Peranan Mikoriza Bagi Tanaman
Adanya assosiasi antara cendawan pembentuk mikoriza dengan akar tanaman inang memberikan keuntungan bagi tanaman inang. MVA pada akar dapar memperluas permukaan bidang penyerapan akar atau meningkatkan volume tanah yang dieksplorasi (Owusu-Benoal dan Wild, 1980).
Hatch, 1973 menyatakan bahwa akar yang bermikoriza dapat meningkatkan kapasitas pengambilan unsur hara, karena waktu hidup akar terinfeksi diperpanjang dan derajat percabangan serta diameter diperbesar sehingga luas permukaan absorpsi diperluas.
Carling dan Brown, 1980 menyatakan bahwa mikoriza yang ada dalam tanah mengadakan penetrasi secara lateral kedalam sel tanaman inang, penetrasi tersebut akan membentuk cabang-cabang arbuskul yang tumbuh dalam sel tanaman inang secara dikotom, kemudian membentuk vesikel yang merupakan pembengkakan pada ujung hifa. Arbuskul ini akan membantu akar tanaman inang menyerap unsur hara. Dengan jalan ini miselium eksternal cendawan akan memperluas tapak serapan dalam membantu akar tanaman inang untuk menjelajah volume tanah yang lebih luas sehingga lebih banyak hara P yang dapat disimpan oleh akar yang akan meningkatkan kandungan hara untuk proses metabolisme tanaman.
Setiadi (1990), menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza akan tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza, karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro. Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tersedia bagi tanaman. Dan disamping itu selain membentuk hifa internal, mikoriza membentuk hifa eksternal yang berfungsi menyerap phosphor dari dalam tanah. Phosphor yang telah diserap oleh hifa eksternal akan segera ditransfer ke tanaman induk.
Bagi tanaman budidaya pertanian keberadaan mikoriza secara tegas berpengaruh memacu pertumbuhan tanaman, khususnya ditanah-tanah yang berkesuburan rendah, yang antara lain disebabkan oleh adanya struktur miselium eksternal jamur yang mampu menjelajah dan aktif diluar deplasi akar tanaman yang berdampak mengefektifkan proses serapan air dan unsur hara, khususnya P dan dapat merangsang sintesa fitohormon yang terlihat jelas dalam proses pertumbuhan dan sintesis tanaman (Rohyadi, 1987).
Ada tiga kemungkinan untuk menerangkan penyerapan hara dengan adanya assosialisasi antara mikoriza dengan akar tanaman yaitu : (1). Mikoriza meningkatkan penyerapan hara dengan mereduksi jarak antara akar tanaman dengan tempat hara dalam tanah. (2). Akar tanaman bermikoriza berbeda dengan akar tanaman yang bermikoriza dalam hubungannya dengan laju penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan komplek jerapan-jerapan, dan (3). Hifa secara kimia dapat mengubah ketersediaan unsur hara untuk diserap tanaman (Powell dan Bagyaraj, 1984).
Peran utama mikoriza dalam mengatasi kekahatan P (fosfor) adalah kemampuannya untuk mentranslokasikan P tanah ke dalam tanaman. Hal ini disebabkan mikoriza membentuk hifa yang tumbuh pada akar tanaman dan berfungsi sebagai perluasan dari daerah yang dijelajahi oleh rambut akar. Hifa ini dapat menyebar ke daerah-daerah yang kahat P dan mengangkutnya ke dalam akar dan dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan (Abbott dan Robson, 1982 dalam Burbey dan Simanungkalit, 1991).
Menurut Setiadi (1989), peningkatan penyerapan unsur hara oleh mikoriza karena terbentuknya selubung hifa yang tebal, jaring hartig dan peningkatan permukaan karena hypertropi memungkinkan system perakaran meng ambil unsur hara lebih baik dan kegiatan metabolisme akar yang bermikoriza lebih baik karena konsumsi oksigen dari akar yang bermikoriza adalah 2-4 kali lebih tinggi dari akar non mikoriza dengan demikian akar-akar mikoriza dapat memperbesar penyerapan garam-garam mineral dengan memperbesar supplai ion hidrogen yang dapat dipertukarkan serta jamur mikoriza mempunyai enzim phospatase yang dapat membantu penyerapan phosphor tak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan inang, juga secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan cendawan mikoriza. Misalnya kemasaman tanah, aerase, suhu tanah, kesuburan tanah, cara pengolahan tanah dan biologi tanah (Baon, 1983).
Menurut Hayman (1983), ada tiga mekanisme yang terlibat sehingga miko riza dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P, yaitu secara fisik, kimia dan fisiologi.
MEKANISME FISIK
Miselium mikoriza yang berada diluar akar analog sebagai rambut untuk mengambil bahan makanan dan air. Miselium mikoriza dapat tumbuh menyebar keluar akar untuk beberapa sentimeter (>9cm), sehingga dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan zona kekosongan (deplesi) bahan makanan terutama P disekitar akar dengan tanah. Menurut hayman (1983), zona ini muncul karena akar tanaman menyerap P lebih cepat dari gerakan P yang berdifusi lambat kepermukaan akar. Hal ini disebabkan kurangnya mobilitas ion-ion phospat dalam tanah dan juga mudahnya ion-ion phospat tersebut teradsorpsi oleh komplek lempung seperti kaolinit, montmorilonit dan lilit. Menurut Soepardi (1978), efek pengikatannya serupa apabila P diikat oleh bentuk senyawa Fe dan Al yang sederhana. Total panjang hifa jamur dapat mencapat 2,6 - 54 m/gram tanah. Fenomena tersebut memberi petunjuk bahwa akar bermikoriza dapat mengeksplorasi volume tanah cukup besar, sehingga P yang dapat diserap oleh akar bermikoriza akan semakin banyak.
MEKANISME KIMIA
Jamur mikoriza dapat membantu ketersediaan sumber-sumber P lambat larut seperti batuan apatit, FePO4 , AlPO4 dan kalium serta besi fitat. Jamur inipun dapat membantu tanaman-tanaman seperti “cow pea”, ketela pohon, jeruk, jambu biji, dan kedele bertahan atau toleran pada kondisi tanah mineral masam seperti tanah oxisol dan ultisol. Sehubungan dengan kedua keadaan tersebut, diduga jamur dapat mendorong perubahan pH rizosfer menjadi sekitar 6,3 (Mosse, 1981; Suminarsih et al. , inpress). Menurut Mosse (1981), perubahan pH tersebut dapat terjadi melalui produk eksudat akar jamur berupa anion poligalakturonat, sitrat dan oksalat yang akan menggantikan posisi ion phospat pada situs adsorpsi. Kemungkinan lainnya, jamur ini dapat memacu dan memproduksi enzim fitase.
MEKANISME FISIOLOGI
Menurut Hayman ( 1983), akar bermikoriza atau hifa jamur dapat menyerap P dari larutan tanah, pada jamur dapat menyerap P dari larutan tanah, pada konsentrasi dimana akar tidak bermikoriza tidak dapat menjangkaunya, meskipun dengan rambut akar yang melimpah, diameter hifa jamur yang relatif kecil, yaitu 2 – 5 um akan mudah menembus pori-pori tanah yang tidak bisa dimasuki rambut akar yang berdiameter relatif lebih besar (10 – 20 um). Akar bermikoriza juga mempunyai metabolisme energi yang lebih besar, sehingga lebih relatif dalam mengambil P pada konsentrasi 10¯7 - 10¯6 didalam larutan tanah hingga menjadi 10¯³ - 10¯² didalam akar tanaman.
Graham ( 1988) melaporkan bahwa kandungan phosphor tersedia dalam tanah akan mempengaruhi kemampuan mikoriza dalam menginfeksi akar. Tanaman yang mengalami kahat phosphor, permiabilitas membran sel akar akan meningkat sehingga banyak mengeluarkan eksudat akar. Keadaan ini mendukung terjadinya infeksi mikoriza. Sebaliknya apabila kebutuhan phosphor telah terpenuhi, permiabilitas membrane sel akan menurun, hal ini mengurangi keluarnya eksudat akar sehingga dapat mengurangi terjadinya infeksi mikoriza dengan demikian laju penyerapan phosphor menjadi akan terhambat.
Hartley dan smith, 1983 mengatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk terjadinya infeksi antara suatu mikoriza sangat bervariasi. Selain ditentukan oleh tingkat infektifitas dari simbionnya juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan misalnya suhu tanah, kandungan air tanah, ph tanah, bahan organik, intensitas cahaya dan ketersediaan hara, pengaruh logam berat dan unsur lain.
Perbedaan reaksi tanaman terhadap mikoriza diduga sangat dipengaruhi oleh aras kepekaan tanaman terhadap infeksi, dan sifat ketergantungan tanaman pada mikoriza dalam serapan hara, khususnya pada tanah kahat P, dimana kedua sifat itu ada kaitannya dengan tipe perakaran dan fisiologi tanaman (Baylis, 1975).
Perbedaan keefektifan menyerap unsur hara tanaman dipegaruhi faktor-faktor seperti faktor kemampuan mikoriza untuk memproduksi dan memfungsikan miselium eksterna didalam tanah, kemampuan mikoriza yang menginfeksi dengan cepat akar yang baru terbentuk, lamanya masa efektif dari hifanya (Abbott dan Robson, 1982), imbangan antara miselium interna dan eksterna, jumlah hifa penghubung pada mikorizanya, serta kemampuan mikoriza sendiri untuk tetap aktif di dalam tanah (Mosse, 1975).
Resistensi Terhadap Penyakit
Patogen akar pemasok (feeder) seperti Phytophthora, Phythium, Rhizoctonia dan Fusarium menginfeksi jaringan korteks akar yang belum masak dan masih bersifat meristematis dan menyebabkan nekrosis. Walaupun demikian, salah satu keuntungan dari segi fisiologis dari adanya ektomikoriza adalah perlindungan yang diberikan oleh mantel jamur terhadap patogen akar semacam itu. Perakaran bermikoriza yang terbentuk baik, resistan terhadap infeksi, dan akar pemasok yang tidak bermikoriza mudah terkena nekrosis jamur walaupun perakaran didekatkan telah bermikoriza. Resistansi disebabkan hanya oleh adanya penghalang mekanis yang diberikan oleh mantel jamur mikoriza. Walaupun demikian, spesises dari genus-genus jamur tertentu penyebab ektomikoriza seperti Lactarius, Cortinarius dan Hygrophorus menghasilkan substansi antibiotik sementara dari genus Russula tidak menghasilkan antibiotik sama sekali. Beberapa dari antibiotik ini merupakan anti jamur terhadap Rhizoctonia solani, Pythium debaryanum dan Fusarium oxysporum. Namun, tetap perlu diperiksa apakah antibiotik itu juga berlaku pada jamur ektomikoriza in vio dalam kaitannya dengan simbion tingkat tinggi.
Boletus variegatus diketahui menghasilkan senyawa penhambat jamur yang mudah menguap dalam kultur murni. Senyawa ini diidentifikasi sebagai isobutanal dan asam isobutirat. Infeksi perakaran Pinus sylvestris oleh B, Vagriegatus berakibat dihasilkan dan diakumulasikannya terpena dan seskuiterpena penghambat jamur yang mudah menguap sampai sebanyak delapan kali lipat konsentrasi senyawa-senyawa itu pada akar tak bermikoriza. Dalam kaitan ini, relevan untuk menunjukkan bahwa umbi beberapa spesies anggrek menghasilkan orkhinol, koumarin, hirsinol dan senyawa-senyawa fenolat lainnya sebagai reaksi pertahanan terhadap adanya jamur seperti Rhizoctonia. Senyawa-senyawa ini tidak dijumpai pada umbi-umbi anggrek yang tidak memiliki simbion jamur. Sangat mungkin bahwa senyawa seperti orkhinol bertindak sebagai penghambat terhadap jmaur patogen dengan menghalangi kegiatan jamur tertentu seperti Rhizoctonia sehingga lebih banyak pada tingkat simbiotik daripada tingkat parasitik. (Subra, 1994)
Interaksi mikoriza VA – Legum
Rhizobia dan mikoriza VA sering berinteraksi secara sinergistik menghasilkan bintil akar, pengambilan nutriea, dan hasil panen yang lebih baik. Pada tanah-tanah yang memiliki kandungan p yang rendah, interaksi ini sangat jelas, terutama dengan tambahan fosfat. Interaksi yang menguntungkan ini telah diketahui pada legume legume berikut: Centrosema pubescen, Pueraria sp, Phaseolus sp, Arachis hypogae, Stylosanthes guya nensis, Medicago sativa, Glycine max, Vigna unguaculata, Trifolium repens dan Trifolium subter raneum.
Manfaat praktis dari pengaruh ganda ini masih tetap perlu diselidiki meskipun ada keterbatasan yang menjadi sifat jamur VAM yang merupakan simbion obligat.
(Subra, 1994)
Tehnik inokulasi Mikoriza
Tehnik inokulasi mikoriza yang efektif dan efesien ditentukan banyak faktor, seperti tingkat kecocokan cendawan dengan inangnya, kondisi lingkungan, jenis inokulan, ketersediaan inokulan. (Turjaman dalam Indriyanto, 2008)
1. Inokulasi Mikoriza secara alamiah
a. Menggunakan inokulum tanah
Tanah diambil dibawah tegakan inang yang bermikoriza sedalam 0-20cm, digunakan untuk media sapih bibit. Inokulum tanah jangan disimpan lebh dari 1 bulan.
b. Membuat persemaian dibawah tegakan inang bermikoriza
c. Menanam pohon induk bermikoriza
Dapat menginfeksi akar bibit pada bedeng yang berdekatan
2. Inokulasi Mikoriza Secara Buatan
Inokulasi mikoriza secara buatan dengan menggunakan spora maupun miselium cendawan pembentuk mikoriza berupa organ generatif dan vegetatif pembentuk mikoriza.
Banyak cendawan pembentuk mikoriza yang memiliki kapasitas produksi spora yang besar, misalnya jenis cendawan anggota genus Pisolithus, Scleroderma, dan Rhizopogon. Cendawan tersebut sangat potensial sebagai penyedia spora di alam.Tubuh buah cendawan yang telah masak secara fisiologis dengan ciri tubuh buah lunak dan spora berwarna cokelat dapat dikumpulkan, kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 37°-40ºC selama tiga hari. Tubuh buah yang sudah kering lalu dihancurkan menggunakan blender hingga halus dan berbentuk serbuk. Serbuk spora tersebut dapat dikemas dalam bentuk tablet, kapsul, atau disimpan dalam bentuk serbuk dalam botol dan disimpan dalam kulkas pada suhu 5ºC. Persediaan spora cendawan pembentuk mikoriza dapat digunakan pada saat dibutuhkan.
a. Penggunaan suspensi spora.
Spora cendawan pembentuk mikoriza yang telah tersedia dapat dibuat suspensi.
Suspensi dapat dibuat dengan cara mencampur 5 g spora dengan 10 liter akuades kemudian diaduk sampai tercampur merata. Sebaiknya, suspensi spora ditambah dengan bahan perekat, yaitu larutan tween 20 sebanyak 2-3 tetes. Hal itu berguna agar spora mudah menempel di akar dan untuk menghindari agar spora tidak larut atau terbawa air. Suspensi spora dengan konsentrasi tersebut (5 g spora dalam 10 liter akuades) dapat digunakan untuk inokulasi pada bibit sebanyak lebih kurang 5.000 batang bibit dengan cara menyiramkan suspensi spora pada media tumbuh bibit pada daerah perakaran.
b. Penggunaan spora pada sistem irigasi.
Sistem irigasi dapat digunakan sebagai salah satu cara menginokulasi cendawan pembentuk mikoriza pada akar tanaman. Inokulasi seperti itu dilakukan dengan menaburkan spora ektomikoriza (Pisolithus sp., Scleroderma sp., dan Rhizopogon sp) pada bak penampungan air sentral dalam system irigasi di pesemaian. Penaburan spora pada bak penampungan air dilakukan setelah kecambah disapih pada media tumbuh dalam wadah dan pada minggu keempat setelah kecambah disapih.
c. Penggunaan tablet spora.
Tablet spora dapat diinokulasikan pada saat disapih dalam media tumbuh dalam wadah. Satu tablet spora diberikan kepada satu bibit yang dilakukan dengan cara membenamkan tablet dekat dengan system perakaran. Pada saat memberikan tablet spora diusahakan agar media tumbuh bibit tidak terlalu lembap.
d. Penggunaan kapsul spora.
Teknik penggunaan kapsul spora sama dengan penggunaan tablet spora, dan tingkat efektivitas cendawan pembentuk mikoriza juga sama antara kapsul spora dengan tablet spora.
e. Inokulasi dengan miselium.
Cendawan pembentuk ektomikoriza memiliki keragaman dalam hal mudah atau sulitnya diisolasi. Ada cendawan yang sulit tumbuh dalam biakan murni; ada pula yang tumbuh, tetapi mudah mati setelah beberapa bulan. Namun demikian, ada juga yang dapat tumbuh jika diberi penambahan nutrisi seperti tiamin dan biotin pada media biakan miselium. Pada skala laboratorium telah dikenal ,media biakan miselium dalam bentuk cair, misalnya Modified Melin Norkran (MMN). Emeron Media (YpSs), Hagen, dan Palmer. Adapun media biakan miselium secara alamiah, misalnya kompos sabut kelapa, sekam padi, kulit kopi, serbuk kayu gergajian, gambut, dan sebagainya.
Beberapa jenis ektomikoriza yang telah diketahui dapat dibiakkan dalam skala besar, antara lain Scleroderma sp., Pisolithus sp., Rhizopogon sp., Laccaria sp., Hebeloma sp., Tricholoma sp., dan Suillus sp.,. Miselium ektomikoriza yang telah dibiakkan atau diperbanyak kemudian dihancurkan dengan blender. Selanjutnya dicampur akuades dengan konsentrasi lebih kurang sama dengan suspensi spora (5 g miselium per 10 liter aquades). Suspensi miselium itu siap untuk diinokulasikan pada kecambah yang baru disapih pada media tumbuh dalam wadah. Selain dibuat suspensi, miselium juga dapat dibuat dalam bentuk butiran agar, dengan cara mengemas miselium ke dalam agar laut (Calcium alginate), kemudian siap untuk diinokulasikan kepada akar bibit tanaman di pesemaian. (Turjaman dalam Indriyanto, 2008)