Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba
Easterbrook (1984) menyatakan bahwa pemegang saham akan melakukan pengawasan terhadap manajemen, namun bila biaya pengawasan tersebut tinggi maka pemegang saham akan menggunakan pihak ketiga (debtholders atau bondholders) untuk membantu melakukan pengawasan. Sesuai dengan pernyataan tersebut, pemegang saham yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan yang handal adalah pemegang saham mayoritas (terkonsentrasi), institusional atau terkonsentrasi pada pemilik institusional. Alasannya pemilik institusional sebagai pemegang saham mayoritas memiliki kelebihan dibanding investor individual. Dari sisi pendanaan pemilik institusional lebih kuat dibanding pemilik individual. Pada umumnya pemegang saham mayoritas (konsentrasi kepemilikan institusional) menyerahkan pengelolaan investasinya pada divisi khusus dengan menunjuk profesional yang memiliki keahlian dibidang analis dan keuangan, sehingga pemilik mayoritas dapat memantau perkembangan investasinya dengan baik. Jadi jika persentase kepemilikan cukup besar (mayoritas), maka mereka memiliki insentif untuk melakukan pengawasan secara efektif terhadap manajemen (agen), dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi maupun mengubah tindakan serta keputusan manajemen. Kalau analis dapat menganalisis dengan baik, tentunya hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menilai apakah manajer tersebut dapat memajukan perusahaan atau tidak. Jika manajer tidak bisa memajukan perusahaan yang hal ini tidak disukai oleh pemilik, maka bisa berakibat manajer tersebut diganti dan inilah salah satu bentuk pengawasan yang efektif.
Temuan Jiambalvo et al. (1996), Bushee (1998a, 1998b), Rajgopal et al. (1999), Mitra (2002), Midiastuty dan Machfoedz (2003) dan Hsu and Koh (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang efektif dalam mengawasi kinerja manajer.
Hasil penelitian yang berlawanan dengan yang tersebut di atas antara lain Demsetz and Lehn (1985), Darmawati (2003), dan Ujiyantho dan Pramuka (2007). Mereka tidak menemukan hubungan antara konsentrasi kepemilikan institusional dan manajemen laba. Konsentrasi kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap tingkat laba akuntansi.
Konsentrasi kepemilikan institusional menjadikan pemilik bisa bertindak sesuai kepentingan dirinya sendiri. Pemilik mayoritas bisa menjadi bagian dari jajaran manajemen atau bahkan menempatkan orangnya menjadi manajer itu sendiri. Konsentrasi kepemilikan institusional yang memasukkan orang-orangnya kedalam jajaran manajemen perusahaan dapat melakukan rekayasa laba yang menguntungkan pemegang saham mayoritas dan manajemen tetapi merugikan pemegang saham minoritas. Namun pemilik institusional sebagai pemegang saham mayoritas tidak akan meminta orang-orangnya yang ditempatkan pada jajaran manajemen atau bahkan yang menjadi manajer untuk melakukan rekayasa laba atau setidaknya hanya akan meminimalisasi rekayasa laba, karena jika pemilik institusional sebagai pemegang saham mayoritas meminta manajer melakukan rekayasa laba yang menguntungkan dirinya, maka pemegang saham minoritas dan pasar saham akan mendiskon harga saham perusahaan yang justru akan merugikan pemegang saham mayoritas itu sendiri. Jadi, konsentrasi kepemilikan institusional identik dengan rendahnya manajemen laba.
Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah :
H1 : Konsentrasi kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba.
Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional terhadap
Nilai Pemegang Saham
Pada umumnya investor institusional merupakan pemegang saham yang cukup besar sekaligus memiliki pendanaan yang besar. Ada anggapan bahwa perusahaan yang memiliki pendanaan besar, maka kecil kemungkinan berisiko mengalami kebangkrutan. Sehingga keberadaannya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Xu and Wang (1997), Pizarro et al. (2006) dan Bjuggren et al. (2007) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan dan kinerja perusahaan. Temuan tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang handal sehingga mampu memotivasi manajer dalam meningkatkan kinerjanya.
Demsetz and Lehn (1985) dan Demsetz and Villalonga (2001) menemukan hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa tidak ada hubungan antara struktur kepemilikan dan profit perusahaan sebagai proksi firm value. Penelitian tersebut dilakukan di Amerika Serikat yang pasar modalnya terdapat kepemilikan menyebar. Kalau kepemilikan sahamnya menyebar, maka tidak ada yang memiliki kendali khusus sehingga manajer dapat melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri dan kemungkinan merugikan pemegang saham. Pasar modal Amerika Serikat merupakan pasar modal yang efisien dan regulasinya sangat ketat, sehingga keberadaan struktur kepemilikan tidak terlalu penting. Para investor dapat dengan mudah mengakses informasi mengenai perusahaan yang mereka butuhkan. Sehingga kinerja perusahaan lebih banyak ditentukan oleh strategi dan kebijakan manajemen yang telah memperoleh amanah dari para pemegang saham. Sedangkan penelitian Jennings (2002) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berhasil meningkatkan nilai perusahaan, yaitu kepemilikan institusional menurunkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan investor institusional bukan pemilik mayoritas sehingga tidak mampu memonitor kinerja manajer secara baik. Keberadaan institusional justru menurunkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Akibatnya pasar saham mereaksi negatif yang berupa turunnya volume perdagangan saham dan harga saham, sehingga menurunkan nilai pemegang saham.
Brush et al. (2000) memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian yang lain. Hasil penelitian Brush et al. menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh pihak eksternal dalam hal ini kepemilikan institusional tidak berhasil meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Kegagalan ini ternyata disebabkan tidak berhasil meningkatkan pertumbuhan penjualan. Dengan demikian keberadaan kepemilikan institusional gagal meningkatkan kinerja manajer.
Investor institusional sebagai pemilik mayoritas sangat berkepentingan untuk membangun reputasi perusahaan tanpa harus melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Komitmen pemegang saham mayoritas untuk meningkatkan nilai perusahaan yang juga nilai pemegang saham ini sangat kuat karena apabila pemegang saham mayoritas melakukan ekspropriasi pada saat dia memegang saham dalam jumlah besar, maka para pemegang saham minoritas dan pasar saham akan mendiskon harga pasar saham perusahaan tersebut, sehingga akan merugikan pemegang saham mayoritas itu sendiri. Ada anggapan bahwa pemilik mayoritas memiliki pendanaan yang sangat kuat sehingga aman bagi pemegang saham maupun calon investor jika membeli saham perusahaan tersebut. Dengan demikian konsentrasi kepemilikan institusional akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan berupa meningkatnya volume perdagangan saham dan harga saham sehingga akan meningkatkan nilai pemegang saham. Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah :
H2 : Konsentrasi kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai pemegang saham.