Manajamen Sumber Daya Manusia Strategis: Reposiotioning Peran, Perilaku Plus Kompetensi Serta Peran Sdm Strategis
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka diri terdahadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategy dan kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan bisnis ( Wayne, 1991, Schuler and jackson, 1996) akan bergantung pada kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Artinya suatu organisasi mampu menyusun strategy dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi stiap perubahan yang terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan organisasi dan strategy organisasi akan didukung lebih banyak fungsi manajerial yang ada (Datton & Jackson, 1987). Salah satu bidang fungsional strategy yang menjadi perhatian adalah Manajamen Sumber Daya Manusia.
Manajamen sumber daya manusia merupakan bidang strategis dari organisasi. MSDM harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan untuk mengelolanya (Ulrich, 1991). Oleh sebab itu wajarlah apabila penyusunan strategy sumber daya manusia harus relevan terhadap penyusunan strategy bisnis (Schuller & Jackson, 1992). Tentu saja ini akan membutuhkan komitmen akan keterlibatan klebih tinggi dari staf SDM.
Dengan kerangka berpikir seperti disajikan pada gambar 1, tulisan in membahas beberapa hal berkaitan dengan upaya repositioning peran sumber daya manusia untuk mencapai peran sumber daya manusia startegis. Pembahasan ini dimulai dengan mnenekankan pada lingkuangan bisnis dramatis yang memiliki pengaruh terhadap perubahanSDM.
Perubahan Lingkungan Bisnis
Schuller ( 1990) melihat berbagai perubahan lingkungan bisnis tersebut meliputi aspek internal dan eksternal (bandingkan ke Schuller & Hauber, 1993, Schuller & Jackson, 1996). Perubahan eksternal lebih banyak melihat pada berbagai faktor luar organisasi yang mempengaruhi perubahan peran sumber daya manusia.
Perubahan Eksternal
Perubahan eksternal dalam lingkungan bisnis meliputi tantangan global, yang berupa ekspansi global dan persaingan akan penugasan internasional (Noe et al.,1994), persaingan domestik dan internasional (kinerja karyawan dan pemberdayaan), karakteristik demografi (gender, pendapatan, glass-celling effect, minoritas, mayoritas, dan diversitas angkatan kerja).
Perubahan Internal
Perubahan internal dalam lingkungan bisnis meliputi permasalahan manajamen puncak (nilai dan budaya, hak dan etika, serta program pengembangan), struktur organisasional (manajamen sumber daya strategis), budaya organisasi (filosofi sumber daya manusia), ukuran organisasional (pengendalian perilaku, lihat Blackburn & Rossen, 1993). Menurut Noe et. al., (1994) berbagai perubahan internal tersebut meliputi :
Tantangan kualitas, yang berupa penciptaan produk dan jasa berkualitas, tingginya tuntutan untuk semakin kreatif, berani mengambil resiko, dapat beradaptasi, mampu bekerja dalam kelompok serta bertambahnya tekanan untuk meningkatkan kualitas kerja dan partisipasi kerja tim
Tantangan teknologi, yang berupa perubahan struktural dan perubahan peran sumber daya manusia, bertambahnya tekanan untuk membuktikan peran dari sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberikan pelayanan terbaik kepada devisi lain.
Tantangan sosial, yang berupaya penanganan kompetensi karyawan dan cara perusahaan menangani konflik kerja (Mintranc, 1992), makin meningkatnya tekanan untuk mengukur produktivitas kerja, karena adanya bencmarking, maka organisasiharus berlomba dalam meningkatkan kinerja agar mampu bersaing di arena bisnis global dan terakhir berubahnya tekanan dari penghargaan berdasarkan lama pekerjaan ke penghargaan berdasarkan prestasi kerja.
Perubahan Peran Sumber Daya Manusia
Terkait dengan perubahan peran sumber daya manusia maka kita perlu melihat peran sumber daya manusia pada paradigma tradisonal. Pada paradigma tradisonal organisasi hanya mengaanggap sumber daya manusia hanya sebagai divisi pelegkap saja. Sehingga peran utama divisi SDM tidak lain hanya untuk mengurus administrasi kepegawaian belaka ( Cascio,1995). Tentu saja tidak mengherankan apabila orientasi divisi ini hanya menjalankan fungsi administrasi belaka. Dalam hal ini Cascio (1995) menggarisbawahi beberapa peran sumber daya manusia pada paradigma lama :
Attraction yang meliputi: identifikasi pekerjaan, menentukan jumlah orang dan kombinasi ketrampilan yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan dan menyediakan kesempatan yang sama bagi setiap kandidat terpilh Selection yang meliputi: memilh orang yang terbaik bagi pekerjaan yang bersangkutan Retention yang meliputi: memberikan reward bagi orang yang bekerja efektif dan memperthankan keamanan dan kenyamanan lingkungan kerja Development yang meliputi: meningkatkan dan menyiapkan kompetensi karyawan melalui peningkatan knoeledge, skill dan abilities dan pendekatan spesialisasi fungsi perusahaan.
Assesment yang meliputi: pengamatan dan penilaian perilaku dan sikap relevan dengan pekerjaan dan kinerja sumber daya manusia Adjustment yang meliputi; pemeliharaan pemenuhan kebutuhan yan terkait dengan kebijakan sumber daya manusia perusahaan. Dalam paradigma lama, peran divisi sumber daya manusia sekedar pelengkap maka dalam paradigma baru (era 1980 – 1990 atau the age of gaining and sustaining competetive advantage) divisi sumber daya manusia sudah memiliki peran strategis.artinya divisi sumber daya manusia memiliki kontribusi dalam menentukan masa depan oragnisasi melalui orientasi fungsional bukan lagi pada pengawasan, pengarahan, dan pengendalian saja (command) tetapi sudah pada pengembangan, kreativitas, fleksibilitas dan manjamen proaktif (coordination) (Bowen & Sceineder, 1995; Ulrich, 1997 dan 1998) Tuntutan ini terjadi karena dalam paradigma baru tentu akan tercemin budaya kerja baru, strategy dan peran sumber daya manusia baru dalam suatu tipilogy organisasi baru. Walker (1990) dan (1994) secara spesifik melukiskan pergeseran peran tersebut, lihat tabel 3 (Pergeseran Peran SDM) manusia dituntut harus berubah.
Repositioning Peran Sumber Daya Manusia
Upaya repositioning pada dasarnya merupakan transformasi peran yang menuntut kemampunan,, cara kerja, cara pikir dan peran baru dari sumber daya manusia (Schuller & Jackson, 1996). Untuk dapat melakukan proses repositioning dengan baik maka organisasi perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu bersiang di masa depan.
Repositioning Perilaku Sumber daya Manusia
Schuller & jackson ( 1987) membahas hubungan antara strategy kompetitif yang menjelaskan bahwa untuk mencapai strategy yang kompetetif dibutuhkan adanya perilaku peran tertentu dan mereka mengajukan suatu hipotesis tentang model manajemen sumber daya manusia yang dapat mencapai kondisi organisasi yang mempunyai keunggulan kompetitif. Dalam hal ini, ada tiga strategy untuk mencapai keunggulan kompetitif:
Strategy inovasi digunakan untuk mengembangkan produk atau jasa yang berbeda dari para pesiang (Sanchez & Heine, 1997)
Strategy kualitas lebih mengutamakan pada penawaran produk atau jasa yang lebih berkualitas, meskipun produknya sama dengan pesaing (Hutton 19870
Strategy pengurangan biaya menekankan pada usaha perusahaan untuk menjadi produsen dengan penawaran harga produk rendah (Sanchez & Heine,1997)
Repositioning Kompetensi Sumber Daya Manusia
Peran strategy sumber daya manusia juga menyangkut masalah kompetensi sumber daya manusia baik dalam kemampuan teknis, konseptual dan hubungan manusiawi (Greer, 1995: Narkevis et al, upaya repositioning kompetensi sumber daya manusia dilakukan dengan merubah pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia yang semula people issues menjadi people related business issue. People issues oleh Schuller (1987;1990) didefinisikan sebagai isu bisnis yang hanya dikaitkan dengan orang bisnis saja kecuali eksekutif sumber daya manusia tidak perlu terlalu banyak terlibat dalam perencanaan strategy bisnis yang akan diambil.
Implikasi Repositioning Peran Sumber Daya Manusia
Untuk menunjang proses repositioning peran sumber daya manusia, Schuller (1990) melihat beberapa upaya customerizing peran sumber daya manusia (Schuller & Hauber, 1993; Rubino 1994) yang dapat dipakai sebagai pertimbangan sebagai berukut :
Kondisi wajar segala aktivitas sumber daya manusia melalui pendefinisian tanggung jawab departemen sumber daya manusia untuk memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi.
Agenda aksi sumber daya manusia melalui pelaporan periodik dari manajer sumber daya manusia dan kepada manajer puncak perihal tugas–tugasnya.
Implementasi agenda sumber daya manusia melalui pemberian tanggung jawab pekerjaan yang tepat sesuai dengan kapabilitas staf sumber daya manusia.
Evaluasi dan validasi aktivitas sumber daya manusia melaui pembelajaran para eksekutif sumber daya manusia untuk berperlaku seperti orang bisnis.
Berdasarkan pada empat faktor customerzation di atas maka organisasi akan dapat melakukan repositioning divisi sumber daya manusia yang meliputi peran baru, kompentensi baru, hubungan baru, cara berpikir dan cara kerja baru manajer lini dan manajer sumber daya manusia (Dyer et al. 1988)
Pencapaian Peran Strategy Sumber daya Manusia
Peran strategis sumber daya manusia sebagai outcome proses repositioning diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam perencanaan strategy bisnis (Evans, 1986; Napier, 1993). Hal ini berarti pencapaian peran strategy sumber daya manusia sudah selayaknya dimulai dari analisa kompetensi sumber daya manusia dan perilaku sumber daya manusia (Stahl et al.1992)
Sementara itu Schuller (1990) melihat berbagai macam peran baru sumber daya manusia sebagai hasil proses repositioning seperti:
Business person meliputi : praktisi sumber daya manusia, partisipasi dalam bidang keuangan dan operasional, rotasi posisi antar fungsi sumber daya manusia dan fungsi lain.
Shaper of change seperti: partisipasi tim atas perubahan, melakukan penelitian, dan partisipasi aktif pembentukan misi dan tujuan perusahaan.
Consultant to organizer or partner to line seperti : aktif dalam konsorsium, penyiapan proposal dan partisipasi dalam sistem komputerisasi.
Strategy formulator and implementor seperti: mengerti strategy bisnis, orientasi bisnis secara strategis.
Ulrich (1991;1997 dan 1998) melihat kategorisasi peran strategis sumber daya manusia sebagai berikut :
Menjadi partner manajer dalam pelaksanaan strategy. Artinya manajamen sumber daya manusia mampu untuk melakukan audit organisasional, menemukan metode pengembangan yang tepat dan terakhir melakukan prioritas dalam penentuan skala dan pelaksanaan tindakan.
Menjadi eksekutif administratif yang ahli. Artinya manajer sumber daya manusia tentunya bukan hanya terampil dalam pekerjaan administrasi belaka tetapi juga terampil dalam pekerjaan manajerial yang menbutuhkan pengambilan keputusan yang tepat, cepat dan benar.
Menjadi eksekutif yang juara. Artinya mampu menjadi panutan bagi karyawan lain dalam bekerja dan fasilitator serta motivator jika karyawan lain mengalami kesulitan.
Menjadi agen perubahan. Artinya menjadi inovator dalam arti memberikan nilai tambah bagi kemajuan organisasi dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis yang terjadi di sekitarnya.(Corner & Ulrich, 1996)
MANAJAMEN SUMBER DAYA MANUSIA : SEBUAH TINJAUAN KOMPRENHENSIF
Tentu saja kompetensi manajerial tidak dapat datang begitu saja, melainkan harus diciptakan terutama melalui pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Pengelolaan yang dimaksud didasarkan pada tiga prinsip (Soejipto, 1996)
Prinsip yang pertama, pengelolaan sumber daya manusia baik sebuah pabrik yang mneghasilkan keluaran – keluaran seragam (standar), seperti tata –cara, pedoman pelaksanaan dan formulir yang berkaitan dengan pengelolaan SDM di perusahaan.
Prinsip kedua, pengelolaan yang memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada sumber daya manusia untuk berperan aktif di dalam perusahaan.
Prinsip terakhir, pengelolaan SDM yang mampu menumbuh kembangkan jiwa intrapreneur didalam diri setiap individu di perusahaan.
Bidang- bidang Pekerjaan dalam manajmen Sumber Daya Manusia
Bidang pekerjaan pertama adlah perencanaan sumber daya manusia yang meliputi kegiatan perencanaan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta kegiatan perancangan pekerja bagi SDM.
Bidang kedua: Perolehan dan Penempatan Sumber Daya Manusia
Bidang ini meliputi rekrutmen, seleksi dan penempatan. Rekrutmen pada dasarnya merupakan aktivitas untuk mencari dan memperoleh pekerjaan yang terdapat didalam perusahaan.
Bidang ketiga : Pengembangan Sumber Daya Manusia
Bidang ini meliputi pengembangan karir ( penugasan) dan pengembagna kemampuan kerja mereka. Untuk mempermudah penyusunannya, manjamen sumber daya manusia dapat menggunakan dua macam jalur karir versi Heneman bersaudara (1994) pertama, jalur karir tradisional di mana urut – urutannya merupakan kombinasi dari pergerakan vertikal ke atas (promosi atau kenaikan jabatan ke tingkatan yang lebih tinggi) dan horisontal (transfer atau perpindahan ke jabatan yang memiliki tingkatan yang sama) kedua, jalur karir inovatif karena urut – urutannya merupakan kombinasi pergerakan vertikal ke atas, vertikal kebawah dan horisontal.
Ada banyak alternatif metode diklatyang tersedia. Secara umum metode- metode tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 bagian (Schuler & Jackson,1996) On the job training (OnJT) dimana sumber daya manusia peserta program diklat memperhatikan rekan sejawat mereka menyelesaikan suatu pekerjaan yang nantinya akan menjadi tanggung jawab mereka dan kemudia kesempatan untuk melakukannya sendiri di bawah bimbingan rekan sejawat tadi. On-site tarining (OST). OST merupakan alternatif bagi OnJT karena OST dilaksanakan setelah jam kerja dengan tetap mempertahnkan situasi kerja yang sesungguhnya. Off job tarining (OfJT) yang dapat menjadi alternatif apabila OnJT dan OST tidak memungkinkan atau memang tidakdiperlukan
Dalam menghadapi arus globalisasi, sumber daya manusia (SDM) memegang peranan yang sangat penting dalam aktivitas atau kegiatan perusahaan. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya sangat tergantung kepada kemampuan sumber daya manusianya (karyawan) dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu memikirkan bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia agar dapat mendorong kemajuan bagi perusahaan dan bagaimana caranya agar karyawan tersebut memiliki produktivitas yang tinggi, yang tentunya pimpinan perusahaan perlu membuat suatu perancangan sistem yaitu tentang penilaian kinerja dengan balas jasa.
Pada dasarnya perancangan sistem penilaian kinerja merupakan perancangan suatu sistem formal dan tersetruktur untuk mengukur dan mengevaluasi tidak hanya hasil kerja tetapi juga sikap, perilaku, pengetahuan, dan keterampilan atau keahlian kerja SDM.
Sementara itu, perancangan sistem balas jasa adalah perancangan suatu sistem untuk memberikan imbalan kepada sumber daya manusia atas apa-apa yang mereka lakukan demi keberhasilan perusahaan. Imbalan biasanya diberikan berdasarkan kinerja mereka di mana besar kecilnya imbalan berhubungan dengan tinggi rendahnya kinerja.
a. Perancangan sistem penilaian kerja
Pada umumnya, perusahaan menggunakan sistem penilaian kinerja untuk memberikan umpan balik kepada SDM, misalnya untuk kepentingan administrasi penggajian, mengidentifikasi keistimewaan dan kelemahan SDM serta untuk dijadikan bahan pertimbangan pengambilan keputusan-keputusan pengelolaan SDM.
Sistem penilaian kinerja merupakan alat terkendali supaya segala hal yang dikerjakan oleh sumber daya manusia sesuai dengan keinginan perusahaan (Eisenhardt, 1989). Terdapat empat tahap proses perancangan sistem penilaian kinerja. Pertama, menentukan hal-hal yang akan dinilai (kriteria penilaian). Schuler dan Jackson (1996, h. 350-351) menyebutkan tiga macam kriteria yang dapat digunakan, yaitu:
1. Trait-based criteria, mengukur dan mengevaluasi hal-hal yang dikerjakan oleh SDM. Kriteria ini bermanfaat untuk menilai pengetahuan dan keterampilan atauh keahlian SDM.
2. Behavior-based criteria yang mengukur dan mengevaluasi sikap dan perilaku kerja SDM.
3. Outcome-based criteria yang mengukur dan mengevaluasi hasil kerja SDM.
Tahap kedua adalah menentukan kapan menilainya (siklus penilaian). Tahap ketiga adalah menentukan siapa saja yang akan menilai. Schuler dan Jackson (1996) memberikan enam alternatif alternatif penilaian yang mungkin untuk dikombinasikan satu sama lain:
1. Atasan langsung
2. Menilai sendiri (self appraisal)
3. Rekan-rekan kerja
4. Para anak buah yang cukup efektif khususnya untuk menilai aspek kepemimpinan kerja
5. Para pelanggan
6. Komputer
Tahap keempat adalah menentukan bagaimana menilainya (metode penilaian).
b. Perancangan sistem balas jasa
Balas jasa dapat dikatakan sebagai fungsi manajemen yang cukup sulit, sebab kegiatan ini merupakan salah satu tugas yang cukup kompleks dan merupakan salah satu aspek yang paling berarti bagi karyawan dan juga perusahaan.
Balas jasa dapat dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk finansial maupun non finansial. Sistem balas jasa yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan karyawan.
Bagi perusahaan balas jasa memiliki arti penting karena balas jasa mencerminkan upaya perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Balas jasa yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial ke luar dari perusahaan. Kompensasi atau balas jasa merupakan semua bentuk pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka (Garry Desseler, 2007).
Balas jasa biasanya diberikan berdasarkan kinerja mereka di mana besar kecilnya balas jasa berhubungan dengan tinggi rendahnya kinerja. Balas jasa dapat ditetapkan berdasarkan hal-hal berikut ini yaitu:
Waktu kerja (Time-based pay) Kompetensi (Competency – based atau skill-based pay) Senioritas (Seniority-based pay) Berat ringannya pekerjaan (job-based pay)
Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian balas jasa bertujuan untuk: Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan Sistem balas jasa yang baik merupakan faktor penarik masuknya karyawan qualified dan sebaliknya sistem balas jasa yang buruk dapat mengakibatkan ke luarnya karyawan yang qualified.
Konsep dan strategi perencanaan SDM
Tujuan perencanaan sumber daya manusia adalah memastikan bahwa orang yang tepat berada pada tempat dan waktu yang tepat, sehingga hal tersebut harus disesuaikan dengan rencana organisasi.
Perencanaan sumber daya manusia yang terintegrasi dengan strategi bisnis dan operasional diperlukan dalam kondisi persaingan yang semakin ketat. Menurut Manzini (1996) untuk merancang dan mengembangkan perencanaan sumber daya manusia yang efektif maka terdapat tiga perencanaan yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan sistem perencanaan tunggal. Pertama, strategic planning yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi dalam lingkungan persaingan, kedua, operational planning, yang menunjukan demand terhadap SDM, dan ketiga, human resource planning, yang digunakan untuk memprediksi kualitas dan uantitas kebutuhan sumber daya manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang yang menggabungkan program pengembangan dan kebijaksnaan SDM.
Dari perencanaan suksesi menuju manajemen suksesi
Perencanaan sumber daya manusia jangka panjang dapat diimplementasikan melalui penerapan succession plans. Perencanaan suksesi dapat dijadikan sebagai sebuah alat untuk mem-forecast pemimpin di masa depan, sehingga perencanaan suksesi adalah untuk merencanakan rangkaian perpindahan personi dalam organisasi agar dapat menghasilkan kandidat pada posisi kunci yang dibutuhkan.