Pengertian Pengendalian Hayati
Pengertian pengendalian hayati, seperti dikemukakan oleh K.F. Baker dan R.J. Cook, dalam bukunya berjudul “Biological Control of Plant Pathogens” yang terbit pada tahun 1974 dan buku keduanya berjudul “ The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens” yang terbit pada tahun 1983, diberikan definisi dalam arti luas. Di dalam definisi tersebut, pengendalian hayati termasuk penggunaan macam organisme untuk mengendalikan patogen dan penggunaan tanaman tingkat tinggi sebagai salah satu cara terbaik dan paling efektif dalam pengendalian hayati.
Definisi yang luas itu sampai kini masih dapat diterima para ahli patologi tanaman, meskipun masih ada pertanyaan yang belum terjawab. Akan tetapi, pengaruh pengendalian hayati pada definisi yang luas itu juga termasuk tindakan budidaya yang berhasil dan pemuliaan tanaman untuk ketahanan tanaman inang. Penggunaan tanaman inang tahan dalam pengendalian hayati bukan merupakan sesuatu yang aneh bagi para ahli patologi tanaman. Misalnya, jika gen yang mengatur produksi senyawa penghambat patogen tanaman dibawa dan dinampakkan dalam sel bakteri pengoloni akar, dan bakteri tersebut saat diterapkan sebagai perlakuan benih, mampu mengoloni dan melindungi akar tanaman, maka kondisi ini dikenal dengan pengendalian hayati (Garret, 1965; Cook, 1985).
Begitu pula, jika gen tersebut kemudian dipindah secara rekayasa genetika ke genom tanaman inang dan kemudian gen tersebut ternyata mampu menampakkan kegiatannya dengan menghasilkan senyawa penghambat, yang dilepas melalui eksudat akar, maka keadaan ini juga dikenal dengan pengendalian hayati. Baik gen tersebut berada di dalam mikroba maupun di dalam sel tanaman, dapat disebut sebagai pengendalian hayati.
Oleh karena itu, pengendalian hayati, menurut Cook (1985), dapat didefinisikan sebagai “semua kondisi atau praktik yang berpengaruh terhadap penurunan daya tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi dengan agensia organisme hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan penurunan keberadaan penyakit yang disebabkan oleh patogen”. Definisi resmi tersebut lebih menyeluruh karena menggabungkan pengertian pengendalian hayati yang terjadi secara alami dan yang dibuat, yang melibatkan baik mikroba maupun makroba lain selain tanaman sakit atau rusak. Meskipun manusia tidak termasuk dalam pengendalian hayati, namun elemen tindakan budidaya, pemilihan dan pemuliaan tanaman tahan penyakit, yang kesemuanya dilakukan oleh manusia, termasuk ke dalam komponen pengendalian hayati.
Pengendalian hayati tidak seharusnya dikenal sebagai sebuah ilmu yang terutama hanya didasarkan pada disiplin ekologi, taksonomi, dan mikrobiologi tanah saja. Pengendalian hayati juga didasarkan pada disiplin genetika tanaman dan mikroba, biologi molekul, sitologi, biokimia, fisiologi tanaman, dan banyak lainnya. Jadi, disiplin ilmu yang mendasari pengendalian hayati harus lengkap, menyeluruh dan terpadu, yang nantinya dapat melengkapi pengertian pengendalian hayati. Pengendalian hayati dapat didekati dengan manipulasi genetika, baik pada tanaman, antagonis, maupun patogennya sendiri, dan langsung pada tingkat ekosistem, populasi, atau individu.
Pengendalian hayati yang didefinisikan secara luas dapat terjadi jauh dari tanaman, atau terjadi pada tanaman, atau bahkan berlangsung di dalam tanaman. Hal ini sering terjadi dan erat kaitannya dengan hubungan antara tanaman dan patogennya. Pengendalian hayati sekarang ini telah menjadi batu penjuru dari upaya pengelolaan penyakit tanaman yang ramah lingkungan dan menghasilkan produk tanaman yang sehat dan aman (Soesanto, 2008).
Produk tanaman yang sehat sesuai dengan usulan tim landmark pangan Kementrian Riset dan Teknologi, yaitu agar Indonesia dapat menjadi salah satu dapur pangan sehat di dunia (Adnyana, 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal ini berkaitan dengan lebih majunya beberapa negara di Asia di dalam menyikapi revolusi hijau lestari. Misalnya, India telah mengadopsi revolusi hijau lestari dengan sasaran sebagai pabrik pangan dunia. Thailand dengan sasaran sebagai dapur pangan dunia mulai 2010, dan Malaysia dengan sasaran sebagai pusat pengembangan makanan halal dunia.
Oleh karena itu, produk tanaman yang sehat dan aman menjadi sasaran kita semua serta produk tanaman yang sehat dan aman tidak dihasilkan dari penggunaan bahan kimia yang terus menerus dan tidak bijaksana di dunia pertanian, seperti pemakaian pestisida dan pupuk kimia sintetis. Khususnya dengan penggunaan pestisida kimia, banyak dampak negatif yang dapat timbul (Bohmont, 1997; Beaumont, 1998), seperti yang telah dijelaskan di muka, sehingga pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba berguna dan agensia hidup merupakan jawaban dari permasalahan tersebut. Jadi jelaslah bahwa pengendalian hayati berperan penting di dalam ketahanan pangan yang berlanjut karena dapat mencegah dan mengurangi dampak negatif tersebut serta dapat mendukung produk tanaman yang sehat dan aman.