Proses-proses Fisik di Pantai Berlumpur
Fenomena pergerakan air dan aliran sedimen di daerah pesisir, lebih khusus untuk dataran delta dan hutan mangrove adalah fenomena khusus dan spesifik. Genesa pantai berlumpur oleh Sunarto (2002), tersusun oleh materi lebek/lumpur. Proses sedimentasi dipantai dapat dibedakan menjadi deposisi dan siltasi (Simeoni et al, 2002). Deposisi umumnya diartikan sebagai pengendapan sedimen lepas (klastik), sedangkan siltasi atau pelumpuran diartikan sebagai pengendapan material lumpur atau sedimen lembek (Nittrouer and Kravitz, 1996)
Proses hydro-physical yang terjadi di pantai berlumpur adalah suatu rejim dari seluruh variabel kejadian dimana angka rata-rata menjadi penting sebagai acuan melihat pergerakan air (current),dinamika pasang surut (tidal assymetri) dan energi gelombang (wave energy) pada suatu musim (Carter, 2002). Pergerakan massa air ini banyak mempengaruhi keberadaan organisme pantai berlumpur (Elliot et al, 1998) Pergerakan uni-directional, multi-directional dan ocillatory, adalah tiga tipe yang berbeda pergerakan massa air di pantai berlumpur dimana pergerakan air ini akan memberikan tekanan yang menguntungkan keadaan lingkungan itu sendiri (Carter, 2002). Selain itu, selama badai (storm event) di daerah pantai berlumpur akan menimbulkan perubahan ekstrim pembentukan energi dan arah gelombang (Pethick, 1984, Dyer, 1998) Menurut Buller and McMannus (1979) pantai berlumpur sangat sensitive terhadap pengaruh perubahan hydro-physical lingkungan perairan. Sebagai contoh, aksi gelombang yang muncul secara periodik dapat merubah paras pantai berlumpur secara fisik akibat diterjang badai, sehingga lumpur atau pasir akan terangkat setinggi 20 cm. Seperti adanya kejadian badai, merupakan suatu mekanisme penting yang dapat mengurutkan kembali sedimen (lumpur), sisa-sisa partikel kasar dan pelepasan kembali kealam sedimen-sedimen yang telah tercemar (Buller and McManus, 1979).
Proses-proses fisik di pantai berlumpur merupakan suatu sistem yang saling kait-mengkait antara sistem daratan dan lautan. Pada sistem di estuaria adalah merupakan contoh kasus yang menarik, di karenakan pada sistem inilah pada umumnya tedapat pantai berlumpur. Aliran energi pada wlayah estuari mencakup aliran keluar dan aliran kedalam, yang dapat merubah bentuk bentang alam dari sistem estuari tersebut (Towned, 2004). Secara umum estuaria merupakan bagian dari pantai dimana aliran sungai bermuara. Terdapat berbagai cara dalam mendefinisikan dan mengklasifikasi estuaria. Dimana, estuaria dipandang sebagai daerah yang terjangkau oleh aliran pasang surut dari laut terbuka, terdapat gradien salinitas dan densitas yang dihasilkan oleh proses pertemuan antara aliran air laut salinitas tinggi dan air sungai bersalinitas rendah (Dyer, 1998.,Towned, 2004).
Gambar Model Sistemis Aliran di Daerah Estuari (Towned, 2004)
Disajikan pada model sistemik di atas (gambar 5) oleh Towned (2004), membagi atas tiga (3) kompartement utama sebagai acuan terjadinya proses aliran di daerah estuari. Kompartement pertama adalah: Marine System, dimana proses utama sebagai pengendali gerak adalah tekanan (pressure) sehingga terbentuknya hembusan yang mengakibatkan angin dan gelombang (Finlayson, 2005). Pusatnya adalah merupakan olakan yang berasal dari pasang surut dan peningkatan massa air laut. Kompartemen selanjutnya adalah: Estuary, terbagi atas dua bagian utama adalah dimensi butiran sedimen (granula) dan bentuk alamiah estuaria, pengaruh utama yang terjadi pada sistem ini adalah prosess terjadinya aktivitas pasang surut (tidal assymetri) sehingga terjadi gerakan aliran seperti current density dan secondary circulation.
Lain halnya proses sistemis dinamika pergerakan sedimen di daerah estuari adalah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan di antara ketiga sistem yang ada di wilayah pesisir. Contoh kasus pada gambar 6, memperlihatkan bahwa behaviour system dari pantai berlumpur (Towned, 2004) di awali oleh pengaruh laut (marine system) dan daratan (catchment basin). Sifat neutral bouyant pada sistem estuari mempengaruhi sifat aliran (arus) baik dari darat maupun laut sehingga sedimen akan terkonsentrasi di muara sungai (Long et al, 2000)
Gambar Model Sistemis Aliran Sedimen Halus di Daerah Estuari (Towned, 2004)
Demikianpula, proses yang terjadi di pantai berpasir, dimana proses keluar masuknya air di dalam sistem karena adanya pengaruh dari tiga (3) model sistem yang ada. Pertama adalah pada sistem laut (marine system), dominan di pantai berpasir adalah sedimen halus menumpuk membentuk dan terakumulasi di wilayah estuari (Anthony dan Orford, 2002) Morfodinamika pantai rendah (estuaria, pantai berpasir, berlumpur, lagoon) sudah dilakukan banyak penelitian dengan menggunakan skala waktu tercatat di awali oleh : Sherman et al., 1994 Hegge et al., 1996 Jackson, 1999 Lampe et al., 2003 Goodfellow dan Stephenson, 2005 dan juga untuk jangka waktu panjang sudah di mulai oleh Nordstrom dan Jackson, 1992 Benavente et al., 2000 dan Costas et al., 2005)
Dari analisis sistem yang di lakukan oleh Towned, didukung pula oleh Costas et al, 2005, bahwa distribusi sedimen mengarah kemuara akan memiliki ukuran butiran sediman yang lebih kecil, sampai di bagian tengah daerah estuaria (mid – estuaria). Perbedaan yang ditunjukkan oleh Allen, 1972 in Lampe et al, 2003 disebabkan karena di daerah estuaria tersebut mengalami gangguan oleh adanya aktivitas manusia. Dimana umumnya daerah estuaria sendiri adanya pemanfaatan berlebih dengan didirikannya banyak daerah industri.
Oleh karena itu, dinamika sifat fisik di wilayah pantai berlumpur merupakan suatu fenomena tersendiri, walaupu telah mengalami banyak gangguan campur tangan manusia akan tetapi wilayah ini sendiri belumlah mendapat perhatian khusus di dalam memanfaatkan sebagai lahan potensial.