Status Sosial dan ICT

Status Sosial dan ICT 
Beberapa studi telah dilakukan dalam kaitannya dengan kehadiran ICT dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia pendidikan. Dalam kaitannya dengan status sosial Schiller (1995) tentang globalisasi informasi sebagai implikasi kemajuan ICT menemukan bahwa kesenjangan kelas (class inequality) juga telah dan akan semakin menguasai dinamika perkembangan masyarakat dan ekonomi kita di masa mendatang. Kelas, misalnya, telah dan akan semakin menentukan siapa yang akan memeperoleh seberapa banyak dan jenis informasi macam apa beserta dengan semua konsekuensi yang ditimbulkannya. Di dalam situasi seperti itu, hanya mereka yang berada pada lapisan atas di dalam organisasi dan struktur sosial dan ekonomi kita, paling sedikit dalam jangka pendek, yang akan memperoleh keuntungan dari perkembangan masyarakat dan perkembangan teknologi informasi. 

Sebagian besar masyarakat di dunia tidak bisa mengakses ICT. Mereka tidak bisa mengakses ICT karena kondisi sosial, ekonomi, atau fisik membatasi kapabilitas mereka mengakses ICT dan mendapatkan manfaat ICT. Sebagian lainnya tidak bisa mengakses ICT karena memilih untuk tidak mengakses. Apakah mereka yang tidak bisa mengakses ICT bisa dikategorikan sebagai kelompok atau individu yang tereksklusi akibat perkembangan ICT?

Di tingkat kebijakan, Pemerintah Inggris menamakan masyarakat informasi ini e-society yang terbagi menjadi delapan tingkatan atau delapan kelompok berdasarkan kapabilitasnya mengakses ICT (Longley, et.al. 2008). Delapan kelompok itu adalah kelompok e-unengaged (Group A); e-marginalized (Group B); becoming engaged (Group C); e for entertainment and shopping (Group D); e-independents (Group E); instrumental e-users (Group F); e-business users (Group G); e-expert (Group H).

Castells (1996), yang lebih memilih istilah informational society daripada information society, melihat telah muncul ketidaksamaan dan eksklusi sosial di seluruh dunia dalam mengakses ICT. Apakah Group A dan Group B bisa dikategorikan sebagai kelompok yang mengalami eksklusi di dunia masyarakat informasi? ICT menjadi sumber daya baru atau peluang ekonomi dan sosial yang baru karena pemanfaatan ICT mampu membawa individu maupun kelompok masyarakat pada hidup yang lebih baik. Apakah Group A dan Group B menjadi tereksklusi karena tidak bisa mengakses sumber daya baru ini?

Mereka yang tidak bisa mengakses ICT dengan berbagai alasan, antara lain status sosial, miskin dan pendapatan rendah, cacat tubuh termasuk tuna netra, orang lanjut usia, bisa disebut sedang mengalami proses eksklusi sosial. Kelompok masyarakat yang saat ini sudah tereksklusi akan semakin tereksklusi dari manfaat ICT. Tuna netra karena kondisi fisiknya menyebabkan mereka tereksklusi di dalam masyarakat informasi menjadi terkeksklusi dua kali (Surjadi, 2009). Jaggi (2003) dan Barja dan Gigler (2004) menyebutkan kelompok atau individu yang tidak bisa mengakses ICT atau tereksklusi dari sumber daya baru ini sedang mengalami kemiskinan informasi atau information poverty atau ICT poverty di masyarakat informasi.

Kemiskinan informasi menurut definisi Barja dan Gigler (2004) adalah ketidakadaan kapabilitas dasar (basic capabilities) yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi. Kapabilitas dasar itu berhubungan dengan aset-aset yang dimiliki individu atau kelompok dan kapabilitas individu atau kelompok itu memanfaatkan aset-aset. Individu dan kelompok yang memiliki aset-aset itu dan memiliki kapabilitas memanfaatkannya akan menentukan kapabilitasnya memanfaatkan peluang ICT.

Aset-aset itu antara lain aset fisik untuk ICT (seperti komputer atau telelpon selular); aset manusia (layanan kesehatan dan pendidikan yang mendasar untuk ICT); aset sosial (jaringan sosial untuk ICT); aset ekonomi (pemanfaatan ICT yang produktif). Teori kemiskinan informati menurut Chatman, yang melihat dari sudut pandang perilaku individu, bisa dilihat dari enam hal yaitu (Rowley dan Hartley, 2008): (1) Orang-orang yang dikategorikan sebagai miskin informasi merasa diri mereka tidak memiliki sumber daya yang bisa menolong mereka; (2) Kemiskinan informasi sebagian berhubungan dengan perbedaan kelas. Kondisi miskin informasi ini dipengaruhi oleh orang luar yang memiliki akses istimewa pada informasi; (3) Kemiskinan informasi ditentukan oleh perilaku melindungi diri yang digunakan ketika merespon norma-norma sosial; (4) Mekanisme kerahasiaan dan juga membohongi diri sendiri akibat rasa tidak percaya pada maksud dan kemampuan orang lain memberikan informasi bermanfaat; (5) Sebuah keputusan mengambil risiko mengungkap persoalan sesungguhnya sering diambil karena persepsi konsekuensi negatif lebih besar daripada manfaatnya; (6) Pengetahuan baru akan diperkenalkan dengan selektif kepada dunia informasi orang-orang miskin. Sebuah kondisi yang mempengaruhi proses ini adalah relevansi dari 

Kriteria yang menentukan tingkatan kemiskinan informasi atau kekayaan informasi seseorang adalah informasi itu sendiri, infrastruktur, dan tingkat pemahaman informasi (information literacy). Mereka yang miskin informasi tidak memiliki cukup informasi atau tidak memiliki kesempatan mendapatkan informasi yang tepat. Bagi orang paling miskin di dunia, kemiskinan informasi tidak menjadi persoalan mereka karena persoalan mereka sehari-hari adalah bagaimana bertahan hidup, bagaimana mendapatkan air bersih, dan rumah. Mereka tidak berpikir untuk menuntut informasi, telepon, media, atau Internet.Intinya mereka yang tidak memiliki akses dan kemampuan memanfaatkan sumber daya ICT bisa dikategorikan sebagai kelompok yang miskin informasi di dalam masyarakat informasi. Barja dan Gigler (2004) menjelaskan kemiskinan informasi dan komunikasi juga mempengaruhi dimensi kehidupan lainnya.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson