Konsentrasi Kepemilikan Institusional
Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain). Kepemilikan perusahaan publik dulu dipandang tersebar diantara banyak pemegang saham sesuai model Berle and Means (1932:11-12). Kenyataannya saat ini hal tersebut tidak menunjukkan kebenarannya untuk diluar Amerika Serikat. Zhang (2005) menemukan bahwa perusahaan di luar Amerika Serikat umumnya dikendalikan oleh pemegang saham besar. Masalah keagenan utama dalam perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan seperti ini adalah konflik antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Apabila tidak terdapat perlindungan hukum yang memadai, pemegang saham pengendali dapat melakukan aktifitas yang menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham minoritas.
Penelitian La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), dan Facio and Lang (2002) menunjukkan bahwa kepemilikan perusahaan publik di hampir semua negara adalah terkonsentrasi, kecuali di Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Dengan demikian Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang kepemilikan saham perusahaan publiknya adalah terkonsentrasi. La Porta et al. (1999 dan 2000) menunjukkan bahwa struktur kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi di negara-negara dengan tingkat corporate governance yang rendah.
Konsep Hutang
Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasi yang digunakan oleh perusahaan. Rasio leverage juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar risiko yang dihadapi oleh perusahaan maka ketidakpastian untuk menghasilkan laba di masa depan juga akan makin meningkat. Foster (1986:65-66) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara rasio leverage dengan return perusahaan. Artinya hutang dapat digunakan untuk memprediksi keuntungan yang kemungkinan bisa diperoleh bagi investor jika berinvestasi pada suatu perusahaan.
Jensen and Meckling (1976) berargumen tentang moral hazard untuk menjelaskan agency cost of debt, bahwa level hutang tinggi akan menyebabkan perusahaan untuk memilih pada proyek-proyek investasi berisiko secara berlebihan. Masalah kerugian juga dapat memberikan kontribusi atas kebijakan pendanaan melalui hutang. Myers and Majluf (1984) menyatakan bahwa jika manajer-manajer mempunyai informasi privat mengenai proyek-proyek investasinya, mereka berharap memperoleh pendanaan dari pihak luar untuk mengganti investor atas kemungkinan menemukan perusahaan yang kinerjanya buruk pada proyek-proyek yang mempunyai net present value negatif.
Manajemen Laba
Manajemen laba (earnings mangement) merupakan fenomena yang sukar untuk dihindari karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Dalam praktek para manajer dapat memilih kebijakan akuntansi sesuai standar akuntansi keuangan. Oleh sebab itu, sangat wajar bahwa para manajer memilih kebijakan-kebijakan tersebut untuk memaksimalkan utilitinya dan nilai pasar perusahaan. Inilah yang oleh Scott (2003:368-369) disebut dengan earnings management. Jadi earnings management adalah pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan Watts and Zimmerman (1986:257-262) yang ditegaskan kembali oleh Scott (2003:276-278), yaitu pertama the bonus plan hypothesis, hipotesis ini menyatakan bahwa manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. Perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini, sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, maka tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
Kedua, the debt covenant hypothesis, hipotesis ini menyebutkan bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan pendapatan maupun laba. Ketiga, the political cost hypothesis, hipotesis ini menyatakan bahwa pada perusahaan yang besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.
Nilai Pemegang Saham
Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilai pemegang saham. Nilai pemegang saham merupakan nilai ekuitas yang menjadi bagian dari nilai perusahaan. Nilai pemegang saham merupakan nilai perusahaan dikurangi hutang. Penman (2004:43) menyatakan bahwa salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui dividen dan meningkatkan harga saham. Selanjutnya dalam rangka untuk pembatasan pada studi ini, maka nilai pemegang saham merupakan peningkatan atau penurunan harga pasar saham yang beredar dibandingkan dengan nilai buku per lembar saham.
Dalam rangka untuk kepentingan studi ini batasan nilai pemegang saham mengikuti Brigham (1999:92), yaitu nilai yang diberikan oleh pelaku pasar saham terhadap kinerja perusahaan. Nilai tersebut merupakan apresiasi pasar saham jika harga saham di atas nilai buku per lembar saham. Sebaliknya nilai tersebut merupakan depresiasi pasar saham jika harga saham di bawah nilai buku per lembar saham.
Dalam studi ini ukuran nilai pemegang saham dengan menggunakan nilai pasar saham terhadap nilai buku saham. Nilai perusahaan yang juga nilai pemegang saham dalam bentuk harga saham. Harga saham perusahaan merupakan reaksi pasar terhadap keseluruhan kondisi perusahaan yang juga merupakan sebagai cerminan nilai pemegang saham yang diwujudkan dalam bentuk harga saham.
Cost of Equity Capital
Cost of equity capital (COC) merupakan cost yang dikeluarkan untuk membiayai sumber pembelanjaan (source of financing) (Modigliani and Miller, 1958). Kedua orang tersebut merupakan pihak yang pertama kali mendefinisikan cost of equity capital dalam literatur keuangan. Cost of equity capital dapat diidentifikasi sebagai tingkat return minimum yang disyaratkan oleh penggunaan modal ekuitas atas investasi (Mardiyah, 2002). Cost of equity capital berkaitan dengan risiko investasi saham perusahaan. Perusahaan dapat memperoleh modal ekuitas dengan dua cara, yaitu laba ditahan dan mengeluarkan saham baru Weston and Copeland (1996:86). Sesuai dengan beberapa definisi sebagaimana tersebut di atas bahwa cost of equity capital pada dasarnya merupakan cerminan biaya yang ditanggung perusahaan untuk kepentingan publik. Perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengungkap mengenai perusahaan yang tentunya berdampak terhadap biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu cost of equity capital yang dimaksud dalam studi ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik (pemegang saham, investor, pemerintah, kreditur, dan masyarakat secara umum).