer terlibat dalam pelaporan akrual yang oportunistik untuk kepentingan mereka (Krishnan, 2002)


Singkatnya, kualitas audit berhubungan langsung dengan nilai informasi akrual diskresioner. Bukti dari beberapa penelitian yang telah direview di atas menunjukkan bahwa kualitas audit yang lebih tinggi diasosiasikan dengan KAP Big-5. Maka, partisipan pasar akan melekatkan bobot akrual diskresioner yang lebih besar pada klien KAP Big-5 relatif terhadap akrual diskresioner klien KAP non-Big-5. Pembahasan ini menghasilkan hipotesis pertama yaitu:


H1 : Pengaruh manajemen laba terhadap return saham lebih besar untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Big-5 dibandingkan dengan non-Big-5.


Fudenberg dan Tirole (1995) dalam DeFond dan Park (1997) menyajikan model teoretis yang menyatakan bahwa manajer mempertimbangkan laba mendatang yang diharapkan ketika melakukan pemilihan akuntansi diskresioner. Fudenberg dan Tirole (1995) menyatakan bahwa perhatian manajemen terhadap keamanan kerja (job security) menciptakan dorongan bagi manajer untuk meratakan laba dengan mempertimbangkan kinerja relatif saat ini dan yang akan datang. Asumsi kunci yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa kinerja yang buruk akan meningkatkan kemungkinan penghentian manajemen dan kinerja saat ini yang baik tidak bisa dikompensasikan pada kinerja masa datang yang buruk. Intuisi dari teori ini menyatakan bahwa apabila kinerja sekarang buruk, maka manajer mempunyai dorongan untuk menggeser laba masa datang ke perioda sekarang dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan penghentian manajemen. Sebaliknya, apabila laba masa depan diekspektasikan menjadi buruk, manajer berharap untuk menggeser laba perioda sekarang ke masa datang dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan penghentian di masa datang.


Implikasi dari pemikiran tersebut ada dua. Satu, apabila laba sekarang relatif rendah tetapi laba mendatang yang diharapkan relatif tinggi, maka manajer akan melakukan pemilihan metoda akuntansi yang menaikkan akrual diskresioner perioda sekarang. Akibatnya, manajer dalam situasi ini akan meminjam laba masa datang. Dua, apabila laba sekarang relatif tinggi tetapi laba mendatang yang diharapkan relatif rendah, maka manajer akan melakukan pemilihan metoda akuntansi yang menurunkan akrual diskresioner sekarang. Dengan demikian, income-increasing discretionary accruals (akrual diskresioner yang menaikkan laba) berhubungan dengan perusahaan yang memiliki kinerja sekarang buruk dan kinerja masa depan yang diharapkan baik, sedangkan income-decreasing discretionary accruals (akrual diskresioner yang menurunkan laba) berhubungan dengan perusahaan yang memiliki kinerja sekarang baik dan kinerja masa depan diharapkan buruk. 


Dari pengertian tentang income-increasing dan income-decreasing di atas maka apabila perusahaan melakukan pemilihan akrual diskresioner yang menyebabkan terjadinya kenaikan laba, maka partisipan pasar akan cenderung merespon harga pasar saham secara negatif. Efisiensi pasar bentuk kuat akan menangkap semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat yang disajikan oleh perusahaan (Jogiyanto, 2000) Dengan demikian apabila perusahaan mempunyai akrual diskresioner menaikkan laba, maka partisipan pasar akan merespon lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai akrual diskresioner menurunkan laba. Pembahasan ini menghasilkan hipotesis kedua yaitu:


H2 : Pengaruh manajemen laba terhadap return saham lebih besar untuk perusahaan yang mempunyai akrual diskresioner menurunkan laba dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai akrual diskresioner menaikkan laba.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson